Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Ma

Laporan Praktikum
Laboratorium Teknik Material 1
Modul A Heat Treatment
Oleh :

Kelompok

: 16

Anggota (NIM)

: Satrio Swandiko Prillianto

(13108012)

Wafi Ihtikamiddin

(13108035)

Rawinder Singh


(13108049)

Rais Rijal

(13108056)

Wirana

(13108083)

Suselo Suluhito

(13108095)

Zakiy Nur R

(13108097)

Tanggal Praktikum


: 22 Oktober 2010

Nama Asisten (NIM)

: Andi

(23710010)

Tanggal Pengesahan

: 26 Oktober 2010

Laboratorium Metalurgi
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2010

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada kadar karbon pada
suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa mempunyai nilai kekerasan yang berbeda.
Hal tersebut dapat terjadi akibat proses manufacturing yang berbeda-beda pada baja kadar karbon
sama. Sehingga, kita perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja karbon agar kita bisa
mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu. Suatu logam dapat
berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu kekerasan logam itu juga sehingga kita perlu
memahami faktor penetu kekerasan logam tersebut.
Praktikan juga dituntut untuk memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening
pada paduan Al-Cu untuk mengetahui perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberi heat
treatment.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini antara lain:
1. Mempelajari fenomena pengerasan pada baja karbon
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada logam
3. Memahami mekanisme dan fenomena precipitacion hardening pada paduan Al-Cu


BAB II
TEORI DASAR

Pengerasan Baja Karbon
Baja dapat dikeraskan dengan menerapkan proses perlakuan panas(heat treatment). Proses
heat treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui pengubahan struktur
mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Heat treatment merupakan
mekanisme penguatan logam dimana logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi
solid. Dalam heat treatment kita memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya.
Temperatur austenisasi yang diberikan tergantung pada kadar karbon baja yang diproses. Setelah
temperature austenisasinya tecapai, benda kerja dibiarkan pada temperature tersebut dalam jangka
waktu tertentu agar temperature homogeny diseluruh benda kerja. Proses ini disebut dengan
homogenisasi. Setelah itu, dengan mengatur laju pendinginan akan didapat kekerasan yang
diinginkan. Kekerasan yang diperoleh bergantung pada kadar karbon baja yang diproses. Dalam
praktikum ini, akan dilihat pengaruh kadar karbon terhadap baja hasil quench.
Pada saat temperature austenisasinya tercapai, maka fasa yang terjadi pada baja karbon
tersebut adalah austenite(γ). Setelah dalam fasa gamma kemudian baja tersebut di-quench sehingga
akan terbentuk martensit. Martensit yang terjadi tersebut bersifat keras. Oleh karena itu, pengintrolan
transformasi dari austenite menjadi martensit diperlukan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan
dari baja.

Proses quenching untuk meningkatkan kekerasan dari baja dikontrol dengan pemilihan media
pendinginan yang tepat. Media quenchingyang dipakai biasanya antara lain air, larutan natrium
hidroksida, oli, dsb. Karakteristik medium yang digunakan untuk quenching antara lain:







Temperature dari medium
Panas spesifik
Panas penguapan
Konduktifitas termal medium quenching
Viskositas
Agitasi

Precipitascion Hardening Pada Paduan Al-Cu
Precipitascion hardening adalah proses perlakuan panas yang ditujukan untuk meningkatkan
kekuatan dan kekerasan material dengan pembentukan presipitan yang tersebar secara seragam di

dalam matriks. Paduan yang mudah dikeraskan dengan presipitasi adalah paduan yang dapat
membentuk larutan lewat jenuh.(super saturated solid solution) yang ketika di-aging akan
membentuk presipitat. Salah satu paduan yang menggunakan proses ini adalah apduan Al-Cu.
Telah kita ketahui bahwa kemapuan Al untuk melarutkan Cu adalah 4%. Jika %Cu lebih
besar dari 4 % maka atom Cu akan menempati matriks Al sebagai intersiti. Oleh karena itu, fasa awal
yang terjadi adalah fasa α dan θ. Paduan Al-Cu tersebut kemudian dipanaskan pada temperature
550oC agar fasa yang terjadi seluruhnya adalah fasa α. Kemudian paduan tersebut didingan secara
cepat agar tidak terjadi AlCu2. Fasa ini tidak stabil karena kestabilannya hanya 5%. Proses ini

dinamakan solid solution strengthening. Paduan tersebut kemudian dipanaskan lagi pada temperature
sekitar 200oC supaya terbentuk presipitat CuAl2 yang kan meningkatkan kekerasan paduan tersebut.
Proses ini dinamakan presipitation hardening. Sebenaranya pada temperature kamar maupun
temperature dibawah 200oC sudah terbentuk presipitat CuAl2, akan tetapi bersifat metastabil. Paduan
Al-Cu yang dapat dikeraskan adalah paduan yang kadar Cu nyakecil dari batas kelarutan maksimum.

