Pengkajian kedalaman dan keselamatan sit

PENGKAJIAN KEDALAMAN DAN
KESELAMATAN SITUS PEMBUANGAN
MORTAR LIMBAH STRONSIUM
BERDASARKAN FENOMENA FISIS TEKANAN
Dwi Sukma Pratiwi1, Susetyo Hario Putero2, Haryono Budi Santosa3
Jurusan Teknik Fisika FT UGM
Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA
1,2,3

[email protected]
[email protected]
[email protected]

Intisari— Kegiatan pembuangan limbah radioaktif di laut sudah dilakukan sejak tahun 1940 hingga 1970. Hasil penelitian
International Arctic Sea Assessment Project (IASAP) membuka penelitian berbagai bidang mengenai pembuangan limbah radioaktif
di laut, salah satunya yaitu analisis keselamatan situs pembuangan dari fenomena fisis tekanan yang menghilangkan daya ikat mortar
limbah stronsium dan tekanan hidrostatis laut. Tekanan hidrostatis laut berubah dan dipengaruhi oleh kedalaman laut. Sumber
fenomena fisis tekanan berasal dari biota laut, keadaan laut, benda ciptaan dan aktivitas manusia, dan penumpukan mortar.
Pengkajian dilakukan menggunakan metode penelitian literatur dan menggunakan data sekunder dari laporan penelitian yang telah
ada. Sampel yang dikaji dalam penelitian adalah mortar limbah stronsium berbentuk silinder pejal, bervolume 0,661 m3, bermassa
255,6 kg, beraktivitas jenis 2x1010 Bq.kg-1, dan berkekuatan tekan mekanik 32,069 MPa hingga 41,232 MPa. Kedalaman maksimum

yang dicapai sampel adalah 4.094 meter. Wilayah perairan Indonesia yang memiliki keragaman kedalaman hingga 4.094 meter
adalah Laut Banda. Terdapat 9 sumber fenomena fisis yang dikaji, yaitu: (1) kebiasaan renang predator laut, (2) jasad predator di
kawasan pelagic, (3) jasad predator di kawasan benthic, (4) jatuhan benda angkasa, (5) aktivitas penangkapan ikan, (6) aktivitas
pengeboran laut dalam, (7) aktivitas lalu lintas kapal, (8) penumpukan sampel, dan (9) keadaan Laut Banda. Hasil pengkajian
menetapkan fenomena fisis dalam poin 1 hingga 7 merupakan sumber fenomena fisis yang memberikan potensi hilangnya daya ikat
mortar limbah stronsium. Sumber pada poin 1, 2, 3, 4, dan 6 tidak dapat diketahui probabilitas kejadian karena keberadaan sumber
bersifat normal terjadi (1, 2, dan 3) dan terbatasnya informasi yang dapat diakses dan tersedia (4 dan 6). Probabilitas kejadian
terbesar ditemukan dalam aktivitas lalu lintas kapal sebesar 0,014.
Kata kunci— ocean dumping, limbah tingkat sedang, biota laut, aktivitas laut, dan Laut Banda
Abstract— Any deliberate of waste dumping in the ocean started on 1940 until 1970. The result of International Arctic Sea
Assassment Project (IASAP) was open up many fields of research regarding the disposal of radioactive in the sea, for example are
analysis of disposal site safety that removes a holding capacity of mortar strontium waste, and hydrostatic pressure. The hydrostatic
pressure is changed and influenced by depth of sea. The source of physical pressure phenomena come from marine life, sea-state,
man-made creation and activity, and mortar’s accumulation. The study was conducted using literature research methods and using
secondary data from existing research report. The sample on this study was mortar strontium waste that has form solid cylinder,
volume 0.1661 m3, mass 255.6 kg, specific activity 2x1010 Bq.kg-1, and mechanical compressive strength 32.069-41.232 MPa. Maximum
depth reached in 4,094 meters is The Banda Sea. There are 9 sources of physical phenomena than have been studied, namely: (1)
marine’s life swimming habit, (2) dead body of predator on pelagic, (3) dead body of predator on benthic, (4) celestial and aircraft fallout, (5) fishing activity, (6) deep-sea drilling activity, (7) ship traffic activity, (8) sample’s accumulation, (9) Banda Sea’s state. The
result showed that 7 sources of physical phenomena have potency to remove a holding capacity of mortar strontium waste. The
probability of occurrence of source on source 1, 2, 3, 4, and 6 are unknown because a natural presence (1st, 2nd, and 3rd source) and

