Laporan Praktikum Farmakologi dan Toksil (3)
SSP II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks ,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya. sistem tubuh yang penting ini juga mengatur
kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. karena pengaturan saraf
tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. dalam sistem inilah
berasal segala fenomena kesadaran ,pikiran,ingatan,bahasa,sensasi, dan
gerakan.
Analgetik
merupakan
obat
yang
mengurangi
bahkan
mungkin
menghilangkan rasa sakit tanpa diikuti hilangnya kesadaran. Antipireutik
adalah obat yang digunakan untuk menurunkan demam. Antiinflamasi adalah
obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena
mikroorganisme.
Obat golongan ini merupakan salah satu kelompok obat yang banyak
diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. obat anti-inflamasi
nonsteroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen ,bahkan
beberapa obat sangat berbeda secara kimia. walaupun demikian, obat-obatini
mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. untuk
itu dilakukan percobaan ini dengan tujuan menentukan efek farmakologi dari
obat-obat analgetik , antipiretik dan anti inflamasi terhadap tubuh.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek
yang sangat luas. obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat
aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum, oleh karena itu perlu dilakukan
percobaan ini.
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk menentukan efektivitas dari obat analgetik yaitu obat piroxicam dan
obat asam mefenamat berdasarkan jumlah geliat hewan coba mencit (Mus
muculus) yang diinduksi dengan asam asetat glasial.
2. Untuk menentukan efektivitas dari obat antipiretik yaitu obat sanmol dan
obat ibuprofen berdasarkan parameter pengukuran suhu tubuh rektal pada
hewan coba tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi dengan pepton.
a. Untuk menentukan efektivitas
dari obat antiinflamasi
yaitu obat
dexamethasone dan klotaren berdasarkan pengukuran volume kaki pada
hewan coba mencit (Mus musculus) yang diinduksi dengan karagen 1 %.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI UMUM
Sistem
saraf
adalah
salah
satu
organ
yang
berfungsi
untuk
menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi
kegiatan tubuh (Setiadi, 2007).
Sel saraf adalah suatu unit anatomi yang jelas dan tidak ada kontinuitas
struktur antara kebanyakan sel saraf. Komunikasi antar sel saraf dan antara sel
saraf dengan organ efektor terjadi melalui pelepasan subtansi kimiawi khusus
yang dinamakan neurotransmitter (Harvey, 2013).
Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap
stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu
respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama:
Input sensorik, Aktivitas integratif, Output motorik (Sloane, 2004).
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat
(SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, serta sistem saraf tepi yang
merupakan sel-sel saraf yang terletak di luar otak dan medulla spinalis yaitu
saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi
dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medulla
spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasi dari
perifer ke SSP (Harvey, 2013).
Secara fungsional, sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan
sistem eferen (Sloane, 2004) :
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
1. Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke
SSP.
2. Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan
kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua subdivisi.
a. Divisi somatik (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan
eksternal dan pembentukan respons motorik volunter pada otot rangka.
b. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter
pada otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi
impuls saraf melalui dua jalur
1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla
spinalis.
2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sakral pada medulla
spinalis.
Skizofernia adalah suatu sidrom yang ditandai oleh manisfestasi
psikologis spesifik. Manisfestasi ini meliputi halusinasi auditorik, waham,
gangguan pikiran dan gangguan perilaku. Bukti-bukti baru menunjukkan
bahwa skizofremia disebabkan oleh kelainan perkembangan yang melibatkan
lobus temporalis medial (girus parahipokamus, hipokamus, dan amigdala),
korteks llobus temporalis dan frontalis (Neal, 2006).
Alzheimer meruapakn penyakit neurogeneratif yang di tandai dengan
kehilangan neuro kolinergik
pada nucleus basal Maynert. Interverensi
farmakologis penyakit alzheimer hanya bersifat paliatif dan menguntungkan
dalam jangka pendek (Harvey, 2013).
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Parkinson merupakan gangguan neurologis gerakan otot yang bersifat
progresif yang ditandai dengan tremor, rigiditas otot, bradikinesia (kelambatan
dalam memulai dan melakukan gerakan yang disadari), kelainan posisi tubuh
dan cara jalan. Parkinson merupakan penyakit yang berhubungan dekstruksi
dopaminergik dalam substansia nigra sehingga menyebabkan penurunan kerja
dopamine pada korpus striatum (Harvey, 2013).
Obat-obat anti Parkinson yaitu amantadine, apomorphine,benztropine,
biperiden, bromocriptine, cardidopa, lavadopa, talcapone (Harvey, 2013).
Obat-obat neuroleptika
dapat dibagi menjadi 5 kelompok utama
berdasarkan struktur obat. Pemggolongan ini sangat penting karena dalam tiapa
grup kimiawi. Cara kerja obat-obat neuroleptika yaitu (Harvey, 2013):
3. Menghambat reseptor dopamin dalam otak: semua obat neuroleptika
menghambat reseptor dopamin dalam otak dan perifer
4. Menghambat reseptor serotonin dalam otak.
Epilepsi menyatakan suatu serangan berulapa kejang secara periodic
dengan atau tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan oleh kelebiha muatan
neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang
diukur dengan elektro-ensefalogram (EEG) (Margono, 2004).
Mekanisme kerja obat-obat anti epilepsi. Obat-obat yang efektif dalam
mengurangi serangan epilepsi dapat bekerja atau yang lebih sering mencegah
meluasnya lepasan listrik abnormal ke daerah-daerah otak. Obat-obat anti
epilepsi yaitu karbamazepin, klonazepam, klorazepat, diazepam ,etoksuksimid,
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
gabapentin lamotrigin, fenibarbital, fenitoin, pirimidon dan asam valporat
(Harvey, 2013).
Mekanisme kerja obat-obat anti epilepsi. Obat-obat yang efektif dalam
mengurangi serangan epilepsi dapat bekerja atau yang lebih sering mencegah
meluasnya lepasan listrik abnormal ke daerah-daerah otak. Obat-obat anti
epilepsi yaitu karbamazepin, klonazepam, klorazepat, diazepam ,etoksuksimid,
gabapentin lamotrigin, fenibarbital, fenitoin, pirimidon dan asam valporat
(Harvey, 2013).
Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zatzat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau
merusak organisme yang mnyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur
derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lrngkap, proses peradangan
biasanya reda. Namun, kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh
suatu zat yang tidak berbahanya seperti tepung sari, atau oleh suatu respons
imuns seperti asama atau arthritis rematoid (Harvey, 2013).
Inflamasi
bertujuan
untuk
menyekat
serta
mengisolasi
jejas,
menghancurkan mikroorganisme yang menginvasi tubuh serta menghilangkan
aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan jaringan
bagi kesembuhan serta
perbaikan ( Mitchell, 2009).
Inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai mekanisme yang
berbeda : (1) fase akut, dengan cirri vasodilatasi local dan peningkatan
permeabilitas kapiler, (2) reaksi lambat, tahap subakut dengan cirri infiltrasi sel
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
leukosit dan fagosit, dan (3) fase poliferatif kronik, saat degenerasi dan fibrosis
terjadi (Ganiswara,2012).
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat
yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik,
analgesik,dan
anti-inflamasinya,
obat-obat
ini
bekerja
dengan
jalan
menghambat enzim siklo-oksigenase tetapi tidak enzim lipoksigase. Misalnya
aspirinyang paling umum digunakan dalam sebagai obat anti-inflamasi.
Mekanisme anti-inflamasi adalah menghambat aktivitas siklooksigenase dan
juga memodulasi bebberapa aspek inflamasi dan prostaglandin yang bertindak
sebagai mediator (Anief, 2005).
Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil
oleh semua jaringan. Umumnya bekerja local pada jaringan tempat
prostaglandin tersebut disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk
inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak bersikulasi
dengan konsentrasi bermakna dalam darah. Tromboksan, leukotrien, dan asam
hidroperoksieikosatetraenoat dan asam hidroksieikosatetraenoat (HPETEs dan
HETEs) merupakan lipid yang berkaitan, disintesis dari precursor yang sama
sebagai prostaglandin, memakai jalan yang berhubungan (Harvey, 2013).
