Peran Bukti Digital dan Contohnya disari

Implementasi “5 Role” dari buku yang ditulis oleh McKenzie Marshall yang berjudul :
Digital Forensics Digital Evidence in Criminal Investigation dalam kasus cybercrime
Hoiriyah 14917161
Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta 55584
Telp. (0274) 895287
Cybercrime merupakan tindak kejahatan dunia maya yang selalu mengiringi dengan
perkembangan teknologi yang semakin hari semakin canggih. Selain itu, kebutuhan akan
teknologi untuk segala aktivitas sudah tidak bisa dibendung lagi, segala sesuatunya
membutuhkan teknologi seperti aktivitas perbankan, bisnis jual-beli, pendidikan bahkan
kegiatan yang berbau negatif seperti judi dan prostitusipun juga menggunakan teknologi.
Perkembangan teknologi juga menjadi sebab berkembangnya suatu kejahatan yang pelakunya
menggunakan perangkat-perangkat elektronik dan bisa dilakukan dimana saja, kapan saja dan
siapa saja.
Menurut McKenzie dalam bukunya “digital forensic : digital evidence in criminal
investigation” ada 5 peran bukti digital, yaitu :
-

Witness (saksi) dalam hal ini, saksi tidak terlibat kontak langsung dengan pelaku,
namun mungkin saja saksi dapat menggambarkan sebuah aktivitas dari suatu
kejadian. digital bisa menjadi saksi atas tindak kejahatan yaitu dengan adanya rekam

jejak dari pemakaian barang elektronik, misal traffic pada sebuah perangkat jaringan,
atau terekam oleh barang elektronik lain seperti CCTV.

-

Tool (alat), sesuatu yang dapat mempermudah aktivitas, bisa berupa perangkat lunak,
alat, atau perangkat jaringan yang kompleks.

-

Accomplice (kaki tangan), merupakan peran serta sesuatu dalam mensukseskan
sebuah kegiatan. Keikutsertaan sistem digital dalam hal ini mungkin akibat kontak
langsung dengan pelaku kriminal, karena pada dasarnya sistem digital tidak mengerti
mana yang baik dan mana yang buruk dan juga tidak mengerti soal hukum

-

Victim (korban), merupakan target serangan. Serangan pada sistem digital biasanya
digunakan untuk menyerang suatu organisasi atau individu yang memiliki sebuah
sistem


-

Guardian (pelindung), kejahatan bisa terjadi ketika penyerang yang termotivasi
bertemu dengan korban yang cocok yang tidak memiliki perlindungan sistem yang
tepat.

Berikut salah satu contoh kasus Cybercrime yang baru-baru ini digrebek oleh satuan unit
Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya.

Kasus : Sindikat CyberCrime Asal Tiongkok yang Ditangkap di Indonesia
Sumber :
 http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150525080904-12-55422/polisi-tangkapkoordinator-kelompok-penipuan-asal-tiongkok/
 http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150513193704-12-53179/warganyaditangkap-kepolisian-tiongkok-sambangi-polda-metro/
 http://metro.sindonews.com/read/998646/170/ini-cara-33-wna-china-melakukanpenipuan-1431006650
***************************************************************************
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150525080904-12-55422/polisi-tangkapkoordinator-kelompok-penipuan-asal-tiongkok/
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya
Kombes Polisi Krishna Murti memastikan pihaknya telah menangkap koordinator dari
kelompok kejahatan dunia maya yang ditangkap di kawasan Pondok Indah, kemarin, Minggu

(24/5).
Pagi ini, tim Direskrimum dijadwalkan mendatangi kediaman organisator puluhan warga
asing tersebut pembobol kartu kredit warga Tiongkok itu. "Sudah ada pengembangan.
Koordinatornya sudah kami tangkap. Nanti pukul 09.00 kami akan mendatangi sebuah
tempat di Kemang yang menjadi tempat tinggal dia," ujar Krishna saat dihubungi CNN
Indonesia, Senin (25/5).
Penangkapan 29 warga asal Tiongkok ini merupakan pengungkapan ketiga kalinya, dalam
kurun waktu satu bulan yang dilakukan oleh Direskrimum Polda Metro Jaya.
Kasus pertama terkuak saat 33 warga asal Tiongkok digerebek di sebuah rumah di bilangan
Cilandak, Jakarta Selatan, pada Rabu (5/5). Kala itu, polisi menemukan 54 unit telepon
genggam, 65 unit pesawat telepon, modem, komputer jinjing dan handy talky, yang diduga
menjadi perangkat mereka dalam melancarkan penipuan. Aksi mereka diketahui tak
ditargetkan kepada warga Indonesia, namun para pengusaha di negera mereka lah yang
menjadi sasaran penipuan.
Setelah itu, selang tujuh hari kemudian, Direktorat Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya
kembali melakukan penggerebekan terhadap puluhan warga asing asal Tiongkok dan Taiwan
di sebuah rumah toko, di kawasan Pantai Indah Kapuk, Cengkareng, Jakarta Utara.
Di sana, polisi mengamankan puluhan warga asing yang terdiri dari empat wanita dan
26 pria yang diiduga telah melakukan kejahatan cyber dengan cara menipu, memeras
dan meretas puluhan kartu kredit milik warga di Tiongkok.

