INTEGRASI PENGETAHUAN MITIGASI BENCANA D

INTEGRASI PENGETAHUAN MITIGASI BENCANA
DALAM KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH DI KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh:
R. Muh. Amin Sunarhadi, S.Si., M.P.,
Drs. M. Musiyam, M.T.,
Siti Azizah Susilawati, S.Si., M.P.
Ari Diniyati, S.Pd., M.Pd.
Program Studi Pendidikan Geografi FKIP-UMS
Jl. A. Yani Pabelan, Kartasura, Sukoharjo 57112
e-mail: sunarhadi@ums.ac.id

Abstrak
Pengurangan resiko bencana dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Jalur pendidikan formal diharakan
dapat dipergunakan untuk meningkatkan efektivitas pengurangan resiko bencana karena bersifatmassal
dan struktural. Namun, standar isi dalam pendidikan menengah telah ditetapkan dalam kapasitas
kurikulum sekolah menengah yang besar sehingga tidak memungkinkan untuk memunculkan mata
pelajaran baru. Identifikasi alternatif pendidikan pengurangan resiko bencana melalui pendidikan formal
dilakukan dengan mengkaji standar isi yang menjadi acuan kurikulum sekolah menengah dan dengan
memperhatikan faktor kekahasan daerah Kabupaten Sukoharjo. Identifikasi dilakukan melalui focus group
discussion (FGD) dengan melibatkan guru-guru di kabupaten Sukoharjo. Analisa deskriptif kualitatif
dipergunakan untuk mengulas data yang masuk dan menentukan alternatif terbaik dalam

mengintegrasikan pengetahuan Mitigasi Bencana dalam Kurikulum Sekolah Menengah. Mendasarkan
pada karakteristik mata pelajaran dan kekhasan mata pelajaran maka dapat dipergunakan modul sebagai
bahan integrasi maupun aplikasi kurikulum terpadu.
Kata kunci: pendidikan mitigasi bencana; mitigasi bencana dalam kurikulum sekolah
PENDAHULUAN
Berbagai keresahan yang muncul dari kalangan masyarakat maupun institusi mengenai kesiapan
masyarakat indonesia menghadapi bencana banyak mengemuka pada masa pasca kejadian bencana.
Banyak pihak meyakini bahwa sosialisasi mengenai mitigasi bencana harus dilakukan dengan cara cepat
dan massal. Namun, sebagaimana disinyalir oleh BAPPENAS (2009) bahwa kegiatan-kegiatan tersebut
belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang sama. Selain itu,
aktivitas pendidikan di berbagai wilayah rawan bencana di Indonesia masih sangat minim dan terpusat.
Kajian LIPI (2006-2007) di berbagai wilayah mengenai kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah sebagai representasi bidang
pendidikan (LIPI, 2006 – 2007).
Daerah-daerah rawan bencana memerlukan kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko bencana. Kabupaten
Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi untuk
mengalami bencana namun dalam pendidikan belum memasukkan pengetahuan mitigasi bencana. Pada
Tahun 2007, terjadi banjir di sebagian besar kawasan di Kabupaten Sukoharjo yang menyebabkan
berhentinya roda ekonomi dan sosial serta keterkejutan masyarakat atas kejadian banjir yang sudah lama
tidak terjadi di Kabupaten Sukoharjo. Ketidaksiapsiagaan ini memerlukan penannganan segera mengingat

hasil identifikasi yang dipublikasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

1

menunjukkan pada Tahun 2012 ini Kabupaten Sukoharjo masih berpotensi mengalami kejadian bencana
banjir dengan kategori Rendah, Sedang, dan Tinggi (Gambar 1). Bentuk bencana lain misalnya tanah
longsor, angin ribut/badai, dan gempa bumi juga memiliki potensi untuk terjadi di Kabupaten Sukoharjo.

Gambar 1. Peta Potensi Banjir di Jawa Tengah (Sumber: http://iklim.bmg.go.id/banjir/)

Berdasar latar belakang tersebut di atas maka paper ini akan menyajikan hasil identifikasi mengenai
integrasi pengetahuan mitigasi bencana dalam Kurikulum Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo.
Subyek kajian adalah para pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo yang tergabung dalam
MGMP Geografi Kabupaten Sukoharjo (26 orang) serta Guru-guru Sekolah Menengah Muhammadiyah
Kabupaten Sukoharjo (30 orang). Identifikasi yang dilakukan berkaitan dengan kesiapsiagaan pendidik
yang ditunjukkan dengan pemahaman mengenai konsep bencana, sintesa teori dan kondisi lapang, dan
pemilihan model pembelajaran yang dipergunakan dalam pembelajaran mitigasi bencana. Penggunaan
kata bencana dalam paper ini lebih cenderung merujuk kepada bencana alam, dalam hal ini bencana
banjir di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006 digunakan sebagai konteks.
Pengambilan data dilakukan melalui observasi dan penilaian proporsi unjuk kerja dalam kolaborasi

penyusunan kurikulum bencana di Kabupaten Sukoharjo yang terbagi dalam tiga siklus, yaitu Mei 2011,
Juni 2011, dan Oktober 2011. Analisa data dilakukan dengan deskriptif kualitatif terhadap hasil kerja
maupun diskusi yang berlangsung selama focus group discussion (FGD).
PEMAHAMAN MENGENAI (RESIKO) BENCANA

2

Kejadian “Tsunami Aceh” Tahun 2004 benar-benar membuat bangsa-bangsa di dunia, khususnya
Indonesia, menyadari adanya resiko bencana. Besarnya gelombang Tsunami Aceh yang juga merambah
negara tetangga Indonesia dan jumlah korban yang ditimbulkan memunculkan komitmen global dalam
pengurangan risiko bencana. Upaya tersebut kemudian dituangkan dalam Hyogo Framework for Action
Tahun 2005 dimana salah satu butirnya memprioritaskan bidang pendidikan untuk mitigasi bencana.
Bencana besar yang menyusul kemudian berupa “Gempa Yogyakarta” Tahun 2006 mendorong secara
nasional untuk melakukan program-program mitigasi bencana yang melibatkan berbagai institusi baik
lokal, regional, maupun internasional. Hal ini diawali dengan peluncuran Buku Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009 pada akhir Tahun 2006. Mulai Tahun 2007
dilakukan Program Pencegahan dan Pengurangan Resiko Bencana yang diikuti dengan penerbitan
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Keterlibatan institusi internasional salah satunya adalah dengan UNDP melalui kerjasama dengan

Bappenas, BNPB, dan Kementerian Dalam Negeri yang bersama-sama menginisiasi program untuk
mewujudkan masyarakat yang aman melalui pengurangan risiko bencana dengan Program Safer
Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development) selama 5 tahun
(2007 – 2012). Program ini mendorong agar mitigasi bencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses
pembangunan yang terdesentralisasi. Salah satu pilar sasaran program SCDRR, adalah dipahaminya
risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mitigasi bencana oleh masyarakat dan pengambil
kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik.
Kejadian bencana banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo yang melintasi Sukoharjo pada Tahun
2007 meningkatkan kewaspadaan lokal mengenai besarnya resiko bencana yang ada di wilayah
Kabupaten Sukoharjo. Pengalaman betapa mudahnya masyarakat terprovokasi dan panik atas berita dan
dugaan tidak berdasar yang muncul akibat tidak adanya pengetahuan untuk menghadapi situasi bencana
banjir membuat masyarakat semakin menyadari pentingnya kesiapan dalam menghadapi bencana. Isu
jebolnya Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, yang merupakan hulu Sungai Bengawan Solo, membuat
warga Kabupaten Sukoharjo segera berhamburan menuju pusat kota karena ketakutan semakin
membesarnya banjir akibat luapan dari waduk yang jebol. Pengalaman yang sama sebelumnya juga
terjadi saat terjadi Gempa Yogyakarta 2006 dimana tersebar isu adanya tsunami dari pesisir selatan
Yogyakarta yang sudah mencapai di Klaten (wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Sukoharjo di bagian Selatan dan Barat). Masyrakat panik dan justru meneruskan berita bohong ini tanpa
memastikan terlebih dahulu berita ini.
Kesadaran masyarakat Kabupaten Sukoharjo akan pentingnya pengetahuan mitigasi bencana yang

muncul akibat kejadian bencana banjir dinyatakan oleh seluruh pendidik (100%) Sekolah Menengah Atas
yang tergabung dalam MGMP Geografi Kabupaten Sukoharjo. Setelah kejadian bencana banjir, banyak
pertanyaan yang muncul selama pelajaran Geografi di sekolah yang dimanfaatkan guru untuk
mengantarkan peserta didik mengenai pentingnya pengetahuan mitigasi bencana. Antusiasme peserta
didik yang besar tidak dapat semuanya ditanggapi dalam proses pembelajaran akibat keterbatasan jam
pelajaran dan luasnya materi.
Kesiapan para pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo untuk memberikan muatan
pengetahuan mitigasi bencana ditunjukkan dengan jawaban yang dimunculkan mengenai arti pendidikan
dalam pengurangan resiko bencana yang dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok jawaban,
yaitu:

belum adanya kebijakan bidang pendidikan di Kabupaten Sukoharjo tentang
penanggulangan bencana

upaya-upaya pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah
belum banyak dilakukan, tema di dalam mata pelajaran terlalu spesifik, dan pembahasan yang
terkait bencana terlalu dominan pembahasan kondisi fisik sementara kondisi non fisik masih kurang
porsinya

wilayah lain, meskipun jumlahnya juga terbatas, sudah ada yang mempunyai kebijakan

peraturan daerah tentang penanggulangan bencana

3



keragaman masyarakat baik secara sosial dan ekonomi

Kesadaran para pendidik untuk memberikan materi mengenai mitigasi bencana dalam pembelajaran
menunjukkan pemahaman para pendidik yang cukup mengenai bencana. Pada saat dilakukan diskusi
bersama mengenai kondisi geomorfologi di Kabupaten Sukoharjo, para pendidik mengemukakan
beragam pengetahuan lokal menengai fenomena/gejala alam yang mereka temui. Dalam hal ini, para
peserta didik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo mampu melakukan sintesa kondisi lapang
dengan konsep dan teori baik dalam model deskripsi maupun spasial analog.

Gambar 2. Sintesa konsep dan teori geomorfologi
(Sumber: Dokumentasi Prodi Pend. Geografi UMS)

Gambar 3. Kerja kolaboratif untuk mengidentifikasi
kesiapan pengajaran mitigasi bencana

(Sumber: Dokumentasi Prodi Pend. Geografi UMS)

Dalam pengamatan yang dilakukan berhasil pula diidentifikasi bahwa pendidik Sekolah Menengah di
Kabupaten Sukoharjo cenderung memilih penerapan model-model pembelajaran aktif (active learning)
dan khususnya pembelajaran kontekstual dalam mengantarkan materi mitigasi bencana. Hal ini tampak
saat dilakukan proses focus group discussion dengan menggunakan strategi The Power of Two atau
Think, Pair, and Share dan Strategi Snowball, para pendidik menyatakan penggunaan strategi dari
pembelajaran aktif (active learning) dirasakan lebih efisien dan efektif karena proses pembelajaran
berpusat pada peserta didik. Pemanfaatan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik penting
untuk memberikan kemandirian peserta didik dalam mempelajari fenomena alam yang secara kontekstual
berada di sekitarnya. Chene (1983) dalam Peter Jarvis (1992) menyebutkan bahwa kemandirian dalam
belajar adalah self directed learning dimana peserta didik mampu melakukan pencarian pengetahuan dan
melakukan proses kognisi secara mandiri, tanpa perlu adanya dorongan orang lain.
Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pasca bencana yang berturut-turut terjadi
telah menumbuhkan adanya kesadaran dan pemahaman lebih baik pada peserta didik maupun pendidik
di Sekolah Menengah mengenai resiko bencana yang ada di sekitarnya. Selain itu, pendidik Sekolah
Menengah di Kabupaten Sukoharjo sudah menunjukkan kesiapan kompetensi profesional untuk
melakukan pembelajaran materi mitigasi bencana.
MATERI KEBENCANAAN DI SEKOLAH MENENGAH KABUPATEN SUKOHARJO
Penyiapan materi kebencanaan dilakukan secara kolaboratif melalui kerja kelompok dengan

menggunakan kejadian bencana banjir Tahun 2007. Pada tahap awal dilakukan identifikasi kelompok
materi yang perlu dirancang. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa selain mengenal karakter
geomorfologi, kelompok materi yang harus disampaikan disepakati terdiri atas pra kejadian bencana, saat
kejadian bencana, dan pasca terjadinya bencana. Berikut ini disajikan contoh hasil kerja dari dua
kelompok mengenai rancangan materi bencana yang akan diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan
menengah.

4

Tabel 1. Rancangan Materi Mitigasi Bencana Banjir
Kelompok 1 Pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo
Sumiyanto,S.pd
(SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo)
Air SukatremS.pd
(SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo)
Siti Maryam s.pd
(SMP Muhammadiyah 1 Sukoharjo)
Apris SetyaningsihS.pd (SMK Imam Shodiq)
Supartini S.pd
(SMK Muhammadiyah Kartasura)

Nur Ika Fitrianis.pd
(SMP Muhammadiyah Grogol Weru)
Nur Budi Santoso S.pd
(SMP Muhammadiyah Wonogiri)
KEJADIAN BANJIR
Penyebab kejadian banjir
 hujan terus menerus
 adanya pendangkalan /adanya hutan gundul/
penebangan yang berlebihan sehingga
mengurangi peresapan air
 kurang lancarnya saluran irigasi, karena
adanya sampah

TINDAKAN YANG HARUS DILAKUKAN
Tindakan pencegahan
 penanaman hutan kembali ( reboisasi )
 pengurukan lumpur
 perbaikan irigasi (membersihkan sampah)

Situasi yang terjadi saat terjadi Banjir


Tindakan yang dilakukan
saat terjadi banjir
 mengungsi kesaerah yang aman atau lebih
tinggi
 mendirikan dapur umum,tempat penitipan
barang
 memberikan penyuluhan pada masyarakat

 daerah aliran sungai,utamanya dataran
rendah
 adanya materi harta yang hilang,(hewan )
 warga panik ketakutan








Situasi pasca terjadi bencana Banjir
penyakit kulit ( diare )
banyak fasilitas rusak
kondisi ekonomi lumpuh
aktivitas pendidikan terganggu
pelayanan masyarakat kacau

Tindakan pasca banjir
 pelayanan masyarakat
 memberikan fasilitas umum
 memperbaiki sarana ekonomi

Sumber: Hasil Workshop Kurikulum Bencana kerjasama Prodi. Pendidikan Geografi UMS
dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Geografi Kabupaten Sukoharjo dan
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah PDM Sukoharjo

5

Tabel 2. Rancangan Materi Mitigasi Bencana Banjir
Kelompok 3 Pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo
Dewi Safaryuni,S.Pd.(SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo)
Suwarti,Spd
(SMP Muhammadiyah Bekonang)
Sri Martini
(SMA Muhammadiyah 5 Gatuk)
Siti nastain,S.Pd.
(SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo)
Dra,Dwi Mariani
(SMK Muhammadiyah Kartasura)
Boyem,Spd
(SMK Muhammadiyah Kartasura)






KEJADIAN BANJIR
Penyebab kejadian banjir
musim penghujan terjadi terus menurus
kondisi wilayah lebih rendah
terjadi sedimentasi
rumah di buat lebih pondasinya,biar air tidak
masuk ke dalam

Situasi yang terjadi saat terjadi Banjir
 penyelamatan diri dan barang berharga
 pengamanan tempat tinggal dan
pengungsian
 menyiapkan dapur umum
 manajemen penerimaan dan distribusi
bantuan
Situasi pasca terjadi bencana Banjir
 tanaman- tanaman yang produktif seperti
padi jadi rusak dan gagal panen
 kerusakan sarana dan prasarana

TINDAKAN YANG HARUS DILAKUKAN
Tindakan pencegahan
 contoh melakukan cek ketinggian air sungai
terdekat
 membersihkan lingkungan,dan goronggorong selokan biar lancar
 pembuatan talut
 pengenalan sedimentasi
penyuluhan / pembinaan kepada warga misal:
simulasi jika terjadi banjir dsb
Tindakan yang dilakukan
saat terjadi banjir
 meminta pertolongan petugas SAR jika
sudah ada petugas SAR
 punya daya inisiatif untuk bisa
menyelamatkan diri
 jangan panik, atasi permasalahan dengan
pikiran jernih

Tindakan pasca banjir
 mengadakan penyapuan lumpur di jalan
 mengambil sampah besar atau kecil di
lingkungan masyarakat disekitar kita
 fogging /penyemprotan untuk nyamuk
 cek kesehatan di puskesmas
terdekat/tenaga sukarela
 pendamping tenaga psikologis( spiritual)
Sumber: Hasil Workshop Kurikulum Bencana kerjasama Prodi. Pendidikan Geografi UMS
dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Geografi Kabupaten Sukoharjo dan
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah PDM Sukoharjo

INTEGRASI MATERI MITIGASI BENCANA
Upaya penguatan materi mitigasi bencana melalui bidang pendidikan dilakukan oleh Pusat Kurikulum
Balitbang DIKNAS pada Tahun 2008 dengan mengidentifikasi kebutuhan lapang dan menguji model
kurikulum yang memuat materi kebencanaan. Pada Tahun 2009 telah diterbitkan pula bahan pengayaan
untuk pengintegrasian pengurangan resiko. Bahan-bahan tersebut dijadikan acuan dalam menemukan
sendiri model integrasi pengetahuan mitigasi bencana dalam kurikulum oleh para pendidik Sekolah
Menengah di Kabupaten Sukoharjo. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodir pengetahuan lokal (local
knowledge) yang dimiliki masyarakat selaku pemangku wilayah bencana.

6

Oliva (1992) menyebutkan bahwa kurikulum mempunyai keterkaitan dengan apa yang harus diajarkan,
sedangkan pengajaran mengacu kepada bagaimana cara mengajarkannya. Kurikulum mempunyai
hubungan sebagai sebuah program, sebuah perencanaan, isi atau materi pelajaran, serta pengalaman
belajar. Adapun pada pengajaran mempunyai keterkaitan dengan metode, tindakan mengajar,
implementasi, presentasi dan evaluasi.
Model kurikulum yang dipilih akan menentukan rangkaian pengajaran/pembelajaran dan hasil yang
didapatkan pada akhir proses. Rangkaian ini menyatu dalam sistem pembelajaran yang merupakan
implementasi dari pengembangan kurikulum. Praktek lapangan dari sistem pembelajaran akan
dipengaruhi oleh isi materinya (keluasan dan kedalaman materi serta jenis materi pelajaran itu sendiri)
serta ketersediaan sistem pendukung termasuk didalamnya sistem sosial budaya setempat.
Berdasarkan disiplin ilmu terdapat tiga organisasi kurikulum (Sutjipto, Suci Paresti, Apriyanti W, Sri Lilis,
Dewi Sri Handayani, Iwa Kuntadi, Heni Herawati, Urip Wahyudi, Susi Fitri, Deni Kurniawan, 2009) yaitu:
1. Subject Centered Curriculum (Kurikulum Mata Pelajaran Terpisah)
Bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated
subject curriculum). Misalnya mata pelajaran matematika, biologi, geografi, dan lain sebagainya.
2. Correlated Curriculum (Kurikulum Terkorelasi)
Pengelompokkan mata pelajaran-mata pelajaran sejenis menjadi suatu bidang studi, misalnya mata
pelajaran geografi, sejarah, ekonomi dikelompokkan dalam bidang studi IPS. Dalam mengkorelasikan
bahan atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan pendekatan struktural, pendekatan
fungsional dan pendekatan budaya setempat.
3. Integrated Curriculum (Kurikulum Terintegrasi/Terpadu)
Pada organisasi kurikulum ini, belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan,
dengan cara mecari dan meganalisis fakta. Belajar melalui pemecahan masalah perkembangan siswa
tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja akan tetapi seluruh aspek, seperti sikap, emosi atau
keterampilan.
Integrasi pengetahuan mitigasi bencana dalam kurikulum dilakukan dengan menggunakan model terpadu
yang menggunakan materi mitigasi bencana yang telah disusun sebagaimana pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Selanjutnya materi itu disusun sebagai tema yang diakomodasikan dengan standar isi yang telah
ditetapkan oleh Kemendiknas dengan pola integrasinya menggunakan kurikulum terpadu. Dalam
rancangan ini, digunakan standar isi untuk Sekolah Menengah Atas dengan menempatkan mata pelajaran
Geografi sebagai inisiator keterpaduan. Rancangan keterpaduan pengetahuan mitigasi bencana dalam
kurikulum Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo yang dapat disajikan dalam paper ini adalah
berkaitan dengan pengetahuan mitigasi banjir.

7

Tabel 3. Standar Isi Mata Pelajaran Geografi Kelas X, Semester 2 dikaitkan dengan Jejaring Tema
Standar Kompetensi
3. Menganalisis unsur-unsur
geosfer

Kompetensi Dasar
3.1 Menganalisis dinamika dan kecenderungan
perubahan litosfer dan pedosfer serta
dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi

Jejaring tema
Situasi/kejadian bencana terkait litosfer, misalnya
gempa bumi, depresi permukaan, dan Gunung
Meletus. Tindakan yang perlu dilakukan adalah
meminimalkan dampak ke penduduk seperti
kerugian material dan korban jiwa.
Situasi/kejadian bencana terkait Pedosfer, misalnya
Tanah longsor, lahan kritis, erosi tanah, dan
pencemaran tanah. Tindakan yang perlu dilakukan
adalah meminimalkan dampak terhadap penduduk
misalnya berupa penurunan produktivitas pertanian
dan migrasi.

3.2 Menganalisis atmosfer dan dampaknya terhadap
kehidupan di muka bumi

3.3 Menganalisis hidrosfer dan dampaknya terhadap
kehidupan di muka bumi

Situasi/kejadian bencana terkait atmosfer seperti
puting beliung, cuaca ekstrem, dan pergeseran
musim. Tindakan yang perlu dilakukan untuk
meminimalkan dampak ke penduduk seperti
rusaknya tanaman, sarana prasarana,
telekomunikasi, perhubungan, pergeseran musim,
penyakit tanaman, dan gagal panen.
Situasi/kejadian bencana terkait hidrosfer misalnya
banjir, berkurangnya sumber air tanah secara
kualitas maupu n kuantitas. Tindakan yang perlu
dilakukan untuk meminimalkan dampak ke
penduduk seperti rusaknya fasilitas bangunan dan
lahan pertanian, wabah penyakit, terganggunya
aktivitas sosial ekonomi masyarakat, serta masalah
ketersediaan sanitasi dan air bersih.

8

Tabel 3. Integrasi Pengetahuan Mitigasi Bencana Banjir dalam Kurikulum Terpadu Sekolah
Menengah Atas Kelas X Semester 2

JEJARING TEMA:
Situasi/kejadian bencana terkait hidrosfer misalnya banjir, berkurangnya sumber air tanah secara kualitas
maupun kuantitas. Tindakan yang perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak ke penduduk seperti
rusaknya fasilitas bangunan dan lahan pertanian, wabah penyakit, terganggunya aktivitas sosial ekonomi
masyarakat, serta masalah ketersediaan sanitasi dan air bersih.
SISWA KELAS X SEMESTER 2
GEOGRAFI
AKHLAK
EKONOMI
KIMIA
BIOLOGI
3.3 Menganalisis
hidrosfer
dan
dampaknya
terhadap
kehidupan
di
muka bumi

5.1 Menjelaskan
pengertian
hasad, riya,
aniaya dan
diskriminasi
5.2 Menyebutkan
contoh perilaku
hasad, riya,
aniaya dan
diskriminasi
5.3 Menghindari
hasad, riya,
aniaya dan
diskriminasi
dalam
kehidupan
sehari-hari

4.1 Mendeskripsika
n perbedaan
antara ekonomi
mikro dan
ekonomi makro
4.2 Mendeskripsika
n masalahmasalah yang
dihadapi
pemerintah di
bidang ekonomi

3.2 Menjelaskan
perkembangan
konsep reaksi
oksidasireduksi dan
hubungannya
dengan tata
nama senyawa
serta
penerapannya

4.2 Menjelaskan
keterkaitan
antara kegiatan
manusia dengan
masalah
perusakan/penc
emaran
lingkungan dan
pelestarian
lingkungan
4.3 Menganalisis
jenis-jenis
limbah dan daur
ulang limbah

KESIMPULAN
1. Kesadaran masyarakat Kabupaten Sukoharjo akan pentingnya integrasi pengetahuan mitigasi
bencana dalam kurikulum muncul akibat kejadian bencana banjir yang melanda pada Tahun
2007.
2. Pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo memiliki pemahaman yang cukup
mengenai bencana baik dan mampu melakukan sintesa kondisi lapang dengan konsep dan teori
baik dalam model deskripsi maupun spasial analog.
3. Pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo cenderung memilih penerapan modelmodel pembelajaran aktif (active learning) dan khususnya pembelajaran kontekstual dalam
mengantarkan materi mitigasi bencana.
4. Selain mengenal karakter geomorfologi, kelompok materi pengetahuan mitigasi bencana yang
harus disampaikan terdiri atas pra kejadian bencana, saat kejadian bencana, dan pasca
terjadinya bencana.
5. Pengetahuan mitigasi bencana disusun dalam Tema yang akan menjadi jejaring keterpaduan
natar mata pelajaarn.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada para pendidik Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo, Pengurus
Musyawarah Guru Mata Pelajaran geografi Kabupaten Sukoharjo, Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).

9

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2012. Peta Potensi Banjir Jawa Tengah. http://iklim.bmg.go.id/banjir/
Jarvis, P. 1983. Adult and Continuing Education: Theory and Practice. London Croom Helm.
Oliva, Peter F., 1981. Developing Curriculum, A Guide to Problems, Principles and Process. New York:
Harper & Publisher.
Sutjipto, Suci Paresti, Apriyanti W, Sri Lilis, Dewi Sri Handayani, Iwa Kuntadi, Heni Herawati, Urip
Wahyudi, Susi Fitri, Deni Kurniawan. 2009. Model-Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus
Bagi Pendidikan Non Formal Program Paket A untuk Daerah Bencana Alam. Pusat Kurikulum
Balitbang Kemendiknas.

10