Adapun
mekanisme
pembentukan
(Ganiswara, 2012):
AYU MELINDA
15020140081
prostaglandin
sebagai
berikut
SSP II
Trauma/luka pada sel
Gangguan pada membrane sel
Fosfolipid
Dihambat kortikosteroid
Enzim fosfolipase
Asam arakidonat
Enzim Lipoksigenase
Enzim siklooksigenase
Dihambat obat
OAINS
Hidroperoksid
endoperoksid
PGG2/PGH
Leukotrien
PGE2, PGF2, PGD2
Prostaksiklin
Tromboksan A2
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terauperik meringankan
atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan
potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam
dua kelompok yaitu (Margono, 2004):
1. analkgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,
kelompok opiat)
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
2. analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada
perifer dengan sifat anti piretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat
antiinflamasi dan anti reumatik
Rasa nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional,yang tidak enak dan
yang berkaitan dengan ( ancaman ) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebat, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsang nyeri. Nyeri
merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda
bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45°C.
rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang bersifat
bahaya tentang adanya ganguan dijaringan seperti peradangam (rema,encok),
infeksi jasad renik atau kejang otot (Tjay dan Rahardja , 2007).
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda
tentang adanya gangguan-gangguan dalam tubuh seperti peradangan, infeksi
kuman atau atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau
kimiawi, kalaor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara) (Anief, 2004).
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara yakni (Anief, 2004):
1. Menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perimer dengan
analgetika lokal
2. Merintangi penyaluran rangsangan disaraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anastetika lokal
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
3. Blokade pusat nyeri disistem saraf pusat dengan obat analgetika sentral
(narkotika) atau dengan anastetika umum.
1. Analgetik
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran (Anief, 2007).
Analgesik Opioid (Neal, 2006):
1) Kuat
- Morfin
- Diamorfin (Heroin)
- Fenazosin
- Dekstromoramid
- Metadon
- Petidin
- Buprenorfin
- Fentanil
2) Sedang/Lemah
- Kodein
- Dihidrokodein
- Dekstropropoksifen
Efek analgesik OAINS digunakan baik di perifer maupun disentral,
tetapi efek perifernya lebih banyak. Efek analgesiknya biasanya
berhubungan dengan efek antiinflamsinya dan diakibatkan sintesis
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
prostaglandin sedikit nyeri, tetapi mempotensiasi nyeri yang disebabkan
oleh mediator inflamasi lain ( misalnya histamin, bradikinin) (Neal, 2006).
Opioid berinteraksi secara stereospesifik dengan reseptor protein pada
membran sel-sel saluran cerna. Efek utama opioid diperantarai oleh 4 famili
reseptor, yang ditunjukkan dengan huruf Yunani, µ, ĸ, σ dan δ, setiap
reseptor menunjukkan spesifisitas yang berbeda untuk obat–obat yang
diikatnya (Harvey, 2013).
2. Antipiretik
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu
badan pada keadaan demam. Suhu badan diatur oleh keseimbangna antara
produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di
hipothalamus. Pada keadaan demam keseimbangna ini terganggu tetapi
dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukit bahwa
peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat
pirogen atau sitokinin seperti interleukin-1 (IL-1) yang memacu pelepasan
prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik hypothalamus. Selain itu
PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral
atau disuntikkan ke daerah hypothalamus. Obat mirip aspirin menekan efek
zat piorgen endogen dengan menghambat sintesis PG (Tjay dan Rahardja,
2007).
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
B. Uraian Bahan
1. Uraian bahan
a. Aquadest (Ditjen POM, 1979: 96)
Nama resmi
Nama lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
AQUA DESTILATA
Air suling, aquadest
H2O
18,02
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berasa, tidak berbau
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
b. Asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979: 42)
Nama resmi
Nama lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
ACIDUM ACETICUM GLACIALE
Asam asetat glacial
C2H4O2
60,05
Cairan jernih, tidak berwarna; bau
khas, tajam; jika diencerkan dengan air,
Kelarutan
:
rasa asam.
Dapat campur dengan air, dengan etanol
Penyimpanan
Kegunaan
:
:
(95%)P dan dengan gliserol P
Dalam wadah tertutup rapat.
Zat tambahan.
c. Na-CMC (Dirjen POM, 1979: 401)
Nama Resmi
:
NATRII
Nama Lain
:
CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian
:
Serbuk atau butiran, putih atau kuning
gading, tidak berbau dan hampir tidak
Kelarutan
:
AYU MELINDA
15020140081
berbau,higroskopik.
Mudah mendispersi dalam air,
SSP II
membentuksuspensi koloidal, tidak larut
dalam etanol (95%) P, dalam eter
P,dalam pelarut organiklain.
d. Pepton (Dirjen POM, 1979: 721)
Nama resmi
Nama lain
Pemerian
:
:
:
PEPTON
Pepton
Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat;
Kelarutan
:
bau khas tidak busuk.
Larut dalam air; larutan yang berwarna
coklat kekuningan yang bereaksi agak
asam; praktis tidak larut dalam etanol
(95%) P dan dalam eter P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
e. Karagen (albumin) (Ditjen POM;1979)
Nama Resmi
: ALBUMINUM
Nama Lain
: Albumin
Pemerian
: cairan jernih warna coklat merah
sampai
coklat jingga tua tergantung pada kadar
protein.
Kelarutan
: larut sempurna dalam air pada suhu 20°
sampai 25°
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat, pada suhu antara
2° sampai 25°C , terlindung dari cahaya
Kegunaan
: sebagai penginduksi radang
2. Uraian Obat
a. Asam Mefenamat (Gunawan, 2007)
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Indikasi
:
Mencegah terjadinya nyeri ringan
sampai sedang seperti sakit kepala, sakit
gigi, dismenore, nyeri reumatik, nyeri
Kontraindikasi
:
pasca operasi dan nyeri otot
Bronkospasme, dan alergi rhinitis serta
Efek samping
:
urtikuria setelah pemakaian asetosal
Mual-mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan leukopenia, pusing,
Dosis
:
penglihatan kabur, dan insomnia.
Dewasa dan anak ≥ 14 tahun.
Diawali 500 mg selanjutnya dengan 250
Farmakokinetik
:
mg tiap 6 jam.
Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi
dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam
Farmakodinamik
:
dan masa paruh plasma antara 1-3 jam.
Efek analgesik serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang.
b. SANMOL (Margono, 2004)
Indikasi
Meredakan nyeri termasuk sakit kepala,
sakit gigi, demam yang menyertai flu dan
Kontraindikasi
Efek samping
:
:
setelah imunisasi
Disfungsi hati dan ginjal
Reaksi hematologi, reaksi kulit dan reaksi
alergi lainnya
Dosis
:
Dewasa : 1-2tab, anak ½-1 tab.
c. DEXAMETHASONE (Margono, 2004)
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Indikasi
:
anti inflamasi kostoeroid,menekan reaksi
Kontra indikasi
:
radang dan reaksi alergi
infeksi sistemik , kecuali bila diperlukan
antibiotika hindari vaksibnasi dengan
virus atif pada pasien yang menerima
Efek samping
dosis imunsupresive.
ulkus peptikum, osteporosis dan faktur
Farmkodinamik
vertebrata.
kostikosteroid mempengaruhi
:
metabolisme karbohidat, protein dan
lemak; dan juga mempengaruhi juga
fungsi sistem kardiovaskular ginjal.
Mempertahan kan otot rangka agar
Farmakokinetik
:
berungsi dengan baik dan antiinflamasi.
pemberian oral cukup baik diabsorbsi dan
dapat diabsorbsi melalui kulit,
biotransformasi terjadi didalam dan diluar
hati.
Dosis
:
oral 0,5 -10 mg /hari
Sediaan
tablet
d. PIROKSICAM (Gunawan, 2007)
Indikasi
:
inflamasi sendi seperti arthritis
rheumatoid, osteoartristis, spondilitis
Kontraindikasi
ankilosa.
: pasien tukak lambung dan pasien yang
Efek samping
mengkonsumsi antikoagulan.
: gangguan saluran cerna, tukank lambung,
pusing, tinnitus, nyeri kepala dan aritmia
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
kulit.
: absorbsi berlangsung cepat dilambung,
Farmakokinetik
terikat 99% pada protein plasma. Obat ini
menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf
mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar
dalam plasma kira-kira sama dengan kadar
dicairan sinovia.
