Pembelajaran Remedial untuk Mengatasi Ke

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN REMEDIAL
BERBANTUAN MEDIA BATANG LIDI UNTUK MENGATASI
KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS 1
SEMESTER 2 SD NEGERI PALUR 03 MOJOLABAN SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh:
Sri Murtini, S. Pd.
NIP. 19580917 197802 2 005
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar matematika
konsep penjumlahan 2 bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03
Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran
2014/2015 melalui penerapan metode pembelajaran remedial dengan
media batang lidi.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di
SD Negeri Palur 03 UPTD Pendidikan Kecamatan Mojolaban,
Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian
adalah siswa kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 UPTD Pendidikan
Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015
yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika. Subjek
terdiri dari 6 orang siswa. Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan

ini pada intinya mengacu pada desain penelitian yang digunakan, yaitu:
1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; dan 4) refleksi hasil
tindakan.
Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa
penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat
mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan
bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten
Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika
yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan
ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar
53.67 pada kondisi awal, meningkat menjadi 62.67 pada akhir tindakan
pembelajaran remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar
72.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II. Ketuntasan
belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 0.00% pada kondisi
awal, meningkat menjadi 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran
remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 100.00% pada
akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II.
Kata Kunci: Pembelajaran matematika, kesulitan belajar matematika,

pembelajaran remedial, media batang lidi.

1

2

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Matematika secara esensial merupakan proses berpikir yang melibatkan
konstruksi dan menerapkan abstraksi, serta menghubungkan jaringan ide-ide
secara logis (Rutherford, dalam Soedjadi, 2000: 8). Ide-ide tersebut seringkali
muncul dari kebutuhan dalam pemecahan masalah-masalah sains, teknologi, dan
kehidupan sehari-hari. Terdapat hubungan yang sangat erat antara matematika dan
sains. Sains menyediakan masalah-masalah yang perlu diselidiki dan dianalisis
dengan matematika, sementara itu matematika menyediakan alat yang berguna
dalam menganalisis data.
Dalam praktik, pembelajaran matematika biasanya dimulai dengan
penjelasan konsep-konsep disertai dengan contoh-contoh, dilanjutkan dengan
latihan soal-soal. Pendekatan pembelajaran ini didominasi oleh penyajian masalah
matematika dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured

problem) yaitu permasalahan matematika yang dirumuskan sedemikan rupa,
sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu pemecahanannya .
Di samping itu, permasalahan tertutup ini biasanya disajikan secara
terstruktur dan eksplisit, mulai dengan yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan
konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ide-ide, konsepkonsep dan pola hubungan matematika serta strategi, teknik dan algoritma
pemecahan masalah diberikan secara eksplisit, sehingga siswa dengan mudah
dapat menebak solusinya. Pendekatan pembelajaran seperti ini cenderung hanya
melatih keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) secara terbatas
dan terisolasi (Sudiarta,dkk, 2005).
Problematika pembelajaran matematika bagi anak usia SD tersebut menjadi
menarik diperbincangkan mengingat kegunaannya yang penting untuk
mengembangkan pola pikir dan prasyarat untuk mempelajari ilmu-ilmu eksak
lainnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa kesulitan bagi guru untuk
mengajarkan matematika sehingga dapat dengan mudah diterima sepenuhnya oleh
siswa SD. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru agar menjadikan
matematika yang abstrak itu menjadi “nyata” dalam benak siswa .
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran matematika di kelas I semester 2
SD Negeri Palur 03 Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015, dapat diketahui bahwa
dari sebanyak 31 orang siswa yang ada, masih ada 9 orang siswa atau 29.03%
yang masih memperoleh nilai < 65.00. Dengan demikian, keenam siswa tersebut

belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika pada materi
“Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka”.

3

Guna mengatasi hal tersebut, guru sudah berupaya melakukan pembelajaran
remedial bagi keenam anak tersebut di luar jam pelajaran. Pembelajaran remedial
yang selama ini dilakukan adalah berupa pemberian tugas tambahan untuk
selanjutnya diberi penilaian hingga anak tersebut memperoleh nilai mencapai
KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap tugas-tugas yang dikerjakan
kesembilan siswa tersebut, ternyata sudah ada 3 anak yang memperoleh nilai >
65.00. Adapun 6 siswa lainnya atau 19.35% masih belum mencapai ketuntasan
belajar dengan KKM > 65.00. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran
remedial yang dilakukan guru masih belum optimal dalam mengatasi kesulitan
belajar matematika pada siswa.
Kurang optimalnya pembelajaran remedial yang dilakukan guru tersebut
diindikasikan disebabkan karena dua hal.Faktor penyebab tersebut antara lain
adalah bahwa: 1) Pembelajaran remedial yang dilakukan guru belum dilaksanakan
secara terprogram dengan disertai hasil analisis terhadap kesulitan belajar yang

dihadapi siswa; dan 2) Pembelajaran remedial yang diberikan kepada 9 orang
siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar tersebut lebih banyak dalam
bentuk pemberian tugas, sehingga secara substansial belum dapat memecahkan
kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
Hasil analisis terhadap lembar jawaban soal pada 6 orang siswa yang masih
belum mencapai ketuntasan belajar menunjukkan adanya beberapa kesulitan
mendasar yang masih dihadapi siswa. Kesulitan tersebut antara lain adalah
berupa: 1) kurangnya pemahaman terhadap nilai tempat antara puluhan dan
satuan; 2) kurangnya pemahaman terhadap penggunaan simbol; 3) penggunaan
proses yang keliru; dan 4) perhitungan yang salah.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka diperlukan suatu program
pembelajaran remedial yang efektif yang dapat mengatasi kesulitan belajar siswa
secara substansial. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa adalah dengan menggunakan media berupa batang lidi
sebagai alat bantu pembelajaran. Dengan cara ini penguasaan konsep
penghitungan dan pengurangan dua bilangan pada siswa akan semakin meningkat.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2
bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten

Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 melalui penerapan metode
pembelajaran remedial dengan media batang lidi.

