Makalah FILSAFAT ABAD MODERN IDEALISME

FILSAFAT ABAD MODERN MATERIALISME DAN POSITIVISME
PENDAHULUAN
Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama
dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai dengan munculnya gerakan
Renaissance.Renaissance berarti kelahiran kembali, yang mengacu pada gerakan keagamaan dan
kemasyarakatan yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah
merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani
dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk mempersatukan kembali
gereja yang terpecah-pecah.
Di samping itu, para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang
harmonis dari keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik. Renaissance akan banyak memberikan
segala aspek realitas. Perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam
lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah.
Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang
mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal
pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya.Hal ini
dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orangorang yang enggan menggunakan akalnya.
Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir dunia
baru yang penghuninya dapat merasa puas atas dasar kepemimpinan akal yang sehat. Aliran yang
menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang

individual dan yang konkret.
Bermula dari William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan Via Moderna (jalan
modern) dan Via Antiqua(jalan kuno). Akibatnya manusia didewa-dewakan, manusia tidak lagi
memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan Surga.Akibatnya, terjadi perkembangan ilmu
pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang mengagumkan. Di sisi lain, nilai
filsafat merosot karena dianggap ketinggalan zaman. Dalam era filsafat modern, yang kemudian
dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran.

PEMBAHASAN
1

A. MATERIALISME
1. Pengertian Materialisme
Kata Materialisme terdiri dari kata "materi" dan "isme". "Materi" dapat dipahami sebagai
"bahan, benda, atau segala sesuatu yang tampak". Materialisme adalah pandangan hidup yang
mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan
semata.1
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari
segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun
metafisikanya adalah metafisika materialisme. Materialisme merupakan istilah dalam filsafat

ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika,
teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis.
Materialisme tidak mengakui entitas non-material seperti roh, hantu, dll. Pelaku-pelaku
immaterial tidak ada. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan
manifestasi dari aktivitas materi.Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada penggerak
pertama atau sebab pertama.Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal.Semua gejala
berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi,
dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi.2
2. Ciri-ciri paham Materialisme
Ada 5 dasar ideologi yang dijadikan dasar keyakinan paham ini:3
a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi.
b. Tidak meyakini adanya alam ghaib.
c. Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.
e. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak. Maksudnya ialah sebuah
paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai nara sumber dan juga sebagai resolusi
dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis
3. Tokoh Kaum Materialisme
a. Karl Marx
Materialisme Historis adalah pandangan sejarah dialektik dalam proses kerja dan laju

perkembangan ekonomi yang dikembangkan oleh Karl Marx.4 Dalam pandangan ini, bukan
kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi keadaan sosial mereka yang
1 N. Drijarkara. 1966. Pertjikan Filsafat. (Jakarta: Pembangunan Djakarta.), Hal. 57-59.
2 P. A. van der Weij. 1988. Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.), Hal 108-110.
3 Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.) Hlm. 593-600

4Ichtiar Baru Van Hoeve; Hasan Shadily. Ensiklopedia Indonesia, Jilid 7 (edisi khusus). (Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve.)

2

menentukan kesadaran mereka. Keadaan sosial manusia merupakan produksinya. Hal ini berarti
manusia ditentukan oleh produksi mereka, baik apa yang diproduksi maupun cara mereka
berproduksi.Cara manusia berpikir ditentukan oleh cara ia bekerja.Oleh karena itu, kita tidak
perlu memperhatikan apa yang dipikirkan manusia, tetapi cukup melihat bagaimana cara ia
bekerja.5
Kesadaran dan cita-cita manusia ditentukan oleh kedudukannya dalam kelas sosial.
Keanggotaan dalam kelas sosial tertentu akan menentukan cara kita memandang dunia, apa yang
kita harapkan dan kita khawatirkan. Sejarah tidak ditentukan oleh pikiran manusia, tetapi oleh
cara manusia menjalankan produksinya. Oleh sebab itu, perubahan masyarakat tidak dapat

