MEMAKNAI KEMERDEKAAN DARI WAKTU KE WAKTU

MEMAKNAI KEMERDEKAAN DARI WAKTU KE WAKTU
Oleh : Dadang Darmawan, M.Si

Merdeka atau Mati! Demikian pekik Bung Tomo kepada para pejuang kemerdekaan di
Surabaya dalam menggelorakan semangat perlawanan terhadap pasukan Inggris yang berniat
melucuti senjata para pejuang. Kalimat itu menjadi menjadi kalimat ‘keramat’ yang terus
menerus diulang-ulang untuk menghidupkan api perjuangan ditengah para pemuda. Suatu
pilihan yang sesungguhnya tanpa pilihan. Tidak ada pilihan lain bagi arek-arek Surabaya saat
itu untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan selain bertempur
dengan penjajah. Tanpa kemerdekaan tidak akan mungkin lahir suatu bangsa. Tanpa
mempertahankan kemerdekaan sama saja dengan membiarkan bangsa baru mati muda.
Hidupnya suatu bangsa sangat ditentukan seberapa kuat antibodi bangsa itu menolak segala
bentuk penjajah dan penyakit dari tanah air Indonesia. Begitulah makna yang terkandung
dalam pekik Bung Tomo ‘merdeka atau mati’ yang dikumandangkan para pejuang
kemerdekaan 69 tahun silam. Suatu kalimat yang syarat akan makna perjuangan untuk
sebuah kelahiran bangsa baru. Seterusnya, setelah 69 tahun merdeka, pekik merdeka atau
mati yang syarat makna itupun secara perlahan mulai samar artinya maupun maknanya.
Meski demikian, kemerdekaan setiap tahun terus menerus dirayakan dan diperingati setiap
tanggal 17 Agustus setiap tahunnya di seantero negeri. Bahkan, mengingat pentingnya Hari
tersebut maka hari Kemerdekaan itupun menjadi wajib diperingati, dianggarkan dananya
dalam APBN dan APBD, dijadikan hari libur nasional, dibentuk panitia pelaksananya, dan

yang penting mesti ada seremoninya meskipun tanpa mempertimbangkan dampaknya. Bagi
pejabat perayaannya dilakukan dengan sejumlah seremoni, upacara bendera, bingkisan untuk
veteran, maupun sejumlah kegiatan khas lainnya. Bagi masyarakat kebanyakan perayaannya
dilakukan dengan perlombaan mulai panjat pinang, lomba makan kerupuk, pukul bantal,
maupun acara khas anak-anak lainnya. Awalnya (sekitar 40 tahun yang lalu), acara perayaan
kemerdekaan masih mengalirkan denyut semangat juang para pahlawan menusuk kalbu,
namun semakin lama mulai bergeser ke arah kesan menghibur, dan setelah puluhan tahun
berjalan acara demi acara tersebut tampaknya mulai sekedar rutinitas belaka.
Makna kemerdekaan tampaknya sudah sama dengan perayaan ulang tahun remaja
kebanyakan. Pendeknya, semakin diperingati setiap tahun semakin pula terjadi de-gradasi
moral maupun mental spritual anak bangsa. Kejahatan narkoba, seks bebas, korupsi,
kerusakan hutan, kejahatan perpajakan, maupun sejumlah tindak pidana terbukti semakin
mengkhawatirkan perkembangannya. Sejumlah pemerhati, agamawan, maupun para
akademisi bahkan mengatakan bahwa situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini sudah
seperti keadaan jahiliyah modern (baca penjelasan Muhammad Quthb, jaman dimana
manusia tidak lagi menuruti perintah Tuhan melainkan turut hawanafsu), sudah tidak ada lagi
orang suci (Indera Trenggono, Kompas 08 Juli 2014), atau jaman edan (ramalan Ronggo
Warsito yaitu ”bakal teko jaman edan, yen ora edan ora keduman”/akan datang suatu zaman
edan, kalau tidak ikut edan tidak akan kebagian). Perayaan kemerdekaan dengan begitu sudah
tak memiliki arti yang mendalam atau sudah tidak berhubungan dengan situasi dan kondisi

masyarakat itu sendiri. Meski tiap tahun dilakukan namun nilainya hanya sekedar
melaksanakan tradisi belaka, sekedar ada program, kesibukan, pekerjaan kepanitiaan dan
hiburan sesaat.
Merdeka Menurut Bung Karno