4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun secara praktis. Manfaat tersebut adalah:
1. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk mengatasi kesulitan
belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru untuk mendapatkan gambaran
tentang penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi
guna mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi sekolah untuk dijadikan tambahan
informasi tentang metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi
dalam mengatasi anak berkesulitan belajar matematika.
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Secara bahasa, kata “matematika” berasal dari bahsa Yunani yaitu
“mathema” atau mungkin juga “mathematikos” yang artinya hal-hal yang juga
dipelajari. pada ilmu pasti. Menurut istilah matematika lebih tepat digunakan
daripada ilmu pasti.
Pengertian matematika menurut para ahli didefinisikan sebagai berikut: 1)
Matematika menurut Kurikulum 2004 merupakan suatu bahan kajian yang
memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses deduktif; 2) Matematika
menurut KTSP Kurikulum 2006 merupakan ilmu universal yang mendasari ilmu
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia; 3) Matematika menurut James dan James 1976,
dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan besaran, dan konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya.
Matematika adalah ilmu abstrak, seperti yang dikemukakan oleh Karso, dan
kawan-kawan (dalam Agus Sasono, 2007) bahwa matematika adalah ilmu yang
deduktif, aksiomatik, formal, herarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan
semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah
sistem matematika.
Adapun tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemampuan sebagai

berikut (Depdiknas, 2003: 9): 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antara konsep konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

5

tepat, dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Matematika Materi Operasi Hitung Bilangan
Pengertian operasi hitung penjumlahan adalah menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia menyatakan bahwa “penjumlahan adalah proses, cara,
perbuatan menjumlahkan”. Sedangkan menurut Kamus Besar Poerwardaminta
(1983:425) menyatakan bahwa “penjumlahan adalah hal menjumlahkan”. David

Glover (2006:4) menambahkan bahwa “penjumlahan adalah cara menemukan
jumlah total dua bilangan atau lebih. Tanda “+” dalam penjumlahan menunjukkan
bahwa bilangan-bilangan tersebut dijumlahkan.
Pengertian operasi hitung pengurangan adalah apabila bilangan a dikurangi
bilangan b, maka pengurangannya ditunjukkan dengan a – b. Materi tentang
hitungan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka. Merupakan salah
satu materi yang diajarkan pada tingkat satuan pendidikan pada jenjang MI kelas I
pada pertenganhan semester genap. Pada materi ini siswa diajarkan tentang
menghitung penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka melalui gambar
sampai soal cerita. Dalam materi penjumlahan dan pengurangan ini dilakukan
menghitung ke samping dengan cara menjumlah dan mengurangi angka satuan
dahulu, kemudian baru angka puluhan untuk mempermudah dalam menghitung.
Untuk angka yang digunakan pada materi penjumlahan dan pengurangan mulai
dari angka 21-100.
Materi pembelajaran matematika untuk kelas 1 semester 2 Sekolah Dasar
pada materi “Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan sampai dua angka” adalah
sebagai berikut:
1) Membilang banyak benda. Materi ini dibagi ke dalam 2 sub bahasan, yaitu: a)
Membilang banyak benda sampai 100; dan b) Membaca dan menulis lambang
bilangan;

2) Mengurutkan bilangan. Sub materi ini terdiri dari dua bagian, yaitu: a)
Membandingkan banyak benda; dan b) Mengurutkan bilangan;

6

3) Nilai tempat puluhan dan satuan. Menentukan nilai tempat puluhan dan
satuan terbagi ke dalam dua sub bahasan, yaitu: a) Nilai tempat suatu
bilangan; dan b) Bentuk panjang suatu bilangan;
4) Menjumlah bilangan dengan cara bersusun pendek; dan
5) Melakukan operasi pengurangan dua bilangan.
Konsep Alat Peraga Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “alat adalah benda kebudayaan yang
dikembangkan manusia dalam usaha memenuhi segala macam kehidupannya”
(Kamisa, 1997: 26). Menurut Arief S. Sadiman, dkk (2002: 5) alat atau device bisa
disebut dengan istilah hardware atau perangkat keras, digunakan untuk
menyajikan pesan. Sedangkan “peraga adalah alat bantu untuk mempermudah
menyampaikan informasi kepada orang lain” (Kamisa, 1997: 420).
Supinah dan Agus D.W (2009: 23) mengemukakan bahwa alat bantu
pembelajaran disebut juga alat bantu mengajar. Jadi efektivitas alat bantu tersebut
terletak pada kemampuan guru dalam menggunakannya (khususnya kemampuan