Rekristralisasi
Material kristalin yang mengalami deformasi plastis pada temperature yang rendah(cold
work) akan mengalami perubahan butir dan disertai dengan kenaikan kekuatan dan kekerasan.
Kenaikan dan kekerasan ini disebabkan oleh semakin bertambahnya dislokasi mengalami residual
stress atau tegangan sisa. Selain itu, efek lain dari proses pengerjaan dingin yang selalu terjadi adalah

menurunnya keuletan dan ketangguhan material. Untuk dapat menaikkan kembali sifat ketangguhan
dan keuletannya, maka dilakukan proses pemulihan bentuk butirnya, mengurangi jumlah dislokasi
serta menghilangkan tegangan sisa yang dialami oleh material.
Proses pemulihan dalam bentuk butir tersebut kita kenal dalam tahap recovery,
recrystallization, dan grain growth. Proses-proses ini melibatkan temperature pemanasan sampai
material tersebut mengalami rekristalisasi (1/2 Tm). Dengan proses rekristalisasi, selain
mengembalikan butirnya, juga dapat menghilangkan tegangan sisa serta mengurangi jumlah dislokasi.

BAB III
DATA PERCOBAAN
Data percobaan pada pengerasan baja karbon adalah sebagai berikut.
Jenis Baja Karbon
Rendah
Tinggi

T(Celcius)
800
800

t(menit)

30
30

Kekerasan Awal
33.17 HRA
64.3 HRA

Kekerasan Akhir
53.83 HRA
77.76 HRA

Data percobaan pada Precipitation hardening pada paduan Al-Cu adalah sebagai berikut:
Nomer
1
2
3
4

