Biopros dan cuka dan apel

LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES
IDENTITAS PRAKTIKAN

I.
II.

Nama

: Citra Afriliana

NIM

: 03031181419066

Shift/Kelompok

: Kamis Siang/6

JUDUL PERCOBAAN


: Pembuatan Cuka Apel

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui cara pembuatan cuka apel.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pembuatan cuka apel.
3. Mengetahui manfaat dari cuka apel.

III.

DASAR TEORI
III.1. Buah Apel
Indonesia merupakan negara agraris yang memilki lahan sangat melimpah.
Mengingat hasil perkebunan mempunyai sifat mudah membusuk sedangkan ilmu
tentang pengolahan hasil kebun masih kurang, sehingga banyak hasil perkebunan
terbuang yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan baik sebagai sumber pangan.
Bertujuan untuk meningkatkan daya guna hasil perkebunan tersebut diperlukan
adanya pengolahan hasil perkebunan menjadi produk yang tahan lama . Salah satu
contoh sumber hasil perkebunan yang memiliki potensi besar untuk diproduksi
adalah buah apel, mengingat jumlah buah apel di Indonesia cukup banyak.
Apel merupakan buah yang terdiri dari bermacam-macam ukuran, warna,

dan tekstur. Selain sebagai makanan, apel digunakan untuk menyembuhkan
berbagai penyakit, seperti di Cina dan Amerika untuk mecegah dan mengobati
konstipasi, mengontrol diare, membersihkan gigi mengurangi demam dan
penyakit lainnya. Buah apel juga bermanfaat untuk mengatur konsistensi feses,
dalam hal diare maupun sembelit. Para ahli menghubungkan khasiat ini dengan

kandungan apel yaitu pectin. Pada pencernaan, pectin bermanfaat mengabsorbsi
air dan membentuk gelatin sehingga mudah dikeluarkan sebagai feses.
Buah apel memiliki tiga macam warna kulit seperti warna merah, warna
hijau, atau warna kuning. Kulit buah apel ini memiliki tekstur yang lembut,
sedangkan daging buah teksturnya lebih keras. Bahasa latin dari pohon apel
adalah Malus domestica. Apel budidaya merupakan buah apel keturunan dari
Malus sieversii yang berasal dari Asia Tengah dengan sebagian genom dari Malus
sylvestris. Jenis-jenis buah apel antara lain terdiri dari:
III.1.1. Apel Granny Smith

Apel ini berasal dari daratan Australia yang beriklim subtropis. Apel ini
juga dibudidayakan di Batu, Malang, Jawa Timur. Buahnya berbentuk bulat
dengan pangkal dan ujung buah berlekuk dangkal. Kulit buah yang telah matang
berwarna hijau kekuningan dan dihiasi dengan bintik-bintik berwarna putih. Pada

bagian pangkalnya warna kulit ini bercampur dengan warna cokelat kemerahan.
Daging buahnya berwarna putih dengan tekstur halus dan agak keras. Apel yang
rasanya manis dengan aroma yang tajam ini memiliki kandungan air yang banyak.
III.1.2. Apel Rome Beauty

Apel ini disebut juga buah apel hijau. Ciri khas dari buah apel ini terletak
pada warna kulit buah yang tetap hijau kekuningan meskipun sudah masak.
Buahnya berbentuk bulat dengan lekukan yang relatif dalam. Berat rata-rata untuk
setiap buah sekitar 175 gram. Daging buah keras, bertekstur halus, memiliki
aroma kuat dan warna putih. Tanaman yang umurnya sudah mencapai tujuh tahun
produksinya dapat mencapai 30-40 kilogram untuk setiap pohon.
III.1.3. Apel Gala

