PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASAR

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU
BERDASARKAN PENILAIAN RISIKO TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH
DI KABUPATEN KULON PROGO
Heru Hendrayana 1*
Briyan Aprimanto2
Chusnul Tyas Pambudi3
1,2,3
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*corresponding author: heruha@ugm.ac.id

ABSTRAK
Perkembangan di sektor industri dan pemukiman yang berada di Kabupaten Kulon Progo
berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan dengan hal tersebut, maka
kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga mengalami peningkatan, sedangkan muka
air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan. Dalam upaya konservasi air tanah perlu dilakukan
pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air tanah melalui sumur pantau. Jaringan sumur pantau
dalam satu cekungan air tanah perlu ditentukan berdasarkan kondisi hidrogeologi setempat untuk

mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada cekungan air tanah tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah (a) menganalisis nilai-nilai parameter penentu yang digunakan, dan (b) menentukan
Jaringan Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko Lingkungan Air Tanah Terhadap
Pemompaan. Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi jaringan sumur pantau ini adalah dengan
memperhatikan aspek teknis pengelolaan air tanah yang dapat didekati dengan penilaian kerentanan air
tanah terhadap pengambilan air tanah. Dengan teknik penampalan, peta kerentanan air tanah dengan
peta tata guna lahan dan peta pola ruang (RT/RW) akan menghasilkan peta risiko lingkungan air tanah.
Berdasarkan peta risiko tersebut, ditentukan jaringan sumur pantau untuk pemompaan atau pengambilan
air tanah. Pada daerah penelitian, dibagi atas zona risiko rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan lokasi
sumur pantau primer ditujukan untuk pemantauan kondisi alamiah air tanah di dalam cekungan, yaitu
ditempatkan pada zona imbuhan air tanah, zona transisi dan zona lepasan air tanah. Sedangkan
penentuan lokasi sumur pantau sekunder ditentukan pada daerah risiko tinggi dengan berbagai
ekosistem atau tataguna lahan yang berbeda. Daerah penelitian ditentukan 10 unit sumur pantau primer
dan 10 unit sumur pantau sekunder.
Kata kunci : Sumur Pantau, Kerentanan Air Tanah, Penilaian Risiko Air Tanah, Cekungan Air Tanah

1. Pendahuluan
Perkembangan di sektor industri dan sektor pemukiman yang berada di wilayah
Kabupaten Kulon Progo berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Beriringan
dengan hal tersebut, maka kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga

mengalami peningkatan, sedangkan muka air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan.
Dalam upaya konservasi air tanah perlu dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan
mutu air tanah melalui sumur pantau. Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air tanah
perlu ditentukan dalam rangka mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada
cekungan airtanah tersebut.

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

2. Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang digunakan
untuk penilaian risiko lingkungan air tanah terhadap perubahan muka air tanah akibat
pemompaan. Sedangkan tujuannya adalah menganalisis nilai parameter-parameter yang
digunakan, serta menentukan Jaringan Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko
Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan.
3. Dasar Teori dan Metode Penelitian
Pengelolaan air tanah dalam kerangka pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan,
terdapat empat komponen teknis penting yang harus diperhatikan yaitu (GW-MATE, 2005):
 Resource Evaluation: Evaluasi Potensi Sumber Daya air tanah


 Resource Allocation: Alokasi Sumber Daya air tanah yang tepat

 Hazard and Risk Assessment: Kajian bahaya dan risiko pemanfaatan air tanah dan atau
pencemaran air tanah

 Side Effect and/or Pollution Control: Pengendalian dan pengontrolan
Komponen pertama dan kedua yaitu Resource Evaluation dan Resource Allocation
diperoleh dengan cara mengevaluasi potensi sumber daya air tanah, evaluasi pemanfaatan air
tanah serta zona konservasi air tanah. Sedangkan komponen ketiga yaitu hazard and risk
assessment diperoleh dengan mengevaluasi potensi kerentanan air tanah terhadap pengaruh
negatif pemompaan dan pencemaran air tanah. Komponen ke-empat yaitu mengetahui dampak
negatif pemompaan air tanah dan pencemaran air tanah dapat diketahui melalui kegiatan
pemantauan air tanah.
Didalam lingkup pemantauan air tanah, perencanaan jaringan sumur pantau untuk kedua
tujuan tersebut dibagi lagi menjadi tiga bagian (GW-MATE, 2005), yaitu (1) pemantauan primer
- referensi, (2) pemantauan sekunder - proteksi dan (3) pemantauan tersier – pencegahan
pencemaran. Adapun penjelasan maksud ketiga fungsi pemantauan tersebut diperlihatkan pada
Tabel 1.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk menilai

