SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

(1)

ABSTRACT

RESPONSE OF SOCIETY IN PALEMBANG CITY OF MOVING THE SIDEWALK TRADER OF 16 ILIR MARKET TO

RETAIL JAKABARING MARKET

By

Chandra Rossi

Market is a place of society fill, included the society of Palembang City. The market in this city is very fast growth and have full the corner of Palembang City with 22 markets in this city. The biggest market is 16 Ilir Market have 1.283m2. Looking for condition the market has growth make the trader sell their product in this place, however the building was prepare by Palembang City Government did not enough for accommodate the sidewalk trader. The trader not be accommodate has make dirty place in the 16 Ilir Market and specially at under Ampera Bridge. Looking for condition, Palembang City Government have initiative for moving the sidewalk trader to a new market who called Retail Market of Jakabaring. The moving of sidewalk trader has appeared a reaction from anyone.

The matter of this research was how respons of society in Palembang City of moving sidewalk trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring? The direction of this research was to know response of society in Palembang City of moving the sidewalk trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring Market. The item that


(2)

measured from this research was a response of society that able to know from cognitive, affective, and conative aspect.

This research used the method of descriptive research. Population in this research was society in Palembang City has had age 17 to 57 years old. The sample will fixed by using Yamane Formula and then 100 persons that taken by Purposive Sampling. The method of collective data used was questioners, interviews, and documentations. Data processing of method that used was editing, tabulating and coding. The method of data analyze that used was a quantitative analyze by showing data used single table.

The result of the research was able know from aspect cognitive 100 respondents, in fact 45% respondents have had good knowledge to a moving the sidewalk trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring Market. From affective aspect 68% respondents chose pro in responding a moving the sidewalk trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring Market, while from conative 47% respondents were very positive attitude in response a moving the sidewalk trader of 16 Ilir Market to Retail Jakabaring Market.


(3)

ABSTRAK

SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR

PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

Oleh

Chandra Rossi

Pasar merupakan tempat pemenuhan kebutuhan primer masyarakat, tidak terkecuali masyarakat yang berada di Kota Palembang. Keberadaan pasar yang semakin menjamur di Kota Palembang semakin memenuhi sudut Kota Palembang dengan 22 buah pasar. Pasar yang terbesar adalah Pasar 16 Ilir Palembang yang memiliki luas tanah 1.283 m2. Melihat kondisi pasar yang semakin hari semakin ramai maka membuat para pedagang beralih berjualan di pasar ini, namun bangunan yang disediakan oleh Pemerintah Kota Palembang tidak mencukupi untuk menampung pedagang-pedagang kaki lima yang bermunculaan. Pedagang yang tidak tertampung ini menciptakan daerah di sekitar Pasar 16 khususnya di bawah Jembatan Ampera menjadi kotor dan kumuh. Melihat kondisi ini Pemerintah Kota Palembang berinisiatif memindahkan pedagang kaki lima ke pasar yang baru yaitu Pasar Retail Jakabaring. Pemindahan pedagang kaki lima inilah yang menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan.


(4)

Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Adapun yang diukur dari penelitian ini adalah sikap masyarakat yang dilihat dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Palembang yang berusia 17-57 tahun. Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Yamane sebanyak 100 orang yang diambil menggunakan rumus Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah editing, tabulasi, dan koding. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan penyajian data menggunakan tabel tunggal.

Hasil penelitian dapat diketahui dari aspek kognitif 100 responden, didapat 45% responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Dari aspek afektif 68% responden memilih setuju dengan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring, sedangkan dari aspek konatif diketahui 47% responden berperilaku sangat positif dalam menindaki pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara demokratis, dengan mengutamakan peran serta masyarakat menjadikan negara ini menjadi salah satu negara demokratis terbesar di dunia. Dimana peran serta masyarakat sangat penting dalam mewujudkan demokrasi yang berkeadilan sosial. Salah satu ciri dari negara demokratis adalah diselenggarakannya pemilihan umum. Pemilihan umum bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk di kursi parlemen dengan mandat dari konstituennya yang mempunyai tujuan yang mulia, yaitu mensejahterakan dan memanusiakan rakyat Indonesia. Seperti amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, “...yang melindungi segenap

bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Di era otonomi daerah seperti yang berkembang saat ini, pemilihan kepala daerah banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan. Provinsi ini merupakan Provinsi terkaya ke-5 di Indonesia setelah otonomi daerah. Dimana banyak sekali terdapat berbagai macam jenis sumber daya alam yang melimpah, sehingga untuk


(6)

me-manage semua hal ini dibutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai kredibilitas yang tinggi untuk memajukan dan mensejahterakan seluruh rakyatnya. Di Provinsi Sumatera Selatan terdapat 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota, dengan Kota Palembang sebagai ibukota Provinsi. Kota Palembang merupakan suatu daerah yang merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Kota Palembang seperti halnya kota-kota besar lainnya yang berada di Indonesia memiliki banyak permasalahan yang kompleks. Salah satunya adalah masalah pasar dan pedagang kaki lima. Pasar mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan, dengan adanya pasar semua kebutuhan dapat terpenuhi. Kondisi pasar yang sehat dan bersih merupakan tolak ukur dari keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya. Pasar dan pedagang kaki lima merupakan suatu rangkaian yang mungkin sulit untuk dipisahkan dengan keadaan umum pasar-pasar yang ada di Indonesia.

Kota Palembang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Selatan secara umum memiliki banyak pasar diantaranya Pasar Cinde, Pasar 7 Ulu, Pasar Gubah, Pasar Kuto, Pasar 16 Ilir dan masih banyak pasar-pasar lain yang tersebar di sudut Kota Palembang. Keberadaan pasar dirasakan semakin memenuhi


(7)

sudut Kota Palembang sehingga dirasa perlu adanya penataan kembali pasar-pasar yang ada di kota ini, terutama mengenai pedagang kaki lima yang berjualan tidak ditempat yang telah disediakan oleh pemerintah kota. Hal tersebut bertujuan untuk memperindah dan menata kota peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini. Salah satunya yang paling mencolok adalah keberadaan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir yang berada di pinggiran Sungai Musi. Pasar ini merupakan salah satu pasar terbesar yang berada di Kota Palembang. Letaknya yang strategis antara dua daratan yang terpisahkan oleh sungai menjadikan tempat ini sebagai tempat yang menjanjikan untuk lahan mencari nafkah. Nampak dengan banyaknya pedagang kaki lima (PK-5) yang ada di daerah tersebut.

Pemerintah Kota Palembang sebenarnya telah menyediakan tempat untuk pedagang kaki lima, yaitu dengan dibangunnya sebuah gedung plaza yang diberi nama Plaza 16 Ilir. Plaza ini berfungsi untuk menampung pedagang kaki lima yang hendak berjualan di daerah tersebut, namun banyaknya pedagang yang ingin berjualan di plaza tersebut tidak diimbangi dengan daya tampung plaza, sehingga para pedagang yang tidak kebagian lapak menggelar dagangannya di luar bagunan plaza. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan perubahan tatanan Kota Palembang. Pemerintah hanya bertujuan untuk menertibkan dan menata kawasan perdagangan di Kota Palembang agar menjadi nyaman dan tertib, sehingga akan tercipta kenyamanan, kebersihan, dan keindahan lingkungan kota yang akan menjadi kota bertaraf internasional ini.


(8)

Keberadaan pedagang yang membuka lapak dagangannya di luar gedung plaza dirasa cukup mengganggu. Terbukti dengan kondisi yang diciptakan oleh keberadaan pasar tersebut. Kesan kumuh dan kotor merupakan pemandangan yang lazim di daerah ini, sehingga dirasa perlu untuk memindahkan pedagang-pedagang yang memenuhi kolong Jembatan Ampera yang membelah Sungai Musi. Pemerintah Kota Palembang yang dipimpin oleh Eddy Santana Putra sebagai walikota telah menyiapkan tempat atau pasar pengganti, yaitu Pasar Retail Jakabaring. Pemerintah Kota Palembang memilih Jakabaring sebagai tempat relokasi pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir. Pasar ini disiapkan untuk menampung pedagang-pedagang dari Pasar 16 Ilir. Secara bertahap pedagang-pedagang-pedagang-pedagang tersebut dipindahkan ke lokasi baru yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Palembang.