limited information that can be accessed (4th, and 6th sourcce). The greatest probability of occurrence is found on ship traffic activity
by 0.014.
Keywords— Include at least 5 keywords or phrases

I.

PENDAHULUAN

Pembuangan limbah radioaktif di laut adalah
penempatan limbah radioaktif yang telah
dipadatkan dalam wujud mortar di dasar laut.
Proses yang berlangsung adalah pemindahan mortar

di darat dan laut hingga mencapai tempat di dasar
laut yang ditetapkan. Keutuhan mortar perlu
dipertahankan pada waktu pemindahan maupun
ketika sudah berada pada situs penempatan dasar
laut. Gangguan keutuhan mortar berakibat
kegagalan pengungkungan limbah radioaktif, dan


pelepasan limbah radioaktif ke lingkungan.
Keutuhan mortar tercapai sebagai hasil dari gaya
ikat reaksi hidrasi molekul-molekul penyusunnya.
Kerusakan daya ikat mortar terjadi ketika gaya yang
diterima mortar melebihi kuat tekan mekaniknya.
Gaya mekanis yang bisa diperkirakan ketika mortar
dipindahkan di laut dan di situs penempatan dasar
laut, terdiri dari gaya hidrostatis laut dan gaya
tumbukan mekanik. Besarnya gaya hidrostatis laut
ditentukan oleh kedalaman situs pembuangan,
sementara gaya tumbukan mekanik berpotensi dari
adanya aktivitas mekanis di jalur pemindahan
mortar dari permukaan laut ke dasar laut, dan di
situs penempatan mortar di dasar laut. Pengkajian
kedalaman dan keselamatan situs pembuangan
mortar limbah radioaktif di laut menelaah sumbersumber fenomena fisis yang memberikan gaya
berlebih terhadap mortar limbah stronsium, dan
gaya yang berasal dari tekanan hidrostatis.
Kemampuan tekan mekanik yang dimiliki mortar
limbah

stronsium
menentukan
kedalaman
maksimum yang dapat dicapai oleh mortar limbah
stronsium, dan diperkirakan area perairan Indonesia
yang dipilih. Pemilihan dan identifikasi sumber
fenomena fisis tekanan yang dapat menghilangkan
daya ikat mortar limbah stronsium melihat aspek
kedalaman sumber, pembatasan keadaan, dan
probabilitas sumber berinteraksi dengan mortar
limbah stronsium.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.

Spesifikasi Mortar Limbah Stronsium

Mortar limbah stronsium dengan komposisi
semen portland pozolan, air, pasir, dan limbah
stronsium diteliti oleh Edi Sepriyanto (2010) dan
dihasilkan kemampuan kuat tekan mekanik sebesar

32,069 MPa hingga 41,232 MPa [1]. Ukuran mortar
limbah stronsium diacu dari ukuran kapasitas
kontainer limbah tipe B-1 dari penelitian S. Seki, A.
Ito, dan H. Amano (1980), yaitu 166,1 L dan massa
255,6 kg [2]. Aktivitas jenis sampel mengacu pada
penetapan IAEA mengenai definisi limbah
radioaktif tingkat tinggi yang tidak cocok dibuang
di Laut, yaitu: 2 x 1010 Bq.kg-1 [3].
B.