menjelaskan). Yang termasuk alat bantu antara lain: OHP/OHT, film bingkai
(slide), foto, peta, poster, grafik, flip-chart, model, benda sebenarnya, alat peraga,
lingkungan belajar dan lain-lain.
Menurut Moh. Uzer Usman (2005: 31) “alat peraga pengajaran adalah alatalat yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi
pelajaran yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah verbalisme pada diri
siswa”.
Alat peraga dalam pelajaran hakekatnya merupakan suatu alat yang
digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian
pembelajaran (Sri Anitah, 2009: 4). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
alat peraga adalah suatu alat pembelajaran yang digunakan utuk menunjukkan
sesuatu yang riil sehingga memperjelas materi pelajaran.
Konsep Belajar dan Kesulitan Belajar
Belajar dapat diartikan suatu proses yang akan membentuk pribadi
seseorang setelah mempelajari sesuatu yang diajarkan atau dari kesulitankesulitan yang dihadapi sehingga akan memiliki suatu pemahaman dan pemikiran
sehingga mempengaruhi kehidupan seseorang. Pembelajaran adalah kerangka
untuk menuntun seseorang pada saat seseorang tersebut belajar.
Belajar menurut Sudjana (2009: 28) diartikan sebagai proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Terjadinya proses belajar sebagai
upaya untuk memperoleh hasil belajar, sesungguhnya sulit untuk diamati, karena
berlangsung didalam mental (fikiran). Walaupun demikian belajar yang

7

merupakan suatu proses dapat ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang.
Berdasarkan pendapat-pendapat ini dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang disebabkan karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman diri.
Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa semua perubahan berarti belajar yaitu
perubahan yang mengandung suatu usaha secara sadar untuk mencapai tujuan
tertentu.
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan
di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Adalah Kirk
yang pertama kali menyarankan penyatuan nama gangguan-gangguan pada anak
seperti disfungsi otak minimal (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis
(neurological disorders), disleksia (dyslexia ), dan afasia perkembangan
(developmental aphasia ) menjadi satu nama, yaitu kesulitan belajar (learning
disabilities) (Fujishima et al., dalam Mulyono, 2009: 6).
Kesulitan belajar sebagaimana dikutip oleh Hallahan, Kauffmann, dan
Lloyd (Mulyono, 2009: 6) didefinisikan sebagai suatu gangguan dalam satu atau
lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan
bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam
bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja,
atau berhitung.
Dikaitkan dengan pembelajaran matematika, maka kesulitan belajar
matematika disebut sebagai diskalkulia (dyscalculis) (Lerner dalam Mulyono,
2009: 259). Istilah diskalkulia tersebut memiliki konotasi medis yang memandang
adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat.
Menurut Lerner sebagaimana dikutip oleh Mulyono (2009: 259), ada
beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika. Karakteristik
tersebut antara lain meliputi: 1) adanya gangguan dalam hubungan keruangan; 2)
abnormalitas persepsi visual; 3) asosiasi visual-motor; 4) per-severasi; 5)
kesulitan mengenal dan memahami simbol; 6) gangguan pengha-yatan tubuh; 7)
kesulitan dalam bahasa dan membaca; dan 8) performance IQ jauh lebih rendah
daripada skor verbal IQ.
Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar matematika, guru perlu
mengenal berbagai kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam
menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang studi matematika. Beberapa kekeli-ruan
umum tersebut menurut Lerner meliputi kekurangan pemahaman mengenai: (1)
simbol; (2) nilai tempat; (3) perhitungan; (4) penggunaan pro-ses yang keliru; dan
(5) tulisan yang tidak terbaca (Mulyono, 2009: 262).

8

Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai
kriteria ketuntasan yang ditetapkan (Depdiknas, 2008: 47). Pembelajaran remedial
dilakukan ketika peserta didik teridentifikasi oleh guru mengalami kesulitan
terhadap penguasaan materi pada KD tertentu yang sedang berlangsung. Guru
dapat langsung (segera) melakukan perbaikan pembelajaran (remedial) sesuai
dengan kesulitan peserta didik tersebut, tanpa menunggu hasil tes (ulangan
harian). Program pembelajaran remedial dilaksanakan di luar jam pelajaran efektif
atau ketika proses pembelajaran berlangsung (bila memungkinkan).
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial
sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain adalah sebagai
berikut (Depdiknas, 2008: 48):
1) Adaptif. Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu
program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk
belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing
2) Interaktif. Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik
untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang
tersedia
3) Fleksibilitas dalam metode dan penilaian. Sejalan dengan sifat keunikan dan
kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran
remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian
yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
4) Pemberian umpan balik sesegera mungkin. Umpan balik berupa informasi
yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu
diberikan sesegera mungkin.
5) Kesinambungan dan ketersediaan dalam pemberian pelayanan. Program
pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan,
dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus
berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta
didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.
Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan
dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian
pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis
kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran
remedial (Depdiknas, 2008: 49).

