MAKALAH Masuk dan Berkembangnya Agama Is

MAKALAH
Masuk dan
Berkembangnya
Agama Islam di
Indonesia

GURU PEMBIMBING :

Bapak Jerry Apriyadi, S.Pd
DISUSUN OLEH:

1.
2.
3.
4.

Desry Kencana Putri
Taufik Rahman
Ita Nuryana
Diana
Kelas X MIA.1


SMA NEGERI 1 BAYUNG
LENCIR
TAHUN PELAJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahnya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam tetap kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan kepada
kita selaku umatnya yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Tidak lupa penyusun ucapkan kepada Bapak/Ibu guru yang telah membimbing
dan memberikan ilmunya kepada penyusun, dan juga teman-teman yang ikut
menyumbang pikirannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun mohon kepada bapak/Ibu guru khususnya, dan umumnya kepada
para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan
makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya
makalah – makalah yang akan datang.
Mekarjaya,


15

2015

Penyusun

Januari

DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
i
………………………………………………………………………………………………………………...
ii
..
DAFTAR ISI
1
…………………………………………………………………………………………………………………
1
…………….

1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
……………………………………………………………………………………………………………
2
……..
2
B. Rumusan Masalah
4
…………………………………………………………………….........................................
4
C. Tujuan Penulisan
6
……………………………………………………………………….........................................
6
9
BAB II PEMBAHASAN
11
A. PEMEGANG
PERAN

PENYEBARAN
AGAMA
ISLAM 12
DI
INDONESIA…………………………………….
12
1. Peran
Ulama………………………………………………………………………………………………
……………….
13
2. Peran
13
Pedagang…………………………………………………………………………………………
14
……………….
3. Peran
Muslim
Cina…………………………………………………………………………………………………
…..
B. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA…..

……………………..
1.
Perkembangan
Agama
Islam
di
Pulau
Sumatra………………………………………………………..
2. Perkembangan
Agama
Islam
di
Pulau
Jawa……………………………………………………………….
3. Perkembangan
Agama
Islam
di
Maluku…………………………………………………………………….
4. Perkembangan

Agama
Islam
di
Kalimantan………………………………………………………………
5. Perkembangan
Agama
Islam
di
Sulawesi…………………………………………………………………..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
…………………………………………………………………………...............................................
B.
Saran
………………………………………………………………………………….....................................
..........
Daftar Pustaka
…………………………………………………………………………………………………………………



BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka
ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya.
Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika
dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenisjenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa.
Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku
bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di
kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang
akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Proses Islamisasi di Indonesia,Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di
Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra
terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan
di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat
perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama
Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena
Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam
masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah
kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil.

Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat
muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang
lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya
sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun
dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya
dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama
Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masamasa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama
dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari
pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam
menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang
telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan
saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya.
Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan
pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai
pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya
dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara
negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah islamisasi yang terjadi di Indonesia ?


14

C. Tujuan Penulisan
Agar kita semua dapat mengetahui sejarah islamisasi yang terjadi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

14

A. PEMEGANG PERAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA
Proses penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Indonesia dilakukan
dengan cara yang dapat diterima Oleh masyarakat setempat. Dengan demikian,
agama Islam dapat diterima dengan mudah olehbangsa Indonesia. Golongan yang
berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia adalah sebagai
berikut.
1. PERAN ULAMA
Agama Islam pada awalnya dibawa oleh para pedagang dari Arab, Persia, dan
India, kemudian disebarkan dan dikembangkan oleh para ulama dan mubalig

Indonesia, seperti berikut.
a. DaIu’ri Bandang dan Dato Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di Gowa
dan Tallo, Sulawesi Selatan.
b. Dato’ri Bandang bersama TuanTunggang’ri Parangan yang melanjutkan
penyebaran agama Islam sampai ke Kutai, Kaljmantan Timur.
c. Para wali dengan sebutan Wali Sanga yang menyebarkan agama Islam di Pulau
Iawa.
Sebenarnya Wali Sanga adalah nama suatu clewan mubalig di jawa. Apabila salah
satu anggota dewan wafat, ia digantikan oleh wali yang lain berdasarkan
musyawarah. Setiap wali mempimyai tugas melanjutkan penyiaran Islam di Pulau Iawa. Berikut ini adalah nama- nama Wali Sanga.
a. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Persia dan kemudian menetap di Gresik
(dikenal dengan nama Sunan Gresik).
b. Sunan Ampel, semula bernama Raden Rahmat dan berkedudukan di Ampel,
dekat Surabaya. Sunan Bonang, semula bernama Mahdum Ibrahim adalah putra
Raden Rahmat yang berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
c. Sunan Drajat, semula bernama Syarifudin adalah putra Raden Rahmat
berkedudukan di Drajat, dekat Sedayu. Sunan Giri, semula bernama Raden Paku
adalah murid Sunan Ampel yang berkedudukan di Girl, dekat Gresik.
d. Sunan Muria, semula bernama Raden UmarSaid dan berkecludukan di Gunung
Muria, di daerah Kudus.

