Laporan Pendahuluan Konsep Manusia Sehat

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Karakteristik Umum Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang dibutuhkan oleh semua manusia dan
kebutuhan tersebut essensial agar seseorang itu dapat bertahan hidup. Dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya, manusia dapat memenuhi secara mandiri ataupun dengan bantuan orang
lain. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seseorang menentukan tingkat
kesehatan seeorang dalam posisinya dalam rentang sehat-sakit.
Manusia dan kebutuhannya senantiasa berubah dan berkembang. Jika seseorang sudah
bisa memenuhi salah satu kebutuhannya, dia akan merasa puas dan akan menikmati
kesejahteraan sera bebas untuk berkembang menuju potensi kebutuhan yang lebih besar.
Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan itu terganggu, akan timbul suatu kondisi
patologis. Dalam konteks homeostasis, suatu persoalan atau masalah dapat diruuskan sebagai
hal yang mengahalangi terpenuhinya kebutuhan, dan kondisi tersebut lebih lanjut mengancam
homeostasis fisiologis maupun psikologis seseorang.
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori Hirarki, kebutuhan
menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis,
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997).
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow meliputi lima kategori kebutuhan
dasar, yakni sebagai berikut :
a.


Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs)
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Seorang yang
beberapa kebutuhannya tidak terpenuhi secara umum akan melakukan berbagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya terlebih dahulu. Misalnya, seorang yang
kekurangan makanan, keselamatan, dan cinta biasanya akan mencari makanan terlebih
dahulu daripada mencari cinta.
Kebutuhan fisiologis hal yang penting untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan
macam kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan oksigen dan pertukaran gas,
kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi urin dan fekal,
kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan temperatur, serta

kebutuhan

seksual.

Penting

untuk

mempertahankan


kebutuhan

tersebut

guna

kelangsungan hidup manusia.
b.

Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs)
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman
bahaya/kecelakaan. Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) mengungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara
holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.

3) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya

c.

Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki, dan Dimiliki (Love and Belonging Needs)
Manusia pada umumnya membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh keluarga
mereka dan diterima oleh teman sebaya dan masyarakat. Kebutuhan ini secara umum
meningkat setelah kebutuhan fisiologis dan keselamatan terpenuhi hanya pada saat
individu merasa selamat dan aman, mereka mempunyai waktu dan energi untuk mencari
cinta dan rasa memiliki serta untuk membagi cinta tersebut dengan orang lain.
Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan
hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan, persahabatan, serta mendapat
tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok dan lingkungan sosialnya.

d.

Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Need)

Harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang
yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.

Kebutuhan ini meliputi perasaan tidak bergantung pada orang lain, kompeten, serta
penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e.

Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
Kebutuhan ini meliputi kemampuan untuk dapat mengenal diri dengan baik (mengenal
dan memahami potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak
emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif, serta mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi dan sebagainya.
Beberapa ahli lain sepertin viriginia Henderson dan Watson memiliki penjelasan lain

mengenai kebutuhan dasar manusia. Virginia handerson (Potter & Perry) membagi kebutuhan
dasar manusia ke dalam 14 komponen berikut :
Bernapas dengan normal.
Makan dan minum yang cukup.
Eliminasi.
Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.

Tidur dan istirahat.
Memilih pakaian yang tepat.
Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan menyesuaikan pakaian yang
dikenankan dan memodifikasi lingkungan.
Menjaga kebersihan dari dan penampilan.
Menghindari bahaya dan lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain.
Berkomunikasi

dengan

orang

lain

dalam

mengekspresikan

emosi,


kebutuhan,

kekhawatiran, dan opini.
Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.
Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai untuk rekreasi.
Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarahkan pada
perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

Untuk mengetahui kebutuhan dasar manusia. maka terdapat hal yang perlu
diperhatikan oleh tiap perawat terkait dengan karakteristik kebutuhan dasar manusia.
Karakteristik tersebut antara lain:
1) Manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama, walaupun setiap orang memiliki latar
belakang sosial, budaya, persepsi, dan pengetahuan yang berbeda.
2) Umumnya pemenuhan kebutuhan dasar setiap manusia sesuai dengan tingkat
prioritasnya. Kebutuhan dasar yang harus segera dipenuhi merupakan kebutuhan dasar
dengan prioritas yang paling tinggi/utama.
3) Sebagian pemenuhan kebutuhan dasar dapat ditunda walaupun umumnya harus dipenuhi.
4) Kegagalan pemenuhan salah satu kebutuhan dasar dapat mengakibatkan kondisi yang
tidak seimbang sehingga menyebabkan sakit.

