KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG (2)

KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK

:

TEKNOLOGI

A. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan
konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70
juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi
kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit
sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung
hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya
komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan,
praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh
perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana,
antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan
bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan
bangunan pengganti kayu.

Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa
produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai
2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan
limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti
papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji
pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu
gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara
komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya
mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara
optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150
buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang
dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan
pengecilan ruas sungai (Pari, 2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk
kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa
penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
(Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan
serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
B. PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT
SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG

Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat
dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama
(Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah
komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler),

yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan
mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari
segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga
akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur
ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi
pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif
sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi
lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya
rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik
dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta
bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain
sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah
tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan)
(Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).

Serbuk kayu sebagai Filler, Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan
meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara
serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya
disamping memperbaiki beberapa sifat produknya.
Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass
merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik.
Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi
berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih
tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang
digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat
meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan
organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di
Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang
pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila
dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur
proses lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat
terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih
murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta
berasal dari sumber yang dapat diperbaharui.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai
filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah
antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk
kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%),
hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan
ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis.

Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena
itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent
(Febrianto,1999).

Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk
semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan
konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur
ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau
besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan
bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai
(YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih

terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan
memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai
komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat
termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk
papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai
matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan
menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur
ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh
rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
C.

Proses Pembuatan

Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda
dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses
satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan
baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon
(kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan

baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara
bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini
dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan
berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan
Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari
proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.

1. Penyiapan Filler
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau
tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar
kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen.
Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar
akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya
memberikan nilai tersendiri.
2. Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena
(PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk
memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses
hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis
termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu

dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan
komposit.
3. Blending (Pengadonan)
T
ahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu
tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling
berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
4. Pembentukan Komposit
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu
tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling
berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
5. Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian
disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis,
serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi
dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan
plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik.
Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang

rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).

Kerajinan Kayu Petaling dan Simpor dari Pulau Belitung (Belitong)
Pulau Belitung selain kaya akan mineral tambang, hasil lautpun melimpa, Ragam
tumbuh-tumbuhan yang menjadi kekhasan dari pulau ini, Beberapa tumbuhan liar merupakan
tumbuhan kebanggaan masyarakat Belitung, dan masyarakat menamakan tumbuhan tersebut
Keremunting, Kayu Pelawan, Sapu-sapu, Sekuncung, serta Simpor dan kayu petaling
tumbuhan ini akan tumbu liar di dihutan namun sampai saat ini nama latin dari tumbuhan
tersebut belum dipopulerkan ke masyarakat luas. Hingga penulispun kesulitan menemukan
nama latin dari tumbuhan tersebut.
Keremunting tumbuhan ini banyak tumbuh di dataran kering bekas galian tambang
namun menghasilkan buah yang sangat manis bisa diolah menjadi makanan dan minuman,
Sentra dari pengerajin makanan dari bahan baku buah keremunting ini bisa ditemukan di
kecamatan Badau namum masih jarang. Kayu pelawan merupakan tumbuhan kayu keras
masyarakat pemukiman didekat kawasan hutan biasanya menggunakan tumbuhan ini untuk
bahan kayu bakar sebab arang dan api yang dihasilkan sangat bagus, tapi yang lebih penting
tumbuhan kayu Pelawan ini mempunyai bunga untuk lebah madu sehingga madu yang
dihasilkan dari bunga pelawan ini mempunyai rasa tersendiri dan ini sangat khas madu Pulau
Belitung, Tumbuhan sapu – sapu serta sekuncung, Tumbuhan ini banyak tumbuh di padang
savana seluas mata memandang tumbuhan ini sangat indah masyarakat biasanya