e. Sunan Kalijaga, semula bernama Joko Said dan.berkedudukan di Kadilangu, dekat
Demak.
f. Sunan Kudus, semula bernama Iafar Sidiq dan berkedudukan di Kudus.
g. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang berkedudukan di Gunung Jati,
Cirebon.
Dalam penyebaran Islam di Iawa, peran Wali Sanga sangat besar. Dengan penuh
kesadaran dan kearifan, agama Islam disampaikan kepada masyarakat. Dakwah
Islam disampaikan dengan penuh
kebijaksanaan. Oleh karena itu, agama Islam diterima dan cepat berkembang di
Pulau Iawa. Selain Wali Sanga, masih banyak wali lain yang memiliki andil besar
dalam pengembangan ajaran Islam di Pulau Iawa. Beberapa wali yang dimaksud
adalah Syekh Subakir, SLUIEIII Geseng, Syekh Mojo Agung, dan Syekh Siti jenar. Pada
awalnya, Syekh Siti Jenar termasuk anggota Wali Sanga, tetapi karena ajarannya
membahayakan, Syekh Siti Jenar dicoret dari Wali Sanga dan digantikan oleh Sunan
Bayat.

Setelah memiliki pengaruh kuat di Jawa, agama Islam berkembang ke wilayah
Nusantara yang lain, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Penyiaran agama
Islam di Kalimantan dilakukan Oleh Kerajaan Demak. Islam tersebar dj Maluku,
Ternate, dan Tidore setelah Sultan Ternate Zainal Abidin belajar agama Islam ke Giri,
Iawa Timur. Sepulangnya dari belajar agama, ia menyampaikan ajaran Islam kepada
rakyatnya.

 PERAN WALI SONGO DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM
Peran wali sanga untuk menyebarkan agama Islam dalam berbagai bidang di
daerah Pulau Jawa dan Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Pendidikan
Peran walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam
mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan
Giri, dan Sunan Bonang.
Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta (dekat Surabaya) yang
sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Muridnya
antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian menjadi
sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi.
Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak berasal
dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik ke
berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan
Tidore.
Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui
pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang
memberikan
pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit,
yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan
tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
2.

Politik
Beberapa wali sanga menjadi penasehat kerajaan. Sunan Gunung Jati bahkan
menjadi raja. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Majapahit.
Isterinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah
murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat
penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat
restu dari penguasa kerajaan.
Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu
dalam
penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali
yang lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga
juga menjadi penasehat kesultanan Demak Bintoro.
Dakwah
Peran walisongo yang sangat dominan adalah di bidang dakwah, baik
dakwah bil lisan maupun bil hal. Sebagai mubalig, walisongo berkeliling dari satu
daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam
upaya dakwahnya
selalu mengunjungi desa-desa terpencil. Salah satu karya
yang monumental dari walisongo adalah mendirikan mesjid Demak. Hampir semua
walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang dipergunakan dalam
dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para walisongo dan
melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukanpertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas
Islam ke dalamnya. Syair lagi gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan
tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

14

3.

4.