Keadaan Laut Lokal

Perairan laut Asia Tenggara memiliki perbedaan
densitas di tiap kedalaman. Densitas tertinggi

lapisan epipelagic adalah 1.026 kg.m-3 [4]. Densitas
tertinggi lapisan mesopelagic adalah 1.027,4 kg.m-3
[4]. Densitas tertinggi lapisan bathypelagic adalah
1.027,62 kg.m-3 [4]. Laut Banda memiliki
pergerakan arus yang tercatat pada beberapa

penelitian. Laut Banda pada kedalaman 300 meter
hingga 1.500 meter adalah 2,38 x 10-6 m.s-1,
pergerakan perpindahan Ekman di Laut Banda pada
kedalaman 300 meter hingga 1.500 m adalah 1,39 x
10-6 m.s-1, pergerakan partikulat air secara vertikal
di Laut Banda pada kedalaman 300 meter hingga
1.500 meter berkisar antara 0,19 x 10-6 m.s-1 hingga
0,24 x 10-6 m.s-1 [5], dan arus pasang surut Laut
Banda adalah 3 cm.s-1 [6]. Terdapat 3 pertemuan
lempeng di Laut Banda, yaitu Lempeng Benua
Australia, Lempeng Samudra Pasifik, dan Lempeng
Filipina [7]. Gempa bumi 8,6 SR tahun 1938 di
Laut Banda disebabkan karena pergerakan lempeng
memiliki kecepatan sebesar 7 cm.tahun-1 sedangkan
saat ini, pergerakan lempeng memiliki kecepatan
sebesar 1 cm.tahun-1 [8]. Pergerakan lempeng
tersebut membuat Laut Banda bagian barat hingga
selatan mengalami kenaikan dasar laut sekitar 2
hingga 3 cm [9].
C.


Kehidupan Biota Laut

Lapisan
epipelagic
mengandung
banyak
kehidupan biota laut yang beragam. Predator
terbesar dalam lapisan epipelagic adalah
Balaenoptera musculus. Balaenoptera musculus
memiliki kemampuan menyelam hingga kedalaman
500 meter , dan memiliki kebiasaan memakan krill,
ikan, dan cumi [10]. Jasad Balaenoptera musculus
ditemukan di dasar laut dengan massa sekitar 160
ton [11]. Dimensi panjang, lebar, dan tinggi
terbesar Balaenoptera musculus tercatat adalah 33
meter, 10 meter, dan 10 meter [10]. Biota laut di
lapisan mesopelagic didominasi oleh biota dalam
family Bathylagidae, Gonostomidae, Myctophidae,
Nototheniidae, dan Paralepidae [12]. Family biota

tersebut merupakan ikan foraging bagi predator laut
seperti Carcharhinidae, Lamnidae, Phocidae, dan
Physeteridae [13]. Habitat Carcharhinidae berada
di seluruh perairan dunia [14], tidak seperti
Phocidae yang berhabitat di daerah selatan Georgia
dan Samudra Atlantik Selatan, dan Lamnidae yang
berhabitat di utara dan pusat Samudra Pasifik [15,
16]. Kemampuan penyelaman Carcharhinidae

mencapai 1.200 meter [14]. Physeteridae mampu
menyelam hingga lapisan Bathypelagic [17].
Dimensi panjang dan massa terbesar dari
Carcharhinidae adalah 4 meter, dan 205,9 kg
dengan kecepatan renang 26,94 m.s-1 [14]. Lapisan
bathypelagic terdapat biota laut seperti Oneirodes
acanthius/eschrictii, Physeteridae, Cyma atrum,
Cetosma
regani,
Lycodopus
mandibularis,

Careproctus sp, Coryphaenoides spp, Foraminifera,
Mollusca, Isopod, Echinodermata, Nematoda,
Crustacea, dan Brachipoda [18,19]. Physeteridae
merupakan predator kawasan bathypelagic terbesar
berdimensi panjang, lebar, dan tinggi adalah 18
meter, 9 meter, dan 8 meter dengan massa 14.000
kg [17]. Ciri utama dari hewan asli lapisan
bathypelagic adalah perubahan anatomi tubuh dari
rahang
bawah
yang
memudahkan
ikan
mendapatkan makanan yang turun dari lapisan laut
bebas teratas [20].
D.