menggunakan tumbuhan liar ini untuk pagar halaman rumah serta membersikan perkarangan
rumah dari dedaunan yang rontok. Kini kedua tanaman ini banyak dijumpai di tempat-tempat
pengerajin bonsai menjadi tanaman hias, kedua tanaman ini juga di ikut lombakan disetiap
event pameran bongsai baik Nasional ataupun Internasional. Di padang savana habitat dari
tumbuhan ini menjadi kantong-kantong resapan air.
Tumbuhan simpor banyak dijumpai di dataran basah akar dari tumbuhan ini sebagai
penyangga dari aliran air disungai-sungai kecil.Tumbuhan Simpor mempunyai karakter daun
yang lebar serta bunga yang besar berwarna kuning dan sangat indah, Daun dari tumbuhan ini
biasanya di jual masyarakat ke pasar sebagai pembungkus bumbu dapur tumbuhan ini juga
bisa dijadikan tanaman hias perkarangan sebab kumbang dan kupu-kupu sangat menyukai
bunga simpor. Jika dipopulerkan tanaman ini akan mempunyai nilai komoditi yang bagus
sebagai tanaman hias dari pulau Belitung. Tumbuhan simpor ini mempunyai dua jenis
biasanya jenis yang satunya sangat langkah masyarakat menamakan Simpor laki. Tumbuhan
ini juga berdaun lebar namun tidak mempunyai cabang. Apabila masyarakat menemukan
tumbuhan simpor laki, biasanya akan disimpan dirumah sebagai pengusir balak atau
menjadikan gagang parang sebab masyarakat percaya tumbuhan simpor laki ini mempunayai
kekuatan magis.
Tumbuhan kayu Petaling tumbuhan ini banyak tumbuh di Pulau Mendanau menjadi
kebanggaan penduduk Pulau Belitung dan dipercaya hanya tumbuh di pulau Mendanau
terutama desa Petaling, Nama desa dan Bukit petaling diambil dari tumbuhan ini. habitatnya

banyak di jumpai di bukit Petaling. Sudah sejak beratus-ratus tahun lalu tumbuhan ini
dipercaya oleh masyarakat mempunyai kekuatan magis penangkal bisa racun serta Balak ,
Penghusir binatang buas dari perkarangan rumah penduduk. Jenis tanaman ini berkayu keras ,

biasanya masyarakat pulau mendanau jika mau berpergian ke kota besar tidak lupa
menyisipkan sepotong kayu petaling didalam tas bawaanya dan ini pesan pendahulunya agar
terhindar dari malapetaka juga tetap mengingatkan akan kampung halamanya.
Namun lain dengan pengerajin Batu satam Zulkarnain yang biasa dipanggil Firman
Satam. Pria kelahiran pulau Belitung ini, membuat nilai tamba dari kedua tanaman kayu
simpor laki dan kayu petaling diolah menjadi tongkat komando dengan hiasan batu satam,
kekuatan magis yang dipercaya masyarakat Belitung terhadap kedua kayu tersebut sebagai
nilai tamba dari souvenir tongkat komando yang di buat Firman, tak ayal lagi Firman menjadi
terkenal pengerajin batu satam tongkat komando dari kayu petaling serta kayu simpor laki
asal pulau Belitung.
Firman telah menjelajahi setiap event pameran baik Nasional maupun Internasional.
maka tidak heran para petinggi militer di Indonesia ini akan bangga menggunakan tongkat
komando buatan Firman ini dengan batu mateor yang dipadukan dengan kayu petaling
dipercaya masyarakat Belitung mempunyai kekuatan magis. Seiring dengan waktu pulau
mendanau dan Kayu petaling akan tergerus oleh rakusnya manusia akan pembalakan hutan
serta eksploitasi tambang yang ada di Pulau mendanau di desa Petaling. demikian juga hutan

yang ada di pulau Belitung apabila tidak diperlakukan dengan bijak maka beberapa tumbuhan
kebanggaan pulau Belitung ini akan menjadi punah dari habitat hutan.