9

1) Diagnosis kesulitan belajar. Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat
dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.
2) Treatment pembelajaran remedial. Setelah diketahui kesulitan belajar yang
dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan
berupa pembelajaran remedial.
Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain sebagai
berikut (Depdiknas, 2008: 50): 1) Pemberian pembelajaran ulang dengan metode
dan media yang berbeda; 2) Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya
bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami
kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara
individual; 3) Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus; dan 4) Pemanfaatan
tutor sebaya.
Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir dari kajian teori di atas terdiri dari tiga tahap, yaitu
kondisi awal, tindakan, dan kondisi akhir. Setiap tahap mendeskripsikan keadaan
siswa dan guru pada pelaksanaan pembelajaran remedial guna mengatasi kesulitan
belajar matematika dengan menggunakan alat peraga berupa batang lidi.
Pada kondisi awal, ada beberapa siswa kelas 1 semester 2 SD Negeri Palur
03 Mojolaban, Sukoharjo pada semester tahun pelajaran 2014/2015 yang
berkesulitan belajar matematika. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa dari 31
anak yang ada, terdapat 9 anak berkesulitan belajar matematika. Atas dasar hal
tersebut dilakukan pembelajaran remedial bagi ke 9 anak tersebut.
Pembelajaran remedial dilakukan dengan pemberian tugas kepada ke 9
anak. Setelah dilaksanakan pembelajaran remedial, ternyata masih ada 6 anak
yang masih belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai hasil belajar yang masih < 65.00 atau di bawah
KKM yang ditetapkan. Merujuk pada hasil tersebut, dapat diindikasikan bahwa
program pembelajaran remedial yang dilakukan masih belum mampu mengatasi
kesulitan belajar siswa secara substansial.
Berdasarkan beberapa masalah di atas peneliti berusaha mencari
pemecahan masalahnya. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan
pembelajaran remedial secara terprogram. Pembelajaran remedial yang dilakukan
bagi ke enam anak tersebut disertai dengan penggunaan media nyata sehingga
diharapkan dapat membantu anak mengkonkretkan konsep matematika yang
bersifat abstrak.
Kerangka berfikir tersebut di atas dapat disajikan secara skematis ke dalam
diagram berikut

10

Kondisi Awal

Kondisi Akhir

Tindakan

 Pmbljrn remedial belum
terprogram
 Kesulitan bljr scr
substansial
belum teratasi
 Masih ada 6
anak berkesulitan belajar

 Pmbljrn
remedial
dilakukan
terprogram
 Siswa belajar
dgn media lidi
 Siswa bljr
memahami
konsep
matematika

 Pembelajaran
menjadi
bermakna dan
menyenangkan
 Kesulitan bljr
dapat diatasi
 Hasil belajar
siswa
meningkat

Gambar 1. Diagram Kerangka Berpikir
Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat
mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi
siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo
semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Palur 03 Kecamatan Mojolaban,
Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada siswa kelas 1 semester 2 tahun pelajaran
2014/2015. Pemilihan lokasi dilandasi adanya alasan: 1) bahwa peneliti
merupakan guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan
penelitian tindakan yang dilakukan; 2) siswa berkesulitan belajar di kelas tersebut
memerlukan perbaikan dalam pembelajaran.
Penelitian ini dilakukan pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Maret 2015 sampai
dengan bulan Mei 2015.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 1 semester 2 SD Negeri Palur 03
Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang

11

mengalami kesulitan belajar dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan
dan pengurangan dua bilangan. Jumlah siswa berkesulitan belajar matematika di
kelas tersebut adalah sebanyak 6 orang siswa, yaitu terdiri dari 2 orang siswa lakilaki dan 4 orang siswa perempuan. Penetapan subjek dilandasi adanya kenyataan
bahwa subjek tersebut belum mencapai ketuntasan belajar matematika dengan
KKM > 65.00 meskipun telah diberikan pembelajaran remedial.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data yang berasal dari
siswa, guru, maupun sumber lain. Sumber data dalam penelitian ini dapat
dikemukakan sebagai berikut: 1) Data tentang pelaksanaan pembelajaran remedial
dengan media batang lidi yang diperoleh dari guru; 2) Data tentang aktivitas dan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran remedial diperoleh dari siswa; dan 3) Data
tentang pelaksanaan pembelajaran diperoleh dari dokumen berupa RPP,
kurikulum, dan leger nilai yang disusun oleh guru.
Prosedur Penelitian
Mengacu pada model penelitian tindakan yang digunakan, alur pikir dalam
penelitian diawali dari diagnosis masalah dan faktor penyebab masalah dalam
pembelajaran PKn, dilanjutkan dengan memilih tindakan yang sesuai dengan
permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan, penetapan
desain penelitian dan prosedur pengumpulan data, analisis data, dan refleksi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Research) yang dilakukan oleh peneliti secara langsung, yaitu
penelitian yang bertujuan memberikan sumbangan nyata peningkatan
profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan
tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar.
Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya
muncul di kelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga
sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam tindakan kelas
diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Arikunto, 2010: 6). Dengan
demikian penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) terkait dengan
persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru.
Menurut Kurt Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri
atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen
tersebut dipandang sebagai satu siklus (Sutama, 2012: 145).
Prosedur analisisnya menggunakan model alur dari Kemmis dan Taggart
(Wiriaatmadja, 2006: 62) yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan

12

perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan
khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan
dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan
berhasil.
Desain penelitian tindakan kelas yang dinilai akurat dalam mencapai
tujuan tersebut adalah model desain alur dari Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja,
2006: 65) yang memiliki ciri khas menggunakan model siklus. Setiap siklus terdiri
dari dua atau tiga tindakan pembelajaran, sedangkan setiap tindakan pembelajaran
mencakup empat tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi-evaluasi. Agar lebih jelas, model tindakan yang digunakan
dalam penelitian ini dapat digambarkan ke dalam bagan skematis sebagai berikut:
Tindakan

Tindakan

Siklus I

Siklus II

Perencanaa n

Pengamatan

Perencanaa n

Refleksi

Pengamatan

Refleksi

Gambar 2 Diagram Model Penelitian
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan
ini adalah teknik tes, observasi, dan dokumen.
1. Tes
Tes yang dilakukan berupa tes yang dilaksanaan oleh guru pada awal
tindakan, dan setiap akhir siklus tindakan yang dilakukan. Metode ini
digunakan dengan cara memberikan tes tertulis kepada siswa. Tujuan tes
adalah untuk mengukur kemampuan siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.

13

Tes diberikan pada setiap akhir siklus tindakan. Tes terdiri dari tes
pilihan ganda, isian, dan uraian, yaitu 15 soal dalam bentuk pilihan ganda, 10
soal dalam bentuk isian, dan 5 soal dalam bentuk uraian.
2. Observasi
Budiyono (2003: 53) mengemukakan bahwa “Observasi (atau
pengamatan) adalah car pengumpulan data di mana peneliti (atu orang yang
ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian demikian hingga si
subjek tidak tahu bahwa ia sedang diamati”. Dalam melakukan observasi
terhadap siswa selama pelajaran berlangsung, peneliti sebagai guru dibantu
oleh guru mitra.
Observasi, digunakan untuk memperoleh data aktivitas dan hasil belajar
siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pengambilan data dilakukan
dengan pengamatan langsung di kelas mengenai kondisi siswa. Hasil
observasi dicatat pada lembar pengamatan yang berupa sistem penilaian afektif
siswa.
Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis
data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif,
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan
presentasi ketuntasan belajar dan mean (rata-rata) kelas. Adapun penyajian data
kuantitatif dipaparkan dalam bentuk presentasi dan angka. Teknik analisis
kualitatif model alur, meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan (Milles & Huberman, 1989 dalam Zainal Aqib, 2008).
Indikator Kinerja Penelitian
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan penelitian
mencakup indikator hasil belajar siswa. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1. Siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila sudah memperoleh nilai >
65.0.
2. Pembelajaran dianggap berhasil apabila siswa sudah mencapai ketuntasan
belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata kelas > 65.0.
3. Pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat penguasaan penuh secara
klasikal > 80%, atau jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar
adalah sebesar > 80% dari jumlah siswa.

14

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Deskripsi Kondisi Awal
Deskripsi kondisi awal memaparkan hasil identifikasi kesulitan belajar
matematika dalam materi pengurangan dan penjumlahan dua bilangan pada siswa
kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun
pelajaran 2014/2015 sebelum dilakukan tindakan perbaikan. Data diperoleh dari
hasil tes ulangan harian khusus untuk pembelajaran remedial yang sudah
dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan hasil identifikasi dari tes ulangan harian, dapat diketahui bahwa
siswa yang berkesulitan belajar matematika di kelas 1 semester 2 di SD Negeri
Palur 03 Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 adalah
sebanyak 9 orang siswa. Hal ini diindikasikan dari perolehan nilai ke 9 siswa
tersebut < 65.00 atau di bawah KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00.
Berangkat dari hasil tersebut, selanjutnya guru memberikan pembelajaran
remedial bagi 9 orang siswa berkesulitan belajar tersebut. Pembelajaran remedial
diberikan dengan cara memberikan penugasan individu bagi ke 9 siswa tersebut.
Pelaksanan pembelajaran remedial dilakukan setelah jam pelajaran usai.
Berdasarkan hasil tes remedial yang diberikan kepada 9 orang siswa
berkesulitan belajar, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh adalah
43.00 dan nilai tertinggi diperoleh sebesar 68.00. Nilai rata-rata yang diperoleh
adalah sebesar 57.78. Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah
mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 3 orang siswa
atau 33.33%. Adapun jumlah siswa yang masih belum mencapai ketuntasan
belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 6 orang siswa atau 66.67%.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka siswa yang masih mengalami kesulitan
belajar dalam pembelajaran matematika adalah sebanyak 6 orang sehingga
memerlukan perhatian khusus berupa pemberian pembelajaran remedial secara
terprogram.
Data-data yang diperoleh dari hasil tes remedial yang diberikan kepada 9
orang siswa dapat dipaparkan sebagai berikut ini.