Seni Budaya
Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang wali yang berkecimpung di bidang
seni. Sebagai budayawan dan seniman, banyak karya Sunan Kalijaga yang
menggambarkan pendiriannya. Di antaranya adalah gamelan, wayang kulit, dan
baju takwo. Sunan Ampel menciptakan Huruf Pegon atau tulisan Arab berbunyi
bahasa Jawa. Hingga sekarang huruf pegon masih dipakai sebagai bahan
pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.
Sunan Giri juga sangat berjasa dalam bidang kesenian, karena beliau
menciptakan tembang-tembang dolanan anak-anak yang bernafaskan Islam. Sunan
Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang Jawa yang sampai
saat ini masih digemari masyarakat, yaitu Gending Pangkung, semacam lagu
rakyat di Jawa. Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam
rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Dalam
menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang selalu menyesuaikan diri dengan corak
kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik
gemelan.
Sumber:
http://aaxsadzim.blogspot.co.id/2014/10/WALI-SANGA-DAN-PERANANNYADALAM.html?m=1

2. PERAN PEDAGANG
Sejak abad ke-7, pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil
bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Di samping berdagang, para
pedagang Islam dapat menyampaikan dan menyebarkan agama Islam. Saluran
islamisasi melalui perdagangan terjadi sangat intensif dan dinamis. Alasannya
sebagai berikut.
a. Dalam agama Islam tidak ada pemisahan antara manusia sebagai pedagang dan
kewajibannya sebagai muslim un tuk menyampaikan ajaran kepercayaannya
kepada pihak lain.
b. Perdagangan pada masa Islam di Indonesia sangat menguntungkan Karenna
banyak golongan bangsawan dan raja yang ikut dalam perdagangan, bahkan
mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Kehadiran para pedagang muslim itu diterima dengan sikap terbuka oleh
penguasa setempat. Sikap bersahabat yang ditampilkan oleh para pedagang itu
membuat mereka tidak mengalami kesulitan saat rnengenalkan ajaran dan nilai-nilai
Islam. Bahkan, penguasa setempat memperkenankan rakyatnya menjadi muslim.
Misalnya, pada abad ke-14, penguasa Ternate yang bukan muslim, tidak keberatan
ketika sejumlah rakyatnya masuk Islam. Keterbukaan yang sama muncul juga di
Kerajaan Majapahit yang beragarna Hindu. Hal lain yang dapat mempercepat proses
penyebaran Islam melalui perdagangan adalah keadaan politik beberapa kerajaan,
yaitu para adipatinya yang berada di daerah pesisir berusaha melepaskan diri dari
pusat. Mereka cenderung rnasuk Islam dan mengembangkan kekuasaannya di
kalangan masyarakat pesisir dan pedagang Islam.

14

3. PERAN MUSLIM CINA
Peran etnis Cina dalam percaturan sejarah nasional memiliki keunikan tersendiri
jika dibandingkan dengan etnis minoritas yang lain, seperti Arab dan India. Etnis Cina
banyak mewarnai kehidupan sosial politik di masa lalu, termasuk sumbangsih

mereka dalam upaya penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di tanah
Jawa.
Komunitas muslim Cina yang tinggal di tanah Jawa pada urnumnya berasal dari
wilayah Kanton (Guang- zhou), Chuang-Chou, Cl1ang~Ch0u, Yunan, Swatow, dan
beberapa kawasan di Cina Selatan yang menjadi basis agama Islam. Karena mereka
menguasai ilmu pelayaran dan navigasi, banyak di antara mereka yang berlayar ke
kawasan Asia Tenggara, termasuk ke Pulau jawa di Indonesia. Mereka merantau
sebagai pedagang atau pelarian politik. Setibanya di pantai utara Pulau jawa, orang
muslim Cina kemudian berbaur dengan penduduk setempat. Kendati mereka tidak
mempunyai tujuan khusus berdakwah, dengan proses asimilasi itu secara tidak
langsung mereka memperkenalkan agama Islam yang dianutnya kepada penduduk
pribumi.
Masyarakat muslim Cina telah ada jauh sebelum VOC menguasai Jawa pada abad
ke-17. Pada awalnya mereka mendiami kawasan utara dan kota pelabuhan di Iawa.
Kemudian sambil berdagang
mereka mengembangkan sufisme yang rasional dalam kehidupan beragama.
Berinula dari kota pelabuhan itu, Islam terus merambah ke bcrbagai wilayah
pedalaman di Pulau Iawa. Ajaran Islam yang egaliter dan tidak mengenal sistem
kasta sanggup mengambil hati penduduk Jawa sehingga mampu berkembang
dengan pesat.
Info Sejarah
Pada abad ke 15 sekitar tahun 1407 armada Laksamana Ceng- Ho (Zeng He)
atau Sam P0 Bo atau Sam Po Kong tiba di Kukang, Palembang Sumatra dan mulailah
terbeniuk komunitas muslim Cina sampai saat ini antara lam di Pamal Samudra
Tanjung Gcndol dan mazhab Hanaf di Palembang dan di Sambas di Kalimantan
Barat. Hap Ma Huan, asisten Laksamana Chang-Ho, dalam bukunya Yingya
Shenglam (Pemandangan Indah di Seberang Samudra) menuliskan sebelum Ceng-Ho
tlba dl Nusantara sudah ada sejumlah muslim cina. Bukti kunjungan armada
Laksaman Cheong-Ho masih tersisa sampai saat ini, antara lain pantai samudra
Tanjung Gondol dan di desa Sungai: Raya Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Bengkayang dalam wujud kelenteng dan jejak telapak kaki de atas batu granit yang
dimuliakan oleh penduduk setempat dimuliakan oleh penduduk setempat
Metode yang digunakan muslim Cina dalamm enyebarkan agama Islam di
Nusantara adalah dengan banyak cara, seperti yang dilakukan para Wali Sanga.
Selain melalui pendidikan agama, dakwah juga dilakukan melalui pendekatan
budaya dan asimilasi dengan masyarakat lokal. Mereka berbaur dan menikah
dengan penduduk pribumi, serta mengajak pasangan dan keluarganya memeluk
agama Islam. Melalui metode seperti itu, kemudian muncul kornunitas muslim Cina
di Nusantara, seperti di Palembang dan Sambas yang merupakan komunitas muslim
Cina pértama di Nusantara. Bukti-bukti peninggalan komunitas muslim Cina di
Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Bangunan Masjid dan Makam
Bangunan masjid dan makam banyak ditemukan di berbagai daerah, seperti Masjid
Cheng—H0 di Surabaya dan makam orang Cina muslim di Cirebon.