Apel ini pertama kali ditemukan di New Zealand pada tahun 1934 oleh
J.H. Kidd dari Greytown. Buah apel gala merupakan hasil persilangan antara
kidd's orange red dengan golden delicious. Seleksi berlangsung sampai tahun
1939. Pada tahun 1960 buah jenis ini mulai dikenal banyak orang, meskipun nama
gala baru dibuat pada tahun 1965. Bentuknya oblonk conical, kulitnya hijau
kemerahan, daging buahnya berwarna putih, dan buahnya keras tetapi teksturnya


lembut dan banyak mengandung air. Turunan dari buah apel jenis gala ini sudah
banyak, contohnya adalah imperial gala, regal prince gala, regal queen gala,
galaxy gala, scarlet gala, gala go red, dan royal gala.
III.1.4. Apel Manalagi
Apel ini disukai karena rasa daging buah yang sangat manis walau belum
matang dan aromanya kuat. Teksturnya lembut dan kurang kandungan airnya.
Warna daging buahnya putih kekuningan. Buahnya berbentuk bulat dengan ujung
dan pangkal berlekuk dangkal. Kulit buah berwarna hijau muda kekuningan saat
matang. Produksi rata-rata untuk setiap pohon adalah sebanyak 75 kilogram.
III.2. Manfaat Apel
Apel mengandung serat, flavonoids, dan fruktosa. Dalam 100 gram apel
terdapat 2,1 gram serat. Konstribusi satu buah apel lebih dari 10% total kebutuhan
serat sehari. Apabila kulit apel dikupas, kandungan serat apel masih tetap tinggi
yaitu 9,1 gram. Serat apel mampu menurunkan kadar kolesterol darah dan resiko
penyakit jantung koroner. Serat tidak larut dalam buah apel bermanfaat untuk
mengikat kolesterol jahat penyumbat pembuluh darah (LDL) dalam saluran cerna
dan kemudian menyingkirkannya dari tubuh. Sementara itu serat yang larut pada
buah apel bermanfaat untuk mengurangi produksi LDL didalam hati.
Banyak manfaat-manfaat lain yang terdapat dalam sebuah apel . Penelitian
telah menunjukan bahwa buah apel mempunyai kadar quercetin yang cukup

tinggi. Tingginya kadar quercetin ini dapat meningkatkan aktivitas antioksidan
dalam darah. Hal ini dapat mengurangi kadar kolesterol LDL yang dapat merusak
aliran darah dalam tubuh. Selain itu tingginya quercetin membuat orang yang
mengkonsumsinya beresiko lebih rendah untuk mengalami gangguan jantung dan
stroke. Kandungan quercetin dapat menghambat jenis kanker tertentu. Buah apel
juga kaya akan flavonoid dan quercetin yang dapat mencegah terjadinya
kerusakan pembuluh darah yang disebabkan tembakau.
III.3. Cuka Apel

Cuka apel merupakan sejenis senyawa atau larutan yang dihasilkan dari
sari apel kemudian melewati proses fermentasi menggunakan sejenis ragi, tetapi
agar apel tersebut menghasilkan sari ekstrak yang banyak dan bagus, ada beberapa
syarat yang harus dimiliki buah apel tersebut. Terutama kandungan zat-zat yang
terdapat didalamnya. Ada beberapa syarat kandungan yang harus dimiliki apel
tersebut agar menghasilkan sari cuka apel yang berkualitas tinggi. Selain tampilan
luar dari buah apel yang harus segar, bersih, dan tidak ada cacat, ada beberapa
syarat lain seperti kandungan pektin, glukosa, vitamin dan mineral.
III.3.1. Kandungan Pektin
Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan
oleh ikatan a-1,4 glikosidik, sebagai gugus karboksil polimer pektin mengalami