kerentanan air tanah terhadap dampak negatif dari eksploitasi air tanah di suatu CAT setidaknya
terdapat lima faktor yang wajib digunakan, yaitu; (1) karakteristik respon akuifer, (2)
karakteristik penyimpanan akuifer, (3) ketebalan akuifer, (4) kedalaman muka air, dan (5) jarak
dari garis pantai, lihat Tabel 2.

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Pada penelitian ini, setiap faktor tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan
skor 1 sampai 5 klasifikasi. Teknik scoring didasarkan pada pemberian nilai numerik untuk
setiap kelas dari faktor-faktor dengan aturan yang memiliki nilai terendah mewakili kerentanan
rendah dan nilai tinggi yang mewakili kerentanan yang tinggi. Rentang ini ditentukan
berdasarkan rentang nilai yang disarankan oleh Foster (1992) dalam Morris, et.al., 2003, dengan
beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi lokal karakteristik akuifer.
Skor yang dibuat berdasarkan rentang nilai dapat menjadi bahan diskusi, namun metode
yang dikembangkan ini adalah upaya untuk pendekatan operasional sederhana untuk menilai
kerentanan akuifer akibat pemompaan air tanah sebagai langkah awal untuk menjadi salah satu
parameter pada penentuan jaringan sumur pantau pada suatu Cekungan Air Tanah (CAT).
Peta akhir dari kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah

didapatkan dengan menampalkan semua faktor pada perangkat lunak GIS. Nilai klasifikasi
akhir dari kerentanan seperti ditunjukkan pada Tabel 3 akan menunjukkan kelas atau zona
kerentanan suatu daerah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah. Asumsi yang
digunakan pada penampalan ini adalah bahwa semua faktor memiliki bobot sama berat.
Peta kerentanan yang dihasilkan dari metode di atas akan menunjukkan faktor intrinsik
kerentanan akuifer. Oleh karena itu, perlu untuk menggabungkan peta kerentanan akuifer
terhadap dampak negatif pemompaan air tanah dengan tata guna lahan atau kondisi
pemanfaatan air tanah di suatu CAT untuk menghasilkan peta risiko dampak negatif
pemompaan air tanah di CAT seperti diperlihatkan pada Tabel 4.
Berdasarkan zona-zona risiko air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah
dan pencemaran air tanah, maka lokasi-lokasi sumur pantau dapat ditentukan dengan ketentuan
zona risiko yang tinggi akan memiliki prioritas sumur pantau yang lebih banyak daripada zona
dengan risiko yang rendah. Selain berdasarkan zona risiko tersebut, penentuan lokasi jaringan
sumur pantau tetap mempertimbangkan beberapa aspek dasar seperti daerah imbuhan – lepasan
air tanah, variasi ekosistem yang berkembang di CAT, tata guna lahan yang berbeda dalam
lingkup CAT serta memperhatikan RTRW di CAT tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode deduktif, empirik, analitik, kuantitatif dan
kualitatif dengan maksud untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Adapun skema
metode dan tahapan penyelidikan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini (lihat gambar 1).


PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

4. Hasil Penelitian
Hasil dari penampalan parameter karakteristik respon akuifer, karakteristik
penyimpanan akuifer, kedalaman muka air tanah, ketebalan air tanah, dan jarak dari pantai
merupakan Peta Kerentanan terhadap Pemompaan Air Tanah (Gambar 2). Peta ini harus
ditampalkan kembali dengan Peta Tata Guna Lahan. Hal ini menjadi penting karena
penggunaan lahan sangat dekat kaitannya dengan pemanfaatan air tanah. Penggunaan lahan
yang berbeda akan memengaruhi pemanfaatan air tanah yang berbeda pula. Oleh karena itu
dilakukan penglasifikasian perbedaan bobot penggunaan tata guna lahan berdasarkan
pemanfaatan air tanah. Nilai pembobotan yang dipakai berkisar antara 1-4, yaitu:
a. Nilai 1 mencakup tata guna lahan berupa hutan, semak/belukar, rumput.
b. Nilai 2 mencakup empang/kolam/rawa
c. Nilai 3 mencakup sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan tegalan
d. Nilai 4 berupa daerah pemukiman dan gedung.
Hasil pertampalan antara peta kerentanan terhadap pemompaan air tanah dengan peta
tata guna lahan ini menghasilkan Peta Risiko Akibat pemompaan air tanah. Peta ini memiliki
nilai berkisar antara 3-7. Berdasarkan hasil penilaian tersebut Kabupaten Kulon Progo

dibedakan menjadi dua zona kerentanan, yaitu zona risiko rendah terhadap pemompaan air
tanah (nilai 3), zona risiko sedang terhadap pemompaan air tanah (nilai 4-5), dan zona risiko
tinggi terhadap pemompaan air tanah (nilai 6-7).
Zona risiko air tanah rendah terhadap pemompaan air tanah merupakan area atau zona
dimana dampak negatif kegiatan pemompaan air tanah akan muncul dalam waktu yang relatif
lama (dibandingkan dengan area lainnya) sejak dari pemompaan air tanah melebihi kemampuan
akuifer yang dilakukan. Zona ini meliputi sebagian kecil daerah Samigaluh dan Girimulyo.
Zona risiko air tanah sedang terhadap pemompaan air tanah merupakan area atau zona
dimana dampak negatif kegiatan pemompaan air tanah akan muncul dalam waktu yang relatif
agak lama (dibandingkan dengan zona kerentanan rendah) akibat pemompaan air tanah. Zona
ini meliputi sebagian daerah Samigaluh, Girimulyo, Kokap, Pengasih, Sentolo, Lendah, dan
Panjatan.
Zona risiko air tanah tinggi terhadap pemompaan air tanah merupakan area atau zona
dimana dampak negatif kegiatan pemompaan air tanah akan muncul dalam waktu yang lebih
cepat (dibandingkan dengan zona kerentanan menengah) akibat pemompaan air tanah. Zona ini
meliputi sebagian daerah Kalibawang, Nanggulan, Sentolo, Temon, Wates, Panjatan, dan Galur.

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA


Penentuan rencana lokasi sumur pantau dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan
fungsinya, yaitu sumur pantau primer dabn sekunder, dimana peletakan sumur – sumur tersebut
juga didasarkan atas beberapa parameter dimana salah satu parameter utamanya adalah Peta
Risiko. Berikut parameter–parameter yang dipertimbangkan dalam penentuan lokasi jaringan
sumur pantau:
1. Zona imbuhan dan zona lepasan air tanah atau kawasan lindung air tanah
2. Zona risiko tinggi terhadap pemompaan air tanah dan pencemaran
3. Perbedaan variasi ekosistem dan tata guna lahan
Berdasarkan tiga pertimbangan tersebut, maka dapat ditentukan jaringan rencana lokasi
sumur pantau di Kabupaten Kulon Progo (lihat gambar 3), dan daftar lokasi jaringan sumur
pantau primer dan sekunder daerah risiko pemompaan air tanah ditabulasikan pada Tabel 5 dan
Tabel 6.
Daerah penelitian ditentukan rencana lokasi sumur pantau primer sebanyak 10 unit dan
rencana sumur pantau sekunder sebanyak 10 unit. Penyebaran rencana lokasi sumur pantau
dibagi atas Cekungan Air Tanah Menoreh dan Cekungan Air Tanah Wates. Hal tersebut
digunakan berdasarkan untuk tata pengelolaan cekungan air tanah.
Pada Cekungan Air Tanah Menoreh terdapat 4 sumur pantau primer dan 4 sumur pantau
sekunder. Sumur pantau primer terletak didaerah Girimulyo, Pengasih, Panjatan, dan Lendah.
Sumur pantau sekunder terletak didaerah Kalibawang, Sentolo, dan Pengasih.

