Contoh dan proposal dan skripssi

Bismillahirrohmanirrohim, berikut ini, Saya akan memposting contoh sebuah
Proposal Skripsi Keperawatan Medikal Bedah secara ringkas. Semoga postingan ini
bermanfaat.

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI DENGAN KUALITAS
TIDUR PADA PASIEN PASCA-OPERASI LAPARATOMI DI INSTALASI RAWAT INAP BEDAH
RUMAH SAKIT ...

Abstrak

Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan
tindakan pembedahan. Berdasarkan data dari medical record RS ..., diketahui
bahwa angka pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu
pada tahun 2010 sebanyak 831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011
sebanyak 706 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
status nutrisi dan intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi
laparatomi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kualitas tidur, sedangkan variabel independen, yaitu status
nutrisi dan intensitas nyeri. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh
melalui wawancara secara langsung kepada responden melalui kuesioner, dengan

jumlah sampel sebanyak 30 orang di Instalasi Rawat Inap Bedah RS... pada tanggal
... 20... Hasil analisis univariat menunjukkan responden yang kualitas tidurnya
terganggu sebanyak 17 orang (56,7%); responden yang status nutrisinya tidak
normal sebanyak 18 orang (60%); sebagian besar responden mengalami nyeri
berat, yaitu 18 orang (60%). Hasil analisis bivariat dengan uji Chi Square
menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara antara status nutrisi (p value
= 0,013) dan intensitas nyeri (p value = 0,016) dengan kualitas tidur pada pasien
pascaoperasi laparatomi. Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan atau penataran bagi perawat untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, khususnya mengenai tindakan
keperawatan pada klien pascaoperasi.

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang


Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan
dasar yang diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit yang mengalami
gangguan fsik, psikis dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan
kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki dan melakukan
rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam,
2003).

Salah satu tempat yang memberikan pelayanan keperawatan adalah rumah sakit.
Oleh karena itu, rumah sakit menjadi tempat bagi pasien dan keluarganya menaruh
harapan kesembuhan. Akan tetapi, selain keberhasilan dalam pengobatan dan
perawatan kepada pasien yang dirawat di rumah sakit, banyak pula laporan tentang
kegagalan pengobatan dan perawatan pasien tersebut sehingga menyebabkan
waktu perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama dan biaya perawatan
meningkat (Widianti, 2011).

Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan
tindakan pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin
maju, prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan pesat. Sejumlah
penyakit merupakan indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu

tindakan operasi atau pembedahan adalah laparatomi. Tindakan operasi atau
laparatomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman potensial atau aktual
kepada integritas seorang baik bio, psiko, maupun sosial, dan spiritual (Razid,
2010).

Hasil penelitian Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menunjukkan
semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen (laparatomi) tiap tahunnya,
pada tahun 2008 terdapat 172 kasus pembedahan laparatomi, lalu pada tahun
2009 terdapat 182 kasus pembedahan laparatomi. Selanjutnya pada bulan JanuariApril tahun 2010 terdapat 32 kasus pembedahan laparatomi.

Rumah Sakit ... merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah
Sentral. Berdasarkan data dari medical record RS..., diketahui bahwa angka
pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun
2009 sebanyak 638 kasus pembedahan, lalu meningkat pada tahun 2010 menjadi
831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada
bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sebanyak 354 kasus (RS....,
20..).

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah
gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan

bagi sistem tubuh yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien
pascaoperasi. Gangguan tidur yang dialami pasien pascaoperasi laparatomi
biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi (Widianti,
2011).
Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien
mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air. Pasien
pascaoperasi laparatomi rentan terhadap kekurangan nutrisi, karena pasien
tersebut mengalami pendarahan eksternal akibat dari komplikasi operasi (Widianti,
2011).
Gangguan tidur yang dialami oleh pasien pascaoperasi laparatomi, selain
disebabkan faktor nutrisi, juga disebabkan oleh rasa nyeri pada luka operasi. Dalam
hal ini, sangat dibutuhkan peranan perawat, karena perawat menghabiskan lebih
banyak waktunya bersama pasien dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya
sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu
meningkatkan kualitas tidur pasien pascaoperasi laparatomi dengan meningkatkan
status nutrisi dan menghilangkan rasa nyeri pada pasien pascaoperasi laparatomi.
Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional lain, seperti
ahli gizi rumah sakit, dalam pemenuhan nutrisi pasien dan dokter, dalam hal
intervensi pereda rasa nyeri pascaoperasi. Manajemen perawatan pada pasien
pascaoperasi laparatomi yang baik akan membantu penyembuhan pascaoperasi

secara lebih signifkan sehingga pasien dapat pulang lebih cepat (Widianti, 2011).
Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit ... pada bulan ... 20.., mendapatkan 8 orang (80%) dari 10 pasien

pascaoperasi laparatomi yang mengalami gangguan tidur.Hasil penelitian Menzeis
dalam Razid (2010) di Rumah Sakit ..., menunjukkan bahwa 748 orang (90%) dari
831 pasien pascaoperasi laparatomi mengalami gangguan tidur akibat faktor nutrisi
dan rasa nyeri pada luka operasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Hubungan antara Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Tidur
pada Pasien Pascaoperasi Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konsep Laparatomi