Daerah yang dahulu merupakan pasar yang kumuh dan kotor dirubah oleh Pemerintah Kota Palembang menjadi satu taman kota yang indah. Taman kota ini diperuntukkan sebagai tujuan wisata bersaing dengan Kepulauan Riau. Wisatawan banyak yang berkunjung ke daerah ini setelah dibenahi, baik wisatan lokal maupun wisatawan asing. Tujuan lain dari dipindahkannya pedagang dari daerah 16 Ilir ini yaitu daerah ini dijadikan sentra wisata Sungai Musi atau Palembang Legendary City yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini disebabkan karena hampir semua aset wisata sejarah yang ada di kota ini berada di pinggiran sungai, sehingga membuat Pemerintah Kota Palembang terus


(9)

berbenah untuk mewujudkan Kota Palembang sebagai Legendary City

sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Hasilnya pada tahun 2007, 2008 dan 2009 Kota Palembang mendapatkan piala Adipura tiga tahun berturut-turut, padahal pada tahun 2005 kota ini mendapat predikat kota terkotor. Kota yang pada 17 Juni 2009 berulang tahun ke-1326 ini diikutkan pada penilaian Adipura tingkat ASEAN untuk kategori clean land yaitu kategori kota bersih dan teduh. Adipura tingkat ASEAN ini diikuti oleh seluruh negara ASEAN kecuali Singapura. Pada Oktober 2008 Walikota Palembang mewakili Indonesia untuk menerima penghargaan kategori kota bersih di negara-negara ASEAN. Ditunjuknya Palembang sebagai kota yang mewakili Indonesia ke Hanoi Vietnam untuk menerima penghargaan bidang lingkungan katagori clean land didasari atas prestasi Palembang dalam bidang lingkungan dan air bersih. Khusus persoalan air bersih, target 2008 yang mematok 80 persen masyarakat kota dialiri air bersih sudah menjadi kenyataan dan kini target dipeluas hingga ke angka 90 persen warga Palembang dapat menikmati air bersih. Belum lagi keberhasilan dalam penataan lokasi pemukiman kumuh dan kebersihan kota yang sudah mendapat tiga kali piala Adipura dan Palembang dinyatakan sebagai kota terbersih oleh kementerian lingkungan hidup. Begitu pun dengan sistem pengairan, drainase dan penataan lokasi pemukiman kumuh, Departemen Pekerjaan Umum juga menempatkan Palembang sebagai kota urutan teratas yang berhak mendapat penghargaan. (http://palembang.go.id diakses pada 10 Juni 2009 pukul 00.08 wib)


(10)

Kebijakan relokasi pedagang kaki lima di daerah 16 Ilir ini banyak menuai

pro dan kontra dari berbagai kalangan yang ada di Kota Palembang. Salah satunya adalah kelompok pro demokrasi.

Hasil yang didapat peneliti pada saat pra-riset mengenai masalah kependudukan di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, jumlah penduduk di Kota Palembang pada pertengahan tahun 2006 adalah sebesar 1.369.529 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2007 adalah sebesar 1.394.954 jiwa atau meningkat 1,88 persen dari tahun 2006.

Kota Palembang memiliki 16 Kecamatan, diantaranya sebagai berikut : 1. Ilir Barat II

2. Gandus

3. Seberang Ulu I 4. Kertapati 5. Seberang Ulu II 6. Plaju

7. Ilir Barat I 8. Bukit Kecil 9. Ilir Timur I 10.Kemuning 11. Ilir Timur II 12. Kalidoni 13. Sako 14. Sukarami

15. Sematang Borang 16. Alang-alang Lebar

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Hasil yang didapatkan penulis pada pra-riset tanggal 14-17 April 2009 di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Tahun 2007, wilayah administrasi Kota Palembang mengalami pemekaran wilayah, saat ini jumlah kecamatan di Kota Palembang menjadi 16 kecamatan dan 107


(11)

kelurahan yang sebelumnya hanya 14 kecamatan dan 103 kelurahan. Dua kecamatan baru tersebut adalah Kecamatan Alang-alang Lebar yang merupakan pecahan dari Kecamatan Sukarami kemudian Kecamatan Sematang Borang yang merupakan pecahan dari Kecamatan Sako.

Sementara 4 kelurahan yang baru adalah Kelurahan Talang Jambe yang merupakan pecahan Kelurahan Talang Betutu, Kelurahan Sukodadi yang merupakan pecahan Kelurahan Alang-alang Lebar dan Sako Baru pecahan dari Kelurahan Sako, yang terakhir adalah Kelurahan Karya Mulya pecahan dari Kelurahan Sukamulya. Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 19 dan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2007 yang diundangkan tanggal 23 Juli 2007 dalam Lembaran Daerah Kota Palembang Nomor 20 Tahun 2007.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ bagaimana sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.


(12)

D. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumbangan bagi perkembangan ilmu pemerintahan yang berkaitan dengan salah satu kajian manajemen pemerintahan khususnya mengenai kebijakan pemerintah dalam hal ini pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring, serta sebagai sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang akan atau sedang melakukan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Palembang untuk dapat lebih meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan terhadap warga masyarakat Palembang.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap dalam buku karangan Abu Ahmadi yang dalam bahasa inggris disebut attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada 1862 untuk menunjuk suatu status mental seseorang. Menurut L.L. Thurstone dalam Abu Ahmadi (2002 : 163) mengatakan bahwa sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi tersebut meliputi simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Menurut Gerungan (2004 : 161)

“Attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitude itu lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu

hal.”

Beberapa ahli dalam Abu Ahmadi (2002 : 163) mengemukakan pendapat mengenai sikap antara lain :

a. Zimbardo dan Ebbesen

Sikap adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau objek yang berisi komponen-komponen kognitif, afektif, dan behavior.


(14)

b. David Krench dan RS. Crutchfield

Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu. c. John Harvey dan Wiliam P. Smith

Sikap merupakan kesiapan secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi.

G.W. Allport dalam David O.Sears (1985 : 137) mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi berkaitan dengannya.

Berdasarkan beberapa konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan yang terdapat dalam diri manusia terhadap objek tertentu yang menimbulkan respon dalam bentuk positif atau negatif. Pada penelitian ini yang menjadi objek kajian penelitian yaitu kebijakan Pemerintah Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

2. Ciri-ciri Sikap

Menurut Bimo Walgito (1983 : 54) ciri-ciri sikap antara lain :

a. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa individu atau manusia pada waktu lahir belumlah membawa sesuatu sikap tertentu. Karena sikap tidak dibawa sejak individu itu dilahirkan, maka sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu tersebut.

b. Selalu adanya hubungan antara individu dengan objek. Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek. Melalui proses pengenalan atau persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang bersifat positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek yang bersangkutan. Jadi sifat hubungan ini akan menimbulkan sikap yang tertentu pula.

c. Sikap dapat tertuju kepada satu objek saja, tetapi juga dapat kepada sekumpulan objek-objek.


(15)

d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar. Jika suatu sikap telah terbentuk dan merupakan salah satu nilai dalam kehidupan seseorang, maka secara relative sikap itu akan sulit mengalami perubahan dan jika berubah maka prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. e. Sikap mengandung faktor perasaan dan faktor motif. Ini berarti bahwa

sikap terhadap suatu objek akan selalu diikuti adanya perasaan yang tertentu pula, apakah perasaan yang bersifat positif (senang) atau negatif (tidak senang) terhadap objek tersebut.