esterifikasi dengan metil menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut asam
pektinat atau pektin, asam pektinal bersama gula pada suhu tinggi membentuk gel
seperti yang terjadi pada pembuatan selai. Pada asam pektat, gugus karboksil
asam galakturonat dalam ikatan polimernya tidak mengalami esterifikasi. Asam
pektat dalam jaringan tanaman terdapat sebagai kalsium atau magnesium pektat.
Pektan memiliki sifat terdispersi dalam air sama seperti dengan asam pektat.
Dalam bentuk garam, pektin berfungsi dalam pembuatan jeli dengan gula
dan asam. Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah asam pektinat yang
sebagian besar gugusan karboksilnya bebas tidak mengalami esterifikasi. Pektin
dengan metoksil rendah ini dapat membentuk gel dengan ion-ion bervalensi dua.
Dalam pembuatan gel pektin, harus ada senyawa pendehidrasi contohnya adalah
gula dan harus ditambahkan asam dengan jumlah yang cocok.
III.3.2. Kandungan Glukosa
Glukosa (C6H12O6) adalah gula monosakarida yang merupakan salah satu
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan.
Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi.
Glukosa juga disebut dekstrosa, terutama pada industri pangan. Glukosa dapat
dibentuk dari formaldehid pada keadaan abiotik, sehingga mudah tersedia bagi
sistem biokimia primitif. Glukosa adalah heksosa yang mengandung enam atom


karbon, lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut cincin
piranosa bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin tiap
karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom
kelimanya yang terikat pada karbon enam di luar cincin, membentuk suatu gugus
CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang
lebih reaktif, yang proporsinya 0.0026% dengan memiliki derajat keasaman tujuh.
III.3.3. Kandunga Vitamin dan Mineral
Vitamin adalah gabungan senyawa organik amina berbobot molekul kecil
yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh. Secara garis besar, vitamin dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam
lemak. Hanya terdapat dua vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin B dan C,
sedangkan vitamin lainnya yaitu vitamin A, D, E, dan K bersifat larut dalam
lemak. Vitamin yang larut dalam lemak disimpan didalam jaringan adiposa dan
hati, sedangkan jenis vitamin yang larut dalam air hanya dapat disimpan dalam
jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan.
Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin yang terlepas akan
masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh. Apabila tidak
dibutuhkan, vitamin ini akan segera dibuang tubuh bersama urin. Oleh karena hal
ini, tubuh membutuhkan vitamin larut air secara terus-menerus. Terdapat 13 jenis

vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang
dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin,
riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat).
III.4. Sejarah Cuka Apel
Berdasarkan legenda di kawasan pegunungan Kaukasia perbatasan antara
daratan Asia dan Eropa, sebelah tenggara Rusia. Pada ribuan tahun yang lalu Nabi
Muhammad yang pertama kali memberikan sebuah biji (berisi bakteri baik
kelompok Lactobacillus sp) kepada orang-orang setempat dan mengajari cara
membuat minuman asam, yang mengandung polisakarida larut air yang dihasilkan
oleh bakteri asam laktat, yang berperan dalam meningkatkan pembentukan sistem

imun dalam tubuh. Sehingga masyarakat tersebut memiliki kondisi tubuh yang
kuat dan sehat serta hampir tidak pernah menderita berbagai macam penyakit.
Tercatat dalam sejarah, pada tahun 907 Elie Metchinkoff ilmuan Rusia
peraih nobel menyampaikan hipotesisnya tentang manfaat minuman fermentasi
(dari susu yang diasamkan) bagi bangsa Bulgaria yang biasa mengkonsumsi
minuman tersebut, mempunyai dampak umur panjang dan selalu dalam kondisi
sehat, sedikit sekali yang terserang penyakit. Perkembangan berikutnya sekitar
abad tujuh, dalam literatur kekaisaran Romawi pernah mencatat bahwa Yulius
Caesar mengintruksikan kepada para prajurit Romawi untuk secara teratur