Pengertian Laparatomi

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah
laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002).
Indikasi Laparatomi
Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi,
hepaterektomi,
splenorafisplenotomi,
apendektomi,
kolostomi, dan fstulktomi atau fstulektomi. Adapun cara operasi laparatomi, yaitu :
midline incision, paramedian : panjang (12,5 cm) lebih kurang sedikit ke tepi dari
garis tengah; transverse upper abdomen incision : sisi di bagian atas, seperti
pembedahan colesistotomy dan splenektomy; transverse lower abdomen incision :
4 cm di atas anterior spinal iliaka, lebih kurang insisi melintang di bagian bawah,
misalnya : pada operasi apendiktomy (Ester, 2002).
Masalah pada Laparatomi
Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah
gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan
bagi sistem tubuh yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien
pascaoperasi. Gangguan tidur yang dialami pasien pascaoperasi laparatomi

biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal
ini, perawat dapat berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter untuk intervensi
pemenuhan nutrisi dan pereda rasa nyeri pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).
Komplikasi Pascaoperasi

a.

Perdarahan eksternal

Perdarahan merupakan komplikasi paling dini yang mungkin terjadi setelah
operasi.perdarahan eksternal yang sering tampak adalah daerah drainase. Pipa
drainase biasanya keluar dari lubang insisi yang terpisah dan mungkin terjadi
perembesan darah yang terus menerus dari pembuluh darah kulit atau tepat di
bawah kulit.
b.

Perdarahan internal

Perdarahan internal sulit terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda–
tanda klasik dari perdarahan adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang

cepat dan lemah, berkeringat, dan rasa haus.

B.

Perawatan Pascaoperasi

Perawatan pascaoperasi menurut Brunner & Suddarth (2002) meliputi :
Persiapan pasien
a.
Memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien
diberitahukan bahwa balutan akan diganti dan penggantian balutan tersebut adalah
hanya prosedur sederhana yang menimbulkan sedikit ketidaknyamanan.
b.
Menyiapkan lingkungan pasien. Jika pasien dirawat di unit terbuka, gorden
harus dipasang untuk menjaga privasi dan pasien tidak boleh terpajan.
c.

Mengatur posisi tidur pasien

2.


Persiapan alat-alat

a.

Alat-alat steril

(1)

2 pinset anatomis

(2)

1 pinset sirurgis

(3)

1 gunting jaringan

(4)


Kasa steril

(5)

Handscoen steril

(6)

1 klem

b.
(1)

Alat-alat nonsteril
Korentang pada tempatnya

(2)

Bengkok


(3)

Plester

(4)

Gunting perban

(5)

Cotton buds

(6)

Zeal dan alasnya

(7)

Kantong sampah

(8)

Kom berisi alkohol, betadine dan NaCl serta salep

3.

Pelaksanaan

a.

Perawat mencuci tangan;

b.

Memakai masker;

c.

Memakai gown;

d.

Siapkan dan dekatkan alat-alat untuk mengganti balutan;

e.
Ambil kantong sekali pakai dan buat lipatan di atasnya, letakkan kantong
dalam jangkauan area kerja perawat;
f.
Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tutup bagian tubuh yang tidak
diberikan tindakan dengan selimut;
g.

Pasang zeal di bawah bagian tubuh yang luka;

h.

Letakkan bengkok di samping bagian tubuh yang luka;

i.

Cuci tangan secara menyeluruh;

j.
Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester atau kasa
yang menutup luka tersebut, lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan
menarik secara perlahan sejajar dengan kulit ke arah balutan dengan menggunakan
pinset anatomis. Jika plester terlalu kuat merekat ke kulit, maka oleskan alkohol
dengan menggunakan cotton buds pada sisi plester untuk mengurangi rasa sakit
karena tarikan kulit dengan tangan. Dengan tangan yang telah menggunakan
sarung tangan bersih angkat balutan dengan pinset. Buang ke kantong plastik yang
sudah disiapkan;
k. Buang balutan kotor pada kantong yang telah disiapkan. Hindari kontaminasi
permukaan luar kantong tersebut. Lepaskan sarung tangan bersih sekali pakai dan
buang pada tempat yang disediakan;

l.
Siapkan peralatan balutan steril. Tuangkan cairan yang diresepkan (NaCl
0,9%) pada kom atau mangkok steril, campur dengan sedikit larutan antiseptik
(betadine);
m.