3. Fungsi Sikap

Fungsi sikap menurut Abu Ahmadi (2002 : 179) antara lain :

a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan dan pengalaman bersama biasanya ditandai adanya sikap anggota yang sama terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi rantai penghubung antar orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompoknya yang lain. Oleh karena itu anggota-anggota kelompok yang mengambil sikap sama terhadap objek tertentu dapat meramalkan tingkah laku terhadap anggota-anggota lainnya. b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa

tingkah laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi-aksi tak ada pertimbangan, tetapi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan/penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalamn ini diberi penilaian, lalu dipilih. Tentu saja pemilihan itu ditentukan atas tinjauan apakah pengalaman-pengalaman itu mempunyai arti baginya atau tidak. Jadi manusia setiap saat mengadakan pemilihan-pemilihan, dan semua perangsang tidak semuanya dapat dilayani. Sebab kalau tidak


(16)

demikian akan mengganggu manusia. Tanpa pengalaman tak ada keputusan dan tak dapat melakukan perbuatan.

d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-obek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari pada sikap orang tersebut dan dengan mengetahui sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan dan Pengubahan Sikap

Pada dasarnya sikap terbentuk dari individu dari setia orang dan berkembang dalam dirinya, faktor pengalaman sangatlah penting dalam proses pembentukan sikap. Namun demikian, faktor dari luar diakui dapat juga mempengaruhi sikap individu tersebut. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengaruh tersebut, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Menurut Abu Ahmadi (2002 : 171) faktor intern merupakan faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa

selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

Hal yang sama yang diungkapkan oleh Gerungan (2004 : 168) yaitu selektivitas dalam pengamatan senantiasa berlangsung karena individu


(17)

manusia tidak dapat memperhatikan semua rangsangan yang datang dari lingkungannya dengan taraf perhatian yang sama.

b. Faktor Eksternal

Menurut Abu Ahmadi (2002 : 171) faktor eksternal merupakan faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok.

Menurut M.Sherif dalam Gerungan (2004 : 168) garis besar sikap mengenai faktor eksternal mencakup dua hal

1. Dalam interaksi kelompok, di mana terdapat hubungan timbal-balik yang langsung antara manusia

2. Karena komunikasi, di mana terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.

5. Metode Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Menurut Abu Ahmadi (2002 : 182)

a. Pengukuran sikap secara langsung yaitu peneliti meminta pendapat suatu individu mengenai bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah. Dalam pengukuran ini dapat menggunakan beberapa skala, misalnya Skala Thurstone, Skala Likert, Skala Bogardus, dan Skala Perbedaan Semantik (The Semantic Different Scale).

b. Pengukuran sikap secara tidak langsung yaitu metode pengukuran sikap yang bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan atau verbal.


(18)

6. Aspek-Aspek Sikap

Menurut Abu Ahmadi (2002 : 162) tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek yaitu :

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif yaitu aspek yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif yaitu aspek yang berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu.

c. Aspek Konatif

Aspek konatif yaitu aspek yang berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dalam penelitian ini yaitu kesiapan untuk memberikan sikap atau respon terhadap objek yang dihadapinya. Sikap atau tanggapan tersebut merupakan suatu hal untuk mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut, dalam hal ini adalah pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring, yang berhubungan dengan beberapa aspek sikap. Aspek tersebut terdiri dari aspek kognitif yang berkaitan dengan pandangan atau pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai suatu hal yang dalam penelitian ini yaitu terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Aspek afektif yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan seseorang terhadap suatu objek tertentu yang menimbulkan perasaan pro, netral atau


(19)

kontra terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring dan aspek konatif yaitu aspek yang berkaitan dengan prilaku dengan kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu hal dengan cara-cara tertentu dengan menanggapi pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.

B. Tinjauan Tentang Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Masyarakat dalam buku Ilmu Sosial Dasar (1998 : 63) karangan Munandar Soelaeman berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, yang artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.

Menurut WJS. Poerwodarminto dalam Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 88) masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara aturan yang tertentu. Sedangkan menurut Linton yang dikutip oleh Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 88), mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia, yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan


(20)

dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekumpulan atau sehimpunan manusia yang telah cukup lama hidup bersama dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dengan ikatan-ikatan dan batas-batas tertentu.

2. Unsur Masyarakat

Menurut Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 90) yang menjadi unsur dari masyarakat yaitu :

a. Harus ada kelompok (pengumpulan) manusia, dan harus banyak jumlahnya, dan bukan mengumpulkan barang.

b. Telah berjalan dalam waktu yang lama dan bertempat tinggal dalam daerah yang tertentu.

c. Adanya aturan (undang-undang) yang mengatur mereka bersama, untuk maju kepada satu cita-cita yang sama.

3. Ciri-ciri masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Abdulsyani (2002 : 32), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu :

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.


(21)

b. Bersama untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbulah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

4. Masyarakat Kota

Kota menurut Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 228) adalah sebagai pusat pendomisian bertingkat-tingkat sesuai dengan sistem administrasi Negara yang bersangkutan.

Beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kota yang dikutip oleh P.J.M Nas (1979 : 29) antara lain :

1. Wirth

Ia merumuskan kota sebagai pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

2. Max Weber

Ia menganggap suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

3. Marx dan Engels

Mereka memandang kota sebagai “perserikatan” yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat-alat yang diperlukan agar supaya anggota-anggota dapat mempertahankan diri.


(22)

Jika melihat pendapat dari Max Weber, ia menitik beratkan kota pada pasar sebagai ciri kota, di samping sifatnya sebagai benteng dan sebagai sistem hukum tersendiri. Jadi dapat disimpulkan kota adalah suatu pemukiman yang relatif padat yang berisi orang-orang yang heterogen dalam kedudukan sosial yang digunakan untuk mempertahankan diri. Sedangkan masyarakat kota adalah masyarakat yang hidup di suatu tempat yang merupakan pemukiman yang relatif padat dan bersifat heterogen.

Dari pengertian di atas, maka ciri-ciri masyarakat kota menurut Hartomo dan Arnicun Aziz (2004 : 233-235) antara lain :

1. Hiterogenitas Sosial

Kota merupakan tempat bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-masing kelompok berusaha di atas kelompok yang lain. Maka dari itu sering terjadi usaha untuk memperkuat kelompoknya untuk melebihi kelompok yang lain. Misalnya, mengumpulkan dan mengorganisir anggota kelompoknya secara rapi, memelihara jumlah anak yang banyak bagi kelompok minoritas dan sebagainya. Di samping itu kepadatan penduduk memang mendorong terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang.

2. Hubungan Sekunder

Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesama anggota (orang lain) serba terbatas pada bidang hidup tertentu.

3. Toleransi Sosial

Pada masyarakat kota orang tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya secara mendasar dan pribadi, sebab masing-msaing anggota mempunyai kesibukan sendiri. Sehingga kontrol sosial pada masyarakat kota dapat dikatakan lemah sekali. Walaupun ada control sosial tetapi sifatnya non pribadi. Selama tingkah laku dari orang yang bersangkutan tidak merugikan umum atau tidak bertentangan dengan norma yang ada, masih dapat diterima dan ditolerir.

4. Kontrol Sekunder

Anggota masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan, tetapi secara pribadi atau sosial berjauhan.


(23)

5. Mobilitas Sosial

Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun tempat tinggal.

6. Individual

Akibat hubungan sekunder, maupun kontrol sekunder, maka kehidupan masyarakat di kota menjadi individual. Apakah yang mereka inginkan dan rasakan, harus mereka rencana dan laksanakan sendiri. Bantuan dan kerja sama dari anggota masyarakat yang lain sulit untuk diharapkan.

7. Ikatan Sukarela

Walaupun hubungan sosial bersifat sekunder, tetapi dalam organisasi tertentu yang mereka sukai secara sukarela ia menggabungkan diri dan berkorban.

8. Segresi Keruangan

Akibat dari hiterogenitas sosial dan kompetisi ruang, terjadi pola sosial yang berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan sebagainya. Maka dari itu akhirnya terjadi pemisahan tempat tinggal dalam kelompok-kelompok tertentu.

C. Tinjauan Tentang Sikap Masyarakat

Abu Ahmadi (2002 : 166) menyatakan bahwa sikap masyarakat atau sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya terhadap objek sosial dan dinyatakan berulang-ulang.