14

b. Berita dari Kudus ]awa Tengah
Pada pertengahan abad ke-16, di wilayah Kudus, Jawa Tengah hidup seorang kiai
terkenal yang bernama Kiai Telingsing (Mbah Sing). Kiai tersebut sangat ahli di
bidang perekonomian, perdagangan, dan ilmu kanuragan (bela diri). Keahliamiya
itu tidak hanya terkenal di Kudus saja, tctapi hingga ke wilayah di sekitar
kabupaten tersebut. Bahkan Sunan Kudus pernah berguru ilmu bela diri kepada
Kiai Telingsing.

Hubungan keduanya berlanjut ketika Sunan Kudus meminta kcsodiaan Kiai
Telingsing untuk mrut serta dalam penyebaran Islam di Iawa. Sanipai sekarang,
tahun wafat Kiai Telingsing yang jatuh pada tanggal 15 Sura masih diperingati.
Sejarawan lokal, Solihin Salam, mengideiitikkan Kiai Telingsing dengan nama The
Ling Sing. Sedangkan takmir Masjid Nganjuk, Wali Abdullah, menyebutnya Tan
Ling Sing. Masjid itu dipercaya penduduk lokal sebagai tempat bertemunya Sunan
Kudus dengan Kiai Telingsing.
Info Sejarah
Sebagian besar kompleks makam kiai Telingsing, bentuk bangunannya masih asli
dan makam ini mirip dengan bangunan zaman Hindu. Bangunan aslinya terbuat dari
bata merah kuno, ukuran besar, dengan sistem gosok tanpa perekat. Makam ini
berukuran panjang 1.296 cm, lebar 12 cm dan tinggi nisan 48 dari bata merah kuno.
Berdasarkan teknik dan bahan ikan, masjid ini sezaman dengan Masjid Menara
Kudus. Namun, tahun berapa Kiai Telingsing meninggal belum diketahui.
Dua pintu depan yang berukuran kecil, tingginya kurang dari 150 lnnya masih asli
dan ma_kam ini mirip dengan ha‘ cm. Pintutersebutpada awalnyaiinggi, namun
Karena sesuatu hal ran Hindu. Bangunan aslinya terbuat dari bata merah bangunan
dan pimu mlorot (turun) menjadi pendek. Kalau mau masuk ke makam, kepala harus
menunduk karena memang rendah untuk dilalui. Filosof pintu pendek ini dapat
diartikan kalau masuk ke dalam makam harus meminta izin atau ku/anuwun dengan
menundukkan kepala.
c. Berita dari Salatiga
Di daerah Salatiga juga berkembang cerita yang menyangkut keberadaan tokoli
muslim Cina. Di daerali Kalibening, Kecamatan Rancluacir, pernali hidup seorang
muslim Cina yang menyebarkan
agama Islam di daerali itu, yaitu Lie Beng Ing. Nama asal desa Kalibening pun
kcmudian dihubungkan dengan tokoh muslirn Cina tersebut. Diduga Lie Beng Ing
adalah salah satu anggota rombongan
ekspedisi Laksamana Cheng-H0 yang menolak kembali ke negaranya.