Kenakan sarung tangan steril;

n.

Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% dan antiseptik;

o.

Lakukan nekrotomi, jika terdapat banyak jaringan nekrotik pada luka;

p.

Berikan kasa yang basah tepat pada permukaan luka;

q.

Berikan kasa steril di atas kasa basah;

r.

Selanjutnya tutup dengan perban;

s.
Kemudian pasang plester. Cara yang tepat untuk memasang plester adalah
dengan meletakkan plester di tengah balutan dan kemudian menekan plester ke
bawah pada ke dua sisinya, sehingga memberikan tekanan secara merata menjauhi
garis tengah;
t.

Lepaskan sarung tangan;

u.

Lepaskan masker dan gown;

v.

Mencuci tangan;

4.

Evaluasi

a.

Evaluasi dilakukan setiap mengganti balutan;

b.

Kaji apakah luka mengalami perbaikan atau tidak;

c.

Adakah tanda-tanda infeksi.

5.

Penyuluhan kepada Pasien

Sambil mengganti balutan, perawat mempunyai kesempatan untuk mengajarkan
pasien tentang cara merawat insisi dan mengganti balutan di rumah. Perawat
mengamati isyarat dari kesiapan pasien untuk belajar, seperti melihat pada insisi,
menunjukkan minat atau membantu dalam mengganti balutan (Brunner &
Suddarth, 2002).
6.

Pengobatan

Pengobatan luka dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik proflaktik yang
diberikan ketika diduga terjadi kontaminasi, atau ketika alat prostetik dimasukkan
ke dalam luka yang bersih. Luka yang terinfeksi tidak ditutup sampai segala upaya
telah dilakukan untuk membuang semua jaringan devitalis dan terinfeksi,

prosedurnya disebut debridemen. Sering kali drain kecil dipasang sebelum luka
dijahit untuk mencegah penggumpalan limfe dan darah serta memperlambat proses
penyembuhan.

C.

Konsep Tidur

Pengertian Tidur
Istirahat adalah perasaan relaks secara mental, bebas dari kecemasan dan tenang
secara fsik. Istirahat tidak selalu berbaring di tempat tidur, namun dapat berupa
membaca buku, melihat televisi. Seusai istirahat, mental dan fsik menjadi segar.
Tidur merupakan perubahan status kesadaran berulang–ulang pada periode
tertentu. Tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh,
perawat membantu klien mengembangkan perilaku kondusif untuk istirahat dan
relaksasi. (Widianti, 2011).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan dan upaya
kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang–ulang dan masing–masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badaniyah yang berbeda (Wartonah, 2011).
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh
sesuatu atau sensoris yang sesuai atau juga dapat di katakan sebagai keadaan
tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus berulang, dengan ciri adanya
dengan aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fsiologis dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari
luar (Hidayat, 2008).
Fisiologi Tidur
a.

Irama Sirkardian

Irama siklus 24 jam siang malam disebut irama sirkadian. Irama sirkardian
mempengaruhi perilaku dan pola fungsi biologis utama seperti suhu tubuh, denyut
jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati.
Irama sirkardian dipengaruhi cahaya, suhu, dan faktor internal (aktivitas sosial dan
dan rutinitas pekerjaan).
b.

Tahapan Tidur

Dua fase normal : NREM (pergerakan mata yang tidak cepat) dan REM (pergerakan
mata yang cepat).
Tahap 1 : NREM

Merupakan tingkatan paling dangkal dari tidur. Tahap ini berakhir beberapa menit
sehingga orang mudah terbangun karena suara.
Tahap 2 : NREM
Merupakan tidur bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk bangun pun sulit. Tahap
ini berakhir 10-20 menit. Fungsi tubuh menjadi lambat.
Tahap : 3 NREM
Menjadi tahap awal tidur yang dalam. Otot – otot menjadi relaks penuh sehingga
sulit untuk dibangunkan dan jarang bergerak. Tanda – tanda vital menurun namun
teratur. Berakhir 15 – 3 menit.
Tahap 4 : NREM
Menjadi tahap tidur terdalam. Individu menjadi sulit dibangunkan. Jika kurang tidur,
individu akan menyeimbangkan porsi tidurnya pada tahap ini.
Tanda – tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil
berjalan dan enuresis. Berakhir 15-30 menit.
Tidur REM
Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Respon pergerakan mata yang
cepat, fuktasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan tekanan darah.
Terjadi tonus otot skelet penurunan. Sekresi lambung meningkat. Berakhir dalam
waktu 90 menit. Terjadi peningkatan tidur REM tiap siklus dalam waktu 20 menit
(Wartonah, 2011)
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekankan
pada pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur
oleh sistem mengaktivasi retikularis yang merupakan system yang mengatur
seluruh tingkatan kegiatan susunan syaraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dari tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan tidur terletak
dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, Reticular Activating System
(RAS) dapat rangsangan visual, pendengaran, nyeri, perabaaan juga dapat
menerima stimulasi dari kortek serebri termasuk rangsangan emosi dan proses fkir
dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan norepinefrin.
Demikian juga pada saat tidur kemungkinan adanya pelepasan serum serotinin dari
sel khusus yang berada di pons di batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing
regional (BSR). Bangun tergantung dari keseimbangan implus yang diterima di
pusat otak dan system limbic, dengan demikian sistem dengan batang otak yang
mengatur atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
Jenis – Jenis Tidur