Selanjutnya Gerungan (2004 : 161) merumuskan sikap sosial sebagai berikut:

“Suatu sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial, dan biasanya sikap sosial itu dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok

atau masyarakat.”

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat atau sikap sosial merupakan suatu sikap terhadap suatu


(24)

objek yang terjadi berulang-ulang yang dimiliki oleh banyak orang atau sekelompok orang.

D. Tinjauan Tentang Pasar

1. Pasar 16 Ilir Palembang

Menurut Max Weber dalam P.J.M. Nas (1979 : 29) suatu daerah dapat dikatakan sebagai kota yaitu apabila masyarakat setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

Pendapat Max Weber ini menyatakan bahwa pentingnya peranan suatu pasar dalam kehidupan dan tata masyarakat perkotaan. Menurutnya pasar merupakan ciri dari kota disamping sifatnya sebagai benteng dan sebagai sistem hukum tersendiri. Kota Palembang yang memiliki banyak pasar yang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya sendiri telah dapat dikatakan sebagai kota jika merujuk dari pendapat Max Weber yang menekankan kota pada pasar sebagai ciri utamanya.

Salah satu pasar yang dimiliki di Kota Palembang yaitu Pasar 16 Ilir. Daerah Pasar 16 Ilir terdapat di tepian Sungai Musi dan telah ada sejak awal abad ke-20, yang dahulu merupakan daerah pemukiman. Sebagaimana sifat orang Melayu Palembang, kawasan tepian sungai terutama tepian Sungai Musi merupakan pilihan tepat karena pada saat itu jalur transportasi hanya melalui jalur air yang menggunakan perahu sebagai alat transportasinya. Sejalan dengan perkembangannya daerah


(25)

yang dulunya pemukiman berubah fungsi menjadi lahan pencari nafkah masyarakat sekitar. Tempat tersebut berubah menjadi Pasar yang kemudian diberi nama Pasar 16 Ilir, ini dikarenakan pasar tersebut terletak di daerah 16 Ilir. Nama 16 Ilir sendiri merupakan sisa-sisa dari jaman penjajahan Belanda yang dahulu menduduki Kota Palembang. Pemberian nama 16 Ilir tersebut merupakan salah satu strategi perang Belanda untuk mengecoh gerilyawan perang.

2. Pasar Retail Jakabaring

Jakabaring merupakan daerah yang terdapat di Kecamatan Seberang Ulu yang merupakan daerah pengembangan pembangunan. Sebelum tahun 2004 daerah ini masih merupakan daerah yang terdiri dari rawa-rawa dan belum banyak penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Akhirnya pada saat Kota Palembang dijadikan tuan rumah pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XIV pada 2004, daerah ini banyak mengalami perubahan dengan berbagai macam pembangunan di berbagai sektor. Mulai dari pembangunan sarana dan prasarana olah raga sampai pembangunan perkampungan atlit. Kantor-kantor dinas pun banyak yang dipindahkan ke daerah ini sehingga perekonomian di daerah ini semakin meningkat.

Di Jakabaring masih banyak terdapat lahan kosong yang belum diolah sehingga oleh Walikota Palembang saat itu Eddy Santana Putra dibuat sebuah pasar. Pasar inilah yang menjadi tempat tujuan setelah pedagang


(26)

kaki lima Pasar 16 Ilir direlokasi. Tidak hanya pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir saja yang pindah ke Pasar Jakabaring ini, namun banyak pedagang pasar yang ada di Kota Palembang dipindahkan ke pasar ini, kemudian pasar ini disebut Pasar Retail Jakabaring.

E. Kerangka Pikir

Menurut Widayat dan Amirullah dalam Masyhuri dan Zainuddin (2008 : 113) kerangka berpikir atau juga disebut kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Sedangkan menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2008 : 34) kerangka berpikir ialah penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi obyek permasalahan kita.

Di Indonesia banyak terdapat daerah setingkat kota atau kabupaten yang menoreh prestasi yang telah diraihnya, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran serta masyarakat yang ikut menyukseskan program-program atau kebijakan yang telah digulirkan oleh pemerintah.

Permasalahan pun menjadi semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya mengenai pengelolaan pasar. Di Kota Palembang banyak terdapat pasar-pasar tradisional yang berfungsi sebagai pusat pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pasar 16 Ilir menjadi pasar yang sangat sentral di kota ini karena letaknya yang terdapat di pinggiran Sungai


(27)

Musi dan luasnya yang mencapai 1.283 m2. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Sumatera Selatan, Pasar 16 Ilir memiliki 1.148 pedagang kaki lima yang setiap tahun jumlahnya semakin bertambah. Pemerintah Kota Palembang memberikan tempat yang layak bagi para pedagang untuk berjualan berbagai macam kebutuhan. Mengingat lokasinya yang strategis maka makin banyak pedagang yang ingin membuka usahanya di Plaza 16 Ilir, sehingga menyebabkan tidak dapat ditampungnya semua pedagang di tempat tersebut. Jadi para pedagang yang tidak kebagian tempat membuka usahanya di luar tempat, sehingga menyebabkan para pedagang berjualan di luar plaza dan menyebabkan ketidakteraturan di sekitar daerah plaza tersebut.

Mempertimbangankan hal tersebut Pemerintah Kota Palembang memindahkan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke pasar baru yaitu Pasar Retail Jakabaring. Pemindahan ini bertujuan untuk menata ulang kembali tatanan Kota Palembang. Daerah yang ditinggalkan Pasar 16 Ilir dijadikan taman wisata sejalan dengan penetapan daerah 16 Ilir sebagai sentra wisata Sungai Musi atau Palembang Legendary City. Selain itu pemindahan lokasi pasar ini juga bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di daerah Jakabaring, karena Jakabaring masih merupakan daerah yang harus dikembangkan mengingat potensi lahannya yang sangat luas.

Partisipasi, sikap, dan dukungan dari masyarkat sangatlah penting dalam hal pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring. Ketika pemindahan tersebut menghadapi kendala, karena ada sebagian


(28)

masyarakat ataupun pedagang yang kontra terhadap kebijakan Pemerintah Kota Palembang tersebut. Jadi masyarakat mempunyai peran yang sentral dalam mewujudkan terlaksananya dengan tepat kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Untuk memperoleh gambaran mengenai sikap seperti yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2002 : 162) yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif.

1. Aspek kognitif (aspek perseptual), yaitu aspek yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, pengalaman, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. 2. Aspek afektif (aspek emosional), yaitu aspek yang berkaitan dengan rasa

senang atau tidak senang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.

3. Aspek konatif (aspek perilaku), yaitu aspek yang berkaitan dengan kecenderungan orang untuk bertindak terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.


(29)

Gambar kerangka pikir dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 1. Bagan kerangka pikir sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring

Sikap Masyarakat

Pemindahan Pedagang Kaki Lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring

Aspek Kognitif

Aspek Afektif

Aspek Konatif


(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif yang berdasarkan pada data kuantitatif. Penelitian deskriftif menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2008 : 4) bermaksud membuat pemeriaan (penyandraan) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.

Ciri-ciri penelitian deskriftif menurut Masyhuri dan M. Zainuddin (2008 : 34) adalah :

a. Memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena b. Menerangkan hubungan (korelasi)

c. Menguji hipotesis yang diajukan d. Membuat prediksi (forcase) kejadian

e. Memberikan arti atau makna atau implikasi pada suatu masalah yang diteliti. Jadi penelitian deskripsi mempunyai cakupan yang lebih luas.

Kuantitatif menurut Jonathan Sarwono adalah mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. (www.geocities.com/jsarwono_bbrc diakses pada 30 Mei 2009 pukul 14.16)


(31)

B. Definisi Konseptual

Konsep menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1995 : 33) adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak : kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Sikap

Sikap adalah kecenderungan yang terdapat dalam diri manusia terhadap objek tertentu yang menimbulkan respon dalam bentuk positif atau negatif. Pada penelitian ini yang menjadi objek kajian penelitian yaitu kebijakan Pemerintah Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring. Sikap masyarakat tersebut diukur dengan menggunakan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan konatif, yang merupakan aspek pengetahuan, emosional atau perasaan dan tindakan. Sikap tersebut nantinya akan memberikan pernyataan terhadap objek tersebut yang akan menimbulkan pernyataan setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.

2. Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan atau sehimpunan manusia yang telah cukup lama hidup bersama dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dengan ikatan-ikatan dan batas-batas tertentu. Masyarakat dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Palembang.


(32)

3. Pemindahan Pedagang Kaki Lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring

Pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring adalah solusi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palembang untuk mewujudkan keindahan tata kota yang teratur dan bersih. Pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, baik masyarakat daerah yang ditinggal maupun daerah yang dituju. Daerah Pasar 16 yang ditinggalkan dibagun menjadi taman-taman kota yang menjadi tempat tujuan wisata sesuai dengan ketetapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadikan daerah ini sebagai sentra wisata Sungai Musi atau Palembang Legendary City.

C. Definisi Operasional

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1995 : 46) definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Aspek Kognitif (Pengetahuan)

Merupakan pengetahuan masyarakat tentang pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring meliputi :


(33)

a. Pengetahuan masyarakat tentang pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

b. Pengetahuan masyarakat tentang lokasi pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

c. Pengetahuan masyarakat tentang alasan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

d. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

e. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

2. Aspek Afektif (Perasaan)

Merupakan perasaan maupun sikap masyarakat terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring, yaitu meliputi :

a. Perasaan masyarakat terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

b. Perasaan masyarakat terhadap lokasi pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

c. Perasaan masyarakat terhadap alasan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

d. Perasaan masyarakat terhadap tujuan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

e. Perasaan masyarakat terhadap manfaat pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.


(34)

3. Aspek Konatif (Tindakan)

Merupakan pengetahuan masyarakat tentang pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring meliputi :

a. Kecenderungan bertindak yang dilakukan masyarakat terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

b. Ketertarikan masyarakat terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

c. Keoptimisan masyarakat terhadap keberhasilan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

d. Keoptimisan masyarakat terhadap keberhasilan tujuan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

e. Keoptimisan masyarakat terhadap manfaat yang dicapai dari pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring

D. Sumber Data

Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dilihat dari karakteristik sumbernya terbagi menjadi :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian, dengan cara menggali secara


(35)

langsung dari responden yang merupakan hasil dari teknik pengumpulan data melalui kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan. Data sekunder ini digunakan sebagai pendukung. Sumber data sekunder antara lain berupa wawancara untuk mendukung data utama yang diperoleh dari kuisioner, literatur, berita surat kabar, website, serta dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring. Untuk itu dirasa perlu untuk mengetahui pendapat masyarakat Kota Palembang yang memiliki populasi satu juta lebih penduduk. Lokasi penelitian ini adalah di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam buku karangan Burhan Bungin (2008 : 99) adalah berasal dari kata bahasa Inggris population, yang berarti jumlah penduduk. Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2008 : 42) populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok obyek yang lengkap dan jelas.


(36)

Berdasarkan pernyataan tersebut maka populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Palembang yang berjumlah 1.394.954 jiwa yang diwakili oleh 301.401 kepala keluarga (KK). Kota Palembang terbagi dalam enam belas kecamatan , yaitu Kecamatan Ilir Barat II, Kecamatan Gandus, Kecamatan Seberang Ulu I, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Seberang Ulu II, Kecamatan Plaju, Kecamatan Ilir Barat I, Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Ilir Timur I, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Ilir Timur II, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Sako, Kecamatan Sukarami, Kecamatan Sematang Borang, dan Kecamatan Alang-alang Lebar. Data yang diperoleh pada pra-riset tanggal 14-17 April 2009, jumlah kepala keluarga per kecamatan di Kota Palembang pada tahun 2007 adalah sebagai berikut :

a. Ilir Barat II : 13.154 kepala keluarga

b. Gandus : 11.439 kepala keluarga

c. Seberang Ulu I : 33.131 kepala keluarga

d. Kertapati : 17.618 kepala keluarga

e. Seberang Ulu II : 20.597 kepala keluarga

f. Plaju : 17.706 kepala keluarga

g. Ilir Barat I : 26.603 kepala keluarga

h. Kemuning : 20.952 kepala keluarga

i. Ilir Timur II : 32.818 kepala keluarga

j. Kalidoni : 22.579 kepala keluarga

k. Sako : 19.911 kepala keluarga


(37)

m. Sematang Borang : -

n. Alang-alang Lebar : -

Total jumlah kepala keluarga yang berada di Kota Palembang adalah 301.401 kepala keluarga. Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Alang-alang Lebar belum memiliki angka kepala keluarga yang pasti karena data-data tersebut masih tergabung dengan Kecamatan Sako dan Kecamatan Sukarami. Data Kecamatan Sematang Borang masih tergabung dengan Kecamatan Sako sedangkan data Kecamatan Alang-alang Lebar masih tergabung dengan Kecamatan Sukarami.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Masyhuri dan Zainuddin ( 2008 : 155) sampel adalah suatu contoh yang diambil dari populasi. Adapun yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah kepala keluarga yang berada di Kota Palembang yang jumlahnya sebanyak 301.401 kepala keluarga.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

proporsionan sampling. Menurut Burhan Bungin (2008 : 114)

proporsional sampling merupakan teknik sampling yang agak lebih leluasa dalam penggunaannya, yaitu teknik ini dapat digunakan pada populasi berstrata, populasi area maupun populasi cluster.

Maka penelitian ini sampel yang akan diambil menggunakan rumus presisi yakni rata-rata sampel dari rumus T. Yamane yang dikutip oleh Burhan Bungin (2008 : 105).


(38)

Rumus yang digunakan :

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dicari N = Jumlah populasi

d = Nilai presisi (0,1) 1 = Nilai Konstanta

Berdasarkan rumus pengambilan sampel di atas maka sampel dalam penelitian ini adalah

301.401 n =

301.401 (0,1)2 + 1 301.401

n =

3014,01 + 1 301.401 n =

3015,01

n = 99,97 dibulatkan menjadi 100

Berdasarkan rumus penentuan sampel di atas maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Setelah didapat sampel yang dibutuhkan, menurut Jalalludin Rahmat (1997 : 82) langkah yang kedua adalah menentukan sampel perkelompok atau perkecamatan dari 100 sampel yang telah didapat,


(39)

yaitu dengan menggunakan rumus penentuan sampel agar sampel lebih proporsional.

Rumus yang digunakan :

Keterangan :

Ni = Jumlah populasi dari masing-masing kelompok N = Jumlah keseluruhan populasi

n = Jumlah sampel yang diambil (Jalalludin Rahmat, 1997 : 82)

Berdasarkan rumus pengambilan sampel kelompok di atas maka sampel kelompok dalam penelitian ini adalah :

a. Kecamatan Ilir Barat II 13154

ni = x 100 301401

ni = 4, 36 dibulatkan menjadi 4 b. Kecamatan Gandus

11439

ni = x 100 301401


(40)

c. Kecamatan Seberang Ulu I 33131

ni = x 100 301401

ni = 10, 99 dibulatkan menjadi 11 d. Kecamatan Kertapati

17618

ni = x 100 301401

ni = 5, 84 dibulatkan menjadi 6 e. Kecamatan Seberang Ulu II

20597

ni = x 100 301401

ni = 6, 83 dibulatkan menjadi 7 f. Kecamatan Plaju

17706

ni = x 100 301401

ni = 5, 87 dibulatkan menjadi 6 g. Kecamatan Ilir Barat I

26603

ni = x 100 301401


(41)

h. Kecamatan Bukit Kecil 9967

ni = x 100 301401

ni = 3, 30 dibulatkan menjadi 3 i. Kecamatan Ilir Timur I

16946

ni = x 100 301401

ni = 5, 62 dibulatkan menjadi 6 j. Kecamatan Kemuning

20952

ni = x 100 301401

ni = 6, 95 dibulatkan menjadi 7 k. Kecamatan Ilir Timur II

32818

ni = x 100 301401

ni = 10, 88 dibulatkan menjadi 11 l. Kecamatan Kalidoni

22579

ni = x 100 301401


(42)

m.Kecamatan Sako 19911

ni = x 100 301401

ni = 6, 60 dibulatkan menjadi 7 n. Kecamatan Sukarami

37978

ni = x 100 301401

ni = 12, 60 dibulatkan menjadi 12

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 1. Rincian Jumlah Sampel

No Kecamatan Jumlah Kepala Keluarga Sampel

1 Ilir Barat II 13.154 4

2 Gandus 11.439 4

3 Seberang Ulu I 33.131 11

4 Kertapati 17.618 6

5 Seberang Ulu II 20.597 7

6 Plaju 17.706 6

7 Ilir Barat I 26.603 9

8 Bukit Kecil 9.967 3

9 Ilir Timur I 16.946 6

10 Kemuning 20.952 7

11 Ilir Timur II 32.818 11

12 Kalidoni 22.579 7

13 Sako 19.911 7

14 Sukarami 37.978 12

Jumlah 301.401 100


(43)