T(Celcius)
200

200
200
200

t(menit)
10
30
60
120

Kekerasan Awal
10.67 HRA
10.67 HRA
10.67 HRA
10.67 HRA

Kekerasan Akhir
9.6 HRA
13.67 HRA
10.33 HRA

4 HRA

Kekerasan Awal
19.67 HRA
19.67 HRA
19.67 HRA
19.67 HRA
19.67 HRA
19.67 HRA

Kekerasan Akhir
71.5 HRA
109 HRA
111 HRA
97 HRA
123 HRA
30 HRA

Data percobaan pada rekristalisasi adalah sebagai berikut:
Nomer

1
2
3
4
5
6

T(Celcius)
800
400
400
400
400
100

t(menit)
120
15
30
45
60
90

BAB IV
ANALISIS DATA
Baja karbon
Baja karbon yang dipanaskan hingga temeperature austenisasinya akan membentuk fasa
austenite. Pada percobaan, baja karbon rendah mempunyai kekerasan 33.17 HRA dan pada baja
karbon tinggi mempunyai kekerasan 64.3 HRA sebelum dimasukkan ke dalam tungku. Setelah diukur
kekerasannya, baja karbon tersebut di masukkan ke dalam tungku yang mempunyai temperature
800oC, dimana temperature tersebut merupakan temperature di atas minimal yang dibutuhkan untuk
baja karbon menjadi fasa austenite. Kemudian setelah baja karbon rendah dikondisikan pada
temperature 800oC, baja karbon tersebut ditahan selama 30 menit pada temperature tersebut untuk
homogenisasi specimen(agar fasa merata ke seluruh specimen). Setelah fasa merata ke seluruh
specimen, baja karbon tersebut di quenching agar fasa austenite membentuk martensit.
Jika dibandingkan dengan diagram Fasa Fe-C, temperature 800oC pada baja karbon rendah
masih berupa 2 fasa yaitu fasa α+γ. Karena terdapat fasa austenite pada fasa tersebut, maka terbentuk
Martensit pada baja karbon setelah di quenching. Quenching tersebut membuat atom karbon belum
sempat berdifusi sehingga kekerasan baja karbon rendah yang baru mengalami peningkatan yaitu
sebesar 53.83 HRA.
Sedangkan pada baja karbon tinggi, temperature 800oC menurut diagram fasa Fe-C baja
karbon tersebut berupa satu fasa austenite. Sehingga baja karbon tinggi tersebut berubah menjadi
martensit penuh setelah diquenching oleh praktikan. Kekerasan baja meningkatkan menjadi 77.76
HRA setelah di quenching karena atom karbon belum sempat berdifusi.
Peningkatan kekerasan baja karbon rendah tidak melebihi kekerasan pada baja karbon tinggi
sebelum di heat treatment. Hal tersebut disebabkan pengaruh dislokasi lebih dominan daripada
bentukan martensit pada kekerasan baja karbon.
Precipitacion Hardening
Precipitacion hardening menyebabkan specimen Al-Cu menjadi lebih keras karena
memberikan kesempatan Cu untuk berdifusi sehingga membentuk AlCu 2.
Pada specimen 1, kekerasannya menurun tidak significant dari 10.67 HRA menjadi 9.6 HRA.
Hal tersebut terjadi kurangnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperature precipitation.
Pada specimen 2, kekerasannya meningkat dari 10.67 HRA menjadi 13.67 HRA. Hal tersebut
menunjukkan specimen telah mengalami aging sehingga mulai terbentuk fasa θ’’ dan menyebabkan
kekerasan meningkat. Pada specimen 3, kekerasannya menurun dari 10.67 HRA menjadi 10.33 HRA.
Hal tersebut menunjukkan bahwa specimen tersebut telah mengalami over aging dimana mulai
terbentuk θ stabil sehingga kekerasannya lebih rendah. Pada specimen 4, kekerasannya jauh lebih
rendah daripada kekerasan awalnya yaitu menjadi 4 HRA. Hal tersebut menunjukkan semakin
banyaknya θ yang terbentuk akibat over aging yang terlalu lama.

Rekristalisasi
Rekristalisasi pada suatu logam dapat menyebabkan logam tersebut menjadi lebih lunak
karena proses kristalisasi dapat mengurangi dislokasi dan menghilangkan tegangan sisa. Proses
rekristalisasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap recovery, tahap kristalisasi, dan tahap grain growth.

Pada specimen 1, tembaga dipanasakan pada tungku 800oC selama 120 menit. Jika
dibandingkan dengan literature, tembaga tersebut telah mengalami proses kristalisasi secara lengkap
sehingga tembaga tersebut mempunyai kekerasan yang paling rendah dibandingkan specimen yang
belum lengkap prosesnya.
Pada specimen 2,3,4, dan 5, tembaga dipanaskan pada tungku 400 oC dengan masing-masing
waktu 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Jika dibandingkan dengan literature, tembaga
tersebut belum mengalami rekristalisasi secara lengkap. Specimen tersebut masih dalam tahap proses
kristalisasi sehingga kekerasannya lebih besar dibandingkan dengan specimen pertama. Perbedaan
waktu pada specimen 2 sampai 5 hanya mempengaruhi kesempurnaan proses homogenisasi pada
specimen sehingga perbedaan waktu tersebut mempengaruhi perbedaan kekerasan pada masingmasing specimen.
Pada specimen 6, tembaga dipanaskan dalam tungku 100 oC selama 90 menit. Jika
dibandingkan dengan literature, tembaga ini mengalami proses rekristralisasi paling tidak sempurna
karena hanya mengalami tahap recovery sehingga mempunya kekerasan yang paling tinggi
dibandingkan specimen yang lain. Namun, pada percobaan specimen ini mempunyai kekerasan yang
paling kecil dibandingkan lima specimen sebelumnya. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan
praktikan saat menjalani pengukuran kekerasan specimen.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
 Baja karbon rendah dan baja karbon tinggi akan mengalami peningkatan kekerasan akibat
diquenching pada temperature austenitenya. Hal tersebut terjadi karena terbentuknya
martensit pada baja karbon tersebut.
 Precipitacion hardening diperlukan waktu yang cukup untuk menaikkan kekerasannya. Jika
waktu yang dibutuhkan tidak mencukupi, maka kekerasannya tidak berpengaruh significant.
Jika terlalu lama, maka akan membentuk terlalu banyak θ stabil sehingga kekerasannya
menurun.
 Rekristalisasi dapat menyebabkan kekerasannya menurun apabila specimen mengalami proses
recovery, kristalisasi, dan grain growth secara sempurna.
Saran
Sebaiknya ketika mengukur kekerasan dilakukan oleh teknisi atau orang yang sudah terlatih agar data
yang diambil akurat dan terpercaya.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Dieter, G.E., “mechanical metallurgy”, second edition, Mc Graw-hill, new York, 1986
2. Callister, William D., “Material science and engineering an introduction”, edisi ke-6, John
Willey & Son inc. Chapter 7 halaman 163-184 dan halaman 370-377
3. http://www.sousacorp.com/hardness.htm