: 10-20 mg sehari diberikan pada pasien
Dosis
yang tidak member respons cukup dengan
AINS yang labih aman.
c. KLOTAREN (Gunawan, 2007)
Indikasi
:
Membantu mengurangi nyeri, gangguan
inflamasi (radang), dismenore, nyeri
ringan sampai sedang pasca operasi
khususnya ketika juga pasien mengalami
Kontraindikasi
:
peradangan.
Jangan menggunakan klotaren untuk
pasien yang alergi terhadap klotaren,
memiliki riwayat reaksi alergi
(bronkospasme, shock, rhinitis, urtikaria)
Efek samping
:
setelah penggunaan NSAID lainnya.
Mual-mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan leukopenia, pusing,
Dosis
:
penglihatan kabur, dan insomnia.
Untuk dewasa: 75-150 mg/ hari dibagi
dalam 3-6 kali dosis. Untuk anak: 2-3
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
mg/kgbb /hari dibagi dalam 2-3 kali
Farmakokinetik
:
dosis.
Gangguan pada saluran gastrointestinal
seperti mual, muntah, sembelit, nyeri
perut, diare, kembung. Dalam pemakaian
jangka panjang pasien biasanya diberikan
Farmakodinamik
:
obat seperti misoprostol.
Efek analgesik serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang.
d. IBUPROFEN (Gunawan, 2007)
Zat aktif
: Ibuprofen
Golongan
: Antiinflamasi non- steroid
Dosis
: 10 mg
Indikasi
: Menurunkan demam.
Kontraindikasi
: Penderita hipersensitifitas, ukus peptikum
kehamilan trimester ketiga
Efek samping
: Gangguan saluran pencernan termasuk mual
muntah diare kostipasi nyeri
Farmakokinetik
:
Aktivitas anti inflamasi, antipiretik dan
analgetik
Farmakodinamik
BAB III METODE KERJA
A. Alat yang digunakan
AYU MELINDA
15020140081
: Menghambat sintesis Prostaglandin.
SSP II
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah benang godam,
gelas kimia, kanula, penggaris, spoit injeksi, stopwatch, dan termometer rektal.
B. Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Asam asetat
glasial 1%, Asam Mefenamat,
Dexamethason, Ibuprofen, Karagen 1%,
Klotaren, Na-CMC, Pepton 1% , Piroxikam dan Sanmol.
C. Hewan yang digunakan
Adapun hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalahmencit (Mus
musculus) dan tikus (Rattus norvegicus).
D. Pembuatan bahan
a. Pembuatan Na-CMC 1%
1. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gr
2. Dipanaskan 100 ml air suling hingga suhu 70˚C
3. Dilarutkan Na-CMC dengan air suling yang telah dipanaskan sedikit
demi sedikit sambil di aduk.
4. Larutan Na-CMC di masukkan dalam wadah dan di simpan dalam
lemari pendingin.
b. Pembuatan pepton 1%
1. Ditimbang pepton sebanyak 0,1 gram diatas cawan porselen
2. Dilarutkan dengan aquadest, dan dicukupkan hingga 10 ml
3. Larutan pepton dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
c. Pembuatan karagen 1%
a. Ditimbang karagen sebanyak 0,1 gram diatas cawan porselen
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
b. Dilarutkan dengan aquadest, dan dicukukpkan volume hingga 10 ml
c. Larutan karagen dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
d. Pembuatan asam asetat glasial 1%
1. Ditimbang karagen sebanyak 0,1 gram diatas cawan porselen
2. Dilarutkan dengan aquadest, dan dicukupkan volume hingga 10 ml
3. Larutan karagen dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
E. Pembuatan Obat
a. Asam mefenamat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang asam mefenamat sebanyak 0,0198 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
b. Piroxicam
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang piroxicam sebanyak 0,0074 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
c. Ibuprofen
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang ibuprofen sebanyak 0,023678 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
4. Dilarutkan dengan 10 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
d. Klotaren
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang klotaren sebanyak 0,0070 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
e. Dexamethason
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang Dexamethason sebanyak 0,0559 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
f. Sanmol
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang sanmol sebanyak 0,02765 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
4. Dilarutkan dengan 10 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
F. Perlakuan hewan coba
a. Analgetik
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Hewan uji diberikan obat piroxicam dan Asam Mefenamat, setelah 30
menit disuntikkan asam asetat glasial 1% sebanyak 0,2 ml.
3. Hitung frekuensi geliatnya pada menit ke 15, 30 dan 60.
b. Antipiretik
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diukur suhu tubuh awal.
3. Diinduksi dengan pepton 1% sebanyak 0,1 ml
4. Diukur suhu tubuh demam
5. Diberi obat Sanmol dan Ibuprofen.
6. Diukur suhu rektal setiap menit 15, 30 dan 60.
c. Antiinflamasi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diukur lingkar kaki kiri hewan coba.
3. Diinduksi dengan karagen 1%.
4. Diukur lingkar kaki kiri hewan coba
5. Diberi obat Dexamethason dan klotaren
6. Diukur lingkar kaki pada menit ke 15, 30 dan 60.
BAB IV METODE KERJA
Tabel Pengamatan
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
1. Analgetik
Obat
BB
VP
Peroxicam
As.
20 gr
0,66 mL
Jumlah geliat pada menit ke15
30
60
3 geliat
3 geliat
27 gr
0,9 mL
3 geliat
6 geliat
8 geliat
Mefenamat
2. Antipiretik
BB
Dosis
Suhu
Suhu
Hewan
Obat
Awal
Demam
4,75
35,9°
mL
4,82
C
35,2°
Obat
Ibuprofen 109 gr
Sanmol
Suhu Perlakuan
15
30
60
menit
36,1°
menit
35,9°
C
36,2°
C
37,6°
36,2°C
193 gr
menit
35°C
C
penurunan
3,3
37,6°
35,4°C
mL
%
-6,2
C
C
C
3. Antiinflamasi
V.kaki
BB
Dosis
V.kaki
Obat
benga
Hewan
Obat
awal
k
Klotaren
30 gr
Dexameth
1 mL
1 cm
mL
15
30
60
menit
menit
menit
1,4
1,3
1,3
cm
1,1
cm
cm
1 cm
1 cm
1,7 cm
1,1
33 gr
osone
Pembahasan
1,3 cm
V. setelah Perlakuan
%
penurunan
23,5
1,2 cm
16,6
cm
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf, dalam mekanisme sistem saraf,
lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
khusus seperti iritabilitas, atau sensivitas terhadap stimulus dan konduktivitas,
atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh
sistem saraf dalam tiga cara utama.
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sum-sum tulang belakang. Efek
perangsangan sistem saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam atau
sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihat
efek perangsangan SSP yang nyata dan dosis toksik, sedangkan obat lain
memperlihatkan efek rangsangan SSP sebagai efek samping.
Pada percobaan ini digunakan mencit (Mus musculus) atau tikus (Rattus
norvegicus). Alasan mengapa digunakannya mencit (Mus musculus) dan tikus
(Rattus norvegicus) yaitu, karena sebagian besar mencit atau tikus adalah hewan
laboratorium yang digunakan dalam penelitian biomedis, pengujian, dan
pendidikan. Hal ini dilakukan karena mencit dan tikus memiliki struktur organ
yang hampir sama dengan manusia. Dalam hal genetika, mencit atau tikus ini
adalah mamalia yang dicirikan paling lengkap.
Dalam praktikum ini digunakan asam asetat glasial sebagai bahan
penginduksi analgetik. Asam asetat glasial merupakan asam lemah yang tidak
berkonjugasi dalam tubuh, pemberian asam asetat glasial terhadap hewan
percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat
adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Pepton sebagai bahan penginduksi
antipiretik. Pepton merupakan suatu protein yang dimana biasanya dibentuk
pirogen yaitu suatu zat yang meneyebabkan demam. Serta keragen sebagai bahan
penginduksi antiinflamasi, karagen merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
masuk kedalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti
histamin sebagai menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap
antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya.
Pada percobaan menetukan efek farmakologi analgetik menggunakan
Peroxicam dan Asam Mefenamat. Mekanisme karja untuk obat analgetik, yaitu
dangan cara menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer,
baik analgetik maupun antipiretik pada dasarnya melakukan fungsi yang sama
yaitu menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor. Hanya saja, analgetik
menghalangi terbentuknya rangsangan nyeri, sedangkan antipiretik menghalangi
terbentuknya rangsangan pada panas. Namun, kedua rangsangan itu di atur oleh
hipotalamus.