Aktivitas Manusia dan Benda di Atas Laut

Rekomendasi IAEA mengenai luas situs

pembuangan tidak melebihi 107 m2, dan aktivitas
jenis limbah yang dibuang untuk radiasi gamma dan
beta tidak lebih dari 102 Ci/ton (1 Ci = 3,7 x 1010
Bq) [21]. Batas atas aktivitas laju pelepasan limbah
radioaktif beta atau gamma yang dibuang di laut
yang memiliki volume lebih dari 1017 m3 adalah 108
Ci/tahun [22]. Laut Banda memiliki potensi
perikanan laut komersil untuk jenis ikan sapu-sapu
dan tuna pada lapisan epipelagic [23]. Tercatat
jumlah armada dan nelayan yang melakukan
penangkapan hasil laut di Laut Banda adalah 401
armada [24]. Alat dan metode penangkapan ikan
secara komersial dan tradisional berupa trawl,
muroami, dinamit, pancing, perangkap, tombak,
jaring, dan bahan kimia [25]. Trawl, muroami,
dinamit, dan bahan kimia merupakan metode
penangkapan yang merusak ekosistem laut [26, 27].
Trawl memiliki massa sebesar 162 kg dengan luas
proyeksi alat 1,7 m2 [27]. Laut Banda memiliki
catatan kecelakaan kapal kontainer di tahun 2013

[28]. Pertumbuhan armada kapal di tahun 2008
hingga 2012 sebesar 70 armada [29]. Catatan kapal
kontainer terbesar yang dimiliki oleh Maersk Group
memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi adalah
400 meter, 15 meter, dan 59,5 meter dengan
deadweight sebesar 165 x 106 kg yang beroperasi

dalam kecepatan 11,832 ms-1 [30]. Teknologi
kegiatan pengeboran laut dalam mencapai
kedalaman 3.051 meter [31] dengan tekanan
pengeboran mencapai 930,729 MPa [32].
III. DASAR TEORI
A. Hidrostatis Laut

Hubungan konstitutif untuk tekanan hidrostatis
dalam Persamaan (1).

 dP  g  dz

P2

z2

P1

z1

(1)

Perbedaan densitas pada tiap lapisan laut
membuat tekanan hidrostatis seperti pada
Persamaan (2), Persamaan (3), dan Persamaan (4).
P200  P0  g   0 200  200  0 
(2)
P1000  P200  g  1000 200  1000  200  (3)
PZ  P1000  g   Z 1000  Z  1000 
(4)
Di mana:
g
=
pecepatan gravitasi bumi
=
densitas air laut

P0
=
tekanan di 0 m dari permukaan laut
P200 =
tekanan di kedalaman 200 meter
P1000 =
tekanan di kedalaman 1000 meter
=
tekanan di kedalaman Z meter
PZ
B. Resultan Gaya Benda Melayang dan Tenggelam di Laut

Penumpukan 2 benda di perjalanan menuju dasar
laut memiliki gaya-gaya yang bekerja berupa gaya
hidrostatis (dF1), gaya badan benda pertama(dFb1),
gaya badan benda kedua(dFb2), gaya reaksi benda
(dFr), dan gaya apung (dFapung). Persamaan (5)
mengekspresikan fenomena penumpukan 2 benda
di dasar laut.
dFbeban  dFapung  dFb1  dFb 2  dF1
(5)
Dengan dF1 dalam sistem benda melayang adalah
sebagai berikut:

 dF   ( P )dA

zz

z 0

zz

1

z 0

z

(6)

Penumpukan 2 benda di dasar laut yang
terilustrasikan pada Gambar 3.2 memiliki gayagaya yang bekerja berupa gaya hidrostatis (dF1),
gaya badan benda pertama(dFb1), gaya badan benda
kedua(dFb2) dan gaya reaksi benda (dFr). Persamaan