Dalam prosesnya, tidur di bagi ke dalam dua jenis pertama, jenis tidur yang
disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis,
disebut dengan tidur gelombang lambat karena gelombang otak bergerak sangat
lambat, atau disebut juga tidur Non Rapid Eye Movement (NREM). Kedua, jenis tidur
yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat – isyarat dalam otak,
meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut dengan jenis
tidur paradoks atau disebut juga dengan tidur Rapid Eye Movement (REM) (Hidayat,
2008).
a.

Tidur Gelombang Lambat

Jenis tidur ini kenal dengan tidur yang dalam, istirahat yang penuh, atau juga
dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak bergerak lebih
lambat, sehingga menyebabkan tidur tanpa bermimpi. Tidur gelombang lambat bias
juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan ciri –ciri : betul–betul istirahat,
tekanan darah menurun, frekuensi nafas menurun, pergerakan bola mata
melambat, mimpi berkurang dan metabolisme menurun.
Perubahan
selama
proses
tidur
gelombang
lambat
adalah
melalui
elektroenchepalograf dengan memperlihatkan gelombang otak berada setiap tahap
tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang
berfrekuensi tinggi dan voltase rendah: ke dua, istirahat tenang yang diperlihatkan
pada gelombang alpa : ke tiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang
alpa sejenis teta atau delta yang bervoltase rendah : dan ke empat tidur nyenyak
karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan
kecepatan ½ perdetik. Tahapan tidur jenis lambat sebagai berikut.
Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan cirri sebagai
berikut : rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata
bergerak dari samping ke samping, frekuensi nafas dan nadi sedikit menurun, dapat
bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5 menit.
Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri
sebagai berikut : mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi
nafas menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun, berlnagsung
pendek dan berakhir 10 – 15 menit.
Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan
proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi simpatis syaraf
parasimpatis dan sulit untuk bangun.

Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan
pernafasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat,
sekresi lambung menurun dan tonus otot menurun.
Fungsi dan Tujuan Tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur
dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan,
mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain – lain. Energi
disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi seluler yang
penting. Secara umum terdapat efek fsiologis dari tidur : pertama, efek pada
system syaraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan diantara berbagai susunan syaraf, dan ke dua, efek pada struktur
tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama
tidur mengalami penurunan.
Tabel 2.1
Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia

Usia
Tingkat Perkembangan
Jumlah Kebutuhan Tidur
Bulan
1 - 18 bulan
18 - 3 tahun
3 - 6 tahun
6 - 12 tahun
12 - 18 tahun
18 - 40 tahun
40 - 60 tahun
60 tahun ke atas
Masa neonatus

Masa bayi
Masa anak
Masa prasekolah
Masa sekolah
Masa remaja
Masa dewasa muda
Masa parubaya
Masa dewasa tua
14-18 jamihari
12-14 jamihari
11-12 jam i hari
11 jamihari
10 jam i hari
8,5 jamihari
7-8 jamihari
7 jamihari
6 jamihari
Sumber : Hidayat (2008)
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Menurut Widianti (2011), kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa
faktor kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk
tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara
faktor yang dapat mempengaruhinya :
a.

Penyakit

Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang
disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan
keletihan, sehingga penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk
mengatasinya.
b.

Latihan dan kelelahan

Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk
menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan hal tersebut terlihat pada
seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan, maka orang
tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang
lambatnya diperpendek.
c.

Stres psikologis

Kondisi psikologis dapat terjadi pada seeorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut
terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan
sehingga sulit untuk tidur.
d.

Obat

Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan
obat diuretik menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan ren,
kafein dapat meningkatkan syaraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk
tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan
narkotik dapat menekan rem sehingga mudah mengantuk.
e.

Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya
tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna dapat
membantu mudah tidur.
f.

Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat
terjadinya proses tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak nyaman dan nyaman
bagi
seseorang
dapat
menyebabkan
hilangnya
ketenangan
sehingga
mempengaruhi proses tidur.
g.