terjadi dari perubahan pikiran, tetapi dari perubahan dalam cara produksi.
Karl Marx membagi lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian, yakni dasar nyata
atau basis dan bangunan atas. Basis merupakan bidang produksi kehidupan material, sedangkan
bangunan atas merupakan proses kehidupan sosial, politik dan spiritual.6
Basis ditentukan oleh dua faktor, yakni tenaga-tenaga produktif dan hubungan-hubungan
produksi. Tenaga-tenaga produktif merupakan kekuatan-kekuatan yang dipakai oleh masyarakat
untuk mengerjakan dan mengubah alam. Tenaga-tenaga produktif mengandung tiga unsur, yaitu
alat-alat kerja, manusia dengan kemampuannya masing-masing dan pengalaman-pengalaman
dalam produksi (teknologi). Hubungan-hubungan produksi merupakan hubungan kerja sama atau
pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi, sepertiburuh dan pemilik
modal. Ciri khas dari basis adalah adanya pertentangan antara kelas atas dan kelas
bawah.Hubungan-hubungan produksi ditentukan oleh tingkat perkembangan tenaga-tenaga
produktif. Hal ini berarti struktur kelas masyarakat bukan sesuatu yang kebetulan, tetapi
ditentukan oleh tuntutan efisiensi produksi. Jadi, yang menentukan hubungan-hubungan produksi
dalam sebuah masyarakat adalah tenaga-tenaga produktif.7
Bangunan atas terdiri dari dua hal, yakni tatanan institusional dan tatanan kesadaran
kolektif atau bangunan atas ideologis.Tatanan institusional merupakan segala macam lembaga
yang menganut kehidupan bersama masyarakat di luar bidang produksi, seperti organisasi pasar,
sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem hukum dan negara. Tatanan kesadaran kolektif
merupakan segala sistem kepercayaan, norma-norma dan nilai yang memeberikan kerangka

pengertian, makna dan orientasi spiritual kepada usaha manusia termasuk pandangan
dunia, agama, filsafat, moralitas masyarakat, nilai-nilai budaya dan seni.8
b. Friedrich Engles
Perhatian Engels terhadap sistem sosial pertama-tama bukan pada kepercayaan atau
gagasan orang per orang, tetapi lebih pada keadaan yang menjadi tempat siapa yang menciptakan
dan siapa yang menerima kepercayaan dan gagasan ciptaan tersebut karena produksi gagasan,
5Franz Magnis Suseno (2010). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. (Gramedia
Pustaka Utama.), hlm. 135-145.
6Allen Oakley, Marx's Critique of Political Economy: 1844 to 1860, Routledge, 1984, p. 51.
7Munro, John. "Some Basic Principles of Marxian Economics".University of Toronto.Diakses 2007-08-23.
8Jonathan H. Turner. The Emergence of sociological theory. 1981. ( Illinois: The Dorsey Press.) Hlm. 165-190

3

konsepsi, dan kesadaran jalin-menjalin dengan kegiatan-kegiatan material dan hubungan material
manusia.9
Menurut Engels, gagasan harus dipahami sebagai hasil dari aktivitas orang-orang yang
berkutat dengan proses kehidupan material dan menempatkan produksi gagasan sebagai sebuah
aspek dari upaya pada umumnya dalam menciptakan kehidupan dalam alam.
Engels sama sekali tidak antipati terhadap pentingnya gagasan, konsep, dan nilai-nilai

dalam kehidupan manusia, tapi mereka menambahkan bahwa semua ini tidak muncul dari ruang
kosong, dan ruang pertama yang harus dihadapi manusia adalah kehidupan materialnya yaitu
produksi dan reproduksi kebutuhan materialnya. Kehidupan manusia adalah sejarah yang
mengandung saling pengaruh yang kompleks antara berbagai faktor yang sebagian material dan
sebagian lainnya mental (meski bermula dari material).10
Dalam bukunya Les éléments de l’ideologie, Destutt de Tracy mendefinisikan ‘ilmu
gagasan-gagasan’ sebagai berikut: “Ilmu itu bisa disebut ideologi, jika orang hanya mengamati
pokok masalahnya; tata bahasa umum, jika orang hanya mengamati metode-metodenya; dan
logika, jika orang hanya engamati tujuannya. Apapun namanya, ilmu itu pasti memuat tiga
bagian ini, karena yang satu tak bisa dijalankan secara memadai tanpa menjalankan juga dua
yang lainnya.Jadi, boleh dibilang bahwa asal-usul istilah ideologi hanya berarti ‘ilmu tentang
gagasan-gagasan’.
Tujuan utama dari ilmu tentang gagasan ini adalah penolakan terhadap metafisika dan
mencari dasar dari ilmu budaya pada dasar-dasar antropologis dan psikologis atau menfokuskan
kajian tentang gagasan dengan menelisik sumber psikologisnya yang merupakan hasil cerapan
atas lingkungan kehidupan manusia.Jauh di kemudian hari, Engels menggunakan istilah ideologi
dengan arti yang jauh berbeda dari istilah aslinya.Titik perhatian Engels adalah batasan ideologi
sebagai jaringan konsep, perspesi, dan gagasan kelas berkuasa yang ditebarkan pada masyarakat
awam yang dikuasai sebagai penyamar landasan nyata dari tatanan yang menindas. Ideologi
dalam arti ini bersifat khusus.