Tugas Setelah Praktikum
-

Pengerasan Baja Karbon
1. Karena pada dasarnya memang HCS lebih keras saat sebelum dilakukan heat treatment
daripada LCS karena jumlah atom karbonnya yang bekerja sebagai dislokasi lebih
banyak. Pengaruh kekerasan oleh dislokasi lebih dominan dibandingkan penagruh
kekerasan oleh martensit.
2. Pada saat quenching, fasa austenite unstable berubah menjadi martensite. Hal ini karena
kecepatan pendinginan yang sangat cepat sehingga tingkat kekerasan dan kekuatannya
pun meningkat karena karbon belum sempat berdifusi.
3. Mekanisme terbentuknya martensit adalah dari austenite unstable yang didinginkan secara
sangat cepat sehingga atom karbon belum sempat berdifusi dan menyebabkan struktur
atomnya berubah dari FCC menjadi BCT. Martensit mempunyai kekerasan yang tinggi
antara lain karena bentuk struktur atomnya BCT.
4. Austenit sisa terjadi karena pendinginan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama
dan pada temperature yang sama (ditahan suhunya). Austenit ini bersifat lebih lunak
sehingga dengan adanya austenite kekerasan akan menurun. Cara mengurangi austenite
adalah memanaskannya hingga menjadi austenite unstable lalu di quenching.

Precipitation Hardening
1. Aging merupakan fungsi waktu terhadap kekerasan. Aging sendiri merupakan munculnya
presipitat dalam struktur atom material sehingga akan meningkatkan kekerasan material.
Namun kenaikan kekerasan tersebut ada nilai maksimalnya yaitu dimana kekerasannya
akan menurun pada saat melewati waktu aging maksimum.
2. Presipitasi ini menyebabkan terjadinya dislokasi pada susunan atomnya sehingga
kekerasannya meningkat.
3. Natural aging : proses penuaan secara biasa sesuai suhu ruang pada saat fasa super
saturated solid solution
Artificial aging : proses penuaan yang dinaikkan/ diubah temperaturnya untuk
mempercepat tumbuhnya presipitat
Overaging : proses penuaan yang telah melewati karakter presipitat maksimum sehingga
kekerasannya cenderung menurun
4. GP Zone adalah zona disaat presipitat akan muncul sampai presipitat muncul pada
strukutur atom

Rekristalisasi

1. Pemanasan pada suhu 800, 400, 100 akan berbeda-beda terhadap kekerasan material.
Suhu untuk rekristalisasi sesungguhnya 0.5Tm sehingga rekristalisasi maksimum terjadi
pada suhu tersebut. Suhu rekristalisasi berarti proses recovery semuanya telah dilakukan
dan bisa dilanjutkan dengan rekristalisasi lalu grain growth. Jika suhu tidak rekristalisasi,
kemungkinan adalah recovery tidak terjadi dengan baik sehingga untuk ketahap
selanjutnya tidak bisa dilakukan secara sempurna. Oleh karena itu, suhu rekristalisasi
akan mempengaruhi nilai kekerasannya.
2. Karena pada proses hot working, dislokasi-dislokasi pada material sudah sangat minimum
sehingga jika dilakukan pengerasan tidak berefek banyak ataupun tidak menambah
kekerasan sama sekali.
3. Keuntungan rekristalisasi adalah untuk mengembalikan keuletan dan ketangguhan yang
berubah akibat cold working menjadi seperti semula sebelum dikenai cold working
4. Cold work dilakukan atau dikerjakan pada saat dibawah atau sama dengan suhu
temperature rekristalisasinya. Semakin banyak cold work, maka semakin tinggi
temperature yang diperlukan untuk rekristalisasi.