Kemerdekaan menurut BK adalah suatu kondisi dimana suatu bangsa sudah memiliki
kesanggupan untuk mempertahankan negara dengan darahnya sendiri, maupun dengan
dagingnya sendiri. Jika kondisi itu terpenuhi maka BK mengatakan bangsa itu telah masak
untuk merdeka. Walaupun bangsa Indonesia dengan kekuatan bambu runcing sekalipun
namun jika semua siap-sedia untuk mati mempertahankan tanah air Indonesia, maka pada
saat itu bangsa Indonesia telah siap sedia, masak untuk merdeka. Merdeka itu ibarat
kebahagian dalam sebuah perkawainan. Kita tak perlu menunggu punya rumah, punya gaji
yang cukup, punya peralatan elektronik yang lengkap, punya tempat tidur ataupun kursi meja
terlebih dahulu baru berani kawin. Belum tentu mereka yang kawin dengan telah memiliki
harta berlimpah lebih bahagia hidupnya dibanding mereka yang kawin dengan hanya
bermodalkan gubug, tikar, maupun satu periuk. Kebahagiaan adalah soal tekad hati untuk
menempuh kehidupan baru, mengarungi lautan lepas dengan kapal sendiri, tidak lagi
bergantung kepada orang lain.
Substansi merdeka yang terpenting menurut BK, adalah kemerdekaan politik, yaitu adanya
tanah air suatu bangsa yang berdaulat, adanya masyarakat dan adanya pemerintahan serta

pengakuan masyarakat Internasional. BK mengingatkan jangan sekali-kali gentar dengan
keterbatasan, kebodohan, kekurangan, kemiskinan dan permasalahan yang sedang mendera
bangsa. Semua negara di dunia pada dasarnya merdeka dengan segudang masalah dalam
negeri yang berserakan. Bahkan Arab Saudi merdeka hanya dalam satu malam kata BK
mengutip pendapat Amstrong. Justru dengan merdeka itulah bangsa yang baru mesti menata
dirinya. Di dalam Indonesia merdeka itulah bangsa Indonesia menyehatkan rakyatnya, dan
melatih para pemudanya agar menjadi kuat. Jadi merdeka itu ibarat ‘jembatan emas’.
Diseberang jembatan emas itulah bangsa Indonesia dengan leluasa menyusun masyarakat
Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi. Diseberangnya jembatan itu kita
sempurnakan kita punya masyarakat.
Kelahiran Suatu Bangsa
Hari kemerdekaan suatu bangsa adalah bermakna hari kelahiran suatu bangsa ke tengahtengah ummat manusia di muka bumi ini. Sebelum suatu bangsa merdeka secara politik maka
bangsa itu hanyalah suatu komunitas belaka yang tidak dapat berbicara dan bergaul secara
penuh ke tengah-tengah pergaulan bangsa-bangsa dunia. Tak salah jika H. Mutahar dalam
lirik lagunya yang berjudul Hari Merdeka mengatakan bahwa tujuh belas agustus tahun
empat lima itulah hari kemerdekaan kita, hari merdeka nusa dan bangsa, adalah hari lahirnya
bangsa Indonesia. Hari kelahiran tentu saja menjadi hari yang sangat spesial bagi siapa saja.
Sebagai suatu penanda hidupnya suatu bangsa baru yang memiliki cita-cita dan perjuangan
baru untuk ikut serta menata kehidupan dunia yang lebih baik. Setiap kelahiran suatu bangsa
pasti didahului proses pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks, berliku-liku,