Ruko tersebut diduga menjadi tempat penyimpanan data dan server yang menjadi
jalur kelompok penipuan ini melancarkan kejahatannya.

Penggerebekan ruko dilakukan setelah aparat mendengar informasi dari warga sekitar
perumahan Elang Laut, mengenai adanya aktifitas mencurigakan di sebuah rumah toko
penjual alat perlengkapan bayi.
Dalam temuan tersebut, polisi menemukan bahwa puluhan warga asing itu masuk ke
Indonesia dengan menggunakan paspor resmi. Meski demikian, polisi tetap meminta pihak
keimigrasian untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sedangkan yang terbaru, penangkapan dilakukan di kawasan perumahan elite Pondok Indah.
Sebanyak 29 warga asing diamankan polisi. Selain mengamankan kelompok yang diduga
masuk dalam kelompok cyber crime itu, polisi juga mengamankan 10 gram narkotik jenis
sabu dan beberapa butir ekstasi.
Dengan adanya tiga penangkapan tersebut, Krishna memastikan bahwa tak hanya mengajak
pihak imigrasi untuk ikut membongkar kasus ini. Polisi memastikan, pihaknya telah
berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk bersama-sama
menelusuri kejahatan dunia maya ini.
"Yang dulu kan tiap ada temuan seperti ini langsung dideportasi. Sekarang kami sudah
mengundang Kominfo untuk duduk bareng mencari tahu kenapa bisa seperti ini," kata
Krishna.

***************************************************************************
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150513193704-12-53179/warganya-ditangkapkepolisian-tiongkok-sambangi-polda-metro/
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah berhasil menggerebek 33 warga negara Tiongkok yang
diduga melakukan tindak pidana penipuan online di kawasan Cilandak, Jakarta, pada Rabu
(5/5), Polda Metro Jaya kembali meringkus 30 warga Negara Tiongkok lainnya di kawasan
Penjaringan, Jakarta Utara pada Selasa (12/5).
Sebanyak empat perempuan dan 26 laki-laki berhasil dibekuk di sebuah rumah toko di
kawasan tersebut. Serupa dengan komplotan sebelumnya, kelompok ini juga diduga
melakukan modus penipuan kartu kredit.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Heru Pranoto mengatakan
saat ini kasus mereka masih terus berlanjut. Bahkan pihak kepolisian dari negara Tirai Bambu
itu juga sudah turun tangan dalam hal ini.
"Hari ini mereka datang. Mereka kita serahkan beberapa bukti," kata Heru saat ditemui di
Gedung Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro, Rabu (13/5).
Heru mengatakan, mereka meminta beberapa keterangan informasi, seperti tentang data
penangkapan terhadap 30 WNA tersebut. "Mereka juga mengumpulkan data elektronik yang
dijadikan pembuktian di negara kita," ujar Heru.

Data itu nantinya akan dijadikan bahan untuk memulangkan mereka ke negara asalnya. Heru
juga menegaskan, tidak ada indikasi human trafficking dalam kasus ini. Kasus ini terkuak

atas laporan warga sekitar yang merasa terganggu dengan aktivitas WNA tersebut. Warga
resah karena merasa terlalu banyak orang yang lalu lalang di toko itu.
Sebenarnya, target kejahatan para WNA ini bukanlah warga Indonesia. Melainkan orangorang di negara asal mereka, Tiongkok. Sementara itu mereka menggunakan Indonesia
sebagai tempat untuk melancarkan aksinya.