Proses penyebaran sampel menggunakan Purposive Sampling. Menurut Joko Subagio (1997 : 31) Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan subyektif peneliti. Sebagai sampel harus memenuhi persyaratan yang dibuat sebagai kriteria.

Kriteria dan pertimbangan yang dilakukan dalam memilih sampel agar lebih terbukti perolehan informasinya, yaitu sebagai berikut :

a. Masyarakat Kota Palembang yang minimal telah berdomisili selama ± 5 tahun di Palembang;

b. Masyarakat dapat membaca dan menulis;

c. Masyarakat Kota Palembang yang telah terdaftar di kecamatan yang ada di Kota Palembang sebagai penduduk Kota Palembang yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data secara kuisioner, wawancara dan dokumentasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pada penelitian ini.

1. Teknik Kuesioner

Menurut Burhan Bungin (2008 : 123) metode angket atau kuesioner merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, kuesioner dikembalikan kepada peneliti.


(44)

Kuesioner ditujukan kepada sampel yang telah diambil dari jumlah populasi kepala keluarga yang berada di Kota Palembang.

2. Teknik Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan topik penelitian. Menurut Moh. Nazir dalam Burhan Bungin (2008 : 126) wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai.

Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk menunjang data utama yang didapatkan dari kuisioner. Informan dalam hal ini adalah Suparman Kasup, Direktur Administrasi dan Keuangan Perusahaan Daerah Pasar Palembang Jaya, Sekretaris Koperasi Serba Usaha Tunas Baru Djunaida Handayani sebagai pengelola Pasar Retail Jakabaring, H.Hasan selaku pengelola harian Pasar Retail Jakabaring dan beberapa pedagang yang terkena relokasi.

3. Teknik Dokumentasi

Menurut Sartono Kartodirdjo dalam Burhan Bungin (2008 : 144) teknik dokumentasi adalah teknik yang digunakan untuk menelusuri data historis. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang berupa artikel, arsip, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan subjek dan objek penelitian. Dokumentasi dalam hal ini diperoleh dari data yang terdapat di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan mengenai data jumlah


(45)

penduduk. Dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dan dapat membantu dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

H. Teknik Penentuan Skor

Untuk mengolah data yang berbentuk kuisioner yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan, masing-masing pernyataan diberikan alternatif jawaban berdasarkan Metode Likert. Alternatif jawaban berdasarkan Metode Likert dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Alternatif jawaban dengan menggunakan Metode Likert

Pernyataan Dengan Memilih Jawaban Skor

Sangat tahu/sangat setuju/sangat mendukung/sangat optimis 5

Tahu/setuju/mendukung/optimis 4

Cukup tahu/cukup setuju/cukup mendukung/cukup optimis 3 Tidak tahu/tidak setuju/tidak mendukung/tidak optimis 2 Sangat tidak tahu/sangat tidak setuju/sangat tidak

mendukung/sangat tidak yakin 1

Sumber : Data diolah 2009

I. Teknik Pengolahan Data

Data penelitian yang telah didapat akan diolah menggunakan langkah-langkah berikut :

1. Tahap Editing

Menurut Burhan Bungin (2008 : 165) editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Tahap editing adalah tahap memeriksa kembali data yang berhasil


(46)

diperoleh dalam rangka menjamin keabsahannya (validitas) untuk kemudian dipersiapkan ketahap selanjutnya yaitu memeriksa hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden.

2. Tahap Koding

Tahap koding adalah tahap dimana jawaban dari responden diklasifikasikan menurut jenis pertanyaan untuk kemudian diberi kode dan dipindahkan dalam tabel kode atau buku kode.

3. Tahap Tabulasi

Tahap tabulasi adalah tahap mengelompokan jawaban-jawaban yang serupa secara teratur dan sistematis. Tahap ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban responden yang serupa. Melalui tabulasi data akan tampak ringkas dan bersifat merangkum. Pada penelitian ini data-data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian disusun kedalam bentuk tabel, sehingga pembaca dapat melihat dan memahaminya dengan mudah.

4. Tahap Interpretasi Data

Tahap interpretaasi data yaitu tahap untuk memberikan penafsiran atau penjabaran dari data yang ada pada tabel untuk dicari maknanya yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban dari responden dengan hasil yang lain, serta dari dokumentasi yang ada.


(47)

J. Teknik Analisis Data

Menurut Sofian Effendi dan Chris Manning dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1995 : 263) analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan penggunaan tabel tunggal, yaitu metode yang dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel untuk menghitung frekuensi dan membuat persentase sebagai uraian mengenai hasil akhir penelitian.

Tabel tunggal dipergunakan untuk menggambarkan jawaban responden terhadap sikap masyarakat Kota Palembang mengenai pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring. Sedangkan skala pengukuran yang digunakan ialah skala likert. Menurut Sulisyanto (2005 : 23) skala likert digunakan untuk mengukur persepsi, pendapat, sikap serta penilaian seseorang tentang fenomena sosial.

Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan dan menentukan skor jawaban, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data menggunakan penghitungan rumus interval. Analisis data dengan menggunakan analisis kuantitatif kemudian dijelaskan secara kualitatif.


(48)

Perhitungan menggunakan rumus interval menggunakan rumus sebagai berikut :

NT - NR I =

K

Keterangan :

I = Interval nilai skor Nt = Nilai tertinggi Nr = Nilai terendah K = Kategori jawaban Sutrisno Hadi (1998 : 421)

Selanjutnya untuk mengetahui persentase dari jawaban responden menggunakan rumus persentase berikut ini :

Keterangan : P : Presentase

F : Frekuensi pada klasifikasi kategori yang bersangkutan N : Jumlah frekuensi dari seluruh klasifikasi/kategori Soerjono Soekanto (1986 : 268)

Setelah dihitung dan didapatkan persentasenya dari data yang ada, maka hasil dari data tersebut akan diinterpretasikan untuk mendapatkan jawaban penelitian mengenai sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.


(49)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kota Palembang

Kota Palembang merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatera Selatan yang saat ini memiliki 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota yang sekaligus merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Palembang adalah kota terbesar di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum dihancurkan oleh Majapahit. Hingga sekarang bekas area Kerajaan Sriwijaya masih terdapat di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang.

Setelah dihancurkan oleh berbagai peristiwa mulai dari penyerbuan pasukan maritim barbar dan isolasi dari majapahit, kota ini lalu sangat terpengaruh budaya Jawa dan Melayu. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budaya yang berkembang di Palembang. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas dan Raden Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.

Kota Palembang memiliki komunitas Tionghoa yang cukup besar. Makanan khas daerah ini adalah pempek Palembang, tekwan, model, celimpungan, kue


(50)

maksuba, kue 8 jam, kue engkak, laksan, burgo, dll. Makanan seperti pempek atau tekwan mengesankan Chinese Taste masyarakat Palembang.

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi, sehingga tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja Melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberikannya nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka di Semenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.