15

Tabel 1
Hasil Tes Pembelajaran Remedial Pra Tindakan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nama Siswa
Dandy Fajar Abadi
Lusi Citra Anggraini
Muhammad Attar Firdauz
Muhammad Fauzil Adhim
Nazala Ramadanu Adi Q.
Rabiq Ari Putra
Rubben Wahyu Sarwono
Shilvia Devi Ekawati
Yastin Nurhaliza Nabila S.
Total

KKM

65.00

Nilai
65.00
63.00
50.00
68.00
56.00
60.00
65.00
50.00
43.00
520.00

Keterangan
Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
3

Berdasarkan hasil tes remedial sebelum dilakukan tindakan dapat diketahui
bahwa pembelajaran remedial dalam bentuk penugasan ternyata belum mampu
mengatasi kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran matematika secara
substansial. Kesulitan memahami konsep matematika pada siswa berupa: 1)
kekurangan pemahaman tentang simbol matematika, 2) kekurangan pemahaman
tentang nilai tempat, 3) keku-rangan pemahaman tentang penggunaan proses
penghitungan, 4) keku-rangan pemahaman tentang perhitungan, serta 5) tulisan
yang sulit dibaca.
Berangkat dari kondisi tersebut maka guru perlu melakukan perbaikan
pembelajaran remedial yang dikhususkan bagi 6 (enam) orang siswa yang
berkesulitan belajar. Tindakan perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan
pembelajaran remedial berbantuan media batang lidi sebagai alat bantu
pembelajaran. Data keenam siswa berkesulitan belajar matematika yang diberi
tindakan khusus berupa program pembelajaran remedial dapat disajikan sebagai
berikut:
Tabel 2
Hasil Tes Remedial Subjek Penelitian Kondisi Awal
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Siswa
Lusi Citra Anggraini
Muhammad Attar Firdauz
Nazala Ramadanu Adi Q.
Rabiq Ari Putra
Shilvia Devi Ekawati
Yastin Nurhaliza Nabila S.
Total

KKM

65.00

Nilai
65.00
63.00
50.00
68.00
56.00
60.00
322.00

Keterangan
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
0

16

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui tingkat penguasaan
materi pada subjek. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai terendah pada subjek
adalah sebesar 43.00, nilai tertinggi diperoleh sebesar 63.00. Nilai rata-rata
diperoleh sebesar 53.67. Data tersebut di atas dapat disajikan ke dalam diagram
berikut ini.

70

63

60

56

50

50

60

43
50
40
30
20
10
0
LCA

MAF
LCA

NRA
MAF

RAP
NRA

RAP

SDE
SDE

YNN

YNN

Gambar 3. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Kondisi Awal
Dekskripsi Tindakan Siklus I
Perencanaan tindakan pembelajaran merupakan langkah operasional awal
dari penelitian tindakan kelas yang disusun dengan mengacu pada hipotesis
tindakan. Langkah awal yang dilakukan oleh guru dalam tindakan pembelajaran
pada Siklus I meliputi antara lain: 1) Melakukan identifikasi terhadap
permasalahan kesulitan belajar yang dihadapi masing-masing siswa; 2) Menyusun
RPP tematik pembelajaran matematika remedial dengan bantuan media batang
lidi; 3) Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung
terlaksananya tindakan pembelajaran, menyiapkan buku sumber rujukan yang
relevan dengan materi pembelajaran, dan lain sebagainya; 4) Menyiapkan media
batang lidi yang akan digunakan dalam permainan matematika. Batang lidi
disiapkan dalam bentuk puluhan yang terdiri dari 10 batang dengan diikat jadi
satu, dan satuan yang masing-masing tanpa diikat. Setiap anak diminta
menyiapkan masing-masing 100 batang lidi dari rumah; 5) Menyiapkan instrumen
untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dan instrumen tes

17

hasil belajar (dampak produk pembelajaran); 6) Mendeskripsikan secara jelas
peran guru sebagai fasilitator pembelajaran tindakan, sebagai pengamat, dan
sebagai evaluator; dan 7) Melaksanakan simulasi pelaksanaan tindakan dan
menguji keterlaksanaannya di lapangan.
Pelaksanaan tindakan pembelajaran Siklus I dilaksanakan dalam 2 kali
pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 19 Maret 2015.
Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Pertemuan II dilaksanakan pada
hari Kamis, 26 Maret 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit.
Adapun kegiatan yang dilakukan sama seperti pada pertemuan pertama. Kegiatan
permainan pada pertemuan kedua adalah berupa penjumlahan dan pengurangan
dengan teknik menyimpan.
Tes akhir tindakan pembelajaran remedial tindakan Siklus I untuk mengukur
hasil belajar siswa dilakukan pada hari Kamis, 09 April 2015. Hasil tes akhir
pembelajaran remedial tindakan Siklus I menunjukkan adanya peningkatan dalam
hal tingkat ketuntasan belajar siswa dibandingkan pada kondisi awal.
Berdasarkan hasil tes, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh
siswa adalah sebesar 56.00, sedangkan nilai tertinggi adalah 68.00. Nilai rata-rata
diperoleh sebesar 62.67. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa ternyata < KKM
yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal tersebut, siswa secara
klasikal dianggap belum mencapai ketuntasan belajar.
Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa berkesulitan belajar yang
sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 2 orang
siswa atau 33.33%. Jumlah siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar
adalah sebanyak 4 orang siswa atau 66.67%. Atas dasar hal tersebut, maka
indikator penguasaan penuh belum terpenuhi.
Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan pembelajaran remedial Siklus I
dapat disajikan ke dalam tabel berikut:
Tabel 3
Hasil Tes Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus I
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Siswa
Lusi Citra Anggraini
Muhammad Attar Firdauz
Nazala Ramadanu Adi Q.
Rabiq Ari Putra
Shilvia Devi Ekawati
Yastin Nurhaliza Nabila S.
Total
Nilai Rata-rata
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah

KKM

65.00

Nilai
68.00
60.00
64.00
68.00
60.00
56.00
376.00
62.67
68.00
56.00

Keterangan
Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
Tuntas
Belum Tuntas
Belum Tuntas
2
33.33%

18

Data hasil pembelajaran remedial pada tindakan Siklus I dapat digambarkan
ke dalam diagram sebagai berikut.
68
60

70

68

64

60

56

60
50
40
30
20
10
0
LCA

MAF
LCA

NRA
MAF

RAP
NRA

RAP

SDE
SDE

YNN

YNN

Gambar 4. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus I
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan terhadap tindakan pembelajaran
remedial pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran remedial dengan bantuan media batang lidi pada
tindakan Siklus I dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa.
2. Peningkatan hasil belajar pada pembelajaran remedial tindakan Siklus I masih
belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan baru adanya 33.33% siswa yang
mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00.
3. Kelemahan yang masih ditemui pada tindakan Siklus I adalah bahwa siswa
masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika yang
abstrak. Kesulitan tersebut antara lain pada hal-hal sebagai berikut: 1)
kekurangan pemahaman tentang nilai tempat, 2) kekurangan pemahaman
tentang penggunaan proses penghitungan, 3) kekurangan pemahaman tentang
perhitungan, dan 4) tulisan yang sulit dibaca.
Dekskripsi Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pembelajaran
pada Siklus I, selanjutnya disusun rencana perbaikan pada tindakan pembelajaran
Siklus II. Rencana perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan menyangkut
upaya: 1) meningkatkan pemahaman tentang nilai tempat; 2) meningkatkan

19

pemahaman tentang penggunaan proses penghitungan; dan 3) me-ningkatkan
pemahaman tentang perhitungan.
Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada Siklus II dilakukan dalam dua kali
pertemuan, yaitu selama 4 X 35 menit. Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada
siklus ini sama dengan yang dilakukan pada siklus sebelumnya dengan disertai
beberapa perbaikan. Perbaikan yang dilakukan pada tindakan Siklus II adalah
memperkecil jumlah anggota kelompok dari 3 orang pada tindakan Siklus I,
diperkecil menjadi 2 orang pada tindakan Siklus II.
Pertemuan pertama tindakan pembelajaran Siklus II dilaksanakan pada hari
Kamis, 23 April 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Pertemuan
II dilaksanakan pada hari Kamis, 30 April 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2
X 35 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa hasil kerja
individu yang dikerjakan di rumah sesuai penugasan pada pertemuan sebelumnya.
Pembelajaran dilanjutkan dengan permainan pengurangan bilangan dengan teknik
menyimpan menggunakan batang lidi sebagai alat bantu pembelajaran.
Hasil-hasil observasi pembelajaran tindakan pada Siklus II dapat dijelaskan
sebagai berikut. Tes akhir tindakan Siklus II dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 07 Mei 2015. Hasil tes akhir pembelajaran tindakan Siklus II
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya.
Berdasarkan hasil tes akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II, dapat
diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 68.0
sedangkan nilai tertinggi adalah sebesar 80.0. Nilai rata-rata yang diperoleh
adalah sebesar 72.67. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata
kelas yang diperoleh siswa > KKM yang ditetapkan sebesar 65.00, atau 72.67 >
65.00. Dengan demikian maka secara klasikal siswa sudah mencapai ketuntasan
belajar dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan
bilangan dua angka.
Ditinjau dari tingkat ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai
ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 6 orang siswa atau
100.00%. Siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM >
65.00 sudah tidak ada. Atas dasar hal tersebut maka indikator penguasaan penuh
secara kleasikal dengan ketuntasan belajar siswa > 80.00% sudah terlampaui.
Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran
Siklus II dapat disajikan pada tabel berikut.

20

Tabel 4
Hasil Tes Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus II
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Siswa
Lusi Citra Anggraini
Muhammad Attar Firdauz
Nazala Ramadanu Adi Q.
Rabiq Ari Putra
Shilvia Devi Ekawati
Yastin Nurhaliza Nabila S.
Total
Nilai Rata-rata
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah

KKM

65.00

Nilai
76.00
72.00
72.00
80.00
68.00
68.00
436.00
72.67
80.00
68.00

Keterangan
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
6
100.00%

Data hasil belajar siswa berkesulitan belajar pada tindakan pembelajaran
remedial Siklus II dapat disajikan ke dalam diagram berikut.
80
80
76

78
76

72

74

72

72

68

68
70
68
66
64
62
LCA

MAF
LCA

NRA
MAF

RAP
NRA

RAP

SDE
SDE

YNN

YNN

Gambar 5. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan terhadap tindakan pembelajaran
remedial pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran remedial dengan bantuan media batang lidi pada
tindakan Siklus I dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa.