Ada dua modus operandi yang mereka lakukan. Pertama, mereka mengambil nomor dari
kartu kredit korban asal Tiongkok yang ada di internet. Kemudian, mereka membuat
transaksi fiktif lewat internet. Korban pun diminta untuk mentrasnfer sejumlah uang.
Modus kedua mereka lakukan dengan berpura-pura menjadi polisi. Mereka menelepon
korban dan mengaku seolah anggota keluarga mereka sedang terlibat masalah hukum
internasional di Indonesia. Kemudian, korban dimintai sejumlah uang untuk keperluan
anggota keluarga mereka selama proses hukum berlangsung.
Polisi pun mengamankan beberapa barang bukti pelaku kejahatan dari Tiongkok tersebut.
Ada pesawat telepon, kartu kredit, tab, printer, sejumlah foto, dompet, telepon genggam,
laptop, kalkulator, kertas struk, mesin gesek atm, modem, CPU, kabel, sejumlah dokumen,
dan alat perekam.
***************************************************************************
http://metro.sindonews.com/read/998646/170/ini-cara-33-wna-china-melakukan-penipuan1431006650
JAKARTA - Polda Metro Jaya menyatakan 33 WNA asal China berada di Indonesia setelah
direkrut sindikat penipuan di negara asalnya. Dalam menjalankan aksi di Indonesia, ke-33

pelaku ini berpura-pura sebagai pekerja bank.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan menjelaskan,
seluruh pekerja asal China ini direkrut untuk bekerja di Jakarta. Sesampainya di Jakarta,
paspor dan KTP WNA itu pun diambil oleh pihak pengendali.
Selanjutnya mereka di bawa ke Pasar Minggu dan dokumen pribadi mereka disandera. "Di
Jakarta, mereka disuruh untuk melakukan penipuan. Modusnya berpura-pura sebagai pekerja
bank," ujar Herri di Mapolda Metro Jaya, Kamis (7/5/2015).
Herri menuturkan, jika data korban sudah di dapat, data tersebut akan diolah dan dibuat kartu
kredit palsu. Dari kartu kredit palsu itu, uang korban dikuras. Menurutnya, dari hasil
penipuannya itu, tiap WNA pun medapatkan gaji Rp6 juta per bulan.
"Jam kerja mengikuti jam di China, pukul 08.00-17.00 WIB. Mereka mencari sasaran secara
acak dengan menggunakan ponsel," terangnya.

Penerjemah bahasa China Kelly Tranoto mengungkapkan, 33 WNA itu menipu korbannya
dengan cara meminta data para nasabah bank ke bank-bank yang ada di China. Saat sudah
mendapatkan data itu, mereka lantas menghubungi nomor korbannya yang tertera.
"Mereka telepon dengan pura-pura sebagai pihak banknya, kredit limit kamu sudah lebih, ada
pemakaian lebih gini-gini-gini, lalu diminta kode yang 16 digitnya. Dari kode itu diolah lagi
melalui software dan dibuat kartu kredit. Di situlah mereka ambil uang korbannya,"
terangnya.

***************************************************************************
Analisis Kasus
Bukti yang ditemukan:
 Bukti elektronik/digital
Pesawat telepon, kartu kredit, tab, printer, telepon genggam, laptop, mesin
gesek ATM, modem, CPU, alat perekam,
 Bukti lainnya
dokumen, foto, dompet, kertas struk, kalkulator
Modus Operandi :
1. Mereka mengambil nomor dari kartu kredit korban asal Tiongkok yang ada di
internet. Kemudian, mereka membuat transaksi fiktif lewat internet. Korban pun
diminta untuk mentrasnfer sejumlah uang.
2. Mereka lakukan dengan berpura-pura menjadi polisi. Mereka menelepon korban dan
mengaku seolah anggota keluarga mereka sedang terlibat masalah hukum
internasional di Indonesia. Kemudian, korban dimintai sejumlah uang untuk
keperluan anggota keluarga mereka selama proses hukum berlangsung
Peran Bukti Digital :









Witness
Perangkat jaringan yang terdapat pada sever, perangkat ini tidak terlibat secara
langsung dalam operasi kejahatan, namun merekam traffic yang melaluinya.
Tool
Alat yang digunakan adalah telepon, karena pelaku melakukan kejahatannya
menggunakan telepon untuk menghubungi korbannya.
Accomplice
Yang menjadi kaki tangan disini adalah telepon, kartu kredit, alat gesek ATM
Victim
Kartu kredit korban
Guardian