B. POSITIVISME
1. Pengertian Positivisme
Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam bahasa filsafat
bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu
realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di
9Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. (United Kingdom: Cambridge University Press.), Hlm.
465-467.
10P. A. van der Weij. 1991. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.), Hlm. 111-117.

4

dalam angan-angan (impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi
kemampuan untuk berpikir dari akal manusia.
Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu
paham yang dalam "pencapaian kebenaran"-nya bersumber dan berpangkal pada kejadian yang
benar-benar terjadi.Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik.Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.11
Pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara
pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Penganut paham positivisme

meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena
masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
2. Tokoh Aliran Positivisme
a. Auguste Comte
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal.Kamu positivis percaya
bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat
dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan.Aliran ini tentunya
mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi
Perancis.
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia terdiri atas tiga Tahap yaitu Tahap
Teologik, lalu meningkat ketahap metafisik, kemudian mencapai tahap akhir yaitu tahap positif.12
1. TAHAP TEOLOGIK
Tahap teologik bersifat antropomorfik atau melekatkan manusia kepada selain manusia
seperti alam atau apa yang ada dibaliknya. Pada zaman ini atau tahap ini seseorang mengarahkan
rohnya pada hakikat batiniah segala sesuatu, kepada sebab pertama, dan tujuan terahir segala
sesuatu.Menurutnya benda-benda pada zaman ini merupakan ungkapan dari supernaturalisme,
bermula dari fetish yaitu suatu faham yang mempercayai adanya kekuatan magis dibenda-benda
tertentu, ini adalah tahap teologis yang palin primitif.
Kemudian polyteisme atau mempercayai pada banyak Tuhan, saat itu orang menurunkan
hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang

melatar belakanginya, sedemikian rupa, sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewadewanya sendiri. Dan kemudian menjadi monoteisme ini adalah suatu tahap tertinggi yang mana

11Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.) Hlm. 593-600
12Mohammad Muslih, filsafat ilmu,kajian atas dasar paradigm dan ilmu pengetahuan, pen: belukar, 2006,
(Yogyakarta,) hal: 91

5

saat itu manusia menyatukan Tuhan-Tuhannya menjadi satu tokoh tertinggi.Ini adalah abad
monarkhi dan kekuasaan mutlak.Ini menurutnya adalah abad kekanak-kanakan.13

2. TAHAP METAFISIK
Tahap metafisik sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman
teologik, karena ketika zaman teologik manusia hanya mempercayai suatu doktrin tanpa
mempertanyakannya, hanya doktrin yang dipercayai. Dan ketika manusia mencapai tahap
metafisika ia mulai mempertanyaan dan mencoba mencari bukti-bukti yang meyakinkannya
tentang sesuatu dibalik fisik. Tahap metafisik menggantikan kekuatan-kekuatan abstrak atau
entitas-entitas dengan manusia.Ini adalah abad nasionalisme dan kedaulatan umum, atau abad
remaja.14
3. TAHAP POSITIF

Tahap positif berusaha untuk menemukan hubungan seragam dalam gejala.Pada zaman
ini seseorang tahu bahwa tiada gunanya untuk mempertanyakan atau pengetahuan yang mutlak,
baik secara teologis ataupun secara metafisika.Orang tidak mau lagi menemukan asal muasal dan
tujuan akhir alam semesta, atau melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu dan dibalik
sesuatu.Pada zaman ini orang berusaha untuk menemukan hukum segala sesuatu dari berbagi
eksperimen yang akhirnya menghasilan fakta-fakta ilmiah, terbukti dan dapat dipertanggung
jawabkan. Pada zaman ini menerangkan berarti: fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan
suatu fakta umum. Segala gejala telah dapat disusun dari suatu fakta yang umum saja.
3 zaman atau 3 tahap ini menurut Comte bukanlah suatu zaman yang berlaku bagi
perkembangan rohani manusia tetapi juga berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat
manusia, bahkan berlaku bagi perorangan, ketika muda ia seorang metafisikus dan ketika dewasa
ia menjadi seorang fisikus. Ketika seorang masih perpandangan metafisikus ataupun teologis
berarti ia masih berfikiran primitif walaupun ia hidup dizaman yang modern. Dan ketika orang
berfikiran fisikus maka ia adalah seorang yang modern dimana pun ia berada. Pendapat ini
didasarkan pada kecendrungan pernyataannya yang lebih menjurus kepada tahap dalam
keyakinan manusia dari pada tahap zaman manusia.
Selain itu tahap dalam 3 zaman ini bukan hanya berlaku dalam hal itu saja tetapi juga bias
terjadi dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Yang asal mulanya ketika ilmu pengetahuan masih
dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikeruhkan oleh pemikiran-pemikiran
metafisis hingga akhirnya tiba pada zaman positif yang cerah yang mana meninggalkan bahkan

melepaskan dari keberadaan unsur-unsur teologis dan metafisika.Oleh karena itu baginya
Teologi dan filsafat barat abad tengah merupakan pemikiran primitive.Karena masih pada taraf
pertanyaan tentang teologi dan metafisis.
13Ibid: 110
14Ibid: 111