Pada Cekungan Air Tanah Wates terdapat 6 sumur pantau primer dan 6 sumur pantau
sekunder. Sumur pantau primer terletak didaerah Wates, Temon, Lendah, Panjatan, dan Galur.
Sumur pantau sekunder terletak didaerah Pengasih, Temon, Panjatan, dan Galur.

5. Kesimpulan
1. Risiko Akibat pemompaan air tanah pada Kabupaten Kulon Progo didapatkan dari hasil
penampalan Peta Kerentanan air tanah terhadap pemompaan air tanah dengan Peta Tata
Guna Lahan. Peta Risiko Akibat pemompaan air tanah Kabupaten Kulon Progo terbentuk
dalam 3 zona dengan nilai 3-7. Zona tersebut yaitu:
-

Zona Risiko Air Tanah rendah terhadap pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
sebagian kecil daerah Samigaluh dan Girimulyo.

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

-


Zona Risiko Air Tanah sedang terhadap pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
sebagian daerah Samigaluh, Girimulyo, Kokap, Pengasih, Sentolo, Lendah, dan
Panjatan.

-

Zona Risiko Air Tanah tinggi terhadap pemompaan air tanah. Zona ini meliputi sebagian
daerah Kalibawang, Nanggulan, Sentolo, Temon, Wates, Panjatan, dan Galur.

2. Penentuan rencana lokasi sumur pantau untuk risiko pemompaan air tanah, yaitu rencana
sumur pantau primer sebanyak 10 unit dan rencana sumur pantau sekunder sebanyak 10
unit.
-

Cekungan Air Tanah Menoreh terdapat 4 sumur pantau primer dan 4 sumur pantau
sekunder. Sumur pantau primer terletak didaerah Girimulyo, Pengasih, Panjatan, dan
Lendah. Sumur pantau sekunder terletak didaerah Kalibawang, Sentolo, dan Pengasih.

-


Cekungan Air Tanah Wates terdapat 6 sumur pantau primer dan 6 sumur pantau
sekunder. Sumur pantau primer terletak didaerah Wates, Temon, Lendah, Panjatan, dan
Galur. Sumur pantau sekunder terletak didaerah Pengasih, Temon, Panjatan, dan Galur.

Acknowledgements
Terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada atas dukungan kerjasamanya.

Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2014, Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka
2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, Kulon Progo.

Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. 1A, Government Printing Office,The
Hauge, Amsterdam
Djaeni, A, 1982, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1:250.000 Lembar IX Yogyakarta,
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Dirjen Pertambangan Umum, Departemen
Pertambangan dan Energi, Bandung.
Fetter, C.W., 1994. Applied Hydrogeology. 3rd ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Freeze, R. Allan and Cherry, John A., 1979. Groundwater . Prentice Hall, Inc., Englewood
Cliffs, New Jersey.
Hendrayana, H., 1994, Pengantar Model Aliran Airtanah. Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hendrayana, H., dan Putra, D.P.E., 2008, Konservasi Airtanah “Sebuah Pemikiran”,Jurusan
Teknik Geologi-Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Hendrayana, H., dan Vicente, V.A.D.S., 2015, Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan
Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman,Jurusan Teknik

Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Kresic. N, dan Stevanovic. Z., 2010, Groundwater Hydrology of Springs, Engineering,Theory,
Management, and Sustainbility, Elsevier Inc, USA

Kusumayudha, S.B., 2010, Model Konseptual Hidrologi Kuah Kulon Progo berdasarkan
pemetaan dan Analisis Geometri Fraktal, Jurnal of Proccedings PIT IAGI 39th

Annual Convention and Exhibition, Lombok
Morris, B.L., Lawrence, A.R., Chilton, P.J.C., Adams, B., Calow, R.C., and Klinck, B.A., 2003,
Groundwater and its susceptibility to degradation: A global assesment of the
problem and options for management. Early Warning and Assesment Report Series ,

RS.03-3. United Nations Environment Programme, Nairobi, Kenya.
Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization of Groundwater Quality – A Case Study in
Yogyakarta

City



Indonesia,

Herausgegeben

Vom

(Lehrstuhl)

fuer

Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, University Prof. Dr. Azzam, RWTH, Aachen,
Germany.