Sebelum masa NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi 5 fase utama, antara lain :


(51)

1) Fase sebelum Kerajaan Sriwijaya merupakan zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu sungai musi merupakan penduduk dari daerah hulu sungai komering.

2) Fase Sriwijaya Raya, Palembang menjadi pusat dari kerajaan yang membentang mulai dari barat pulau jawa, sepanjang pulau sumatera, semenanjung malaka, bagian barat kalimantan sampai ke indochina. Runtuhnya Sriwijaya sendiri utamanya karena penyerbuan bangsa-bangsa

pelaut „yang tidak terdefinisikan‟, sebagian sejarahwan mengatakan

bahwa mereka adalah pasukan barbar laut dari Srilanka (Ceylon). Akibat hancurnya kekuatan maritim mereka, Sriwijaya menjadi lemah dan persekutuan daerah-daerah kekuasaanya terlepas dan ketika datangnya Ekspedisi Pamalayu dari Jawa (majapahit) ke Jambi dalam melakukan isolasi kepada Palembang, untuk mencegah Sriwijaya bangkit kembali.

3) Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, Disekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning dihilir Sungai Musi, Si Gentar Alam didaerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, Panglima Gumay disepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Pada fase inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik (Singapura) dan kerajaan Malaka hidup, dan pada fase inilah juga terjadi kontak fisik secara langsung dengan para pengembara dari Arab dan Gujarat.


(52)

4) Fase Kesultanan Palembang Darussalam, Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting dibalik hancurnya majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar) dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang.

Setelah Kesultanan Demak yang merupakan „pengganti‟ dari majapahit di

Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula „Kesultanan

Palembang Darussalam‟ dengan raja pertamanya adalah „Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman‟. Kerajaan ini

mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu Raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).

5) Fase Kolonialisme, Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral De Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumi hangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol


(53)

kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.

Hingga saat ini yaitu pada zaman reformasi daerah pemukiman di Palembang tetap dipertahankan sepeti dulu, yaitu daerah Ilir dan Ulu. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Kota Palembang merupakan suatu daerah Tingkat II yang merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 27 September 2005 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono

mencanangkan Kota Palembang sebagai “Kota Wisata Air”. Presiden

mengungkapkan bahwa Kota Palembang dapat dijadikan kota wisata air seperti Bangkok, Thailand dan Pnomh Phenh, Kamboja.

Wilayah Kota Palembang dibagi dalam 16 kecamatan dan 107 kelurahan setelah sebelumnya mengalami pemekaran wilayah yang hanya terdapat 14 kecamatan dan 103 kelurahan. Dua kecamatan baru tersebut adalah Kecamatan Alang-alang Lebar dan Kecamatan Sematang Borang.


(54)

B. Keadaan Geografis

1. Letak Administratif

Letak administratif suatu daerah merupakan letak berdasarkan pembagian wilayah adminsitrasi pemerintahan. Luas Kota Palembang adalah 400,61 Km2, dengan batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Banyuasin b. Sebelah Timur : Kabupaten Banyuasin

c. Sebelah Selatan : Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Ogan Ilir d. Sebelah Barat : Kabupaten Banyuasin

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kota Palembang yaitu ± 400,61 Km2 dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3. Luas Kota Palembang Dirinci Perkecamatan

No. Kecamatan Luas (Km2)

1 Ilir Barat II 6,220

2 Gandus 68,780

3 Seberang Ulu I 17,440

4 Kertapati 42,560

5 Seberang Ulu II 10,690

6 Plaju 15,170

7 Ilir Barat I 19,770

8 Bukit Kecil 9,920

9 Ilir Timur I 6,500

10 Kemuning 9,000

11 Ilir Timur II 25,580

12 Kalidoni 27,920

13 Sako 18,040

14 Sukarami 36,980

15 Sematang Borang 51,459

16 Alang-alang Lebar 34,581

Jumlah 400,610


(55)

3. Karakteristik Fisik a. Klimatologi

Musim yang terdapat di Kota Palembang sama seperti umumnya yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia hanya dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai September, arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau.

Sebaliknya pada bulan Desember hingga Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti itu terjadi setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November.

b. Curah Hujan

Curan hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi dan perputaran arus udara, oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamatan. Rata-rata curah hujan selama tahun 2007 berkisar antara 3,3 mm (Agustus) sampai 503,1 mm (Januari).

Palembang mempunyai kelembapan udara relatif tinggi dimana pada tahun 2007 berkisar antara 78 persen (September) sampai 88 persen (Januari).


(56)

c. Geologi dan Jenis Tanah

Kota Palembang memiliki jenis tanah berlapis alluvial, liat dan berpasir, terletak pada lapisan yang masih muda, banyak mengandung minyak bumi yang juga dikenal dengan Lembah Palembang-Jambi. Tanah relatif datar dan rendah, tempat-tempat yang agak tinggi terletak di bagian utara kota. Sebagian Kota Palembang digenangi air terlebih lagi bila terjadi hujan terus menerus.

4. Kondisi dan Potensi Ekonomi a. Perdagangan

Wilayah Palembang memiliki banyak pusat perdagangan yang tersebar di beberapa tempat. Potensi tersebut menunjang kegiatan perdagangan di kota ini. Peranan sektor perdagangan terhadap struktur perekonomian cukup dapat diperhitungkan.

Lalu lintas perdagangan aneka komoditas umumnya dilakukan melalui beberapa pelabuhan muat tersebut tidak terlepas dari keadaan geografis dan topografis wilayah ini yang dilalui Sungai Musi beserta anak sungainya. Disamping itu, bedasarkan sejarah, Sumatera Selatan memanfaatkan laut sebagai gerbang perniagaan sejak dahulu.

Selama tahun 2007 jumlah perusahaan-perusahaan perdagangan yang berbadan hukum yag terdaftar pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi di Palembang sebanyak 3.933 buah perusahaan.


(57)

Perusahaan tersebut terdiri atas 695 buah PT, 72 buah koperasi, 2.174 buah CV, 991 buah PD dan satu buah firma.

Di Kota Palembang banyak terdapat pusat perdagangan yang tersebar di beberapa sudut kota, salah satunya keberadaan pasar sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan pokok. Pasar merupakan hal yang banyak dijumpai di kota-kota besar di Indonesia termasuk di Palembang. Jumlah pasar yang terdapat di Kota Palembang pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu sebanyak 22 pasar.

Tabel 4. Banyaknya Sarana Perdagangan di Kota Palembang No. Kecamatan Sarana Perdagangan

Pasar Petak Los Pedagang PKL

1 Ilir Barat II 1 204 42 311 5

2 Gandus 2 119 140 288 35

3 Seberang Ulu I 3 1136 352 1562 134

4 Kertapati 1 211 38 300 500

5 Seberang Ulu II 0 0 0 0 0

6 Plaju 1 412 401 838 25

7 Ilir Barat I 1 24 73 97 0

8 Bukit Kecil 4 1057 368 1455 30

9 Ilir Timur I 3 1666 1151 4118 1279

10 Kemuning 3 829 313 1146 10

11 Ilir Timur II 2 684 594 1388 110

12 Kalidoni 0 0 0 0 0

13 Sako 1 585 292 1101 854

14 Sukarami 0 0 0 0 0

15 Sematang Borang 0 0 0 0 0

16 Alang-alang Lebar 0 150 34 502 408

Jumlah 22 7077 3798 13106 3390


(58)

b. Industri dan Pertambangan

Salah satu industri besar yang ada di Kota Palembang adalah PT Pupuk Sriwijaya (Pusri). PT Pusri merupakan salah satu perusahaan yang menghasilkan pupuk. Perusahaan ini tidak saja merupakan salah satu aset di Kota Palembang, tapi juga merupakan salah satu aset negara yang memegang peranan penting. Produksi pupuk PT Pusri pada tahun 2007 sebesar 2.020.760 ton, produksi pupuk selama periode Januari hingga Desember 2007 merupakan produksi terbesar dibandingkan produksi lainnya.