6

Baginya manusia tidak dapat mengetahui hakikat dari segala sesuatu, tetapi manusia
dapat mengetahui keadaan-keadaan yang mempengaruhi terjadinya peristiwa.
Pengetahuan positivisme mengandung arti sebagai pengetahuan yang nyata (real),
berguna (useful), tertentu (certain) dan pasti (extact).Kaidah kaidah alam tidak pernah
disederhanakan menjadi satu kaidah tunggal dan kaidah itu terdiri dari perbedaanperbedaan.Akal dan ilmu menurutnya harus saling dihubungkan karena ilmu yang menurutnya
cerapan dari sesuatu yang positif tetaplah harus memakai akal dalam pembandingannya,
dan etika dianggap tinggi dalam hirarki ilmu-ilmu.15
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie
Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan
merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir
perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana
statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald),
sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang
kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan,
eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam,
tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukumhukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.16
b. Karl Raimund Popper
Asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus diji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu
pengetahuan baru ini sebagai penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa
pengetahuan ilmiah pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta
nyata dengan menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis tugas filsafat
ilmu pengetahuan adalah menanamkan dasar untuk ilmu pengetahuan.17
Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang metode Induksi, ia
berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil dapat menghasilkan
15Ali mudhofir, kamus filsafat barat, hal :103
16Système de politique positive (1851- 1854).

17 Joseph Antonius Ufi, “Metodologi Problem Solving dalam Pandangan Karl R. Popper”. (Skripsi S-1 STF Seminari
Pineleng,), hlm. 12-13.

7

pengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan
pengetahuan ilmiah yang berlaku dan benar, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan logika,
namun jenis penalaran yang dipakai oleh positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepat
sebab jenis penalaran ini tidak mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan
berlaku, karena elemahan yang bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan,
dimana dari premis-premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan
atau generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili fakta yang ada. Dan menurutnya agar
pengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai benar maka penalaran yang harus dipakai adalah
penalaran deduktif.18
Penolakan lainnya adalah tentang Fakta Keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras
yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu terkait
dengan teori, yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan tertentu.Dengan demikian
pernyataan pengamatan, yang dipakai sebagai landasan untuk membangun teori dalam
positivisme logis tidak pernah bisa dikatakab benar secara mutlak.19

PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa alam terdiri dari unsur-unsur yang
disebut materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah

1818 Bryan Magee. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 135-136.

19 A, MacIntyre,

“Popper, Karl Raimund,” dalam The Encyclopedia of Philosophy, Edited by Paul Edwards (New
York: The Macmillan Company and The Free Press, 1967), hlm 398.

8

hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori, materialisme
termasuk paham ontologi monistik.
Ciri-ciri paham Materialisme :
a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi.
b. Tidak meyakini adanya alam ghaib.
c. Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.
e. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak. Maksudnya ialah
sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai nara sumber dan juga
sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis
2.

Positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu paham yang dalam "pencapaian
kebenaran"-nya bersumber dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar
terjadi.Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik.Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia terdiri atas tiga Tahap yaitu
Tahap Teologik, lalu meningkat ketahap metafisik, kemudian mencapai tahap akhir yaitu
tahap positif. Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode
positif yang kepastiannya tidak dapat digugat.
Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup.
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian.
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Popper, K.R. “The Logic Scientific Discovery”. New York: Basic Books, 1959.
2. Apartanto. Pius, al barry. m. Dahalan, kamus ilmiah popular, penerbit arola Surabaya,
1994
3. Mudhofir. Ali, kamus filsafat barat, pustaka pelajar, cet ke: 1, Yogyakarta, 2001
9

4. Hadiwijono. Dr. Harun, sari sejarah filsafat barat 2,penerbit kanisus (anggota ikapi) cet,
ke: 11
5. Muslih. Mohammad, filsafat ilmu,kajian atas dasar paradigm dan ilmu pengetahuan, pen:
belukar, cet: 3, 2006, Yogyakarta
6. Titus.H. Harlod, Smith.S. Marlyn, Nolan. T. Richard, persoalan-persoalan filsafat alih
bahasa: prof Dr. H.M rasyidi, PT bulan bintang. Jakarta, 1984.,

10