melelahkan, penuh halangan, rintangan bahkan ancaman, dan berdarah-darah.
Proses kelahiran suatu bangsa identik dengan kelahiran satu orang jabang bayi. Ibarat suatu
kehamilan, seorang ibu hanya akan melahirkan anak yang dikandungnya hanya jika proses
yang dilalui dan waktunya sudah cukup matang (9 bulan). Anwar Sanusi anggota Politbiro
Partai Komunis Indonesia, dalam sebuah pidatonya mengatakan bahwa "Ibu Pertiwi sedang
dalam keadaan hamil tua". Sanusi menjelaskan bahwa sang bayi yang akan lahir dari
kandungan ibu pertiwi itu adalah suatu kekuasaan politik yang sudah ditentukan dalam
Manipol Nasakom. Namun demikian sejarah mencatat meski Nasakom sudah hamil tua
namun kelahiran tidak kunjung terjadi (mati dalam kandungan). Hari kelahiran lumrah

dimanapun disambut dengan perasaan sukacita mendalam sebab kelahiran bermakna
mendalam yaitu sebagai suatu harapan dan cita-cita luhur untuk melanjutkan tradisi
keberlanjutan generasi-generasi selanjutnya. Demikian pula kelahiran suatu bangsa, sambutan
sukacita mendalam semata bermakna akan datangnya suatu harapan yang akan membawa
kebahagiaan bagi anak-anak bangsa yang sebelumnya berada ‘dinegeri asing’ untuk kelak
menjadi bangsa bahagia, damai sentausa di masa yang akan datang.
Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila
Sudah umum dikenal bahwa syarat utama tegaknya suatu bangsa adalah adanya ideologi atau
nilai dasar (grundnorm), cita-cita atau sebagai dasar negara. Bangsa tanpa pijakan falsafah
hidup, pandangan hidup (weltanschauung) yang jelas hanyalah angan-angan belaka. Ideologi

atau weltanschauung adalah ruh bagi suatu bangsa. Meski syarat adanya wilayah, penduduk
dan pemerintahan sudah terpenuhi namun semua itu tidak akan berguna tanpa adanya suatu
ideologi yang jelas. Banyak negara berdiri semuanya bekerja mati-matian meletakkan
weltanschauung-nya. Tidak terkecuali bangsa Indonesia. Bung Karno mengatakan bahwa
nilai-nilai luhur telah hidup dan tumbuh sejak ribuan tahun yang lalu dalam lingkungan
pergaulan bangsa. Nilai-nilai luhur itulah yang kemudian digali kembali hingga akhirnya
ditemukan 5 nilai dasar utama yang kemudian disebut oleh Bung Karno sebagai Pancasila.
Jadi kemerdekaan bangsa Indonesia berada diatas dasar nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu
Pancasila. Pancasila adalah sebagai landasan moral sekaligus sebagai landasan bagi negara
Indonesia.
Bung Karno melanjutkan, agar Pancasila menjadi kenyataan dalam kehidupan bangsa maka
Pancasila tersebut harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga, harus realiteit. Jika bangsa
Indonesia ingin hidup menjadi satu bangsa yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia
yang merdeka, yang penuh perikemanusiaan, ingi hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin
hidup sempurna den anggota dunia yang merdeka, yang penuh perikemanusiaan, ingi hidup
di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid. Ingin
hidup sejahtera dan aman, dengan Ketuhanan yang luas dan sempurna maka Pancasila mesti
diperjuangkan untuk diimplementasikan.
Mati atau Hancurnya Suatu Bangsa
Menurut Thomas Lickona (Sutawi, 2010), ada 10 aspek degradasi moral yang melanda suatu

negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa.Kesepuluh tanda tersebut
adalah: 1. meningkatnya kekerasan pada remaja, 2. penggunaan kata-kata yang memburuk, 3.
pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan, 4. meningkatnya
penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, 5. kaburnya batasan moral baik-buruk, 6.
menurunnya etos kerja, 7. rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, 8. rendahnya
rasa tanggung jawab individu dan warga negara, 9. membudayanya ketidakjujuran, 10.
adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Bung Karno menegaskan, jikalau bangsa Indonesia tidak bertekad mati-matian untuk
merdeka maka kemerdekaan itu tidak akan pernah di dapat sampai kapanpun. Kemerdekaan
hanyalah didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad
merdeka atau mati.