Industri besar lainnya yang terdapat di Kota Palembang antara lain : 1) Kecamatan Kertapati, Seberang Ulu II, Ilir Barat I, Ilir Timur I, Ilir

Timur II, Kalidoni, Sako, dan Sukarami terdapat industri logam, mesin, kimia, dan industri aneka.

2) Kecamatan Ilir Barat I, Kalidoni, dan Sukarami terdapat industri hasil pertanian dan perikanan.

Sedangkan di sektor pertambangan terdapat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Perusahaan Tambang dan Minyak Negara (Pertamina). Kilang minyak Pertamina tersebut terdapat di Kecamatan Plaju.

c. Pertanian

Peranan sektor pertanian untuk Kota Palembang sangat kecil, hal ini dapat dipahami karena sebagai daerah perkotaan yang menjadi ciri khas adalah banyaknya pertumbuhan disektor perdagangan, industri


(59)

dan jasa yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Luas panen tanaman padi pada tahun 2007 naik 5,11 persen atau sebesar 317 hektar dari 6.209 hektar pada tahun 2006. Hal ini diikuti juga oleh hasil produksi tanaman padi yang naik 8,74 persen atau sebesar 1.951 ton dari 22.325,95 ton pada tahun 2006 menjadi 24.277 ton pada tahun 2007.

C. Keadaan Demografi

1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk di Kota Palembang lebih banyak penduduk laki-laki daripada jumlah penduduk perempuan. Untuk lebih jelas melihat komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Palembang

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 695.095 49,83%

2 Perempuan 699.859 50,17%

Jumlah 1.394.954 100%

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

2. Komposisi Penduduk Menurut Usia

Jumlah penduduk Kota Palembang jika dilihat berdasarkan usia, mayoritas penduduknya berusia muda. Persentase tertinggi adalah penduduk yang berusia 15 s.d 19 tahun yaitu sebesar 10,50%. Sedangkan jumlah


(60)

penduduk paling sedikit yaitu kelompok usia 75 tahun keatas yaitu sebesar 1,12%. Untuk lebih jelas melihat komposisi penduduk berdasarkan usia di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Komposisi Penduduk Menurut Usia di Kota Palembang

No Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase

1 0 – 4 61.334 66.672 120.006 8,60%

2 5 – 9 58.726 57.896 116.622 8,40%

3 10 – 14 63.566 66.714 130.280 9,34%

4 15 – 19 79.092 66.847 145.939 10,50%

5 20 – 24 78.958 80.052 159.010 11,40%

6 25 – 29 72.058 67.377 139.435 10,00%

7 30 – 34 51.283 50.190 101.473 7,30%

8 35 – 39 56.233 53.760 109.993 8,00%

9 40 – 44 39.337 47.999 87.336 6,30%

10 45 – 49 39.478 43.645 82.523 6,00%

11 50 – 54 37.132 34.659 71.791 5,20%

12 55 – 59 21.177 18.975 40.152 3,00%

13 60 – 64 13.611 12.927 26.538 2,00%

14 65 – 69 9.355 13.215 22.570 1,62%

15 70 – 74 8.393 9.217 17.610 1,22%

16 75 + 5.362 10.314 15.676 1,12%

Jumlah 695.095 699.859 1.394.954 100%


(61)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Responden

Jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 100 orang yang terbagi dalam 14 kecamatan yang ada di Kota Palembang. Identitas responden dalam penelitian ini dibagi dalam 4 karakteristik, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia responden pada saat penyebaran kuisioner. Responden dalam penelitian ini berusia antara 17-57 tahun. Gambaran mengenai distribusi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Jumlah Responden Berdasarkan Usia

No Usia (Tahun) Frekuensi (F) Persentase (%)

1 15 – 19 22 22,00

2 20 – 24 32 32,00

3 25 – 29 11 11,00

4 30 – 34 6 6,00

5 35 – 39 5 5,00

6 40 – 44 5 5,00

7 45 – 49 8 8,00

8 50 – 54 6 6,00

9 55 – 59 5 5,00

Total 100 100,00


(1)

pertimbangan masyarakat bersikap sangat positif terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Palembang yaitu memindahkan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring. Hal ini juga merupakan credit point bagi Pemerintah Kota Palembang dalam menata tata ruang kota dan upaya mewujudkan Kota Palembang sebagai kota internasional. Grand desain ini dapat menjadi tolak ukur dan contoh bagi kota-kota yang ada di Indonesia yang sedang mengalami permasalahan yang sama seperti Kota Palembang dalam penanganan pedagang kaki lima.


(2)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis di Kota Palembang untuk mengetahui sikap masyarakat Kota Palembang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sikap masyarakat yang berhubungan dengan pengetahuan (kognitif) terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring menunjukan bahwa masyarakat berpengetahuan baik. Sebanyak 45% responden yang mewakili masyarakat Kota Palembang menyatakan mengetahui pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring, lokasi yang merupakan tempat baru dari pedagang kaki lima, alasan dilaksanakannya pemindahan ke Pasar Retail Jakabaring, tujuan serta manfaat yang dihasilkan dari pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring.

2. Sikap masyarakat yang berhubungan dengan perasaan (afektif) terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring menunjukan bahwa masyarakat setuju dengan pemindahan tersebut, ini dibuktikan dengan 68% responden yang mewakili masyarakat Kota


(3)

Palembang menjawab setuju dan tidak menolak atas pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.

3. Sikap masyarakat yang berhubungan dengan tindakan (konatif) terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jakabaring cenderung bertindak sangat positif yakni sebanyak 47% responden menyatakan dukungannya terhadap pemindahan ini.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Pemerintah Kota Palembang bersama dinas terkait untuk dapat memberikan sosialisasi dan pengertian yang lebih kepada masyarakat Kota Palembang dengan cara mengoperasikan kembali bis gratis yang dulu sempat dioperasikan pada saat pertama kali kebijakan tersebut dikeluarkan dengan tujuan dapat lebih mendekatkan lagi hubungan pemerintah dengan masyarakatnya, selain itu Pemerintah Kota Palembang dapat melakukan sosialisasi dengan cara menginformasikan pemindahan tersebut secara berkala melalui media cetak maupun media elektronik ataupun melalui Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Palembang sehingga dapat memangkas jumlah masyarakat yang berpengetahuan kurang terhadap pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring.

2. Pemerintah Kota Palembang dalam hal ini harus lebih peka terhadap berbagai aspirasi yang ada di masyarakat yaitu dengan melibatkan


(4)

elemen-elemen masyarakat untuk menentukan arah suatu kebiajakan, sehingga apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang hendak dicapai oleh pemerintah dapat berjalan berdampingan tanpa ada yang merasa dirugikan dari suatu kebijakan tersebut.

3. Masyarakat Kota Palembang yang selama ini bersikap tidak perduli atau acuh tak acuh, harus lebih berperan aktif dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Palembang termasuk kebijakan pemindahan pedagang kaki lima Pasar 16 Ilir Palembang ke Pasar Retail Jakabaring terutama dalam hal controlling atau proses pengawasan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulsyani. 2006. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. PT Bumi Aksara. Jakarta

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta

Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Pranada Media Grup. Jakarta

Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Refika Aditama. Bandung

Hadi, Sutrisno. 1998. Metodelogi Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta

Hartomo dan Aziz, Arnicun.2004. Ilmu Sosial Dasar. PT Bumi Aksara. Jakarta

Masyhuri dan Zainuddin, M. 2008. Metode Penelitian. PT Refika Aditama. Bandung

Nas, P.J.M. 1979. Kota di Dunia Ketiga. Bhrata Karya Aksara. Jakarta Rakhmat, Jalalludin. 1994. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rusko Karya.

Jakarta

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.1995. Metode Penelitian Sosial. LP3ES. Jakarta

Sears, David O. 1985. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Soelaeman, Munandar. 1998. Ilmu Sosial Dasar. PT Refika Aditama. Bandung


(6)

Sulisyanto, 2005. Analisis Data. Ghalia Indonesia. Bogor

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metode Penelitian Sosial. PT Bumi Aksara. Jakarta

Walgito, Bimo. 1983. Psikologi Sosial. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta

Website

www.palembang.go.id