5) Munculnya keinginan pemenuhan kebutuhan dasar dipengaruhi oleh stimulus internal
maupun eksternal. Misalnya, kebutuhan untuk minum. Seseorang akan merasa haus
selain disebabkan oleh berkurangnya cairan dalam tubuh, juga dapat dikarenakan melihat
minuman yang segar di siang hari yang terik.
6) Berbagai kebutuhan dasar akan saling berhubungan dan berpengaruh pada manusia.
Misalnya, kebutuhan makan akan diikuti dengan kebutuhan minum.
7) Ketika timbul keinginan terhadap suatu kebutuhan, maka individu akan berusaha untuk
memenuhinya. (Asmadi, 2008)
Manusia dan kebutuhannya senantiasa berubah dan berkembang. Jika seseorang sudah
bisa memenuhi salah satu kebutuhannya, dia akan merasa puas dan akan menikmati
kesejahteraan serta bebas untuk berkembang menuju potensi kebutuhan yang lebih besar.
Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan itu terganggu, akan timbul suatu kondisi
patologis. Dalam konteks homeostasi, suatu persoalan atau masalah dapat dirumuskan sebagai
hal yang menghalangi terpenuhinya kebutuhan, dan kondisi tersebut lebih lanjut dapat
mengancam homeostasis fisiologis maupun psikologis seseorang.
2. Rentang Sehat-Sakit
Menurut WHO, sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat

meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
a. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
b. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
c. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Menurut Depkes RI, sehat merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan
manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial
budaya.
Kesimpulannya, sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian,
bukan merupakan suatu keadaan tapi merupakan proses. Proses disini adalah adaptasi
individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.
Menurut WHO, sakit adalah suatu keadaan yang tidak seimbang/sempurna seseorang
dari aspek medis, fisik, mental, sosial, psikologis dan bukan hanya mengalami kesakitan
tetapi juga kecacatan.
Sedangkan menurut UU No. 23 tahun 1992, sakit adalah jika seseorang menderita
penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk
angin, pilek tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap
tidak sakit.
Menurut Baursams (1965), seseorang menggunakan tiga kriteria untuk menentukan
apakah mereka sakit :

a. Adanya gejala : naiknya temperatur, nyeri
b. Persepsi tentang bagaimana mereka mersakan baik, buruk, atau sakit
c. Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, bekerja atupun sekolah
Rentang Sehat-Sakit
Neuman (1990) “sehat dalam suatu rentang adalah tingkat sejahtera klien pada waktu
tertentu, yang terdapat dalam rentang dari kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang
paling maksimum, sampai kondisi kematian, yang menandakan habisnya energi total”

Menurut model kontinum sehat sakit, sehat adalah sebuah keadaan yang dinamis yang
berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap perubahan lingkungan
internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual, sosial,
perkembangan dan spiritual yang sehat.
Sakit adalah sebuah proses dimana fungsi individu mengalami perubahan atau
penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.
Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif, yang mempunyai beberapa
tingkat, maka akan lebih akurat bila ditentukan sesui dengan titik tertentu pada skala
kontinum sehat sakit:
Rentang Sehat