14

d. Ekspedisi Laksamana
Cheng-H0 Cheng—Ho merupakan seorang muslim Cina yang hidup sekitar abad
ke—15. Semasa hiclupnya, Cheng—H0 atau Zheng—He melakukan petualangan
antarbenua selama tujuh kali berturut-turut dalam kurun waktu 28 tahun (1405—
1433). Tidak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah
disinggahinya.
Ekspedisi Cheng-H0 ke Samudra Barat (sebutan untuk lautan di sebelah barat
Laut Cina Selatan sampai Afrika Timur) mengerahkan armada yang sangat besar.
Pelayaran pertama mcngcrahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang
digerakkan 27.800 orang. Pelayaran ketujuh terdiri atas 61 kapal bcsar dan 2-16
kapal kecil yang membawa 27.550 orang.
Ketika Kaisar Ming mencanangkan program pengembalian kejayaan Cina akibat
kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng-H0 yang telah menjadi perwira kerajaan
menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri.
Armada Cina di bawah komando Cheng-Ho memulai ekspedisinya tahun 1505.
Rombongan itu lebih dahulu menunaikan salat di masjid tua di kota Quanzhou
(Provinsi Fujian). Pelayaran pertama itu mampu mencapai kawasan Asia Tenggara
(Semenanjurig Malaya, Sumatra, dan Iawa). Tahun 1407—1409, ia kembali
mengadakan ekspedisi, sampai mencapai Aden, Teluk Persia, dan Moghadisu (Afrika
Timur). Beberapa tokoh muslim Cina yang pernah ikut berlayar adalah Ma- Huan,
Guo Chongli, Fe-Xin, Hassan, Shaban, dan Pu Heri.

Dalam kurun waktu 1405—1-433, Cheng-H0 pemah singgah di Kepulauan
Nusantara sebanyak tujuh kali. Ketika berkunjung ke Samudra Pasai, dia
menghadiahi lonceng raksasa Cakradonya kepada Sultan Aceh. Lonceng tersebut
saat ini tersimpan di museum Banda Aceh. Tempat lain yang dikunjunginya adalah
Palembang dan Bangka.
Selanjutnya, ia singgah di Pelabuhan Bintang Mas (sekarang Tanjung Priok).
Tahun 1415 ia mendarat di Muara Iati (Cirebon). Beberapa cendera mata khas Cina
dipersembahkan kepada Sultan Cirebon. Sebuah piring bertuliskan Ayat Kursi saat
ini masih tersimpan di Keraton Cirebon. Ia melanjutkan perjalanannya ke Tuban
(]awa Timur). Kepada warga pribumi, Cheng-Ho mengajarkan tata cara pertanian,
peternakan, dan perikanan. Hal yang sama juga dilakukan waktu rombongan mereka
singgah di Gresik.
Kemudian, rombongan itu melanjutkan lawatan ke Surabaya. Pada hari Iumat,
Cheng-H0 mendapat kehormatan menyampaikan khotbah di hadapan warga
Surabaya yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Kunjungan dilanjutkan ke
Mojokerto yang waktu ini menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
B. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DL BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA
Kedatangan agama Islam di berbagai daerah di Indonesia ternyata tidak
bersamaan. Hal itu disebabkan oleh faktor komunikasi, situasi dan kondisi politik,
serta latar belakang sosial budaya masyarakat setempat yang ikut menentukan
proses islarnisasi di Indonesia.
1. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI PULAU SUMATRA
Berita Cina dan Berita Arab memberikan bukfi bahwa sejak abad ke—7 atau abad
ke-8, perdagangan antara orang Arab, Persia, India, Indonesia, dan Cina sudah
ramai. Sebelum abad ke-9, sudah ada perkampungan pedagang Arab di Meglio dan
pada abad ke-11 terdapat di Kalah, Takuapa, Qaquallah, dan Lamuri (Aceh). Dengan
demikian, pada era kekuasaan Sriwijaya, pedagang muslim telah berlalu lalang di
Selat Malaka dalam pelayaran ke Asia Tenggara dan Asia Timur.
Sejalan dengan kemunduran Keraiaan Sriwljaya pada abad ke- l3, selain
mendapat keuntungan dagang maka pedagang muslim juga memberi penga ruh
politik. Di Aceh mereka menjadi pendukung berdirinya Kerajaan Samudra Pasai yang
bercorak Islam. Berawal dari Samudra Pasai,
Islam kemudian berkembang ke Malaka. Diperkirakan pada abad ke-14 di Malaka
sudah terdapat masyarakat muslim. Dengan semakin meluasnya perkembangan
masyarakat muslim di Malaka, terbentuk kekuasaan politik, yaitu Kerajaan Malaka
pada awal abad ke—15. Situasi politik waktu itu
memungkinkan kerajaan bercorak Islam berkembang. Bersamaan clengan
tumbuhnya Malaka, peranan politik Majapahit waktu itu menurun.
Pada awalnya Islam berkembang di daei-ah pesisir. Dalam Suma Oriental, Tome
Pires menyebutkan bahwa pada awal abad ke—16 daerah di bagian pesisir Sumatra
Utara dan Bagian timur Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang, sudah banyak
masyarakat dan kerajaan Islam. Daerah pedalaman pada umumnya masih menganut
kepercayaan lama. Proses islamisasi di daerah pedalaman Aceh dan Sumatra Barat
baru terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politik pada abad ke—16—17.
TOKOH-TOKOH SEJARAH ISLAM DI SUMATERA
a. Sultan Malik Al-Saleh