mengkonsumsi minuman asam (cuka dari buah apel) untuk menjaga ketahanan
tubuh prajuritnya. Begitu pula di Amerika, sekitar abad XVIII tercatat nama
Presiden Amerika kedua John Adams sebagai pengkonsumsi teratur cuka apel,
memiliki kesehatan tubuh yang terjaga sehingga terhindar dari serangan penyakit
sampai beliau wafat diusia 91 tahun. Sekitar awal tahun 1990, cuka apel mulai
beredar di pasaran Indonesia sebagai produk impor. Umumnya bahan baku cuka
apel tersebut terbuat dari buah apel New Zeland, Whosington dan Red Delicious.
III.5. Manfaat Cuka Apel
Apel dapat diolah dengan cara difermentasikan untuk mendapatkan sari
buahnya, masyarakat luas menyebutnya cuka apel. A.P John Institute for Cancer
Research pada April 2005 memberikan pernyataan pada pers bahwa asam asetat
dalam cuka apel memiliki dampak mematikan pada sel kanker, karena
menghambat suplai energi yang dibutuhkan sel kanker. Dr. Jarvis menjelaskan
banyak kegunaan cuka apel untuk kesehatan antara lain untuk mengatasi
keracunan makanan, luka bakar, varises, impetigo, infeksi bakteri, hipertensi,
rematik, asam urat, diabetes, kelelahan kronis, gangguan pencernaan sampai untuk
meningkatakan vitalitas dan kekebalan tubuh mahluk hidup.
Perlu diketahui cuka apel telah ada sejak 10.000 tahun yang lalu untuk
kecantikan dan perawatan kesehatan. Menurut Institut Kanker Nasional Amerika
Serikat, apel mengandung flavonoid paling tinggi dibandingkan dengan buah lain.

Zat ini mampu menurunkan resiko terkena penyakit kanker paru-paru. Selain itu,
zat quercetin sejenis flavonoid yang terkandung dalam apel membantu mencegah

pertumbuhan sel kanker prostat bagi pria. Salah satu keunikannya adalah apabila
dikonsumsi secara berlebihan, cuka apel tidak mengakibatkan efek samping. Hal
ini dikarenakan darah resisten terhadap asam, sehingga kelebihan asam dibuang.
Kondisi darah yang basa memudahkan tubuh terserang penyakit. Terdapat empat
kriteria dalam pemilihan cuka apel yang baik adalah sebagai berikut:
1. Berwarna keruh kecoklatan.
2. Beraroma khas apel dan berbau seperti tape.
3. Terdapat endapan di dalam cairan cuka apel.
4. Bersifat pekat dan tidak bisa di minum langsung.

III.6. Fermentasi
Pada tahun 1837 tiga orang ahli yaitu Cagnaird Latour, Scwamn dan
Kutzing masing-masing menemukan bahwa pada cairan-cairan yang mengandung
gula dapat mengalami fermentasi alkohol. Perubahan zat gula menjadi alkohol
dan CO2 merupakan fungsi fisiologi dari sel-sel khamir. Teori biologi ini tidak
dibenarkan oleh seorang ahli kimia seperti Berzelius yang berpendapat bahwa
pembusukan dan fermentasi merupakan suatu proses kimia murni, sedangkan ahli

kimia lain seperti Pasteur menentang pendapat tersebut dan berpendapat bahwa
semua proses fermentasi adalah proses kegiatan mikroba.
Pada fermentasi asam butirat, Pasteur menemukan adanya proses yang
tidak membutuhkan Oksigen. Penyelidikan mikroskopik pada setetes cairan yang
mengandung mikroba penyebab fermentasi asam butirat, menunjukkan bahwa
mikroba yang dekat pada tepi batas caiarn dengan udara akan menjadi tidak
bergerak, sedangkan yang terdapat di pusat tetesan akan bergerak aktif. Kenyataan
ini membuktikan udara merupakan penghambat kegiatan mikroba asam butirat.
Proses fermentasi adalah suatu proses pemecahan senyawa yang kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana secara anaerob oleh enzim. Enzim yang
berperan ini berasal dari mikroba atau jasad renik yang digunakan dan dikenal
sebagai ragi alkohol. Melalui fermentasi diperoleh produk yang memiliki nilai
gizi, biologis, cita rasa, dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan bahan
asalnya. Hal ini dikarenakan dalam ragi terdapat mikroba yang mengandung
komponen seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral dalam jumlah tertentu.

