Bentuk bentuk Peraturan Perundangan dan

Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan dan Badan Pembentuknya
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD adalah peraturan yang menjadi hukum tertinggi dalam sebuah Negara. UUD 1945 adalah
hukum tertinggi bagi Negara Indonesia dalam kaitan kehidupan bernegara.
Pada pasal 3 ayat (1) ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, menjelaskan bahwa undang-undang
dasar itu hanya salah satu saja dari hukum dasar Negara Republik Indonesia, karena disamping
hukum dasar tertulis dalam bentuk UUD masih ada lagi hukum dasar yang tidak tertulis yang juga
termasuk dalam pengertian konstitusi dalam arti luas.
Undang-undang dasar adalah suatu kumpulan naskah terulis yang berisi kaidah-kaidah dasar yang
disepakati sebagai norma hukum yang tertinggi dalam suatu Negara. Bagi Negara-negara seperti
Indonesia yang mengikuti tradisi perubahan konstitusi seperti di Amerika Serikat, naskah Undangundang Dasar (UUD) itu bersifat tetap. Naskah asli Undang-undang Dasar it uterus terjaga dam tidak
dilakukan perubahan apa-apa dari aslinya. Sedangkan ide-ide bariu yang bersifat tambahan atau
perubahan dituliskan dalamnaskah tersendiri yang disebut amandement yang penerbitannya
dilampirkan pada naskah asli Undang-undang Dasar itu.
b. Undang-undang / peraturan pemerintah pengganti Undang-undang
1. Undang-undang
Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan
rakyat dengan persetujuan bersama President. Undang-undang menduduki tingkat kedua dalam
hierarki perundang-undangan Indonesia berdasarkan UU No. 10 TAHUN 2004.
DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Setiap rancangan UU dibahas oleh DPR dan President
untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan UU (RUU) dapat berasal dari DPR, President atau

DPD.
DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pesat
dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah pengelolaan sumber daya alam,
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu masa siding yang
dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh president sebagai bahan
untuk dipersandingkan.
RUU yang telah disetujui bersama antara DPR dengan president, paling lambat 7 hari kerja
disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila
setelah 15 hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada presiden belum disahkan menjadi
undang-undang, pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila
RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh presiden dalam waktu paling lambat 30 hari
sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh president dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, sebagaimana ditentukan

oleh pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,
presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Perpu
ditetapkan oleh president tetapi dalam jangka waktu 1 tahun harus sudah dimintakan persetujuan

DPR. Jika disetujui, perpu meningkat statusnya menjadi undang-undang, dan jika ditolak oleh DPR,
maka perpu itu harus dicabut dan tidak dapat lagi diajukan di DPR dalam masa persidangan
berikutnya.
Dalam praktik ketatanegaran selama ini dari berbagai perpu yang pernah di keluarkan president
menunjukkan adanya kecendrungan penafsiran “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” itu sebagai
keadaan mendesak yang perlu di atur dengan peraturan setingkat UU (misalnya alasan-alasan yang
menjadi pertimbangan perpu no 1 thn 1984 tentang penangguhan berlakunya UU Perpajakan tahun
1983, perpu no. 1 tahun 1992 tentang penangguhan berlakunya UU no. 14 tahun 1992 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan, perpu no. 1 tahun 1999 tentang pengadilan hak asasi manusia, perpu
No.1 thun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, perpu No.2 tahun 2002, dan juga
perpu-perpu yang terkait dengan pemilu, pilkada dll) yang kesemuanya tidak ada kaitannya dengan
keadaan bahaya sebagaimana dimaksud pasal 12 UUD 1945 dan UU (Prp) No. 23 Tahun 1959
tentang keadaan bahaya. Meskipun “hal ihwal kegiatan yang memaksa” yang menjadi pertimbangan
dikeluarkannya sebuah perpu alsannya bersifat subjektif, dimasa dating, alasan-alasan yang menjadi
pertimbangan president untuk mengeluarkan sebuah perpu agar lebih didasarkan pada kondisi
objektif, bangsa dan Negara yang tercermin dalam konsideran “menimbang” dari perpu yang
bersangkutan.
3. Peraturan Pemerintah
Peraturan pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Peraturan pemerintah ini dibentuk oleh

presiden, dan berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang, baik yang secara tegastegas maupun secara tidak tegtas menyebutnya oleh karena itu, materi muatan peraturan
pemerintah adalah keseluruhan materi muatan Undang-undang yang dilimpahkan kepadanya, atau
dengan perkataan lain materi muatan peraturan pemerintah adalah sama dengan materi muatan
undang-undang sebatas yang dilimpahkan kepadanya.
4. Peraturan Presiden
Peraturan presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh presiden. Materi
muatan peraturan presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk
melaksanakan peraturan pemerintah. Peraturan president juga dapat dijadikan objek “judicial
review” oleh mahkamah agung.
c. Perbedaan keputusan presiden (KEPPRES), peraturan presiden (Perpres), dan instruksi
presiden (Inpres).
Sejak undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan perundag-undangan tanggal 1
November 2004 berlaku, pemerintah kita mulai mengenal adanya peraturan perundang-undangan
baru, disebut peraturan presiden.