14

Sultan Malik Al-Saleh adalah pendiridan raja pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Sebelum menjadi rajabeliau bergelar Merah Sile atau MerahSelu. Beliau adalah
putera Merah Gajah. Diceritakan Merah Selu mengembara dari satu tempat ke
tempat lain. Akhirnya, beliau berhasil diangkatmenjadi raja di suatu daerah,

yaituSamudra Pasai. Merah Selu masuk Islam berkat pertemuannyadengan Syekh
Ismail, seorangSyarif Mekah. Setelah masuk Islam,Merah Selu diberi gelar Sultan
Malik Al-Saleh atau Sultan Malikus Saleh. Sultan Malik Al-Saleh wafat padatahun
1297 M.
b. Sultan Ahmad (1326-1348)
Sultan Ahmad adalah sultan Samudera Pasai yang ketiga. Beliau bergelar Sultan
Malik Al-Tahir II. Pada masa pemerintahan beliau, Samudera Pasai dikunjungi oleh
seorang ulama Maroko, yaitu Ibnu Battutah. Ulama ini mendapat tugas dari Sultan
Delhi, India untuk berkunjung ke Cina. Dalam perjalanan ke Cina Ibnu Battutah
singgah di Samudera Pasai. Ibnu Battutah menceritakan bahwa Sultan Ahmad sangat
memperhatikan perkembangan Islam. Sultan Ahmad selalu berusaha menyebarkan
Islam ke wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Samudera Pasai. Beliau juga
memperhatikan kemajuan kerajaannya.
c. Sultan Alauddin Riyat Syah
Sultan Alauddin Riyat Syah adalah sultan Aceh ketiga. Beliau memerintah tahun
1538-1571. Sultan Alauddin Riyat Syah meletakan dasardasar kebesaran Kesultanan
Aceh. Untuk menghadapi ancaman Portugis, beliau menjalin kerja sama dengan
Kerajaan Turki Usmani dan kerajaankerajaan Islam lainnya. Dengan bantuan
Kerajaan Turki Usmani, Aceh dapat membangun angkatan perang yang baik. Sultan
Alauddin Riyat Syah mendatangkan ulama-ulama dari India dan Persia. Ulama-ulama
tersebut mengajarkan agama Islam di Kesultanan Aceh. Selain itu, beliau juga
mengirim pendakwah-pendakwah masuk ke pedalaman Sumatera, mendirikan pusat
Islam di Ulakan, dan membawa ajaran Islam ke Minang Kabau dan Indrapura. Sultan
Alauddin Riyat Syah wafat pada tanggal 28 September 1571.
d. Sultan Iskandar Muda (1606-1637)
Sultan Iskandar Muda adalah sultan Aceh yang ke-12. Beliau memerintah tahun
1606-1637. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh mengalami
puncak kemakmuran dan kejayaan. Aceh memperluas wilayahnya ke selatan dan
memperoleh kemajuan ekonomi melalui perdagangan di pesisir Sumatera Barat
sampai Indrapura. Aceh meneruskan perlawanan terhadap Portugis dan Johor untuk
merebut Selat Malaka. Sultan Iskandar Muda menaruh perhatian dalam bidang
agama. Beliau mendirikan sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Baiturrahman.
Beliau juga mendirikan pusat pendidikan Islam atau dayah. Pada masa inilah, di Aceh
hidup seorang ulama yang sangat terkenal, yaitu Hamzah Fansuri.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, disusun sistem perundangundangan yang disebut Adat Mahkota Alam. Sultan Iskandar Muda juga
menerapkan hukum Islam dengan tegas. Bahkan beliau menghukum rajam
puteranya sendiri. Ketika dicegah melakukan hal tersebut, beliau mengatakan, “Mati
anak ada makamnya, mati hukum ke mana lagi akan dicari keadilan.” Setelah beliau
wafat, Aceh mengalami kemunduran
Sumber :
https://idnews404.wordpress.com/pengetahuan-sosial/Tokoh-tokoh-Sejarah-padaMasa-Islam.html?m=1