21

2. Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I
sudah dapat tercapai pada tindakan Siklus II. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran remedial dengan media batang lidi sebagai
alat bantu pembelajaran dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan belajar
matematika pada siswa kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 Mojolaban,
Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015.
Pembahasan Hasil Tindakan
Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “penerapan metode
pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat mengatasi kesulitan belajar
matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03
Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran
2014/2015” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya
nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus
tindakan yang dilakukan.
Hasil belajar siswa berkesulitan belajar pada kondisi awal sebelum
dilakukan tindakan adalah kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ratarata kelas yang diperoleh siswa sebesar 53.67 atau masih di bawah KKM yang
ditetapkan dengan KKM > 65.00. Ditinjau dari ketuntasan belajar, belum ada
siswa yang mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa ke 6 (enam) subjek memperoleh nilai < 65.00 dalam
pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan dua bilangan
sampai dengan 100.
Hasil identifikasi terhadap kemampuan siswa menunjukkan bahwa siswa
masih memiliki kelemahan dalam pemahaman konsep matematika. Kelemahan
pada ke enam subjek tersebut antara lain meliputi: 1) kekurangan pemahaman
tentang simbol matematika, 2) kekurangan pemahaman tentang nilai tempat, 3)
kekurangan pemahaman tentang penggunaan proses penghitungan, 4) kekurangan
pemahaman tentang perhitungan, serta 5) tulisan yang sulit dibaca.
Atas dasar hal tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran
dengan fokus meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang pada
gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Upaya yang dilakukan guru
ada tindakan Siklus I cukup berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat
penguasaan penuh secara klasikal.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 53.67 pada
kondisi awal, meningkat menjadi sebesar 62.67 pada akhir tindakan pembelajaran
remedial Siklus I. Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tingkat

22

ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 0.00% pada kondisi awal
meningkat menjadi 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I.
Peningkatan hasil belajar yang diperoleh pada tindakan Siklus I dianggap
belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata-rata hasil belajar yang
masih < KKM, dan penguasaan penuh secara klasikal dengan ketuntasan belajar >
80.00% dari jumlah siswa. Atas dasar hal tersebut, maka dilakukan perbaikan
pembelajaran pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan guru adalah
dengan mengintensifkan kerja intra-kelompok maupun antar kelompok.
Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II adalah dengan
memperkecil jumlah anggota kelompok dari 3 orang pada tindakan Siklus I
diperkecil menjadi 2 orang siswa pada tindakan Siklus II. Tindakan perbaikan
yang dilakukan pada tindakan Siklus II cukup efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai rata-rata dan
ketuntasan belajar siswa.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 62.67 pada
akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I meningkat menjadi sebesar 72.67
pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II. Ditinjau dari penguasaan
penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan
dari 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I meningkat
menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I.
Peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan
pembelajaran Siklus II selanjutnya dapat disajikan ke dalam tabel berikut:
Tabel 5
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kondisi Awal – Tindakan Siklus II
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Subjek
Lusi Citra A.
Muhammad Attar F.
Nazala Ramadanu A Q.
Rabiq Ari Putra
Shilvia Devi Ekawati
Yastin Nurhaliza N. S.
Jumlah
Nilai Rata-rata
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah

Awal
Nil
Ket
63.0
BT
50.0
BT
56.0
BT
60.0
BT
50.0
BT
43.0
BT
322.0
0
53.67
63.00 0.00
43.00

Siklus I
Nil
Ket
68.0
T
60.0
BT
64.0
BT
68.0
T
60.0
BT
56.0
BT
376.00
2
62.67
33.3
68.00
3
56.00

Siklus II
Nil
Ket
76.0
T
72.0
T
72.0
T
80.0
T
68.0
T
68.0
T
436.00
6
72.67
100.
80.00
0
68.00

Perkembangan hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang
dilakukan dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

23

80

76

80

72

68
70

63

60

60

72
64
56

68

68

60

50

68

60

56

50

50

43

40
30
20
10
0
LCA

MAF

NRA

Kondisi Awal

RAP
Siklus I

SDE

YNN

Siklus II

Gambar 6 Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga
Akhir Tindakan Siklus II
Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran remedial
yang dilakukan guru dapat mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa.
Hal ini dimungkinkan karena dalam pembelajaran remedial, guru membantu
peserta didik untuk memahami kesulitan belajar yang dihadapinya, mengatasi
kesulitannya tersebut dengan memperbaiki cara belajar dan sikap belajar yang
dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
Keberhasilan pembelajaran remedial yang dilakukan guru tidak terlepas dari
prinsip-prinsip yang melekat dalam pembelajaran remedial itu sendiri. Salah satu
prinsip yang melekat dalam pembelajaran remedial adalah berupa prinsip adaptif.
Prinsip tersebut memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan daya
tangkap, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Guru berupaya
mengidentifikasi kelemahan masing-masing individu dalam pembelajaran
matematika sehingga dapat memberikan layanan pembelajaran remedial sesuai
prinsip adaptif tersebut.
PENUTUP
Simpulan
Setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) seperti yang tertuang
pada bab IV, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
Penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat
mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi

24

siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo
semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya
pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap
siklus tindakan yang dilakukan.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 53.67
pada kondisi awal, meningkat menjadi 62.67 pada akhir tindakan pembelajaran
remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 72.67 pada akhir tindakan
pembelajaran remedial Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan
dari sebesar 0.00% pada kondisi awal, meningkat menjadi 33.33% pada akhir
tindakan pembelajaran remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar
100.00% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II.
Saran
Berdasarkan dari simpulan di atas selanjutnya dapat diberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran remedial dengan
bantuan media nyata dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika pada
siswa berkesulitan belajar matematika. Untuk itu disarankan kepada siswa
untuk lebih aktif terlibat dalam