Motivasi

Merupakan suatu dorongan atau keingan seseorang untuk tidur, yang dapat
mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur
dapat menimbulkan gangguan proses tidur.
h.

Nyeri

Sensasi tidak menyenangkan dan sangat individual dan tidak bisa berbagi dengan
orang lain. Nyeri bersifat universal, berbeda persepsi dan bersifat individual.

Masalah Kebutuhan Tidur

a.

Insomnia

Merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik
kualitas maupun kuantitas dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah
tidur insomnia terbagi menjadi tiga jenis yaitu : initial insomnia, merupakan
ketidakmampuan tetap tidur karena selalu terbangun pada malam hari dan terminal
insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur
pada malam hari.
b.

Hipersomnia

Merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan pada umumnya lebih
dari sembilan jam pada malam hari, disebabkan kemungkinan adanya masalah
psikologis, depresi, kecemasan, gangguan syaraf pusat, ginjal, hati dan gangguan
metabolisme.
c.

Parasomnia

Merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat menggagu pola tidur seperti
somnambulisme (berjalan–jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak–anak,
yaitu pada tahap III dan IV dari tidur NREM. Sonnambulisme dapat menyebabkan
cidera.
d.

Enuresa

Merupakan BAK yang tidak sengaja pada waktu tidur atau biasa di sebut dengan
mengompol.
e.

Apnea tidur dan mendengkur

Mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur tetapi
mendengkur yang disertai dengan keadaan apnea dapat menjadi masalah.
Terjadinya apnea dapat mengacaunya jalannya pernafasan sehingga dapat
mengakibatkan henti napas.
f.

Narcolepsi

Merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur
dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau di saat membicarakan
sesuatu. Hal ini merupakan neurologis.
g.

Mengigau

Dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan di luar kebiasaan dari
hasil pengamatan ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan
terjadi sebelum tidur REM.

Selama kita tidur, maka kita mengalami beberapa siklus tidur. Satu siklus terdiri
dari beberapa REM dan non REM, dan bagi suatu usia tertentu maka setiap tahap
akan berbeda dalam lama berlangsungnya. Golongan remaja amat cepat terlelap
sejak mulai membaringkan badannya. Setelah 60 sampai 90 menit, ia memasuki
tahap ke dua pada non REM dan segera diikuti oleh tahap REM yang pertama pada
malam itu. Siklus pertama biasanya hanya berlangsung sekitar 70 sampai 80 menit.
Semakin larut malam, maka waktu siklus menjadi lebih lama dan akhirnya
mencapai 100 menit. Tahap ke tiga dan ke empat merupakan bagian yang
menonjol pada siklus pertama. Bagian ini seringkali dianggap sebagai tidur yang
paling nyenyak, sebab pada saat ini orang yang paling sulit untuk dibangunkan dan
sangat kebal terhadap setiap gangguan suara. Dengan bertambah larutnya malam,
maka periode REM semakin panjang, sedangkan tahap ke tiga dan ke empat
menghilang. Menjelang dini hari, maka sedikit suara saja dapat membangunkan
kita. Haruslah diingat bahwa semua ini merupakan satu kali tidur dalam suatu
malam, jadi sebenarnya dapat dianggap satu rata-rata saja. Mungkin sekali tidur
anda malam ini berbeda dengan kemarin atau dengan esok hari, dan mungkin pula
tidur yang anda alami akan sangat berbeda dengan tidur tetangga anda.

D.

Status Nutrisi

Pengertian Status Nutrisi
Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien
mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air (Widianti, 2011).
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengelolaan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya
tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian
sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur,
bahkan terkadang sulit untuk tidur (Hidayat, 2008).
Macam–Macam Nutrisi
a.

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan, pada umumnya
dalam bentuk amilum pembentukan amilum terjadi dalam mulut melalui enzim
ptialin yang ada dalam ludah.
b.

Lemak

Pencernaan lemak dimulai dalam lambung (walaupun hanya sedikit) karena dalam
mulut tidak ada enzim pemecah lemak lambung mengeluarkan enzim lifase untuk

mengubah sebagian kecil lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui getah
bening dan selanjutnya masuk melalui peredaran darah untuk kemudian tiba di
hati.
c.

Protein

Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim protease. Enzim preatase baru
terdapat dalam lambung, yang mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton.
d.

Mineral

Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Meneral hadir dalam bentuk tertentu
sehingga tubuh mudah untuk memprosesnya. Umumnya, meneral diserap dengan
mudah melalui dinding usus halus secara difusi pasif maupun transportasi aktif.
e.