1) Kerajaan samudera pasai

14

KERAJAAN KERAJAAN ISLAM YANG MEMPENGARUHI MASUKNYA ISLAM DI
SUMATRA
Kerajaan kerajaan islam juga sangat berperan penting dalam masuknya islam di
pulau Sumatra . adapun kerajan islam di Sumatra sebagai berikut

Samudera pasai adalah kerajaan islam pertama di Indonesia . Kerajaan ini berdiri
sekitar abad 13 masehi. Pusat kerajaannya terletak di pantai timur Sumatra yang
kini telah berada di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh,
Indonesia. Kerajaan ini merupakan kerajaan islam yang berkembang dengan pesat
dan mencakup semua lapisan mulai dari kaum bangsawan dan para uleebalang
( bangsawan) . Kerajaan ini didirikan oleh merah silu atau yang biasa disebut sultan
malikus saleh sekitar tahun 1285 M . dia diangkat menjadi raja oleh syekh ismail
yaitu seorang mubalig Islam yang berkedudukan di mesir. Dalam pemerintahannya
Sultan malikus saleh dibantu oleh Seri Kaya (Ali khairuddin), Bawa kaya ( Sidi Ali
hasanuddin) dan Fakin Muhammad (mubalig yang berasal dari mesir )pada tahun
1297 Sultan
Malikus saleh wafat dan memberikan warisan yang berupa
kepimimpinan kepada putranya malikud dahir.
Sultan Malikud dahir I (Muhammad) menjabat 29 tahun dan akhirnya wafat pada
tahun 1326 M dan memberikan warisan berupa kekuasaan kepada anaknya Sultan
malikud dahir II
Sultan Malikud dahir II ( Ahmad bahaim syah ) Raja ini terkenal sangat alim
dan rajin berdakwah dalam pemerintahannya ia dibantu oleh ulama yang dijadikan
hakim yang berasal dari syiraz (iran). Pada masa ini kerajaan samudera pasai
memiliki armada kapal dagang yang tangguh. Akhirnya pada tahun 1348 ia wafat
dan digantikan oleh putranya Zainal abidin
Zainal abidin dijadikan sebagai raja diusainya yang muda , sehingga dalam
menjalankan kebijakannya banyak dipengaruhi oleh para pembantunnya yang
menyebabkan kurang sesuai dengan kehendak rakyat . Akhirnya pada masa itu
kerjaan ini mengalami kemunduran .
Karena mengalami kemunduran hal ini dimanfaatkan oleh kerajaan majapahit dan
kerajaan siam . 2 kerajaan tsb. Menyerang dan menyandera Zenal abidin dan
akhirnya setelah 58 tahun berkuasa Zaenal abiding pun wafat. Lama kelamaan
karena tidak ada yang mampu lagi mengangkat kerjaan pasai kerajaan ini menjadi
kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan kerajaan lain.
2) Kerajaan Malaka
Menurut sejarah kerajaan ini didirikan oleh seorang bangsawan yang masih
keturunan Majapahit yang bernama Paramisora. Setelah beliau masuk islam dan
menjadikan agama Islam sebagai agama kerajaan beliau menggunakan nama
dengan gelar Sultan Muhammad syah. Dan mulai saat itu Malaka menjadi pusat
perdagangan Asia Tenggara dan pusat penyebaran Islam. Dari Malaka Islam
berkembang di kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke Brunai dan Filifina Selatan
(Mindanao).