Putra, D.P.E., 2003, Integrated Water Resources Management In Merapi – Yogyakarta Basin,
Project SEED-NET, UGM, Yogyakarta, (tidak dipublikasikan)
Putra, D.P.E., & Indrawan, I.G.B., 2014, Integrated Assessment of Aquifer Susceptibility Due
to Excessive Groundwater Abstraction; A Case Study of Yogyakarta-Sleman
Groundwater Basin, ASEAN Engineering Journal

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa , Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Suharyadi, 1984, Diktat Kuliah Geohidrologi (Ilmu Air Tanah), Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Santosa, L.W., Kajian Genesis Bentuklahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrostratigrafi
Akuifer dan Hidrogeokimia Sebagai Geoindikator Evolusi Air tanah Bebas ,

Universitas Gadjah Mada (disertasi), Yogyakarta.
Todd, D.K., 1980, Groundwater Hydrology, Second Edition, John Wiley & Sons, Inc, New
York
http://www.Kulon Progokab.go.id
http://www.bappeda.Kulon Progokab.go.id

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Gambar 1. Metodologi dan Tahapan Penyusunan Jaringan Sumur Pantau di Kabupaten Kulon Progo

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Gambar 2. Peta Kerentanan terhadap Pemompaan Air Tanah Kabupaten Kulon Progo

Gambar 3. Peta Jaringan Lokasi Sumur Pantau berdasarkan Penilaian Risiko terharap Pemompaan Air Tanah
Kabupaten Kulon Progo

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA
Tabel 1. Pemantauan air tanah berdasarkan fungsi (GW-MATE, 2005)
Sistem
Primer (Pemantauan
Rujukan)

Sekunder
(Pemantauan untuk
proteksi)

Tersier (Kontaminasi
Pencemar)

Fungsi
Mengevaluasi/ memantau kondisi air tanah seperti:
- Evaluasi perubahan kondisi air tanah akibat dari perubahan
tata guna lahan dan atau perubahan iklim
- Memahami proses imbuhan
- Pengaliran air tanah
- Proses pencemaran regional pada air tanah
Menjaga/memantau dampak potensial dari:
- Zona potensi air tanah tinggi
- Sebaran sumur bor yang digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan air bersih
- Infrastuktur perkotaan
- Ekosistem yang tergantung pada suplai air tanah
Peringatan dini bahaya air tanah dari:
- Tata guna lahan agrikultural yang intensif
- Daerah industri
- Memadatnya limbah sampah pada tempat pembuangan
sampah akhir
- Daerah area reklamasi
- Penambangan

Lokasi Sumur
Pada area yang seragam dengan
mempertimbangkan hidrogeologi dan tata
guna lahan

Sekitar area/ fasilitas/ suatu hal yang harus
dijaga

Langsung pada turun dan naiknya gradient
hidraulika dari hazard

Tabel 2. Data dan penilaian faktor kerentanan air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra &
Indrawan, 2014)
Faktor

Karakteristik respon akuifer

Karakteristik penyimpanan akuifer

Ketebalan akuifer

Kedalaman muka air tanah*

Jarak dari garis pantai

Simbol

T/S

S/R

s

h

L

Unit

2

m /hari

tahun/mm

m

m

Km

Kelas

Nilai

< 10

1

10 - 100

2

100 - 1000

3

1000 – 100.000

4

>100.000

5

< 0.0001

1

0.0001 – 0.001

2

0.001 – 0.01

3

0.01 – 0.1

4

>0.1

5

>100

1

50 - 100

2

20 - 50

3

10 - 20

4

< 10

5

0–5

5

5 – 10

4

10 – 20

3

20 – 50

2

>50

1

< 0.1

5

0.1 – 1.0

4

1.0 – 10

3

10 – 100

2

>100

1

Tabel 3. Nilai akhir pengelompokan kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra &
Indrawan, 2014)
Kelas kerentanan untuk pemompaan air tanah Berlebih