Rentang Sakit

SejahteraSehatSehatSetegahSakitSakitMati
SekaliNormalSakitKronis

Rentang sakit dapat digambarkan mulai setengah sakit, sakit, sakit kronis dan berakhir
dengan kematian, sedangkan rentang sehat dapat digambarkan mulai dari sehat normal, sehat
sekali dan sejahtera sebagai status sehat yang paling tinggi.
Cara pandang klien terhadap tingkat kesehatannya bergantung pada sikapnya terhadap
kesehatan dan nilai, keyakinan, dan persepsi mereka terhadap kesehatan fisik, emosional,
intelektual, sosial, perkembangan, dan spiritual. Perawat dan klien secara bersama-sama
menentukan tujuan untuk mencapai tingkat kesehatan klien yang optimal (Meleis, 1990).
Kekurangan dari kontinum sehat-sakit ini adalah sulitnya menentukan tingkat
kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada di antara dua titik ekstrem pada
kontinum. Contoh, apakah seseorang yang menderita fraktur kaki tetapi ia mampu beradaptasi
dengan keterbatasan mobilitas, dianggap lebih sehat atau kurang sehat dari pada seseorang
yang mempunyai fisik yang sehat tetapi mengalami depresi berat setelah kematian
pasangannya?
Model ini akan lebih efektif bila digunakan untuk membandingkan tingkat kesehatan
klien saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Kemudian model ini juga akan
bermanfaat, saat perawat membantu klien menentukan tujuan untuk mencapai tingkat
kesehatan yang baik di masa yang akan datang.


Berdasarkan rentang sehat sakit tersebut, maka paradigma keperawatan dalam konsep
sehat sakit, memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang akan diberikan selama
rentang sehat sakit, akan melihat terlebih dahulu status kesehatan dalam rentang sehat sakit
tersebut, apakah statusnya dalam keadaan sakit atau sakit kronis sehingga dapat diketahui
tingkatan asuhan keperawatan yang akan diberikan serta tujuan yang ingin dicapai untuk
meningkatkan status kesehatannya.
3. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Sehat-Sakit
Berdasarkan teori A. Bloom dapat diketahui bahwa aspek kognitif, afektif, psikomotor
merupakan variabel yang dapat mempengaruhi keyakinan dan praktik kesehatan klien.
Pemahaman cara bagaimana varibel ini mempengaruhi klien memungkinkan perawat
merencanakan dan memberikan perawatan individual. Hubungan tentang aspek psikologis
seperti kognitif, afektif, dan psikomotor cenderung lebih berasal dari internal individu.
a.

Aspek Kognitif
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan, sebagian terbentuk oleh variabel intelektual,
yang terdiri dari pengetahuan (atau informasi yang salah) tentang berbagai fungsi tubuh
dan penyakit, latar belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu. Variabel-variabel
ini mempengaruhi pola pikir seseorang. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berpikir seseorang untuk memahami faktor-faktor yang berkaitan penyakit dan
menggunakan pengetahuan tentang kesehatan dan penyakit yang dimilikinya untuk
menjaga kesehatan sendiri.
Kemampuan kognitif juga berhubungan dengan tahap perkembangan seseorang.
Seseorang perawat perlu mempertimbangkan latar belakang intelektual saat ia berusaha
untuk memahami keyakinan klien tentang kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan
sehingga variabel-variabel ini dapat dimasukkan kedalam asuhan keperawatan (Edelman
dan Mandle, 1994)

b.

Aspek Afektif (Emosional)
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksankannya. Seseorang yang mengalami respons stress dalam setiap perubahan

hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan
cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons
emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan
koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya
gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.
Contoh, seseorang dengan napas yang terengah-engah dan sering batuk mungkin akan
menyalahkan cuaca dingin jika ia menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang
memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang
ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan
menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa
penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka akan
mengatakan gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.
c.