Pada percobaan penentuan efek farmakologi antipiretik menggunakan Ibu
Profen dan Sanmol. Mekanisme karja untuk obat antipiretik, yaitu sama halnya
dangan mekanisme kerja untuk obat analgetik.
Pada percobaan menetukan efek anti inflamasi, menggunakan Klotaren dan
Dexamethasone. Mekanisme kerja dari aniinflamasi steroid yaitu menginaktivasi
enzim fosfolipase untuk tidak mengubah fosfilipid yang dibentuk karena adanya
gangguan pada membrane sel menjadi asam arakidonat. Sedangkan obat
nonsteroid memilki kerja yang sama baik dalam bentuk paten maupun generik,
yaitu bahan aktifnya mempenetrasi ke dalam kulit, ke daerah yang mengalami
inflamasi seperti peradangan akibat trauma dan rematik dan menghambat enzim
siklooksigenase 2 untuk mengubah asam arakidonat menjadi zat –zat
prostaglandin.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Hasil yang diperoleh dari percobaan antiinflamasi pada mencit kelompok 1
volume awal 1,3 cm, kemudian setelah diberikan obat klotaren, volume bengkak
1,7 cm dan pada saat 15 menit 1,4 cm, 30 menit 1,3 cm, dan 60 menit 1,3 cm, jadi
% penurunannya yaitu 23,5. Sedangkan pada mencit kelompok 2 volume awal 1
cm, kemudian setelah diberikan obat dexamethasone, volume bengkak 1,2 cm dan
pada saat 15 menit 1,1 cm, 30 menit 1 cm, dan 60 menit 1 cm, jadi %
penurunannya yaitu 16,6. Hal ini menunjukkan bahwa dexamethasone lebih
efektif sebagai antiinflamasi dibandingkan dengan klotaren. Pada literatur
diperoleh pula efek obat anti-inflamasi yaitu klotaren dan dexamethasone dapat
mengurangi bengkak pada kaki mencit setelah diinduksi dengan karagen.
Alasan dilakukan percobaan ini, untuk mengetahui efek farmakologi dari
setiap obat, yaitu obat analgetik menghalangi terrbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer. Untuk obat antiinflamasi bagian tubuh misalnya kulit yang
mengalami peradangan akibat trauma dan rematik. Sedangkan obat antipiretik
menghalangi terbentuknya rangsangan panas.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada percobaan antiinflamasi
dapat disimpulkan bahwa % penurunan obat klotaren lebih besar yaitu 23,5%
dibanding dengan % penurunan obat dexamethasone yaitu 16,6%.
B. Saran
Diharapkan pada percobaan selanjutnya praktikum lebih teliti dalam
melakukan percobaan demi kelancaran praktikum.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
DAFTAR PUSTAKA
Anief, 2004, Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Anonim, 2015, Penuntun Farmakologi Praktikum dan Toksikologi II, Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Ganiswara G., Sulistia, 2012, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK-UI, Jakarta.
Margono, Mahar, 2004, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, UI Press, Jakarta.
Mitchell, 2009, Dasar-dasar Patologis Penyakit, EGC, Jakarta.
Mycek, Harvey. R. A., Champe. P. C, 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar,
Widya Medika, Jakarta.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Neal,M.J, 2006, At a Glance Farmakologi Medis Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.
Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sloane, Ethel, 2004, Anatomi dan Fisiologi untuk pemula, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan,
Jakarta.
2007, Obat – Obat Penting, PT Elex Media Komputindo,
LAMPIRAN
A. Perhitungan Dosis
1. Sanmol 500 mg, Berat etiket rata – rata = 673,1 mg
500 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =8,33 mg/kgBB
mg
37
= 8,33 kgBB × 6
Dosis tikus
= 51,36 mg/kgBB
51,36 mg
Dosis maksimal = 1000 g ×200 g
= 10,272 mg
Larutan stock
10 mL
= 5 mL × 10,272mg
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
= 20,544 mg
20,544 mg
= 500 mg ×673,1 mg
BYD
27,65 mg
= 27,65 mg = 1000 g =0 ,02765 g
2. Ibuprofen 400 mg, Berat etiket rata – rata = 0,57655 g = 576,55 mg
400 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =6,66 mg/kgBB
37
= 6,66 mg/kgBB × 6
Dosis tikus
= 41,07 mg/kgBB
41,07 mg
Dosis maksimal = 1000 g × 200 g
= 8,214 mg
Larutan stock
10 mL
= 5 mL × 8,214 mg
= 16,428 mg
16,428 mg
= 400 mg ×576,55 mg
BYD
= 23,678 mg =
23,678 mg
=0 ,023678 g
1000 g
3. Piroxicam 20 mg, Berat etiket rata – rata = 0,242575 g = 242,575 mg
20 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =0,33 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 0,33 mg/kgBB × 3
= 4,07 mg/kgBB
4,07 mg
Dosis maksimal = 1000 g × 30 g
= 0,1221 mg
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 0,1221mg
= 0,6105 mg
BYD
=
0.6105 mg
×242,575 mg
20 mg
7,40 mg
= 7,40 mg = 1000 g =0 ,0074 g
4. Asam mefenamat 500 mg,Berat etiket rata – rata =0,64776 g=647,76
mg
500 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =8,3 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 8,3 mg/kgBB × 3
= 102,36 mg/kgBB
Dosis maksimal =
102,36 mg
×30 g
1000 g
= 3,0708 mg
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 3,0708 mg
= 15,354 mg
15,354 mg
= 500 mg ×647,76 mg
BYD
19,89mg
= 19,89 mg = 1000 g =0 ,0198 g
5. Dexamethasone 0,5 mg, Berat etiket rata – rata = 0,183 g = 183 mg
0,5 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =0,0083 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 0,0083 mg/kgBB × 3
= 0,102 mg/kgBB
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
0,102mg
Dosis maksimal = 1000 g ×30 g
= 0,00306 mg
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 0,00306 mg
= 0,0153 mg
BYD
=
0,0153 mg
×183 mg
0,5 mg
5,59mg
= 5,59 mg = 1000 g =0 ,0559 g
6. Klotaren 50 mg, Berat etiket rata – rata = 0,2292 g = 229,2 mg
50 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =0,83 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 0,83 mg/kgBB × 3
= 10,23 mg/kgBB
10,23mg
Dosis maksimal = 1000 g ×30 g
= 0,306 mg
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 0,306 mg
= 1,53 mg
BYD
1,53 mg
= 50 mg ×229,2 mg
=7,01352 mg =
¿ 0 , 00701352 g
B. Skema Kerja
1. Analgetik
AYU MELINDA
15020140081
7,01352mg
1000 g
SSP II
Disiapkan alat dan bahan
↓
Disiapkan hewan coba mencit
↓
Diberikan obat sesuai dengan VP
↓
Mencit 1
Mencit 2
Piroxicam
Asam mefenamat
↓
Setelah 30 menit diberi asam asetat glasial 1% 0,2 ml
↓
Dihitung frekuensi geliatnya pada menit 15, 30 dan 60
2. Antipiretik
Disiapkan alat dan bahan
↓
Disiapkan hewan coba tikus
↓
diukur suhu rektal (awal)
↓
Diinduksi dengan pepton 1% sebanyak 0,1 mL
↓
Diukur suhu rektal setelah 15 menit penyuntikan
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
↓
Diberikan obat pada tikus sesuai dengan VP
↓
Tikus 1
Tikus 2
Sanmol
Ibuproven
↓
Setelah 30 menit diberi asam asetat glasial 1% 0,2 ml
↓
Dihitung frekuensi geliatnya pada menit 15, 30 dan 60
3. Antiinflamasi
Disiapkan alat dan bahan
↓
Disiapkan hewan coba mencit
↓
Diukur lingkar kaki kiri hewan coba mencit
↓
Diinduksi dengan karagen 1%
↓
Diukur lingkar kaki kiri
↓
Diberikan obat pada mencit sesuai dengan VP
↓
Mencit 1
Dexamethason
AYU MELINDA
15020140081
Mencit 2
Klotaren
SSP II
↓
Diukur lingkar kaki setelah menit 15,30, 60
AYU MELINDA
15020140081
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks ,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya. sistem tubuh yang penting ini juga mengatur
kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. karena pengaturan saraf
tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. dalam sistem inilah
berasal segala fenomena kesadaran ,pikiran,ingatan,bahasa,sensasi, dan
gerakan.
