KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PAYUS Elops haw

LAPORAN BIOKIMIA PERAIRAN KE-3
Kamis, 3 Maret 2016

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PAYUS (Elops hawaiensis)
DENGAN FREKUENSI PENCUCIAN YANG BERBEDA
Yeshi Julyas Ristiana
4443140623
Kelompok 5
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
Abstrack
One of the business diversification of fisheries products to be developed
and the opportunity to add value added is the fish balls. The purpose of this
practicum diadakanya is evaluating the characteristics of fish balls payus (Elops
hawaiensis) with different washing frequency. The practicum was held on
Thursday, March 3, 2016 in the Laboratory of Aquatic Product Processing
Technology (TPHP) Department of Fisheries. Tools and materials used are
spoons, scales, labels, plastic gloves, panic boiler, tissue, container basins,
plates, and bowls. While the materials are in use that surimi, tapioca flour, salt,

garlic, pepper powder, egg white, fried onion, flavoring, and water. Resulting in a
Test Bite 6.7 (elastic still tend to be quite strong thanks), Fold Test 4.2 (not crack
when folded 1 time (1/2 circle)). Test Spice 3.35 (Neutral approached the like),
Color Test 3.6 (neutral approach like), Test Texture 3.5 (neutral approach like),
and the Taste Test 3.5 (neutral approach like). In conclusion treatment proportion
of tapioca and fish meat payus affect the texture, A: color, firmness, Spice and
flavor.
Keyword : Fish Payus (Elops hawaiensis), Frequency Laundering and Meatballs
Fish,
Abstrak
Salah satu usaha diversifikasi produk perikanan yang dapat dikembangkan
dan berpeluang menambah nilai tambah adalah bakso ikan. Tujuan dari
diadakanya praktikum kali ini ialah mengevaluasi karakteristik bakso ikan payus
(Elops hawaiensis) dengan frekuensi pencucian yang berbeda. Adapun praktikum
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 Maret 2016 di Laboratorium Teknologi
Pengolahan Hasil Perairan (TPHP) Jurusan Perikanan. Alat dan bahan yang di
gunakan ialah Sendok, timbangan, label, sarung tangan plastic, panic perebus,
tissue, wadah baskom, piring, dan mangkok. Sedangkan bahan- bahan yang di
gunakan yaitu surimi, tepung tapioca, garam, bawang putih, lada bubuk, putih
telur, bawang goring, penyedap rasa, dan air secukupnya. Hasilnya yaitu Uji Gigit

6,7 (kekenyalanya masih di terima cenderung cukup kuat kekenyalanya), Uji
Lipat 4,2 (tidak retak ketika dilipat 1 kali (1/2 lingkaran)). Uji Aroma 3,35 (Netral
mendekati suka), Uji Warna 3,6 (netral mendekati suka), Uji Tekstur 3.5 (netral

mendekati suka), dan Uji Rasa 3,5 (netral mendekati suka). Kesimpulannya
perlakuan proporsi tapioka dan daging ikan payus berpengaruh terhadap tekstur,
kesukaan : warna, kekenyalan, aroma dan rasa.
Kata kunci : Bakso Ikan, Frekuensi Pencucian, dan Ikan Payus (Elops
hawaiensis).
PENDAHULUAN
Sebagai negara maritim yang memiliki perairan yang luas, konsumsi ikan
masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan. Konsumsi ikan di Indonesia
pada tahun 2005 masih rendah yaitu sebesar 26 kg/kapita/tahun bila dibandingkan
dengan negara-negara anggota ASEAN lain contohnya Malaysia sebesar 45
kg/kapita/tahun (Numberi 2006). Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya
tingkat konsumsi ikan ini adalah minimnya keragaman hasil olahan ikan yang
memiliki "daya tarik" bagi konsumen lintas usia, suku, dan tingkat sosial. Oleh
karena itu perlu dilakukan terobosan-terobosan dalam upaya melakukan
diversifikasi


pengolahan

komoditas

perikanan

yang diharapkan

mampu

memanfaatkan sumber daya perikanan menjadi optimal dan meningkatkan minat
masyarakat untuk mengkonsumsi ikan.
Salah satu usaha diversifikasi produk perikanan yang dapat dikembangkan
dan berpeluang menambah nilai tambah (added value) adalah bakso ikan. Dengan
kebiasaan mengkonsumsi bakso ini diharapkan mampu membantu memenuhi
kebutuhan protein sehingga dapat meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya.
Isu yang berkembang akhir-akhir ini adalah penggunaan bahan pengawet
yang membahayakan kesehatan manusia. Seperti pada produk olahan daging
lainnya, bakso mempunyai masa simpan yang relatif singkat. Salah satu usaha
untuk memperpanjang masa simpan bakso adalah dengan penambahan bahan

pengawet
suhu beku

alami

seperti

kitosan

yang

dipadukan

dengan

penyimpanan

(-18 °C) dan suhu dingin (0-5 °C). Dengan penambahan bahan

pengawet seperti kitosan selain dapat meningkatkan daya simpan juga dapat

memperbaiki sifat fisik dari produk yang dihasilkan. Pengawet makanan termasuk
dalam kelompok zat tambahan makanan yang bersifat inert secara farmakologik
(efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis). Kitosan adalah produk alami yang
diekstrak dari kulit udang tidak beracun dan merupakan polisakarida tidak larut
air. Disamping tidak beracun senyawa ini merupakan biopolimer kationik yang

dapat didegradasi (Johnson dan Peniston 1982). Kitosan dapat digunakan sebagai
pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi produk yang
diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan
lingkungannya (Hadwiger dan Adams 1978; Hadwiger dan Loschke 1981 diacu
dalam Hardjito 2006).
Tujuan dari diadakanya praktikum kali ini ialah mengevaluasi karakteristik
bakso ikan payus (Elops hawaiensis) dengan frekuensi pencucian yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Bakso merupakan produk olahan ikan atau daging yang telah dihaluskan
kemudian diberi bumbu dan tepung lalu di bentuk bulat (Sudarisman dan Elvina
1996). Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan
atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan dengan kadar daging ikan
tidak kurang dari 50% dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan

makanan yang diizinkan (BSN 1995a).
Daging yang akan dibuat harus sesegar mungkin. Daging yang telah
mengalami penyimpanan akan menghasilkan bakso yang rendah, baik mutu
maupun rendemennya (Winarno dan Rahayu 1994). Bakso dibuat dari daging
yang digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung terigu dan bumbubumbu. Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging segar yang belum
mengalami rigor mortis karena daya ikat air pada ikan segar lebih tinggi
dibanding daging rigor mortis maupun pasca rigor (Pearson dan Tauber 1984).
Umumnya bakso memiliki masa simpan maksimal satu hari (12-24 jam)
apabila disimpan pada suhu kamar dan maksimal dua minggu apabila disimpan
pada suhu (-1)-5 ºC. Bakso mengandung protein tinggi, memiliki kadar air tinggi
(aw >0,9), serta pH netral (6,0-6,5) sehingga rentan terhadap kerusakan. Tandatanda kerusakan bakso adalah rasa agak asam atau asam; tekstur lunak dan
mengelupas, mudah hancur dan berlendir, aroma busuk (www.republika.co.id
2007).
Ikan payus (Elops hawaiensis) merupakan ikan yang sering ditemukan
ditambak rakyat. Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan payus adalah:
Filum

: Chordata

Kelas


: Pisces

Ordo

: Malacopterygii

Famili

: Elopsidae

Genus

: Elops

Spesies

: Elops hawaiensis
Ikan payus memiliki bentuk tubuh seperti bandeng, tapi perutnya tidak


gendut sehingga biasa disebut bandeng laki-laki. Ikan ini. Ikan payus termasuk ke
dalam jenis karnivor yang memangsa ikan-ikan kecil dan krustasea. Di dalam
tambak, ikan ini masuk pada saat air pasang memalui pintu air yang dibuka oleh
petani tambak dan dikenal sebagai pemangsa nener ikan bandeng dan udang kecil.
Ikan payus dikonsumsi oleh masyarakat tidak hanya dalam bentuk segar. Pada
saat ini, ikan payus telah banyak di olah dengan berbagai cara seperti pengasapan,
pemindangan, presto, dan bontot (fahmi, 2000).
METODOLOGI
Adapun praktikum Biokimia Hasil Perairan mengenai karakteristik bakso
ikan payus (elops hawaiensis) dengan frekuensi pencucian yang berbeda
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 Maret 2016 di Laboratorium Teknologi
Pengolahan Hasil Perairan (TPHP) Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Adapun Alat yang digunakan dalam praktikum tentang karakteristik bakso
ikan payus (elops hawaiensis) dengan frekuensi pencucian yang berbeda yaitu
Sendok, timbangan, label, sarung tangan plastic, panic perebus, tissue, wadah
baskom, piring, dan mangkok. Sedangkan bahan- bahan yang di gunakan yaitu
surimi, tepung tapioca, garam, bawang putih, lada bubuk, putih telur, bawang
goring, penyedap rasa, dan air secukupnya.
Prosedur kerja yang di lakukan untuk pembuatan bakso ikan yaitu

masukan surimi dalam wadah yang sudah terlebih dahulu disiapkan selanjutnya
campurkan dengan garam selama 5 sampai 10 menit. Setelah itu campurkan
dengan bumbu yang sudah di timbang sesuai dengan persentase dari berat surimi
nya, setelah tercampur semua bumbu bentuk adonan bakso menjadi bulat dan
masukan kedalam air dengan suhu 40ºC selama 20 menit, angkat baso dan rebus

baso di air bersuhu 100⁰C selama 10 menit. Berikut adalah diagram
alirnya :
Masukan surimi dalam wadah yang sudah terlebih dahulu disiapkan

Campurkan dengan garam selama 5 sampai 10 menit

Campurkan dengan bumbu yang sudah di timbang sesuai dengan
persentase dari berat surimi nya

Bentuk adonan bakso menjadi bulat dan masukan kedalam air dengan suhu
40ºC selama 20 menit

Angkat baso dan rebus baso di air bersuhu 100⁰C selama 10 menit.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan bakso ikan payus (elops hawaiensis) dengan

frekuensi pencucian yang berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil yang di peroleh dari praktikum mengenai karakteristik bakso
ikan payus (elops hawaiensis) dengan frekuensi pencucian yang berbeda sebagai
berikut :
Tabel 1. Uji Lipat dan Uji Gigit
Nilai
Uji gigit
Uji lipat
1
343
6.7
4.1
2
310
6.7
4.2
3
266
5.9

3.3
4
195
6.3
3.75
5
57
5.4
3.05
6
126
6.5
3.75
Dari hasil yang di peroleh pada uji gigit nilai yang paling tinggi terdapat di

Kelompok

Berat Surimi (gr)

kelompok 1 dan kelompok 2 dengan nilai 6,7 atau kekenyalanya masih di terima
cenderung cukup kuat kekenyalanya. Dan yang terendah di uji gigit ini terdapat
pada kelompok 5 dengan nilai 5,4 atau agak kenyal masih dapat diterima. Dan uji
lipat nilai tertinggi terdapat di kelompok 2 dengan nilai 4,2 yaitu tidak retak ketika

dilipat 1 kali (1/2 lingkaran) dan yang paling rendah nilainya yaitu di kelompok 5
dengan nilai 3,05 dengan kondisi sempelnya sedikit retak setelah dilipat 1 kali ( 1/2
lingkaran).
Pada matriks terebut terdapat ikatan silang antara protein yang telah
terdenaturasi dan pati yang mengalami gelatinisasi. Muchtadi dkk (1988)
menyatakan bahwa ikatan saling silang antara pati dan protein merupaka ikatan
ionik dan kovalen sehingga membentuk tekstur yang kuat, sedangkan gelatinisasi
pati tanpa adanya protein membentuk jembatan hidrogen yang lebih ikatannya
lebih lemah dan berakibat pda tekstur yang lebih lunak (Hardoko, 1994).
Tabel 2. Uji Organoleptik

Kelompok Berat surimi
1
343
2
310
3
266
4
195
5
57
6
126
Dari hasil diatas dapat

Aroma
Warna
Tekstur
Rasa
3.15
3.45
3.35
3.5
3.1
3.55
3.45
3.35
3
3.05
3.2
3
3
3.4
3.5
3.3
3.15
3.3
3.1
2.95
3.35
3.6
3.45
3.45
dilihat untuk uji organoleptic bagian aroma nilai

tertinggi terdapat di kelompok 6 dengan nilai 3,35 yaitu Netral mendekati suka
dan terendah terdapat di kelompok 2 dengan nilai 3,1 yaitu cenderung netral.
Aroma yang paling disukai adalah dengan kadar Tapioka lebih banyak daripada
campuran daging ikan itu sendiri.
Pada warna yang nilai tertinggi yaitu terdapat di kelompok 6 dengan nilai
3,6 yaitu netral mendekati suka. Dan yang nilai terendah dikelompok 3 dengan
nilai 3,05 yaitu cenderung netral. Warna yang lebih disukai adalah dengan kadar
Tapioka lebih banyak daripada campuran daging ikan itu sendiri. Terbentuknya
warna keabu-abuan ini karena adanya reaksi pencoklatan non enzimatis antara
asam amino dengan gula reduksi pada suhu pemanasan yang relatif tinggi
(Saraswati. 1986), dalam penelitian ini bahan-bahan tersebut terkandung dalam
bahan-bahan bakso, baik daging ikan gabus, tapioka maupun bumbu-bumbu yang
ditambahkan.
Pada tekstur yang nilai tertinggi yaitu kelompok 4 dengan nilai 3.5 yaitu
netral mendekati suka. Nilai yang rendah terdapat pada kelompok 5 dengan nilai
3,1 yaitu cenderung netral. Hal ini bahwa porposi daging ikan dan porporsi
tapioca jelas berpengaruh terhadap tekstur bakso. Muchtadi dkk (1988)

menyatakan bahwa ikatan saling silang antara pati dan protein merupaka ikatan
ionik dan kovalen sehingga membentuk tekstur yang kuat, sedangkan gelatinisasi
pati tanpa adanya protein membentuk jembatan hidrogen yang lebih ikatannya
lebih lemah dan berakibat pda tekstur yang lebih lunak (Hardoko, 1994).
Pada uji Rasa nilai tertinggi terdapat di kelompok 1 dengan nilai 3,5 yaitu
netral mendekati suka. Sedangkan nilai terendah terdapat dikelompok 5 dengan
nilai 2,95 mendekati netral. Bakso dengan kadar tapioka yang cenderung tinggi
masih lebih disukai rasanya daripada bakso dengan kadar ikan yang terlalu tinggi.
Cita rasa merupakan kombinasi antara rasa, flavor dan rangsangan mulut
(Soekarto, 1985).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari hasil praktikum kali ini adalah perlakuan proporsi tapioka
dan daging ikan berpengaruh terhadap warna, kekenyalan, aroma, teksture dan
rasa. Dan hasil tertinggi dari masing-masing pengujian yang dilakukan saat uji
Organoleptik yaitu Hasilnya yaitu Uji Gigit 6,7 (kekenyalanya masih di terima
cenderung cukup kuat kekenyalanya), Uji Lipat 4,2 (tidak retak ketika dilipat 1
kali (1/2 lingkaran)). Uji Aroma 3,35 (Netral mendekati suka), Uji Warna 3,6
(netral mendekati suka), Uji Tekstur 3.5 (netral mendekati suka), dan Uji Rasa 3,5
(netral mendekati suka).
Sarannya untuk praktikum selanjutnya ialah lebih baik berdo’a terlebih
dahulu baik saat akan mulai atau saat selesai praktikum karena merupakan
kewajiban.
DAFTAR PUSTAKA
Hardoko, 1994. Pembuatan Fish Cake (Kamaboko) dari Daging Ikan Tengiri
dengan Tepung Gandum dan Tepung Sagu. Buletin Ilmiah Perikanan.
Faperik Unibraw Malang, III : p.63-72.
Hardjito L. 2006. Aplikasi kitosan sebagai bahan tambahan makanan dan
pengawet. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH,
(eds). Prospek produksi dan aplikasi kitin-kitosan sebagai bahan alami
dalam membangun kesehatan masyarakat dan menjamin keamanan
produk. Prosiding seminar nasional kitin-kitosan 2006; Bogor, 16 Maret

2006. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Johnson EL, Peniston QP. 1982. Utilization of shelfish waste for production of
chitin and chitosan production. Di dalam: Stanford P, Thorlief A,
Gudmund jak-Break, (eds). Chemistry and Biochemistry of Marine Food
product. Wesport, Conecticut: The AVI Pun. Co. Inc.
Saraswati, 1986. Pembuatan Keripik Ikan Tengiri. PT. Bharata Karya Aksara.
Jakarta.
Winarno FG dan TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
LAMPIRAN

Gambar 2 : Daging ikan dicampur

Gambar 3 : Penyedap Rasa

dengan garam

Gambar 4 : Putih telur

Gambar 5 : Tepung Tapioka

Gambar 6 : Bawang Goreng

Gambar 7 : Daging Ikan dicampur
dengan bumbu

Gambar 8 : Campuran daging ikan
dengan tapioka

Gambar 10 : Bakso direbus dalam
suhu 100⁰C
RENDEMEN
Kelompok 5
Tapioka 15%
X 57

15

= 8,55gr

100

Garam 2%
X 57
100

2

= 1,14gr

Bawang Putih 2,5%
2,5

X 57

= 1,42gr

100

Lada 0,5%
0,5

X 57

= 0,28gr

100

Putih Telur 0,5%
0,5 X 57 = 0,28gr
100

Bawang Goreng 1%
1

X 57

= 0,57gr

Gambar 9 : Bulatan Bakso di
masukan dalam air 40ºC

Gambar 11: Bakso Ikan sudah siap.

100