Apel seperti yang diketahui merupakan salah satu buah yang memiliki rasa yang
manis. Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan
biasanya digunakan untuk isitilah gula yang diperolah dari tebu.
Rasa manis adalah ciri gula yang paling banyak dikenal, penggunaanya
yang luas dalam industri pangan juga tergantung pada sifat-sifat lain. Rasa manis
selalu ada pada produk yang mengandung gula dan akan mempunyai pengaruh
yang paling berarti pada penerimaan dari produk tersebut. Gula digunakan dalam
pengawetan buah-buahan dan sayuran dan sebagai bumbu untuk produk-produk
daging. Penggunaannya untuk tujuan diatas termasuk bahan pangan setengah
kering, produk yang dilapisi gula dan sirup untuk produk-produk dalam kaleng.
Sukrosa, glukosa, gula invert dan madu semuanya dapat dipakai dalam
berbagai teknik pengawetan bahan pangan. Daya larut yang tinggi dari gula,
kemampuan mengurangi keseimbangan kelembapan relatif (ERH) dan mengikat
air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan
pangan. Beberapa diantaranya yang biasa dijumpai termasuk selai, jeli,
marmalade, sari buah, sirup buah-buahan, buah-buahan bergula, umbi, kulit,
buah-buahan beku dalam sirup, acar manis, chutney, susu kental manis, dan madu.
Gula yang ditambahkan pada bahan pangan dalam konsentrasi tinggi maka
sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas air dari bahan pangan akan berkurang. Walaupun
demikian, konsentrasi gula pada aktivitas air merupakan faktor satu-satunya yang
mengendalikan

pertumbuhan

mikroorganisme

karena

bahan

dasar yang

mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nilai aktivitas air dapat
menunjukkan ketahanan berbeda terhadap kerusakan karena mikroorganisme.
Produk-produk pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak oleh
khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak
oleh panas. Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan kadar air bahan pangan
dibandingkan dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang sama,
dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti selai. Bahan-bahan
kimia adalah satu kelompok dari sejumlah besar bahan kimia yang ditambahkan

ke dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan
atau penyimpanan untuk menjaga kualitas dari produk yang dihasilkan.
III.7. Macam-Macam Fermentasi
Terdapat banyak jenis fermentasi yaitu fermentasi alkohol, fermentasi
asam laktat, dan fermentasi asam cuka. Fermentasi alkohol merupakan suatu
reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol atau etil alkohol dan karbondioksida.
Organisme yang berperan adalah Saccharomyces cerevisiae untuk pembuatan
tape, roti, dan minuman keras. Fermentasi asam laktat adalah respirasi yang
terjadi pada sel hewan dan manusia. Ketika kebutuhan oksigen tidak tercukupi
akibat kerja yang berat, didalam sel otot asam laktat dapat menyebabkan kram.
Asam laktat yang terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan
otot letih dan nyeri, tetapi secara perlahan dialirkan oleh darah ke hati untuk
diubah kembali menjadi piruvat. Fermentasi asam cuka merupakan suatu contoh
fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini dilakukan oleh
bakteri asam cuka dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan lima kali lebih
besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol anaerob.
Berdasarkan sumber mikroorganismenya, fermentasi dibagi menjadi dua
yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan. Fermentasi spontan adalah fermentasi
bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme
dalam bentuk starter atau ragi, tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam
proses fermentasi berkembang baik secara spontan karena lingkungan hidupnya
dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi
yang terjadi dalam bahan pangan yang dalam pembuatannya sudah ditambahkan
mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana mikroorgnisme tersebut
akan tumbuh dan berkembangbiak secara aktif merubah bahan yang difermentasi
menjadi produk yang diinginkan, contohnya pada pembuatan tempe dan oncom.
III.8. Faktor-Faktor Fermentasi
Pada proses fermentasi terdapat beberapa yang mempengaruhi seperti
ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan digunakan oleh
mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan berkembang baik, ketersediaan zat