Nilai akhir

Kerentanan sangat tinggi
Kerentanan tinggi
Kerentanan menengah
Kerentanan rendah

20 – 25
15 – 20
10 – 15
5 - 10

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIR TANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Tingkat pemompaan
(liter/dtk)*

air

tanah

Tabel 4. Matrik dari tingkat spesifikasi objek yang digunakan untuk menandakan peta risiko dari dampak negatif
untuk penggunaan air tanah yang berlebih di dalam daerah kegiatan. (Putra & Indrawan, 2014)
Relative
groundwater
exploitation-yield
(RGOV)

Klasifikasi Efek Negatif Bahaya Akibat pemompaan air tanah
Berlebih

Sangat Tinggi
(4)

Sedang
(5)

Tinggi
(6)

Tinggi
(7)

Sangat
Tinggi
(8)

Tinggi
(3)

Sedang
(4)

Sedang
(5)

Tinggi
(6)

Tinggi
(7)

5 - 10

Sedang
(2)

Rendah
(3)

Sedang
(4)

Sedang
(5)

Tinggi
(6)

≤5

Rendah
(1)

Rendah
(2)

Rendah
(3)

Sedang
(4)

Sedang
(5)

Rendah
(1)

Sedang
(2)

Tinggi
(3)

Sangat
Tinggi
(4)

≥ 50
10
50

-

Note:
RGOV
Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2),
Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)
AQS
Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2),
Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)

Kelompok Bahaya = RGOV + AQS

Aquifer Susceptibility Class
(AQS)

Tabel 5. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah CAT Menoreh
Koordinat

Tipe SP

Kode
SP

X

Y

Elevasi
(m)

Primer
Primer
Primer
Primer

SPP 1
SPP 2
SPP 3
SPP 4

410389
406311
409809
417514

9143309
9133339
9129165
9124435

157
88
60
26

Rekomendasi
Pemboran
(m)
±30
±30
±30
±10

Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder

SSP 1
SSP 2
SSP 3
SSP 4

413371
414440
406473
413907

9145503
9136754
9135715
9128090

105
89
57
26

±15
±15
±15
±15

Wilayah Administrasi
Kabupaten Kecamatan
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo

Girimulyo
Pengasih
Panjatan
Lendah

Desa
Pendoworejo
Pengasih
Krembangan
Sidorejo

Kondisi Umum
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
Tata guna lahan berupa kebun, berada di zona lepasan
Tata guna lahan berupa kebun, berada di zona lepasan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan

Kulon Progo Kalibawang Banjararum
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
Kulon Progo
Sentolo
Banguncipto Tata guna lahan berupa permukiman, berada di zona lepasan
Kulon Progo Pengasih
Sendangsari Tata guna lahan berupa permukiman, berada di zona lepasan
Kulon Progo
Sentolo
Srikayangan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan

Tabel 6. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah CAT Wates
Koordinat

14
16
13
13
12
7

Rekomendasi
Pemboran
(m)
±25
±25
±20
±35
±5
±5

Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo

Wates
Temon
Lendah
Temon
Panjatan
Galur

Giri Peni
Demen
Bumirejo
Sindutan
Pleret
Karang Sewu

28
11
8
12
12
9

±15
±25
±20
±35
±25
±5

Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo
Kulon Progo

Pengasih
Temon
Panjatan
Temon
Panjatan
Galur

Pengasih
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan
Temon Wetan Tata guna lahan berupa permukiman, berada di zona lepasan
Krembangan
Tata guna lahan berupa kebun, berada di zona imbuhan
Glagah
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
Garongan Tata guna lahan berupa permukiman, berada di zona lepasan
Karang Sewu Tata guna lahan berupa permukiman, berada di zona lepasan

Tipe SP

Kode
SP

X

Y

Elevasi
(m)

Primer
Primer
Primer
Primer
Primer
Primer

SPP 5
SPP 6
SPP 7
SPP 8
SPP 9
SPP 10

406689
400382
412143
395080
404647
410541

9129062
9128850
9123775
9127855
9123035
9120102

Sekunder SSP 5
Sekunder SSP 6
Sekunder SSP 7
Sekunder SSP 8
Sekunder SSP 9
Sekunder SSP 10

408036
398707
410270
398798
403045
409022

9132681
9128096
9125941
9125536
9123971
9121440

Wilayah Administrasi
Kabupaten Kecamatan

Kondisi Umum
Desa
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan