Meramalkan Tuntutan Sumber Daya Manusia

Meramalkan Tuntutan Sumber Daya Manusia
Sebagaimana didefinisikan sebelumnya, peralaman tuntutan melibatkan penentuan jumlah,
keterampilan dan lokasi karyawan yang akan di butuhkan organisasi di masa mendatang
dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya. Sebelum tuntutan sumber daya manusia bisa
diramalkan, permintaan akan barang dan jasa perusahaan harus diramalkan. Peramalan ini
kemudian dikonversikan menjadi kebutuhan akan orang untuk menjalankan aktivitasaktivitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa tersebut. Bagi sebuah
perusahaan yang memproduksi PC (Komputer), aktvitas-aktivitas dapat dinyatakan dalam
istilah jumlah unit yang akan diproduksi, jumlah penjualan yang akan dihasilkan, jumlah
voucher yang akan diproses, atau berbagai aktivitas lainnya. Sebagai conth, memproduksi
1000 komputer notebook setiap minggu membutuhkan 10.000 jam kerja oleh para perakit
dalam satu minggu yang memiliki 40 jam kerja. Dengan membagi 10.000 dengan 40 jam
dalam stau minggu kerja dapat ditentukan bahwa 250 karyawan perakitan dibutuhkan.
Perhitungan yang sama dilakukan untuk pekerjaan pekerjaan lain yang diperlukan untuk
memproduksi dan menjual komputer tersebut.
Beberapa teknik untuk meramalkan kebutuhan sumber daya manusia saat ini
digunakan para profesional SDM. Beberapa dari teknik tersebut bersifat kualitatif, dan
beberapa lainnya bersifat kuantitatif. Beberapa metode yang paling dikenal dideskripsikan
dalam bagian ini.

Zero-Base Forecasting
Metode zero-base forecasting menggunakan tingkat kekaryawanan organisasi saat ini sebagai

titik awal untuk menentukan kebutuhan penyediaan staff (staffing) di masa depan.
Pada dasarnya, prosedur yang digunakan untuk perencanaan sumber daya manusia ini
adalah sebagaimana yang digunakan untuk penganggaran berbasis nol (zero-base budgeting),
di mana setiap anggaran harus divalidasi setiap tahun. Jika seseorang karyawan pensiun,
dipecat, atau mengundurkan diri dari perusahaan dengan berbagai alasan, posisinya tidaklah
secara otomatis diisi. Alih-alih, sebuah analisis dilakukan untuk menentukan layak tidaknya
posisi tersebut diisi. Pertimbangan yang sama juga dilakukan untuk penciptaan posisi-posisi
baru ketika tampaknya dibutuhkan. Kunci dari peramalan berbasis nol adalah analisis
mendalam mengenai kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia. Biasanya, posisi lowong
tersrbut tidak diisi dan pekerjaan yang ditinggalkan dibebankan kepada para karyawan
bertahan. Perencanaan dapat pula melibatkan alih daya (outsourcing) atau pendekatanpendekatan lainnya sebagai alternatif melakukan penarikan karyawan baru.

Bottom-Up Approach
Dalam bottom-up approach, setiap level yang berurutan dalam organisasi, mulai dari yang
terendah, meramalkan kebutuhnannya, hingga akhirnya menghasilkan ramalan agregat
mengenai karyawan yang dibutuhkan.
Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa manajer pada setiap unit harus
mengetahui kebutuhan karyawannya. Dimulai dari unit kerja pada level terendah dalam
organisasi, setiap manajer unit membuat perkiraan jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk
periode waktu yang tercakup dalam siklus perencanaan. Begitu proses tersebut bergerak ke

atas dalam perusahaan secara berurutan setiap level manajemen yang lebih dari maisngmasing level yang secara langsung mendahuluinya. Pada akhirnya, diperoleh ramalan agregat
mengenai kebutuhan organisasi secara keseluruhan. Proses ini seringkali bersifat sangat
interaktif dalam artian bahwa perkiraan kebutuhan dari level sebelumnya didiskusikan,
dinegosiasikan, dan diperkirakan ulang dengan level manajemen berikutnya bersamaan
dengan bergeraknya proses peramalan ke atas dalam organisasi. Aspek interaktif dari
perkiraan manajerial merupakan salah satu keunggulan dari prosedur unu karena hal tersebut
memaksa para manajer memvalidasi kebutuhan penyediaan karyawan mereka di masa depan.

Hubungan antara volume Penjualan dengan Jumlah Karyawan yang
Dibutuhkan
Salah satu prediktor tingkat kekaryawanan yang paling berguna adalah volume penjualan.
Ada hubungan positif antara permintaan dan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Ketika
penjualan menurun, jumlah karyawan juga menurun. Menggunakan metode seperti ini, para
manajer dapt memperkirakan jumlah karyawan yang dibutuhkan pada tingkat-tingkat
permintaan yang berbeda.

Mode Simulasi
Simulasi adalah teknik peramalan dengan melakukan eksperimen mengenai situasi nyata
menggunakan model sistematis.
Sebuah model adalah abstraksi dari kenyataan. Dengan demikian, model simulasi

adalah upaya untuk menggambarkan situasi nyata melalui logika matematis untuk
memperkirakan apa yang akan terjadi. Simulasi membantu para manajer dengan
memampukan mereka mengajukan banyak pertanyaan apa-jika (what-if question)tanpa harus
membuat keputusan yang menimbulkan konsekuensi-konsekuensi dunia nyata. Dalam
manajemen sumber daya manusia, model simulasi bisa dibangun untuk menggambarkan
kesalingterhubungan antara tingkat kekaryawanan dan banyak variabel lainnya. Manajer
kemudian dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan apa-jika seperti berikut ini
 Apa yang akan terjadi jika memberi kerja lembur pada 10 persen dari angkatan
kerja yang ada saat ini?
 Apa yang akna terjadi jika pabrik menggunakan dua shift? Tiga shift?

Meramalkan Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Meramalkan tuntutan SDM melibatkan penentuan jumlah, keterampilan,dan lokasi karyawan
yang akan dibutuhkan organisasi dimasa mendatang dalam rangka mencapai tujuantujuannya. Penentuan apakah perusahaan mampu memperoleh para karyawan dengan
keterampilan yang dibutuhkan, dan dari mana sumbernya, merupakan peramalan ketersediaan
(availability forecast). Peramalan tersebut membantu menunjukkan kemungkinan
terpenuhinya jumlah karyawan yang dibutuhkan dari dalam perusahaan, dari luar organisasi,
atau dari kombinasi kedua sumber tersebut. Kemungkinan lainnya adalah bahwa
keterampilan yang dibutuhkan tidak langsung tersedia dari sumber yang ada.


Penggunaan Basis Data SDM
Banyak karyawan yang dibutuhkan untuk posisi-posisi masa depan di suatu perusahaan
mungkin sudah bekerja di perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan tersebut kecil manajemen
mungkin mengenali seluruh karyawan dengan cukup baik guna mencocokkan keterampilan
dan aspirasi mereka dengan kebutuhan-kebutuhan perusahaan. Seiring bertumbuhnya
perusahaan proses pencocokan menjadi semakin sulit. Basis data digunakan oleh organisasiorganisasi yang menganggap serius permasalahan sumber daya manusia dalam mencocokkan
orang-orang dengan posisi-posisi. Di samping itu, perencanaan suksesi membantu
memastikan adanya pasokan internal karyawan manajemen yang berkualitas tinggi.
Kemajuan teknologi telah menciptakan cara-cara mengelola dan menganalisis
informasi. Basis data saat ini mencakup informasi mengenai seluruh karyawan manajerial dan
non-manajerial. Workforce manajemen Initiatives IBM melibatkan penyusunan keterampilan
dan latar belakang tiap karyawan.
Informasi yang bisa ditampilkan pada basis data meliputi hal-hal berikut:
 Riwayat dan pengalaman bekerja
 Keterampilan dan pengetahuan khusus
 Lisensi atau sertifikat yang dimiliki
 Pelatihan yang telah diselesaikan dalam organisasi
 Latar belakang pendidikan
 Hasil penilaian kinerja terdahulu
 Penilaian atas kekuatan dan kelemahan

 Kebutuhan pengembangan
 Potensi promosi sata ini, dan dengan pengembangan lebih lanjut
 Kinerja pekerjaan saat ini
 Bidang spesialisasi
 Preferensi pekerjaan
 Preferensi geografis
 Sasaran dan aspirasi karier
 Perkiraan tanggal pensiun
 Riwayat pribadi, termasuk penilaian psikologis

Sebelum dirasa perlu mencari sumber eksternal, perusahaan dapat menggunakan basis data
tersebut untuk meneliti dalam perusahaan itu sendiri guna melihat keberadaan para karyawan
dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Tren yang meningkat adalah perusahaan secara otomatis
memberitahukan adanya posisi-posisi baru kepada para karyawan yang memenuhi syarat.

Ramalan Kekurangan Karyawan
Ketika organisasi-organisasi menghadapi kekurangan karyawan, organisasi-organisasi
tersebut harus mengintensifkan upayanya merekrut karyawan untuk memenuhi
kebutuhannya. Beberapa tindakan yang mungkin dilakukan akan didiskusikan berikut ini:
1. Perekrutan Kreatif

Kekurangan karyawa seringkali berarti bahwa pendekatan-pendekatan baru
untuk merekrut harus digunakan. Organisasi mungkin harus merekrut di
wilayah-wilayah geografis yang berbeda dibandingkan pada masa lalu,
menggali metode-metode baru dan mencari tipe-tipe kandidat yang berbeda.
2. Intensif Kompensasi
Perusahaan-perusahaan yang bersaing mendapatkan karyawan dalam situasi
permintaan tinggi mungkin harus mengendalikan insentif kompensasi.
Bayaran premium adalah salah satu metode yang banyak dipakai; namun,
pendekatan ini dapat memicu perang penawaran yang tidak bisa diatasi
organisasi pada periode selanjutnya. Bentuk-bentuk imbalan yang lebih samar
mungkin diperlukan untuk menarik para karyawan ke dalam perusahaan,
seperti empat-hari-kerja seminggu, jam kerja fleksibel, telecommuting, kerja
paruh-waktu, dan pusat pengasuhan anak.
3. Program Pelatihan
Program-program pelatihan khusus mungkin diperlukan untuk mempersiapkan
orang-orang yang tadinya belum mampu bekerja agar dapat mengisi posisiposisi dalam perusahaan. Pendidikan susulan dan pelatihan keterampilan
adalah dua jenis program yang bisa membantu menarik orang-orang ke
perusahaan tertentu.
4. Standar Seleksi Berbeda
Pendekatan lain untuk mengatasi kekurangan karyawan adalah menurunkan

standar tenaga kerja. Kinerja seleksi yang menyaring para karyawan tertentu
mungkin harus sudah disesuaikan untuk memastikan bahwa cukup banyak
orang tersedia untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan. Alih-alih menuntut
pengalaman kerja, perusahaan mungkin ingin mempekerjakan karyawan tanpa
pengalaman dan melatih orang tersebut menjalankan pekerjaannya.

Ramalan Surplus Karyawan
Ketika perbandungan kebutuhan dengan ketersediaan menunjukkan akan terjaidnya surplus
karyawan, perekrutan terbatas, pengurangan jam, pensiun dini, dan perampingan mungkin
diperlukan untuk memperbaiki situasi. Berikut penjelasannya:
1. Perekrutan Terbatas

Saat perusahaan mengimplementasikan kebijakan perekrutan terbatas
(restricted hiring) perusahaan tersebut mengurangi angkatan kerja dengan
tidak mengganti para karyawan yang keluar. Para karyawan baru dipekerjakan
hanya jika kinerja keseluruhan organisasi mungkin terpengaruh.
2. Pengurangan Jam
Perusahaan juga bisa menanggapi berkurangnya kebutuhan beban kerja
dengan mengurangi jumlah total waktu kerja. Alin-alin meneruskan kebijakan
40 jam seminggu, manajemen bisa memutuskan untuk memangkas waktu

setiap karyawan menjadi 30 jam. Pemangkasan ini biasanya diterapkan hanya
bagi karyawan jam-jaman karena manajemen dan para profesional lainnya
merupakan karyawan exempt dan dengan demikian tidak dibayar atas dasar
jam kerja.
3. Pensiun Dini
Pensiun dini dari beberapa karyawan yang ada saat ini adalah cara lain untuk
mengurangi jumlah karyawan. Segelintir karyawan mungkin menyukai
pensiun, tapi kebanyakan karyawan lainnya akan cenderung menolak. Namun,
karyawan yang menolak tersebut mungkin akan menerima pensiun dini total
paket uang pensiunnya dibuat cukup menarik.