(7) mengekspresikan fenomena penumpukan 2 3.185 meter hingga 4.095 meter tersebar di Laut
benda di dasar laut.
Banda.
dFbeban  dFb1  dFb 2  dF1
(7)
Di mana:
Fbeban =
gaya yang diterima benda terbawah
Fapung =
gaya apung
Fb1
=
gaya badan dari benda teratas
Fb2
=
gaya badan dari benda terbawah
IV. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap besar
pengerjaan, yaitu:
1) Pengumpulan bahan: Materi penelitian dicari
dengan kata kunci: ocean dumping, oceanology,
pelagic, sea repository, limbah tingkat rendah,
limbah tingkat sedang, pengelolaan limbah
radioaktif, biota laut, aktivitas laut, dan Laut Banda.
Mulai
Fsampel,ρlaut,


g

P )

Tekanan Hidrostatis
(

Kedalaman (z)

Selesai
Gbr. 1. Diagram alir analisis tekanan hidrostatis

2) Analisis: Analisis tekanan hidrostatis air laut
mengikuti sistematika diagram alir pada Gbr. 1.
Analisis sumber fenomena fisis tekanan berupa
biota laut, keadaan laut lokal, penumpukan sampel,
dan kegiatan manusia di atas laut dikaji mengikuti
diagram alir pada Gbr. 2.
3) Penyajian data: Penyajian data berupa
kedalaman pembuangan, dan skenario kecelakaan
laut
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan sampel dengan kuat tekan mekanik
antara 32,069 MPa hingga 41,232 MPa cocok pada
kedalaman 3.185 meter hingga 4.095 meter.
Perairan Indonesia dengan keragaman kedalaman

Gbr. 2. Diagram alir analisis skenario kecelakaan

Skenario kecelakaan berupa fenomena fisis laut
dibangun dari sumber-sumber yang memberikan
gaya melebihi gaya mekanik yag dimiliki oleh
sampel. Gaya mekanik yang dimiliki sampel
dengan luas proyeksi sebesar 0,1661 m2 adalah
5,329 MN hingga 6,852 MN. Sumber fenomena
fisis dianalisis pada kedalaman 4.000 meter yang
merupakan ‘kedalaman laut dalam’ dalam definisi
IAEA [3]. Sumber fenomena fisis yang berpotensi
memberikan gaya berlebih terhadap sampel saat
perjalanan menuju dasar laut 4.000 meter adalah
kebiasaan renang predator laut (74,717 kN), dan
jasad predator yang mati pada kawasan pelagic (1,6
GN). Sumber fenomena fisis yang berpotensi
memberikan gaya berlebih terhadap sampel saat di
dasar laut 4.000 meter adalah jasad predator yang
mati pada kawasan benthic (13,332 GN), jatuhan
benda angkasa (  13,32 GN), aktivitas pengeboran
laut
dalam
(934,729
MPa),
kecelakaan
penangkapan ikan (68,644 MN), dan kecelakaan

kapal (0,962 TN). Kebiasaan renang predator laut,
dan jasad predator yang mati merupakan sumber
fenomena fisis yang biasa terjadi, sedangkan
jatuhan benda angkasa, dan aktivitas pengeboran
laut dalam merupakan sumber fenomena fisis yang
tidak dapat dilihat potensi kejadiannya dikarenakan
terbatasnya informasi. Kecelakaan penangkapan
ikan memiliki potensi kejadian sebesar 0,0097.
Kecelakaan kapal memiliki potensi kejadian sebesar
0,014. Skenario kecelakaan berdasarkan fenomena
fisis ditunjukan pada Gbr. 3.

PUSTAKA
[1]

[2]

[3]
[4]

[5]
[6]
[7]

[8]
[9]
Gbr. 3. Skenario kecelakaan laut berdasarkan fenomena fisis

[10]

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini mempunyai hasil kesimpulan
berupa:
1. Kedalaman penempatan mortar limbah
stronsium adalah 3.185 meter hingga 4.094
meter dengan area situs pembuangan adalah
Laut Banda.
2. Skenario kecelakaan terbangun dari sumbersumber fenomena fisis yang memberikan gaya
berlebih terhadap mortar limbah stronsium saat
di perjalanan dasar laut dan saat mortar limbah
stronsium berada di dasar laut.
Saran yang bisa diberikan dari penelitian ini
berupa:
1. Penelitian lanjut mengenai simulasi transfer
partikulat air laut beserta radiologi situs
pembuangan di Laut Banda.
2. Penelitian lanjut mengenai rancangan sistem
keamanan situs pembuangan di Laut Banda.
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini, sehingga penelitian dapat terlaksana
dengan baik.