Analgetik
merupakan
obat
yang
mengurangi
bahkan
mungkin
menghilangkan rasa sakit tanpa diikuti hilangnya kesadaran. Antipireutik
adalah obat yang digunakan untuk menurunkan demam. Antiinflamasi adalah
obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena
mikroorganisme.
Obat golongan ini merupakan salah satu kelompok obat yang banyak
diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. obat anti-inflamasi
nonsteroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen ,bahkan
beberapa obat sangat berbeda secara kimia. walaupun demikian, obat-obatini
mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. untuk
itu dilakukan percobaan ini dengan tujuan menentukan efek farmakologi dari
obat-obat analgetik , antipiretik dan anti inflamasi terhadap tubuh.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek
yang sangat luas. obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat
aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum, oleh karena itu perlu dilakukan
percobaan ini.
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk menentukan efektivitas dari obat analgetik yaitu obat piroxicam dan
obat asam mefenamat berdasarkan jumlah geliat hewan coba mencit (Mus
muculus) yang diinduksi dengan asam asetat glasial.
2. Untuk menentukan efektivitas dari obat antipiretik yaitu obat sanmol dan
obat ibuprofen berdasarkan parameter pengukuran suhu tubuh rektal pada
hewan coba tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi dengan pepton.
a. Untuk menentukan efektivitas
dari obat antiinflamasi
yaitu obat
dexamethasone dan klotaren berdasarkan pengukuran volume kaki pada
hewan coba mencit (Mus musculus) yang diinduksi dengan karagen 1 %.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI UMUM
Sistem
saraf
adalah
salah
satu
organ
yang
berfungsi
untuk
menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi
kegiatan tubuh (Setiadi, 2007).
Sel saraf adalah suatu unit anatomi yang jelas dan tidak ada kontinuitas
struktur antara kebanyakan sel saraf. Komunikasi antar sel saraf dan antara sel
saraf dengan organ efektor terjadi melalui pelepasan subtansi kimiawi khusus
yang dinamakan neurotransmitter (Harvey, 2013).
Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap
stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu
respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama:
Input sensorik, Aktivitas integratif, Output motorik (Sloane, 2004).
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat
(SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, serta sistem saraf tepi yang
merupakan sel-sel saraf yang terletak di luar otak dan medulla spinalis yaitu
saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi
dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medulla
spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasi dari
perifer ke SSP (Harvey, 2013).
Secara fungsional, sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan
sistem eferen (Sloane, 2004) :
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
1. Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke
SSP.
2. Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan
kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua subdivisi.
a. Divisi somatik (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan
eksternal dan pembentukan respons motorik volunter pada otot rangka.
b. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter
pada otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi
impuls saraf melalui dua jalur
1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla
spinalis.
2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sakral pada medulla
spinalis.
Skizofernia adalah suatu sidrom yang ditandai oleh manisfestasi
psikologis spesifik. Manisfestasi ini meliputi halusinasi auditorik, waham,
gangguan pikiran dan gangguan perilaku. Bukti-bukti baru menunjukkan
bahwa skizofremia disebabkan oleh kelainan perkembangan yang melibatkan
lobus temporalis medial (girus parahipokamus, hipokamus, dan amigdala),
korteks llobus temporalis dan frontalis (Neal, 2006).
Alzheimer meruapakn penyakit neurogeneratif yang di tandai dengan
kehilangan neuro kolinergik
pada nucleus basal Maynert. Interverensi
farmakologis penyakit alzheimer hanya bersifat paliatif dan menguntungkan
dalam jangka pendek (Harvey, 2013).
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Parkinson merupakan gangguan neurologis gerakan otot yang bersifat
progresif yang ditandai dengan tremor, rigiditas otot, bradikinesia (kelambatan
dalam memulai dan melakukan gerakan yang disadari), kelainan posisi tubuh
dan cara jalan. Parkinson merupakan penyakit yang berhubungan dekstruksi
dopaminergik dalam substansia nigra sehingga menyebabkan penurunan kerja
dopamine pada korpus striatum (Harvey, 2013).
Obat-obat anti Parkinson yaitu amantadine, apomorphine,benztropine,
biperiden, bromocriptine, cardidopa, lavadopa, talcapone (Harvey, 2013).
Obat-obat neuroleptika
dapat dibagi menjadi 5 kelompok utama
berdasarkan struktur obat. Pemggolongan ini sangat penting karena dalam tiapa
grup kimiawi. Cara kerja obat-obat neuroleptika yaitu (Harvey, 2013):
3. Menghambat reseptor dopamin dalam otak: semua obat neuroleptika
menghambat reseptor dopamin dalam otak dan perifer
4. Menghambat reseptor serotonin dalam otak.
Epilepsi menyatakan suatu serangan berulapa kejang secara periodic
dengan atau tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan oleh kelebiha muatan
neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang
diukur dengan elektro-ensefalogram (EEG) (Margono, 2004).
Mekanisme kerja obat-obat anti epilepsi. Obat-obat yang efektif dalam
mengurangi serangan epilepsi dapat bekerja atau yang lebih sering mencegah
meluasnya lepasan listrik abnormal ke daerah-daerah otak. Obat-obat anti
epilepsi yaitu karbamazepin, klonazepam, klorazepat, diazepam ,etoksuksimid,
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
gabapentin lamotrigin, fenibarbital, fenitoin, pirimidon dan asam valporat
(Harvey, 2013).
Mekanisme kerja obat-obat anti epilepsi. Obat-obat yang efektif dalam
mengurangi serangan epilepsi dapat bekerja atau yang lebih sering mencegah
meluasnya lepasan listrik abnormal ke daerah-daerah otak. Obat-obat anti
epilepsi yaitu karbamazepin, klonazepam, klorazepat, diazepam ,etoksuksimid,
gabapentin lamotrigin, fenibarbital, fenitoin, pirimidon dan asam valporat
(Harvey, 2013).
Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zatzat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau
merusak organisme yang mnyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur
derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lrngkap, proses peradangan
biasanya reda. Namun, kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh
suatu zat yang tidak berbahanya seperti tepung sari, atau oleh suatu respons
imuns seperti asama atau arthritis rematoid (Harvey, 2013).
Inflamasi
bertujuan
untuk
menyekat
serta
mengisolasi
jejas,
menghancurkan mikroorganisme yang menginvasi tubuh serta menghilangkan
aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan jaringan
bagi kesembuhan serta
perbaikan ( Mitchell, 2009).
Inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai mekanisme yang
berbeda : (1) fase akut, dengan cirri vasodilatasi local dan peningkatan
permeabilitas kapiler, (2) reaksi lambat, tahap subakut dengan cirri infiltrasi sel
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
leukosit dan fagosit, dan (3) fase poliferatif kronik, saat degenerasi dan fibrosis
terjadi (Ganiswara,2012).
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat
yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik,
analgesik,dan
anti-inflamasinya,
obat-obat
ini
bekerja
dengan
jalan
menghambat enzim siklo-oksigenase tetapi tidak enzim lipoksigase. Misalnya
aspirinyang paling umum digunakan dalam sebagai obat anti-inflamasi.
Mekanisme anti-inflamasi adalah menghambat aktivitas siklooksigenase dan
juga memodulasi bebberapa aspek inflamasi dan prostaglandin yang bertindak
sebagai mediator (Anief, 2005).
Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil
oleh semua jaringan. Umumnya bekerja local pada jaringan tempat
prostaglandin tersebut disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk
inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak bersikulasi
dengan konsentrasi bermakna dalam darah. Tromboksan, leukotrien, dan asam
hidroperoksieikosatetraenoat dan asam hidroksieikosatetraenoat (HPETEs dan
HETEs) merupakan lipid yang berkaitan, disintesis dari precursor yang sama
sebagai prostaglandin, memakai jalan yang berhubungan (Harvey, 2013).