Perampingan
Perampingan (downsizing), yang jga dikenal sebagai restrukturisasi dan rightsizing, pada
dasarnya adalah kebalikan dari pertumbuhan perusahaan dan merupakan pertumbuhan sekali
waktu dalam organisasi dan dalam jumlah karyawan yang dipekerjakan.
Biasanya, baik struktur organisasi maupun jumlah karyawan dalam oganisasi tersebut
menyusut. Dalam beberapa kasus, perampingan berhasil menyelesaikan masalah. Hal tersebut
terjadi apabila bila perusahaan menjual aset-aset yang tidak menguntungkan dan alasan
mengurangi jumlah penerima upah adalah untuk meningkatkan laba.
Ketika mulai dipekerjakan, para karyawan harus memahami bagaimana cara kerja

sistem jika terjadi perampingam. Jika perusahaan memiliki serikat pekerja, prosedur
pemberhentian biasanya dinyatakan secara jelas dalam kesepakatan antara pekerja dengan
manajemen. Senioritas biasanya menjadi dasar pemberhentian, di mana para karyawan yang
kurang senior akan diberhentikan terlebih dahulu. Kesepakatan tersebut juga bisa memiliki
prosedur penyodokan (bumping procedure) yang dinyatakan dengan jelas. Ketika
penyodokan terjadi, komposisi angkatan kerja berubah. Perusahaan-perusahaan tanpa serikat
pekerja juga harus menyusun prosedur pemberhentian sebelum dihadapkan pada keputusan
melakukan perampingan.
Situasi yang menarik muncul ketika perusahaan melakukan perampingan, offshore,
alih daya, merjer, akuisisi, penutupan pabrik, relokasim dan restukturisasi. Belakangan iniada
kecenderungan untuk secara sementara mempertahankan karyawan-karyawan yang akan
menjadi sasaran pemutusan kerja. Bonus retensi (retention bonuses) digunakan untuk
menarik para karyawan yang diberhentikan agar bertahan untuk periode waktu yang pendek
guna memastikan agar mereka tetap kerja.

Aspek Negatif Perampingan
Ketika perampingan dipilih, perusahaan-perusahaan biasanya menggambarkan aspek-aspek
positif yang akan dihasilkan seperti peningkatan hasil akhir. Sebetulnya ada pula sisi negatif
perampingan.
Pertama, ada biaya yang terkait dengan penurunan moril para karyawan yang

bertahan. Para karyawan tersebut menjadi begitu cemas akan masa depan mereka dan tidak
igin berupaya lebih keras serta mengambil resiko, padahal justru itu yang dibutuhkan
perusahaan dalam rangka menciptakan produk baru, pasar baru, dan pelanggan baru. Para
karyawan seringkali menjadi terkuasai pikirannya oleh masalah keuangan pribadi mereka
sendiri dan keamanan keluarga mereka. Sulit untuk berpikir mengenai cara terbaik
memuaskan klien.
Kedua, seringkali tingkatan hierarki dihapuskan dari suatu perusahaan, membuat
kemajuan karier dalam organisasi menjadi lebih sulit. Dengan demikian, semakin banyak
kryawan yang mendapati diri mereka stagnan pada pekerjaan yang sama hingga mereka
pensiun. Banyak orang berpendidikan tinggi yang memasuki angkatan kerja dan dengan cepat
mendaki jenjang perusahaan pada era 1990-an mendapati diri merka stagnan.
Ketiga, bisa jadi para karyawan mulai mencari peluang yang lebih baik karena mereka
yakin bahwa mereka tinggal menunggu giliran untuk diberhentikan. Seringkali para
karyawan terbaik menemukan pekerjaan lain, dan meninggalkan perusahaan dengan orangorang yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik atau lebih aman di tempat lain.
Keempat, loyalitas karyawan seringkali berkurang secara signifikan. Dalam
hal ini karyawan yang bertahan setelah perampingan, tingkat loyalitasnya mereka seringkali
rendah. Para karyawan tersebut percaya bahwa pemberhentian akan terjadi pada mereka di
masa berikutnya.
Kelima, memori institusional (bagaimana organisasi menampiljan dirinya kepada para
pelanggan dalam semua bisnis mereka) atau budaya perusahaan telah hilang. Semakin sedikit

karyawan berpengalaman yang dimiliki perusahaan untuk mendororng budaya tersebut,
semakin kecil pula kemampuan perusahaan untuk memelihara jiwa organisasi.
Keenam, para karyawan yang bertahan akan dituntut melakukan lebih banyak hal.
Perusahaan-perusahaan seringkali mempertahankan beban kerja yang sama dan
memberikannya kepada karyawan yang lebih sedikit, yang bisa menimbulkan stres dalam
jangka panjang.