Aspek Psikomotor
Pembahasan tentang aspek ini lebih dititikberatkan pada persepsi tentang fungsi. Cara
seseorang merasakan fungsi fisik akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan
cara-cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik
merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah
mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan
dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda.
Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin
akan

mengubah

keyakinan

mereka

terhadap

kesehatan

dengan

cara

mereka

melaksanakannya.
Ketika perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, mereka mengumpulkan data subjektif
tentang cara klien merasakan fungsi fisik, seperti tingkat keletihan, sesak napas, atau
nyeri. Mereka juga mengumpulkan data objektif tentang fungsi aktual, seperti tekanan
darah, tinggi badan, dan bunyi paru. Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan
dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.
4. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kondisi Sehat-Sakit

Untuk memahami hubungan lingkungan dengan kesehatan, dapat digunakan model
segitiga yang menjelaskan hubungan antara agens, hospes, dan lingkungan. Agen ialah
berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan
terjadinya penyakit atau sakit. Agen dapat bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau
psikososial. Dengan adanya agen ini tidak berarti bahwa orang tersebut akan menderita sakit,
tapi agen pasti ada bila terjadi suatu penyakit tertentu.
Penjamu ialah seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit atau
sakit tertentu. Faktor-faktor penjamu adalah situasi atau kondisi fisik dan psikososial yang
menyebabkan seseorang atau sekelompok orang yang berisiko menjadi sakit. Sedangkan
lingkungan terdiri dari seluruh faktor yang ada di luar penjamu. Lingkungan fisik antara lain
tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, dan beberapa elemen seperti penerangan dan
kebisingan. Lingkungan sosial terdiri dari berbagai faktor yang berhubungan dengan interaksi
seseorang atau sekelompok orang dengan orang lain, termasuk stress, konflik dengan orang
lain, kesulitan ekonomi, dan krisis hidup, misalnya kematian pasangan.
Lingkungan dibagi dua yaitu :
a. Lingkungan internal
1) Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan udara.
Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu
akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari
debu, asap, bau-bauan. Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara
bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa
sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Luas,
tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan memberikan keleluasaan pasien
untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari
kebisingan dan bau limbah. Posiis pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa
supaya mendapat ventilasi.
2) Lingkungan psikologi (psychological enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat menyebabkan
stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan

kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan
yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsanag semua faktor untuk membantu
pasien dalam mempertahankan emosinya.
Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara
menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus.
Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya
dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan
pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang
terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.
Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkung dimana dia berada atau cerita halhal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa
nyaman.
3) Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama hubungan yang spesifik, kumpulan datadata yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit, sangat penting untuk
pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan
kemampuan observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari
sekedar data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu
dibicarakan dalam hubungna individu paien yaitu lingkungan pasien secara
menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit
tetapi juga keseluruhan komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara
khusus.
b. Lingkungan luar terdiri dari:
Kultur, adat, struktur masyarakat, status sosial, udara, suara, pendidikan, pekerjaan
dan sosial ekonomi.
5. Pengaruh Nilai dalam Kehidupan Manusia
Nilai merupakan konsep yang dibentuk akibat dari penampilan kehidupan keluarga,
teman, budaya, pendidikan, pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individu dalam
mempersepsikannya. Nilai antara positif dan negatif sangat berbeda. Masyarakat lebih

cenderung menyukai nilai yang berasal dari keyakinan agama, kedekatan keluarga, pandangan
seksual, kelompok etnik lainnya, dan keyakinan akan peran jenis kelamin.
Ada 7 kriteria yang digunakan untuk mengartikan nilai yaitu: kehendak lebih pada
kemampuan kognitif, proses pendewasaan nilai, berubah-ubah dan fleksibel, penampilan nilai,
penampilan diri memberikan informasi tentang nilai, secara psikologi kedewasaan orang
dewasa karena adanya kepercayaan diri dan kearifan/kebijaksanaan, dan proses nilai
seseorang dimulai dengan keterbukaan akan kesiapan penampilan.
Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan
tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana
individu bertingkah laku dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973). Danandjaja (1985)
mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang,
serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu.
Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan
keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai
tingkah laku sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Cahyono. 2009. “Hubungan Sehat Sakit dengan Aspek Psikologis”. Online. Diakses pada
tanggal

3

September

2014

http://nursing-academy.blogspot.com/2011/09/

hubungan-sehat-sakit-dengan-aspek.html.
Potter, A. Patricia dan Anne Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Wahyuni, A.T. 2014. ”Makalah Sehat Sakit”. Online. Diakses pada tanggal 4 September
2014 http://aritw.wordpress.com/2014/02/02/makalah-sehat-sakit/.