Adapun
mekanisme
pembentukan
(Ganiswara, 2012):
AYU MELINDA
15020140081
prostaglandin
sebagai
berikut
SSP II
Trauma/luka pada sel
Gangguan pada membrane sel
Fosfolipid
Dihambat kortikosteroid
Enzim fosfolipase
Asam arakidonat
Enzim Lipoksigenase
Enzim siklooksigenase
Dihambat obat
OAINS
Hidroperoksid
endoperoksid
PGG2/PGH
Leukotrien
PGE2, PGF2, PGD2
Prostaksiklin
Tromboksan A2
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terauperik meringankan
atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan
potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam
dua kelompok yaitu (Margono, 2004):
1. analkgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,
kelompok opiat)
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
2. analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada
perifer dengan sifat anti piretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat
antiinflamasi dan anti reumatik
Rasa nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional,yang tidak enak dan
yang berkaitan dengan ( ancaman ) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebat, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsang nyeri. Nyeri
merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda
bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45°C.
rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang bersifat
bahaya tentang adanya ganguan dijaringan seperti peradangam (rema,encok),
infeksi jasad renik atau kejang otot (Tjay dan Rahardja , 2007).
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda
tentang adanya gangguan-gangguan dalam tubuh seperti peradangan, infeksi
kuman atau atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau
kimiawi, kalaor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara) (Anief, 2004).
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara yakni (Anief, 2004):
1. Menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perimer dengan
analgetika lokal
2. Merintangi penyaluran rangsangan disaraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anastetika lokal
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
3. Blokade pusat nyeri disistem saraf pusat dengan obat analgetika sentral
(narkotika) atau dengan anastetika umum.
1. Analgetik
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran (Anief, 2007).
Analgesik Opioid (Neal, 2006):
1) Kuat
- Morfin
- Diamorfin (Heroin)
- Fenazosin
- Dekstromoramid
- Metadon
- Petidin
- Buprenorfin
- Fentanil
2) Sedang/Lemah
- Kodein
- Dihidrokodein
- Dekstropropoksifen
Efek analgesik OAINS digunakan baik di perifer maupun disentral,
tetapi efek perifernya lebih banyak. Efek analgesiknya biasanya
berhubungan dengan efek antiinflamsinya dan diakibatkan sintesis
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
prostaglandin sedikit nyeri, tetapi mempotensiasi nyeri yang disebabkan
oleh mediator inflamasi lain ( misalnya histamin, bradikinin) (Neal, 2006).
Opioid berinteraksi secara stereospesifik dengan reseptor protein pada
membran sel-sel saluran cerna. Efek utama opioid diperantarai oleh 4 famili
reseptor, yang ditunjukkan dengan huruf Yunani, µ, ĸ, σ dan δ, setiap
reseptor menunjukkan spesifisitas yang berbeda untuk obat–obat yang
diikatnya (Harvey, 2013).
2. Antipiretik
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu
badan pada keadaan demam. Suhu badan diatur oleh keseimbangna antara
produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di
hipothalamus. Pada keadaan demam keseimbangna ini terganggu tetapi
dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukit bahwa
peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat
pirogen atau sitokinin seperti interleukin-1 (IL-1) yang memacu pelepasan
prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik hypothalamus. Selain itu
PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral
atau disuntikkan ke daerah hypothalamus. Obat mirip aspirin menekan efek
zat piorgen endogen dengan menghambat sintesis PG (Tjay dan Rahardja,
2007).
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
B. Uraian Bahan
1. Uraian bahan
a. Aquadest (Ditjen POM, 1979: 96)
Nama resmi
Nama lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
AQUA DESTILATA
Air suling, aquadest
H2O
18,02
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berasa, tidak berbau
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
b. Asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979: 42)
Nama resmi
Nama lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
ACIDUM ACETICUM GLACIALE
Asam asetat glacial
C2H4O2
60,05
Cairan jernih, tidak berwarna; bau
khas, tajam; jika diencerkan dengan air,
Kelarutan
:
rasa asam.
Dapat campur dengan air, dengan etanol
Penyimpanan
Kegunaan
:
:
(95%)P dan dengan gliserol P
Dalam wadah tertutup rapat.
Zat tambahan.
c. Na-CMC (Dirjen POM, 1979: 401)
Nama Resmi
:
NATRII
Nama Lain
:
CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian
:
Serbuk atau butiran, putih atau kuning
gading, tidak berbau dan hampir tidak
Kelarutan
:
AYU MELINDA
15020140081
berbau,higroskopik.
Mudah mendispersi dalam air,
SSP II
membentuksuspensi koloidal, tidak larut
dalam etanol (95%) P, dalam eter
P,dalam pelarut organiklain.
d. Pepton (Dirjen POM, 1979: 721)
Nama resmi
Nama lain
Pemerian
:
:
:
PEPTON
Pepton
Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat;
Kelarutan
:
bau khas tidak busuk.
Larut dalam air; larutan yang berwarna
coklat kekuningan yang bereaksi agak
asam; praktis tidak larut dalam etanol
(95%) P dan dalam eter P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
e. Karagen (albumin) (Ditjen POM;1979)
Nama Resmi
: ALBUMINUM
Nama Lain
: Albumin
Pemerian
: cairan jernih warna coklat merah
sampai
coklat jingga tua tergantung pada kadar
protein.
Kelarutan
: larut sempurna dalam air pada suhu 20°
sampai 25°
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat, pada suhu antara
2° sampai 25°C , terlindung dari cahaya
Kegunaan
: sebagai penginduksi radang
2. Uraian Obat
a. Asam Mefenamat (Gunawan, 2007)
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Indikasi
:
Mencegah terjadinya nyeri ringan
sampai sedang seperti sakit kepala, sakit
gigi, dismenore, nyeri reumatik, nyeri
Kontraindikasi
:
pasca operasi dan nyeri otot
Bronkospasme, dan alergi rhinitis serta
Efek samping
:
urtikuria setelah pemakaian asetosal
Mual-mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan leukopenia, pusing,
Dosis
:
penglihatan kabur, dan insomnia.
Dewasa dan anak ≥ 14 tahun.
Diawali 500 mg selanjutnya dengan 250
Farmakokinetik
:
mg tiap 6 jam.
Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi
dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam
Farmakodinamik
:
dan masa paruh plasma antara 1-3 jam.
Efek analgesik serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang.
b. SANMOL (Margono, 2004)
Indikasi
Meredakan nyeri termasuk sakit kepala,
sakit gigi, demam yang menyertai flu dan
Kontraindikasi
Efek samping
:
:
setelah imunisasi
Disfungsi hati dan ginjal
Reaksi hematologi, reaksi kulit dan reaksi
alergi lainnya
Dosis
:
Dewasa : 1-2tab, anak ½-1 tab.
c. DEXAMETHASONE (Margono, 2004)
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Indikasi
:
anti inflamasi kostoeroid,menekan reaksi
Kontra indikasi
:
radang dan reaksi alergi
infeksi sistemik , kecuali bila diperlukan
antibiotika hindari vaksibnasi dengan
virus atif pada pasien yang menerima
Efek samping
dosis imunsupresive.
ulkus peptikum, osteporosis dan faktur
Farmkodinamik
vertebrata.
kostikosteroid mempengaruhi
:
metabolisme karbohidat, protein dan
lemak; dan juga mempengaruhi juga
fungsi sistem kardiovaskular ginjal.
Mempertahan kan otot rangka agar
Farmakokinetik
:
berungsi dengan baik dan antiinflamasi.
pemberian oral cukup baik diabsorbsi dan
dapat diabsorbsi melalui kulit,
biotransformasi terjadi didalam dan diluar
hati.
Dosis
:
oral 0,5 -10 mg /hari
Sediaan
tablet
d. PIROKSICAM (Gunawan, 2007)
Indikasi
:
inflamasi sendi seperti arthritis
rheumatoid, osteoartristis, spondilitis
Kontraindikasi
ankilosa.
: pasien tukak lambung dan pasien yang
Efek samping
mengkonsumsi antikoagulan.
: gangguan saluran cerna, tukank lambung,
pusing, tinnitus, nyeri kepala dan aritmia
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
kulit.
: absorbsi berlangsung cepat dilambung,
Farmakokinetik
terikat 99% pada protein plasma. Obat ini
menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf
mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar
dalam plasma kira-kira sama dengan kadar
dicairan sinovia.
: 10-20 mg sehari diberikan pada pasien
Dosis
yang tidak member respons cukup dengan
AINS yang labih aman.
c. KLOTAREN (Gunawan, 2007)
Indikasi
:
Membantu mengurangi nyeri, gangguan
inflamasi (radang), dismenore, nyeri
ringan sampai sedang pasca operasi
khususnya ketika juga pasien mengalami
Kontraindikasi
:
peradangan.