Vitamin

Pencernaan vitamin melibatkan penguraiannya menjadi molekul– molekul yang
lebih kecil sehingga dapat diserap dengan efektif. Beberapa penyerapan vitamin
dilakukan dengan difusi sederhana, tetapi sistem transfortasi aktif sangat penting
untuk memastikan pemasukan yang cukup.
f.

Air

Air merupakan zat makanan yang paling mendasar dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Terdiri atas 50 % - 70% air. Asupan air secara teratur sangat penting bagi makhluk
hidup untuk bertahan hidup dibandingkan dengan pemasukan nutrisi lain.
Keseimbangan Energi
Energi merupakan kapasitas untuk melakukan sebuah aktivitas, dapat diukur
melalui pembentuakan panas. Energi pada manusia dapat diperoleh dari berbagai
masuakan zat gizi diantaranya protein, karbohidrat, lemak, maupun bahan
makanan yang disimpan di dalam tubuh.
Metabolisme basal merupakan energi yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan
istirahat dan nilainya disebut dengan Basal Metabolisme Rate (BMR). Nilai
metabolisme basal setiap orang berbeda–beda, dipengaruhi oleh faktor usia,
kehamilan, mal nutrisi, komposisi, jenis kelamin, hormonal dan suhu tubuh.
Jenis–Jenis Metabolisme
a.

Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat yang berbentuk monosakarida dan disakarida diserap
melalui mokasa usus. Setelah proses penyerapan (di dalam pembuluh darah)
semua berbentuk monosakarida bersama–sama dengan darah, karbohidrat ini
dibawa ke hati.

b.

Metabolisme lemak

Lemak diserap dalam bentuk gliserol asam lemak. Gliserol larut dalam air sehingga
dapat diserap secara pasif, langsung memasuki pembuluh darah dan dibawa ke
hati. Melalui proses kimiawi, gliserol diubah menjadi glikogen, selanjutnya
mengikuti metobolisme arang sampai menghasilkan tenaga. Jadi, gliserol diubah
menjadi tenaga melewati proses yang dilakukan oleh karbohidrat.
Metabolisme protein
Pada umumnya protein diserap dalam bentuk asam amino dan bersama-sama
dengan darah dibawa ke hati, kemudian dibersihkan dari toksin. Proses masuknya
asam amino dapat dikatakan tidak dinamis dan selalu diperbaharuhi. Asam amino
yang masuk tidak sebanding dengan jumlah asam amino yang diperlukan untuk
menutupi kekurangan amino yang dipakai oleh tubuh.
Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Tahap Perkembangan
a.

Ibu hamil dan menyusui

Ibu hamil lebih banyak membutuhkan kalori, kalsium, folat, zat besi, dan ASI pada
ibu hamil.
b.

Bayi

Mengalami tumbuh kembang pesat pada 1 tahun pertama. Usia 6 bulan diberikan
susu dan makanan tambahan pada usia 6 bulan.
c.

Todler dan prasekolah

Usia ini, nafsu makan anak dan kecepatan pertumbuhan mulai menurun sehingga
perlu intake nutrisi yang penting untuk tumbuh kembang anak (menu gizi
seimbang).
d.

Sekolah dan dewasa tengah

Pertumbuhan meningkat pada usia ini. Gigi permanen sudah tumbuh dan sistem
pencernaan sudah matur.
e.

Lansia

Pertumbuhan dan metabolisme berhenti sehingga butuh kalori sedikit. Defesiensi
kalsium dan ostioporosis terjadi, khususnya pada wanita menopause (Widianti,
2011)

E.

Konsep Nyeri

Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme fsiologis bertujuan untuk melindungi diri
dan
disebabkan oleh stimulus tertentu (Wartonah, 2011). Nyeri merupakan sensasi
ketidaknyamanan yang bersifat individual. Klien merespon terhadap nyeri yang
dialaminya dengan beragam cara, misalnya berteriak, meringis dan lain-lain. Oleh
karena nyeri bersifat subyektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri
yang dialami klien. Untuk itu, diperlukan kemampuan perawat dalam
mengidentifkasi dan mengatasi rasa nyeri (Asmadi, 2004). Nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang actual atau potensial (Suzanne, 2002).
Dua kategori dasar nyeri yang secara umum diketahui nyeri akut dan nyeri umum.
a.

Nyeri akut

Nyeri akut biasanya tiba–tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifk, nyeri
akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Hal ini menarik
perhaatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada
kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri.
Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan ; nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan
defnisi nyeri, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari
beberapa detik hingga enam bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri
akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai
contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat, barangkali dalam
beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus yang lebih berat, seperti fraktur
ekstrimitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun dengan sejalan dengan
penyembuhan tulang.
b.