gizi khusus yang merupakan persyaratan karakteristik mikrooganisme tertentu
untuk tumbuh dengan baik, nilai derajat keasaman produk pangan , suhu inkubasi,
kadar air, dan ada atau tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme. Bahan dasar
untuk fermentasi dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, atau dari limbah
industri. Bahan dasar yang umum digunakan pada beberapa negara berkembang
adalah molase, jerami, kulit kopi, kulit coklat , sabut kelapa, biji-bijian yang telah
diambil minyaknya, air limbah, sisa pabrik kertas, limbah dari pabrik susu.
III.9. Mikroba Untuk Industri Fermentasi
III.9.1. Sumber Mikroba Untuk Industri
Mikroba yang umum digunakan dalam suatu industri fermentasi tergolong
dalam bakteri dan fungsi tingkat rendah yaitu kapang dan khamir. Selain
digunakan dalam industri fermentasi, mikroba juga banyak digunakan untuk
tujuan lain, misalnya dalam pengolahan limbah dan pembersihan bahan-bahan
beracun, serta fiksasi nitrogen bidang pertanian. Beberapa contoh penggunaan
mikroba untuk industri yaitu produksi massa sel dimana protein sel tunggal untuk
makanan ternak dan manusia, penggunaan bagian-bagian yang penting dari sel
seperti biokatalis, antigen permukaan, protein lamelar untuk filter membran,
polisakarida kapsul, dan lipid. Produksi metabolisme primer seperti alkohol, asam
amino, vitamin, metanan dan hidrogen. Produksi metabolisme sekunder seperti
antibiotik, komponen flavour dan penggunaan mikroba sebagai inang untuk DNA
sel dalam produksi hormon manusia, antigen virus, dan lain-lain.
III.9.2. Isolasi Mikroba
Mikroorganisme yang penting dalam industri fermentasi dapat diperoleh
dari berbagai sumber di alam, sebagai contoh bakteri pembentuk spora yaitu
bacillus dan clostridium banyak ditemukan dari tanah, bakteri asam laktat
ditemukan pada susu, bakteri asam asetat ditemukan pada sari buah, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan isolat mikroba dari suatu bahan yang mengandung campuran
mikroba dapat dilakukan dengan beberapa tergantung dari jenis mikroorganisme.
Isolasi pada agar cawan, merupakan cara untuk mengisolasi kultur pada
agar cawan dengan memanfaatkan goresan kuadran. Pada bagian agar tempat

dimulainya terjadi goresan, populasi mikroba biasanya terlalu pekat sehingga
koloni akan berkumpul menjadi satu. Semakin banyak goresan atau penyebaran
yang dilakukan akan menyebabkan semakin sedikit sel-sel mikroba yang terbawa
oleh loop, sehingga setelah masa inkubasi akan terbentuk suatu koloni-koloni
secara terpisah. Isolasi medium cair merupakan cara termudah untuk mengisolasi
dalam medium cair yaitu dengan metode pengenceran. Dalam metode ini,
inokulum akan diencerkan dalam suatu medium steril dan sejumlah tabung yang
berisi medium diinokulasi dengan suspensi inokulum dari pengenceran.
Isolasi sel tunggal, untuk mengisolasi sel mikroba yang ukurannya besar
dan tidak dapt diisolasi dengan metode agar cawan atau pengenceran, ada suatu
isolasi yang disebut isolasi sel tunggal. Sel mikroba yang dapat dilihat dengan
pembesaran 100 kali, setiap selnya dapat dipisahkan dan diambil menggunakan
pipet kapiler yang halus, lalu di cuci di dalam medium steril yang relatif besar
untuk menghilangkan mikorba kontaminan yang ukurannya lebih kecil.
III.10. Pola Pertumbuhan Mikroba Pada Proses Fermentasi
Pertumbuhan mikroba dapat dipandang sebagai suatu rnagkaian rekasi
kimia yang mengendalikan sintesis penyusunan biomassa yang diperoleh pada
akhir kultur secara global yang mengikuti prinsip kekekalan massa. Dasar
pertumbuhan mikroba dapat dilihat dari laju pertumbuhan ditetapkan terdiri dari
beberapa fase yaitu lag, eksponensial, stationer, dan kematian atau penurunan.
Fase awal atau lag merupakan masa penyesuaian mikroba, sejak sel
mikroba diinokulasikan ke media. Pada fase ini belum terjadi pertumbuhan,
karena saat ini mikroba melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Fase
logaritma atau ekponensial, merupakan fase pertumbuhan dimana telah terjadi
reproduksi selular pada bakteri. Konsentrasi selular atau biomassa meningkat,
mula-mula perlahan kemudian semakin lama akan semakin meningkat. Pada fase
ini laju pertumbuhan atau reproduksi yeast akan mencapai titik maksimal
sehingga terjadi pertumbuhan secara logaritma atau eksponesial.
Fase stationer merupakan fase pertumbuhan mikroba berhenti , konsentrasi
biomassa mencapai titik maksimal dan menyebabkan terjadinya modifikasi