Jangan menggunakan klotaren untuk
pasien yang alergi terhadap klotaren,
memiliki riwayat reaksi alergi
(bronkospasme, shock, rhinitis, urtikaria)
Efek samping
:
setelah penggunaan NSAID lainnya.
Mual-mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan leukopenia, pusing,
Dosis
:
penglihatan kabur, dan insomnia.
Untuk dewasa: 75-150 mg/ hari dibagi
dalam 3-6 kali dosis. Untuk anak: 2-3
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
mg/kgbb /hari dibagi dalam 2-3 kali
Farmakokinetik
:
dosis.
Gangguan pada saluran gastrointestinal
seperti mual, muntah, sembelit, nyeri
perut, diare, kembung. Dalam pemakaian
jangka panjang pasien biasanya diberikan
Farmakodinamik
:
obat seperti misoprostol.
Efek analgesik serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang.
d. IBUPROFEN (Gunawan, 2007)
Zat aktif
: Ibuprofen
Golongan
: Antiinflamasi non- steroid
Dosis
: 10 mg
Indikasi
: Menurunkan demam.
Kontraindikasi
: Penderita hipersensitifitas, ukus peptikum
kehamilan trimester ketiga
Efek samping
: Gangguan saluran pencernan termasuk mual
muntah diare kostipasi nyeri
Farmakokinetik
:
Aktivitas anti inflamasi, antipiretik dan
analgetik
Farmakodinamik
BAB III METODE KERJA
A. Alat yang digunakan
AYU MELINDA
15020140081
: Menghambat sintesis Prostaglandin.
SSP II
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah benang godam,
gelas kimia, kanula, penggaris, spoit injeksi, stopwatch, dan termometer rektal.
B. Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Asam asetat
glasial 1%, Asam Mefenamat,
Dexamethason, Ibuprofen, Karagen 1%,
Klotaren, Na-CMC, Pepton 1% , Piroxikam dan Sanmol.
C. Hewan yang digunakan
Adapun hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalahmencit (Mus
musculus) dan tikus (Rattus norvegicus).
D. Pembuatan bahan
a. Pembuatan Na-CMC 1%
1. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gr
2. Dipanaskan 100 ml air suling hingga suhu 70˚C
3. Dilarutkan Na-CMC dengan air suling yang telah dipanaskan sedikit
demi sedikit sambil di aduk.
4. Larutan Na-CMC di masukkan dalam wadah dan di simpan dalam
lemari pendingin.
b. Pembuatan pepton 1%
1. Ditimbang pepton sebanyak 0,1 gram diatas cawan porselen
2. Dilarutkan dengan aquadest, dan dicukupkan hingga 10 ml
3. Larutan pepton dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
c. Pembuatan karagen 1%
a. Ditimbang karagen sebanyak 0,1 gram diatas cawan porselen
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
b. Dilarutkan dengan aquadest, dan dicukukpkan volume hingga 10 ml
c. Larutan karagen dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
d. Pembuatan asam asetat glasial 1%
1. Ditimbang karagen sebanyak 0,1 gram diatas cawan porselen
2. Dilarutkan dengan aquadest, dan dicukupkan volume hingga 10 ml
3. Larutan karagen dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
E. Pembuatan Obat
a. Asam mefenamat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang asam mefenamat sebanyak 0,0198 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
b. Piroxicam
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang piroxicam sebanyak 0,0074 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
c. Ibuprofen
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang ibuprofen sebanyak 0,023678 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
4. Dilarutkan dengan 10 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
d. Klotaren
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang klotaren sebanyak 0,0070 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
e. Dexamethason
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang Dexamethason sebanyak 0,0559 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml
4. Dilarutkan dengan 5 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
f. Sanmol
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang sanmol sebanyak 0,02765 g
3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
4. Dilarutkan dengan 10 ml Na-CMC 1%
5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.
F. Perlakuan hewan coba
a. Analgetik
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Hewan uji diberikan obat piroxicam dan Asam Mefenamat, setelah 30
menit disuntikkan asam asetat glasial 1% sebanyak 0,2 ml.
3. Hitung frekuensi geliatnya pada menit ke 15, 30 dan 60.
b. Antipiretik
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diukur suhu tubuh awal.
3. Diinduksi dengan pepton 1% sebanyak 0,1 ml
4. Diukur suhu tubuh demam
5. Diberi obat Sanmol dan Ibuprofen.
6. Diukur suhu rektal setiap menit 15, 30 dan 60.
c. Antiinflamasi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diukur lingkar kaki kiri hewan coba.
3. Diinduksi dengan karagen 1%.
4. Diukur lingkar kaki kiri hewan coba
5. Diberi obat Dexamethason dan klotaren
6. Diukur lingkar kaki pada menit ke 15, 30 dan 60.
BAB IV METODE KERJA
Tabel Pengamatan
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
1. Analgetik
Obat
BB
VP
Peroxicam
As.
20 gr
0,66 mL
Jumlah geliat pada menit ke15
30
60
3 geliat
3 geliat
27 gr
0,9 mL
3 geliat
6 geliat
8 geliat
Mefenamat
2. Antipiretik
BB
Dosis
Suhu
Suhu
Hewan
Obat
Awal
Demam
4,75
35,9°
mL
4,82
C
35,2°
Obat
Ibuprofen 109 gr
Sanmol
Suhu Perlakuan
15
30
60
menit
36,1°
menit
35,9°
C
36,2°
C
37,6°
36,2°C
193 gr
menit
35°C
C
penurunan
3,3
37,6°
35,4°C
mL
%
-6,2
C
C
C
3. Antiinflamasi
V.kaki
BB
Dosis
V.kaki
Obat
benga
Hewan
Obat
awal
k
Klotaren
30 gr
Dexameth
1 mL
1 cm
mL
15
30
60
menit
menit
menit
1,4
1,3
1,3
cm
1,1
cm
cm
1 cm
1 cm
1,7 cm
1,1
33 gr
osone
Pembahasan
1,3 cm
V. setelah Perlakuan
%
penurunan
23,5
1,2 cm
16,6
cm
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf, dalam mekanisme sistem saraf,
lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
khusus seperti iritabilitas, atau sensivitas terhadap stimulus dan konduktivitas,
atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh
sistem saraf dalam tiga cara utama.
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sum-sum tulang belakang. Efek
perangsangan sistem saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam atau
sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihat
efek perangsangan SSP yang nyata dan dosis toksik, sedangkan obat lain
memperlihatkan efek rangsangan SSP sebagai efek samping.
Pada percobaan ini digunakan mencit (Mus musculus) atau tikus (Rattus
norvegicus). Alasan mengapa digunakannya mencit (Mus musculus) dan tikus
(Rattus norvegicus) yaitu, karena sebagian besar mencit atau tikus adalah hewan
laboratorium yang digunakan dalam penelitian biomedis, pengujian, dan
pendidikan. Hal ini dilakukan karena mencit dan tikus memiliki struktur organ
yang hampir sama dengan manusia. Dalam hal genetika, mencit atau tikus ini
adalah mamalia yang dicirikan paling lengkap.
Dalam praktikum ini digunakan asam asetat glasial sebagai bahan
penginduksi analgetik. Asam asetat glasial merupakan asam lemah yang tidak
berkonjugasi dalam tubuh, pemberian asam asetat glasial terhadap hewan
percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat
adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Pepton sebagai bahan penginduksi
antipiretik. Pepton merupakan suatu protein yang dimana biasanya dibentuk
pirogen yaitu suatu zat yang meneyebabkan demam. Serta keragen sebagai bahan
penginduksi antiinflamasi, karagen merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
masuk kedalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti
histamin sebagai menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap
antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya.
Pada percobaan menetukan efek farmakologi analgetik menggunakan
Peroxicam dan Asam Mefenamat. Mekanisme karja untuk obat analgetik, yaitu
dangan cara menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer,
baik analgetik maupun antipiretik pada dasarnya melakukan fungsi yang sama
yaitu menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor. Hanya saja, analgetik
menghalangi terbentuknya rangsangan nyeri, sedangkan antipiretik menghalangi
terbentuknya rangsangan pada panas. Namun, kedua rangsangan itu di atur oleh
hipotalamus.