Nyeri kronis

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang sesuatu
periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan
dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifk. Nyeri kronis
dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang
sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis
biasanya menjadi masalah dengan sendirinya. Nyeri kronis sering didefnisikan
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam
bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara
nyeri akut dan nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik
nyeri kronis sebelum enam bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat
tetap bersifat akut secara primer aselama lebih dari 6 bulan.

Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang mengalami nyeri kronis setelah
suatu cidera atau proses penyakit, hal ini juga duga bahwa ujung–ujung syaraf yang
normalnya tidak mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan
stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.perawat
dapat berhubungan dengan pasien yang mengalami nyeri kronis saat mereka
masuk rumah sakit untuk berobat atau saat mengunjungi mereka dirumah untuk
perawatan rumah. Seringkali perawat diperlukan dalam lingkungan komunitas
untuk membantu dalam menangani nyeri pasien.
Tabel 2.2
Membandingkan Karakteristik antara Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Karakteristik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Tujuan i Keuntungan
Memperingatkan adanya cidera atau masalah
Tidak ada
Awitan
Mendadak
Terus menurus atau intermiten
Intensitas
Ringan sampai berat
Ringan sampai berat
Durasi
Durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan)
Durasi lama (6 bulan atau lebih)
Respon otonom
Konsisten dengan respon stres simpatis frekuensi jantung meningkat volume
sekuncup meningkat tekanan darah meningkat dilatasi pupil meningkat tegangan

otot meningkat motilitas gastrointestinal menurun aliran saliva menurun (mulut
kering)
Tidak terdapat respon otonom
Komponen psikologis
Ansietas
Depresi, mudah
persahabatan

marah,

menarik

diri

minat

dunia luar,

menarik

diri

dari

Respon jenis lainnya

Contoh
Nyeri bedah, trauma
Tidur terganggu, libido menurun, nafsu makan menurun.
Nyeri kanker, arthritis, neuralgia trigeminal
Sumber : Suzanne (2002).
Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri dapat meliputi resepsi, persepsi dan reaksi. Impuls syaraf yang
dihasilkan stimulus nyeri menyebar di sepanjang serabut syaraf aferen. Syaraf ini
menonduksi 2 stimulus nyeri : serabut A-delta bermielinasi dan cepat dan serabut C
lambat.
Saat individu sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi kompleks. Menurut
McCaffery, 3 sistem interaksi persepsi nyeri, yaitu efektif, kognitif, evaluatif. Bentuk
reaksi fsiologis, stimulasi cabang simpatis menghasilkan respon fsiologis. Jika nyeri
terus menerus, maka saraf parasimpatis akan menghasilkan aksi. Fase pengalaman
nyeri sebagai respon perilaku nyeri :
a.

Antisipasi

: memungkinkan individu belajar tentang nyeri

b.
Sensasi
: ketika merasakan nyeri, gerakan khas, ekspresi wajah
mengindikasikan nyeri seperti menggerakkan gigi, membungkuk, menyeringai
memegang bagian tubuh yang nyeri.
c. Akibat
: nyeri atau berhenti. Namun masih tetap butuh perhatian perawat
mesti sumber nyeri dapat terkontrol (Widianti, 2011).
Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian dan ansietas.
Deskripsi Verbal Tentang Nyeri
Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa
cara berikut :
Intensitas nyeri adanya skala verbal, misalnya : 0 = tidak nyeri; 1-3 nyeri ringan; 46 nyeri sedang; 7-9 nyeri berat; 10 = nyeri sangat berat.
Kekhawatiran individu tentang nyeri dapat diliputi berbagai masalah yang luas,
seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra
diri (Suzanne, 2002).

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A.

Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini merujuk pada teori kualitas tidur yang
dinyatakan Widianti (2011) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas tidur antara lain adalah status nutrisi dan intensitas nyeri,
sehingga kerangka konsep penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen

B.

Defnisi Operasional

Tabel 3.1
Defnisi Operasional
No.
Variabel

Variabel Dependen

Defnisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1.

Variabel Dependen
Kualitas tidur

Mutu kemampuan responden untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai
dengan kebutuhannya

Kuesioner

Wawancara

1.Terganggu, bila nilai
2.Tidak terganggu, bila nilai

≥5
25

2. Normal, bila IMT 18,5 – 25,0

Nominal

Intensitas nyeri
Persepsi responden terhadap rasa nyeri akibat luka pascaoperasi laparatomi yang
dialaminya
Kuesioner
Wawancara

1. Nyeri berat, bila skala

7 – 10

2. Nyeri sedang, bila skala 4 – 6
3. Nyeri ringan, bila skala 0 - 3
Ordinal

C.

Hipotesis

1.
Ada hubungan antara status nutrisi dengan kualitas tidur pada pasien
pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
2.
Ada hubungan antara intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien
pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

BAB IV
METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survei analitik
melalui pendekatan cross sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah
suatu penelitian yang semua variabelnya, baik variabel independen (Status Nutrisi
dan Intensitas Nyeri) maupun variabel dependen (Kualitas Tidur) diobservasi atau
dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010).

B.

Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan ... selama 1 minggu.

C.

Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien pascaoperasi laparatomi di
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan
Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sebanyak 354 kasus.
2.

Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian atau keseluruhan subjek yang akan diteliti dan
dianggap mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel

dilakukan dengan cara accidental sampling, yaitu mengambil sampel sesuai dengan
jumlah sampel yang ada pada saat penelitian dilakukan.
Adapun kriteria inklusi sampel sebagai berikut.
a.

Pasien dewasa berusia ≥ 17 tahun

b.

Pasien dengan keadaan umum komposmentis

c.

Pasien 24 jam pertama pascaoperasi laparatomi

d.

Pasien yang bersedia menjadi responden

D.
1.

Pengumpulan Data
Jenis Data
a. Data primer

Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada
responden melalui kuesioner untuk mengetahui status nutrisi dan intensitas nyeri
serta kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi.
b. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari profl RS... dan buku status pasien.
2.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian.
Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket atau daftar pertanyaan. Pembuatan
kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai
dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun data yang terkumpul
dikelompokkan menurut variabel masing-masing dengan hasil ukur sebagai berikut.
a)
Kualitas tidur dinilai dari jawaban responden pada kuesioner, dengan penilaian
jawaban :
-

Ya

=

1

-

Tidak

=

0

Lalu jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan menjadi :
1.

Kurang, bila nilai < mean

2.

Baik, bila nilai ≥ mean

b)

Status nutrisi

Untuk menentukan status nutrisi digunakan rumus sebagai berikut :
Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan2 (M)

Batas Ambang IMT untuk Indonesia, yaitu :
1.

Tidak normal, bila IMT ≤ 18,4 atau > 25

2.

Normal, bila IMT 18,5 – 25,0

c)
Intensitas nyeri dinilai dari persepsi pasien terhadap rasa nyeri akibat luka
pascaoperasi laparatomi yang dialaminya
Lalu jawaban responden dikategorikan menjadi:
1.

Nyeri berat, bila skala 7 – 10

2.

Nyeri sedang, bila skala 4 – 6

3.

Nyeri ringan, bila skala 0 – 3

E.

Pengolahan Data

Menurut Hastono (2009) pengolahan data meliputi hal-hal berikut.
1.

Editing

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner tersebut.
2.

Coding

Proses mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka
atau bilangan.
3.

Entry data

Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode
dimasukkan ke dalam program software komputer.
4.

Cleaning
Proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari kesalahan.

F.

Analisis Data

Setelah melalui tahapan pengolahan data, data kemudian dianalisis secara
univariat dan bivariat.
1.

Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan
persentase dari semua variabel penelitian yang meliputi status nutrisi dan
intensitas nyeri (variabel independen) serta kualitas tidur pada pasien pascaoperasi
laparatomi (variabel dependen).
2.

Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi. Uji
statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi Square, karena baik
variabel independen maupun variabel dependen merupakan variabel kategorik.
Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Pengambilan keputusan statistik
dilakukan dengan membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α (0,05), dengan
ketentuan :
a.
Bila p value ≤ nilai α (0,05), maka ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen
b.
Bila p value > nilai α (0,05), maka tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

G.

Jadwal Pelaksanaan

Untuk menunjang keberhasilan dalam penulisan proposal ini, penulis menyusun
jadwal pelaksanaan penelitian, antara lain penulis melakukan penyusunan proposal,
pengajuan seminar dan melakukan perbaikan, uji coba melakukan pengumpulan
informasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada jadwal pelaksanaan sebagai
berikut.
Tabel 4.1
Jadwal Pelaksanaan
No.
Kegiatan

Mei
Juni
Juli
Agustus
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1.
Penyusunan proposal

2.
Pengajuan seminar dan perbaikan proposal

3.
Pengumpulan data

4.
Analisa dan interprestasi data

5.
Pengajuan usul ujian skripsi

H.

Etika Penelitian

Responden mengisi informed consent yang sebelumnya sudah diberikan penjelasan
oleh peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian serta cara mengisi instrumen,
dan peneliti juga menjelaskan kerahasiaan mengenai nama responden untuk
disimpan oleh peneliti dan tidak dipublikasikan.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1. Informed consent (Lembar persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden.
2. Anonimity (Tanpa nama)
Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
nama inisial pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan.
3. Confdentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan.
4. Protection from discomfort (Perlindungan dari ketidaknyamanan)

Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fsik maupun psikologis.