Kerajinan Kayu Kelapa dari Limbah Menjadi Uang
Ternyata keisengan itulah yang menjadi awal lelaki ini terjun ke bisnis kerajinan kayu
kelapa. Dari limbah mebel itu, dia pun membuat beberapa perlengkapan rumah tangga.
“Kemudian saya bawa ke Bali dan tawarkan ke art shop art shop. Mereka tertarik karena
memang belum banyak kerajinan dari bahan kayu kelapa, namun kata-nya, kualitas produk
saya masih di bawah standar, kurang halus. Maka saya pun kembali ke Banyuwangi untuk
menyempurnakan.
Setelah itu saya kembali ke art shop di Bali membawa produk saya yang sudah difinishing halus. Sejak itu saya secara rutin memasok produk-produk kreasi saya ke art shop di
sana. Ternyata, buyer local maupun luar negeri sangat suka, maka sejak itu pesanan datang
bertubi-tubi sampai saya kewalahan,” kata Yulianto yang mengaku memulai usahanya dengan
modal Rp 500.000.
Dia memang beruntung. Selain bidang yang digelutinya masih belum banyak
‘pemainnya’, latar belakang teknik mesin yang dimilikinya amat sangat membantu. Betapa
tidak, dengan pengetahuan mesinnya, dia mampu merakit sendiri mesin-mesin yang
dibutuhkan untuk pembuatan kerajinan kayu kelapa . “Saya beli komponen-komponennya
dari pusat penjualan besi tua, kemudian saya rakit sendiri jadi mesin. Sehingga tak perlu
mengeluarkan modal besar untuk membeli mesin,” tambahnya.
Ditambahkannya, untuk desain dia mempelajarinya secara otodidak. Desain-desain
dari buku, majalah maupun internet, boleh dibilang tak pernah dibacanya. “Saya lebih banyak

melihat-lihat, khususnya di Bali juga Yogyakarta. Kalau mau tahu trend kerajinan, saya kira
di sanalah tempatnya. Kadang saya melihat barang-barang yang terbuat dari plastic atau
bahan lain, inspirasi saya muncul, alangkah bagusnya kalau saya buat barang itu dengan
bahan kayu kelapa. Begitu seterusnya,” tuturnya.
Dari sering bereksperimen dengan bahan kayu kelapa, diapun jadi tahu bagaimana
menghasilkan produk yang bagus untuk cinderamata. “Pada dasarnya saya orang yang selalu
penasaran, makanya saya cari terus bagaimana menghasilkan produk yang bagus,”
tambahnya.
Itu juga sebabnya, kata Yulianto, dia jadi tahu kalau kayu kelapa ternyata mempunyai
sejumlah masalah. Misalnya, tidak boleh dijemur terlalu kering karena akan mudah pecah,
atau kurang kering akan berjamur. Dia pun jadi tahu untuk menghasilkan produk berkualitas,
kadar air dalam kayu kelapa harus benar-benar hilang. Caranya, direndam dengan air biasa
selama dua hari, setelah itu diangin-anginkan sampai benar-benar kering. Jangan terjadi
kontak langsung dengan matahari. “Kalau ingin cepat, bisa juga pengeringan dengan oven,
tapi harus hati-hati, karena bisa pecah,” kata Yulianto yang di dalam dirinya mengalir darah
seni dari sang ayah yang seorang pelukis.