[11]
[12]

[13]

[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]

[20]

Edi Sepriyanto. Pengaruh Variasi Jenis Mineral dan Ukuran Butir
Bahan Pengisi terhadap Sementasi Limbah Radioaktif Cair pada
Lingkungan Bergaram. Skripsi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010.
S. Seki, A. Ito, Y. Wadachi, H. Amano. “Safety Evaluation of
Multistage-Type Packages Containing Radioactive Waste for Sea
Disposal”. IAEA SM 248: Impacts of Radionuclide Release into the
Marine Environment. Proceedings of a Symposium, hal. 661-672,
Vienna, 1980.
IAEA TECDOC 1105: Inventory of Radioactive Waste Disposals at Sea.
Dokumen
teknis,
IAEA-TECDOC-1105
ISSN
1011-4289,
International Atomic Energy Agency (IAEA), Vienna, 1999.
Wallace S. Broecker, William C. Patsert, John R. Toggweiler, Minze
Stuiver. “Hydrography, Chemistry, and Radioisotopes in The Southeast
Asian Basin”. Journal of Geophysical Research, 91: 14345-14354,
1986.
Arnold L. Gordon, Claudia F. Giulivi, A. Gani Ilahude. “Deep
Topographic Barriers within The Indonesian Seas”. Deep Sea Research
II 50:2205-2228, 2003.
Richard D. Ray, Gary D. Eggbert, Suetlana Y. Erofeeva. “Tides in The
Indonesian Seas”. Oceanography 18, 2005.
Emile A. Okal, Dominique Reymond. “The Mechanism of Great
Banda Sea Earthquake of 1 Febuary 1938: Applying The Method of
Preliminary Determination of Focal Mechanism to a Historical Event”.
Earth and Planetary Science Letter, 216: 1-15, 2003.
A. Lapouille, H. Haryono, M. Larue, S. Pramumijoyo, M. Lardy. Age
and Origin of The Seafloor of The Banda Sea. Oceanology Acta, 8,4:
379-389, 1985.
A. Lapouille, H. Haryono, M. Larue, S. Pramumijoyo, M. Lardy. Age
and Origin of The Seafloor of The Banda Sea. Oceanology Acta, 8,4:
379-389, 1985.
Departement of Environment of Australia Government. Balaenoptera
musculus-Blue
Whale.
Diakses
dari
http://www.environment.gov.au/cgibin/sprat/public/publicspecies.pl?taxon_id=36, 6 Juni 2014.
Craig R. Smith, Amy R. Baco. “Ecology of Whale Falls at The DeepSea Floor”. Oceanography and Marine Biology: an Annual Review
41:311-354, 2003.
Masato Moteki, Naho Horimoto, Riou Nagaiwa, Kazuo Amakasu,
Takashi Ishimaru, Yukuya Yamaguchi. “Pelagic Fish Distribution and
Ontogenetic Vertical Migration in Common Mesopleagic Species off
Lutzow-Holm Bay (Indian Ocean Secctor, Souther Ocean) During
Austral Summer”. Polar Biol, 32: 1461-1472, Springer, Verlag, 2009.
Patrick W, Robinson. PLOS ONE: Foraging Behavior and Success of a
Mesopelagic Predator in the Northeast Pacific Ocean: Insight from a
Data-Rich Species, The Northern Elephant Seal. Diakses dari
http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.po
ne.0036728, 5 Juni 2014.
Marinebio. Blue Shark, Priaunace glauca. Diakses dari
http://marinebio.org/species.asp?id=35, 5 Juni 2014.
Encyclopedia (dot) com. True Seals-Phocidae. Diakses dari
http://www.encyclopedia.com/article-1G2-3406700891/true-sealsphocidae.html, 5 Juni 2014.
The IUCN Red List Guiding Conservation for 50 Years. Lamna
ditropis. Diakses dari http://www.iucnredlist.org/details/39342/0, 5
Juni 2014.
The IUCN Red List Guiding Conservation for 50 Years. Physeter
macrocephalus.
Diakses
dari
http://www.iucnredlist.org/details/41755/0, 5 Juni 2014.
Bruce H. Robison, Rob E. Sherlock, Kim R. Reisenbichler. “The
Bathypelagic Community of Monterey Canyon”. Deep-Sea Research II
57:1551-1556, 2010.
Katrin Premke, Philipp Fischer, Melanie Hempel, Karl-Otto Rothhaupt.
“Ecological Studies on The Decomposition Rate of Fish Carcasses by
Benthic Organisms in The Littoral Zone of Lake Constance, Germany”.
Ann. Limnol. - Int. J. Lim. 46:157-168, 2010.
Angelika Brandt. “Evolution of Antartic Biodiversity in The Context of
The Past: The Importance of The Southern Ocean Deep Sea”. Antartic
Science 17 (4): 509-521, 2005.