struktur biokimiawi sel. Pada fase ini terjadi penumpukkan produk beracun atau
kehabisan nutrisi yeast, beberapa sel mengalami kematian sedangkan yang lain
tumbuh berkembang dan membelah diri sehingga jumlah sel yang hidup tetap.
Penyebab beberapa bakteri tidak mengalami pembelahan diri kareba nutrisi yang
habis, akumulasi metabolit toksik, penurunan kadar oksigen, dan penurunan nilai
aktivitas air. Terakhir adalah fase kematian, pada fase ini ditandai oleh
berkurangnya jumlah sel hidup (viable) dalam media akibat terjaidnya kematian
atau mortalitas yang diikuti oleh otolisis oleh enzim selular.

IV.

ALAT DAN BAHAN
IV.1. Alat
1.

Pisau

2.

Kompor

3.

Panci

4.

Kain Saring

5.

Baskom

IV.2. Bahan

V.

1.

Apel 1/2 kg

2.

Gula 125 gr

3.

Air 1,5 liter

4.

Yeast (ragi)
PROSEDUR PERCOBAAN

1. Apel dicuci bersih kemudian diiris tipis-tipis.
2. Rebusan irisan apel tersebut dengan air sampai mendidih.
3. Kecilkan api kompor kemudian tambahkan gula. Biarkan selama 30 menit
agar aroma buah apel keluar.
4. Pisahkan sari apel dari buahnya lalu setelah dingin sari apel dimasukkan
kedalam botol.
5. Masukkan ragi/yeast kedalam sari apel tersebut. Tutup dengan kain saring.

Fermentasi sari apel selama 1 – 2 minggu akan membentuk alkohol.

DAFTAR PUSTAKA
Atro, Risca Adelina, Periadnadi dan Nurmiati. 2015. Keberadaan Mikroflora
Alami Dalam Feremntasi Cuka Apel Hijau (Malus Sylvestris Mill)
Kultivar Granny Smith. Jurnal Biologi Universitas Andalas, Vol 3, No pp.
1 – 3.
Masum, Zuhdi. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan Dan Waktu Fermentasi
Terhadap Kualitas Cuka Apel Manalagi. Jurnal Teknik Kimia Buana
Sains, Vol 6, No pp. 1 – 2.
Orey, Clay. 2008. Khasiat Cuka. Jakarta Selatan: Mizan Publika.
Suprapti, Lies. 2010. Teknologi Pengolahan Pangan: Cuka Apel Dan Manisan
Nanas. Yogyakarta: Kanisius.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press: Surabaya.
Yulianti, Sufrida, Irlansyah dan Edi Junaedi. 2007. Khasiat Dan Manfaat Apel.
Jakarta Selatan: AgroMedia.