MEMANFAATKAN LIMBAH KAYU JATI
Berbekal pengalaman menjadi seorang tukang kayu, yang menggelutinya, segala
sesuatu ada hasilnya “ jika kita mau kreatif apapun bisa dimanfaatkan dan berguna untuk kita
jadikan pernak – pernik yang bernilai seni dan punya nilai jual yang tinggi, hanya bermodal
ketekunan serta kesabaran ide – ide kreatifpun muncul dalam benak Masru ( 40 tahun) warga
desa kelompok Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan, yang menggeluti bidangnya
tersebut, berbagai kerajinan tangan dihasilkan mereka seperti halnya pernak – pernik
perhiasan dinding, mainan yang terbuat dari kayu, tempat rokok, tata’an alqur’an dan
berbagai cindera mata lainnya, yang masing – masing di buat dari bahan hasil pemanfaatan
limbah kayu jati oleh seorang pengrajin Desa Kelompok tersebut.
Tidak hanya pemanfaatan limbah kayu jati, berbagai macam perabot rumah tangga, ia
pun buat yang di bantu 15 orang karyawan untuk membuat berbagai meubelair seperti meja,
kursi, almari, bedroom dan lain sebagainya, ia ciptakan dengan di dukung tempat usahanya
cukup strategis di jalan raya Purwodadi – Semarang dan ia mulai merintis usaha tersebut
sejak 1980 an, selain usaha ia yang cukup lama pemasaran pun makin meluas tidak hanya
konsumen dari dalam kota, luar daerah pun ikut memesan seperti Blora, Rembang, Kudus,
Demak, dan Luar Jawa pun juga memesan barang – barang yang ia produksi, selain tehnik
pembuatannya yang cukup halus kerjasama pun dia lakukan pada investor asing untuk
memperluas area penjualannya hasil produksinya tersebut, Kata Masru.
Menurut Masrun usaha miliknya selama ini hanya terganjal kurangnya permodalan
saja, karena, “ kalau hanya memperoleh bahan baku ia mengira masih sangat mudah dan
pasalnya bahan baku tersebut, tidak harus kayu yang bagus namun hanya merupakan limbah

saja sudah cukup” pihaknya merasa kewalahan melayani pesanan konsumen hanya saja
karena permodalan yang sangat terbatas, dan selama ini ia tidak mengaku tidak pernah
dibantu oleh pemerintah bahkan pembinaan saja “selama ini kami hanya bekerja mandiri
tanpa ada pembinaan dari pihak lain. “ Ungkapnya

KERAJINAN UKIR KAYU
Sejenak terdiam, mau dibawakan apa kawan satu ini? Di Jambi agak sulit mencari
oleh oleh sesuai selera teman itu. Ada pasar keramik didekat pasar tua terbesar di Jambi,
pasar Angsoduo, tapi jelas dia tidak akan suka benda pecah belah. Keramik yang
didatangkan dari Batam ini lebih disukai oleh para ibu rumahtangga untuk menghiasi
rumahnya (saya juga malas berat-berat disuruh membawa barang pecah belah hingga
kedalam kabin pesawat). Mencari makanan khas Jambi pun tak ada. Berbeda dengan Medan
yang terkenal dengan “teri Medan” atau “Bika Ambon”nya, disini amat sulit mencari pangan
khas asli Jambi. Tidak ada brosur wisata yang menyebutkan keterangan dimana tempat yang
paling bagus membeli oleh oleh di Jambi. Kain tenun pun tidak ada disini.
Besoknya, seorang kawan asli Jambi mengajak saya pergi melihat kerajinan ukir kayu
di desa Betung, Kabupaten Batanghari, tepatnya menuju arah Barat dari kota Jambi. Jadilah,
kami bertiga segera meluncur kesana naik mobil. Saya ingin membawakan satu item kayu
ukir yang cantik dengan bentuk cukup kecil dan mudah ditenteng kedalam pesawat tanpa ada
resiko pecah ditengah jalan.
Butuh waktu 45 menit lebih untuk tiba dilokasi itu, cukup jauh dan terpencil melewati
hutan dan padang savana. Dijalan saya bertemu dengan beberapa truk pengangkut kayu hutan
yang belum diolah. Kata teman, itu kayu curian. Jambi dikenal dengan hasil hutannya
memang, dan hutan disini termasuk yang dijarah secara serakah tanpa mengikuti aturan
regulasi jelas. Penjarahan merajalela hingga masuk ke hutan konservasi di “Bukit Duabelas”
dan “Taman Nasional Kerinci”.