Pada percobaan penentuan efek farmakologi antipiretik menggunakan Ibu
Profen dan Sanmol. Mekanisme karja untuk obat antipiretik, yaitu sama halnya
dangan mekanisme kerja untuk obat analgetik.
Pada percobaan menetukan efek anti inflamasi, menggunakan Klotaren dan
Dexamethasone. Mekanisme kerja dari aniinflamasi steroid yaitu menginaktivasi
enzim fosfolipase untuk tidak mengubah fosfilipid yang dibentuk karena adanya
gangguan pada membrane sel menjadi asam arakidonat. Sedangkan obat
nonsteroid memilki kerja yang sama baik dalam bentuk paten maupun generik,
yaitu bahan aktifnya mempenetrasi ke dalam kulit, ke daerah yang mengalami
inflamasi seperti peradangan akibat trauma dan rematik dan menghambat enzim
siklooksigenase 2 untuk mengubah asam arakidonat menjadi zat –zat
prostaglandin.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Hasil yang diperoleh dari percobaan antiinflamasi pada mencit kelompok 1
volume awal 1,3 cm, kemudian setelah diberikan obat klotaren, volume bengkak
1,7 cm dan pada saat 15 menit 1,4 cm, 30 menit 1,3 cm, dan 60 menit 1,3 cm, jadi
% penurunannya yaitu 23,5. Sedangkan pada mencit kelompok 2 volume awal 1
cm, kemudian setelah diberikan obat dexamethasone, volume bengkak 1,2 cm dan
pada saat 15 menit 1,1 cm, 30 menit 1 cm, dan 60 menit 1 cm, jadi %
penurunannya yaitu 16,6. Hal ini menunjukkan bahwa dexamethasone lebih
efektif sebagai antiinflamasi dibandingkan dengan klotaren. Pada literatur
diperoleh pula efek obat anti-inflamasi yaitu klotaren dan dexamethasone dapat
mengurangi bengkak pada kaki mencit setelah diinduksi dengan karagen.
Alasan dilakukan percobaan ini, untuk mengetahui efek farmakologi dari
setiap obat, yaitu obat analgetik menghalangi terrbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer. Untuk obat antiinflamasi bagian tubuh misalnya kulit yang
mengalami peradangan akibat trauma dan rematik. Sedangkan obat antipiretik
menghalangi terbentuknya rangsangan panas.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada percobaan antiinflamasi
dapat disimpulkan bahwa % penurunan obat klotaren lebih besar yaitu 23,5%
dibanding dengan % penurunan obat dexamethasone yaitu 16,6%.
B. Saran
Diharapkan pada percobaan selanjutnya praktikum lebih teliti dalam
melakukan percobaan demi kelancaran praktikum.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
DAFTAR PUSTAKA
Anief, 2004, Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Anonim, 2015, Penuntun Farmakologi Praktikum dan Toksikologi II, Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Ganiswara G., Sulistia, 2012, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK-UI, Jakarta.
Margono, Mahar, 2004, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, UI Press, Jakarta.
Mitchell, 2009, Dasar-dasar Patologis Penyakit, EGC, Jakarta.
Mycek, Harvey. R. A., Champe. P. C, 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar,
Widya Medika, Jakarta.
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Neal,M.J, 2006, At a Glance Farmakologi Medis Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.
Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sloane, Ethel, 2004, Anatomi dan Fisiologi untuk pemula, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan,
Jakarta.
2007, Obat – Obat Penting, PT Elex Media Komputindo,
LAMPIRAN
A. Perhitungan Dosis
1. Sanmol 500 mg, Berat etiket rata – rata = 673,1 mg
500 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =8,33 mg/kgBB
mg
37
= 8,33 kgBB × 6
Dosis tikus
= 51,36 mg/kgBB
51,36 mg
Dosis maksimal = 1000 g ×200 g
= 10,272 mg
Larutan stock
10 mL
= 5 mL × 10,272mg
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
= 20,544 mg
20,544 mg
= 500 mg ×673,1 mg
BYD
27,65 mg
= 27,65 mg = 1000 g =0 ,02765 g
2. Ibuprofen 400 mg, Berat etiket rata – rata = 0,57655 g = 576,55 mg
400 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =6,66 mg/kgBB
37
= 6,66 mg/kgBB × 6
Dosis tikus
= 41,07 mg/kgBB
41,07 mg
Dosis maksimal = 1000 g × 200 g
= 8,214 mg
Larutan stock
10 mL
= 5 mL × 8,214 mg
= 16,428 mg
16,428 mg
= 400 mg ×576,55 mg
BYD
= 23,678 mg =
23,678 mg
=0 ,023678 g
1000 g
3. Piroxicam 20 mg, Berat etiket rata – rata = 0,242575 g = 242,575 mg
20 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =0,33 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 0,33 mg/kgBB × 3
= 4,07 mg/kgBB
4,07 mg
Dosis maksimal = 1000 g × 30 g
= 0,1221 mg
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 0,1221mg
= 0,6105 mg
BYD
=
0.6105 mg
×242,575 mg
20 mg
7,40 mg
= 7,40 mg = 1000 g =0 ,0074 g
4. Asam mefenamat 500 mg,Berat etiket rata – rata =0,64776 g=647,76
mg
500 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =8,3 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 8,3 mg/kgBB × 3
= 102,36 mg/kgBB
Dosis maksimal =
102,36 mg
×30 g
1000 g
= 3,0708 mg
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 3,0708 mg
= 15,354 mg
15,354 mg
= 500 mg ×647,76 mg
BYD
19,89mg
= 19,89 mg = 1000 g =0 ,0198 g
5. Dexamethasone 0,5 mg, Berat etiket rata – rata = 0,183 g = 183 mg
0,5 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =0,0083 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 0,0083 mg/kgBB × 3
= 0,102 mg/kgBB
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
0,102mg
Dosis maksimal = 1000 g ×30 g
= 0,00306 mg
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 0,00306 mg
= 0,0153 mg
BYD
=
0,0153 mg
×183 mg
0,5 mg
5,59mg
= 5,59 mg = 1000 g =0 ,0559 g
6. Klotaren 50 mg, Berat etiket rata – rata = 0,2292 g = 229,2 mg
50 mg
Dosis manusia = 60 kgBB =0,83 mg/kgBB
Dosis mencit
37
= 0,83 mg/kgBB × 3
= 10,23 mg/kgBB
10,23mg
Dosis maksimal = 1000 g ×30 g
= 0,306 mg
Larutan stock
5 mL
= 1mL × 0,306 mg
= 1,53 mg
BYD
1,53 mg
= 50 mg ×229,2 mg
=7,01352 mg =
¿ 0 , 00701352 g
B. Skema Kerja
1. Analgetik
AYU MELINDA
15020140081
7,01352mg
1000 g
SSP II
Disiapkan alat dan bahan
↓
Disiapkan hewan coba mencit
↓
Diberikan obat sesuai dengan VP
↓
Mencit 1
Mencit 2
Piroxicam
Asam mefenamat
↓
Setelah 30 menit diberi asam asetat glasial 1% 0,2 ml
↓
Dihitung frekuensi geliatnya pada menit 15, 30 dan 60
2. Antipiretik
Disiapkan alat dan bahan
↓
Disiapkan hewan coba tikus
↓
diukur suhu rektal (awal)
↓
Diinduksi dengan pepton 1% sebanyak 0,1 mL
↓
Diukur suhu rektal setelah 15 menit penyuntikan
AYU MELINDA
15020140081
SSP II
↓
Diberikan obat pada tikus sesuai dengan VP
↓
Tikus 1
Tikus 2
Sanmol
Ibuproven
↓
Setelah 30 menit diberi asam asetat glasial 1% 0,2 ml
↓
Dihitung frekuensi geliatnya pada menit 15, 30 dan 60
3. Antiinflamasi
Disiapkan alat dan bahan
↓
Disiapkan hewan coba mencit
↓
Diukur lingkar kaki kiri hewan coba mencit
↓
Diinduksi dengan karagen 1%
↓
Diukur lingkar kaki kiri
↓
Diberikan obat pada mencit sesuai dengan VP
↓
Mencit 1
Dexamethason
AYU MELINDA
15020140081
Mencit 2
Klotaren
SSP II
↓
Diukur lingkar kaki setelah menit 15,30, 60
AYU MELINDA
15020140081