Bagi sekelompok ahli, penyebutan Peraturan Presiden (Perpres), pengganti keputusan presiden yang
bersifat peraturan (regeling), adalah lebih tepat. Alasannya, istilah keputusan merupakan penetapan
(beschikking), bersifat individual, nyata, dan sekali-selesai (final, einmahlig).
Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 6 UU No 10/2004 dirumuskan, Peraturan Presiden adalah
peraturan perundang-undangan yang dibuat presiden. Definisi itu dapat membingungkan karena

preiden juga mempunyai kewenangan membentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(Perpu) sebagai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dalam hal kegentingan memaksa,
dan peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan perundang-undangan yang berfungsi untuk
melaksanakan suatu undang-undang. Kerancuan itu dapat membingungkan karena selain ada
keputusan presiden (Keppres), masih ada aneka perpres dan intruksi presiden (inpres) yang akhirakhir ini dikeluarkan, misalnya Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembagunan bagi Kepentingan Umum dan Inpres No 10/2005 tentang Penghematan Energi.
1. Keputusan Presiden
Istilah keputusan, menurut kamus hukum Belanda-Indonesia (Fockema Andrea), berasal dari
besluit, istilah umum untuk pernyataan kehendak instansi pemerintah dan pembuat perundangundangan.
Kewenangan presiden membentuk berbagai keputusan merupakan konsekuensi dari
ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945, President Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan, presiden berwenang menetapkan peraturan pemerintah guna melaksanakan undangundang atau menetapkan keputusan president (kini disebut peraturan president) sebagai
pelaksanaan peraturan pemerintah sehingga merupakan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, president juga dapat menetapkan keputusan presiden (kini disebut peraturan
presiden) yang tidak merupakan delegasi dari undang-undang dan peraturan pemerintah.keputusan
president (peraturan presiden) ini biasa disebut keputusan president mandiri, termasuk dalam
peraturan kebijakan, bersumber dari kewenangan diskresi.
Meski dari kajian ilmu perundang-undangan kedua keputusan itu dibedakan, tetapi dalam UU
No. 10/2004 keduanya disebut dengan istilah peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat dilihat
dari rumusan pasal I angka 6 serta dalam rumusan pasal 11 dan penjelasannya.

Rumusan itu menunjukkan, kedua keputusan president (peraturan presiden) merupakan
peraturan (regeling) yang bersifat umum, abstrak, dan berlaku terus menerus sehingga dapat
mengikat semua orang.
Berdasarkan sifat berbagai keputusan itu, perubahan penyebutan keputusan president
menjadi peraturan president adalah kurang tepat karena keputusan presiden tidak selalu hanya
berisi peraturan atau penetapan. Dengan berlakunya UU No.10/2004, kini semua keputusan presiden
yang bersifat president disebut peraturan presiden, tetapi keputusan presiden yang bersifat
penetapan disebut keputusan presiden, bukan penetapan presiden.
2. Instruksi Presiden

Selain pembentukan keputusan president atau peraturan president, president juga dapat
membentuk instruksi presiden. Instruksi president bukan merupakan keputusan yang mengikat
umum (semua orang, tiap orang) instruksi president adalah perintah atasan kepada bawahan yang
bersifat individual, konkret, dan sekali selesai (final) sehingga tidak dapat digolongkan dalam
peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan. Instruksi president hanya dapat mengikat
menteri, kepala lembaga pemerintah nondepartemen, atau pejabat-pejabat pemerintah yang
berkedudukan dibawah (merupakan pembantu) presiden dalam melaksanakan penyelenggaraan
pemerintahan.
3. Peraturan Daerah
Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan

perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Materi muatan peraturan
daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Secara prosudural, pembentukan perda didahului dengan penyampaian rancangan peraturan
daerah (raperda) atas prakarsa kepala daerah atau DPRD. Raperda tersebut disebarluaskan kepada
masyarakat untuk memperoleh masukan sebelum persidangan, sehingga perda yang dihasilkan dapat
lebih absah (legitimate). Penyebarluasan raperda tersbut dimaksudkan juga sebagai bentuk
keterbukaan ( openes) dan transparansi penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam persidangan di
DPRD pun dibuka keterlibatan masyarakat, khususnya dalam persidangan Raperda mengenai APBD,
pajak, restribusi dan tata ruang.
Perda yang dihasilkan dalam persidangan perlu diundangkan dakam Lembaran Daerah paling
lama 7 hari disampaikan kepada pemerintah Munurut UUD NKRI Tahun 1945 dan pasal I butir I
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah , yang dimaksud pemerintah adalah
Presiden