[21]

[22]

[23]

[24]

[25]

[26]

[27]

[28]
[29]
[30]

[31]
[32]

W. L. Templeton. “Dumping of Low-Level Radioactive Waste in The
Deep Ocean”. IAEA SM 248: Impacts of Radionuclide Release into the
Marine Environment. Proceedings of a Symposium, hal. 451-464,
Vienna, 1980.
Y. Nishiwaki. “Some Historical Background to The IAEA Definition
and Recommendation Concerning HLRW or Other HLRM Unsuitable
for Dumping at Sea”. IAEA SM 248: Impacts of Radionuclide Release
into the Marine Environment. Proceedings of a Symposium, hal. 167200, Vienna, 1980.
S. J. M. Blaber, C. M. Dichmont, W. White, R. Buckworth, Sadiyah,
Iskandar, Nurhakim, Pillans, Andamari, Dharmadi, Fahmi.
“Elasmobranchs in Southern Indonesia Fisheries: The Fisheries, The
Status of The Stocks and Management Option”. Fish Biol Fisheries
19:367-391, 2009.
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia: Rencana
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia di Teluk Tolo dan Laut
Banda. Dokumen Teknis, WPP-RI 714, Kementrian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, Jakarta, 2013.
Ministry for Primary Industries New Zealand. Fishing methods.
Diakses
dari
http://www.fish.govt.nz/ennz/Commercial/About+the+Fishing+Industry/Fishing+Methods.htm,
11 Juni 2014.
V.T. Corpuz, P. Caztaneda, J.C. Sy. “Traditional Muro-Ami, An
Effectif but Destructive Coral Reef Fishing Gear”. The Fisheries News
Letter of The Philippine Bureau of Fisheries and Aquatic Resources
12,1: 2-13, 1983
J. Main, G. I. Sangster. A Study of Bottom Trawling Gear on Both Sand
and
Hard
Ground.
Diakses
dari
http://www.scotland.gov.uk/Uploads/Documents/No%2014.pdf,
11
Juni 2014.
Rosnia. Ship Sinks in Banda Sea | 19 Missing. Diakses dari
http://en.tempo.co/read/news/2013/07/11/055495285/Ship-Sinks-inBanda-Sea-19-Missing, 1 Juni 2014.
Kementrian Perhubungan: Statistik Perhubungan 2012 Buku Satu.
Dokumen Teknis, Kementrian Perhubungan, Jakarta, 2013.
Dr. Jean-Paul Rodrigue. Specification for Very Large Post-Panamax
Containership.
Diakses
dari
http://people.hofstra.edu/geotrans/eng/ch3en/conc3en/tbl_postpanamax.
html, 10 Juni 2014.
GEO exPRO. GEO exPRO - Pioneering Production from Deep Sea.
Diakses dari http://www.geoexpro.com/articles/2008/04/pioneeringproduction-from-the-deep-sea, 11 Juni 2014
John R. Shore. “Drilling Operation, LEG 25, Deep Sea Drilling
Project”. Drilling Project 25: 831-840, California, 1972.