14

3) Kerajaan Aceh
Kerajaan ini merupakan kerajaan yang menjadi pusat pengembangan islam di
melayu. Kerajaan aceh ini juga sering berperang dengan portugis karena ingin
mencegah berkembangnya agama kristiani di melayu. Kerjaan ini juga sebagai
pendidikan islam yang akhirnya memunculkan golongan golongan ulama dan
ilmuwan seperti , Hamzah fansuri Nuruddin alraniri dll. Raja pertamanya adalah
Sultan Ali Mughayat Syah , kerajaan ini berhasil memperluas kekuasaan dan
menyatukan kerjaan kerajaan yang ada disekitarnya . setelah sultan ali mughayat
syah wafat pemerintahan dipimipin oleh Sultan salahudin keadaan aceh pada saat
itu sangat lemah dan cenderung memberikan peluang untuk bekerja sama dengan
portugis , akhirnya salahudin dijatuhkan Adapun masa kejayaan Kerajaan aceh yang
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M). Hampir dua
pertiga Pulau Sumatera menjadi wilayah Aceh. Pada masa ini juga hidup seorang
ulama besar yang bernama Nurudin Ar-Raniry, beliau mengarang sebuah buku sastra

yang bernilain tinggi dengan judul “Bustanus Salatina” (taman raja-raja). Buku ini
terdiri atas tujuh jilid berisikan sejarah Tanah Aceh dalam hubungannya dengan
sejarah Islam
.
4) Kerajaan Perlak
Sultan Perlak adalah Sultan Alaidin Sayid Mauana Abdul Aziz Syah. Ia dilantik
pada tanggal 1 Muharram tahun 225 H.
5) Islam di Barus
Papan Tinggi adalah sebuah pemakaman di Bandar Barus, pantai barat Sumatera
Utara. Di salah satu batu nisan terdapat sebuah nama Said Mahmud al-Hadramaut.
Selain itu seorang Islam bernama Sulaiman telah sampai di Pulau Nias pada tahun
851 M. Sulaiman menyebutkan Bandar Barus itu penghasil kapur barus dan ia
singgah di bandar ini.
6) Islam di Sumatera Timur
Sebuah makam ulama yang bernama Imam Shadiq bin Abdullah wafat 23 Sya’ban
998 H ditemukan di Klumpang, Deli yaitu bekas kerajaan Haru/ Aru.
Sumber :
http://fadilahnilasari.blogspot.co.id/2013/11/Perkembangan-Islam-Di-PulauSumatera.html?m=1
Info Sejarah
Tome Pires menyebutkan bahwa pendiri Malaka adalah Para-meswara. seorang
pangeran dari Palembang yang merupakan iaan Sriwijaya, sebuah kerajaan yang
terkenal dan memiliki kekerabatan dengan Syailendraa. Pada tahun 1377, Sriwijaya
ditaklukkan oleh Majapahit dan saat itu Parameswara telah menikah dengan putri
dari Majapahit Parameswara tidak mau membayar dan Majapahit, ia lalu
mendeklarasikan kemerdekaannya. Parameswara melarikan diri saat tentara
Majapahit menyerang dan memusnahkan Palembang. Di Tumasik, Parameswara
membunuh Tamagi, seorang wakil Kerajaan Siam. Pada tahun 1398, Kerajaan
Ayutthaya menyerang Tumasik dan Parameswara melarikan diri ke Sungai Muar lalu
ke Sungai Bertam. Pengikutnya yang berjumlah 1400 orang menginginkan Sungai
Benam dijadikan perkampungan dan akhimya menjadi Kerajaan Malaka.

14

2. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI PULAU JAWA
Penyebaran Islam di Pulau Iawa dicluga berasal dari Malaka. Namun, kapan hal itu
berlangsung belum dapat diketahui dengan pasti. Bukti terlua tentang Islam di Iawa
adalah batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka
tahun 475 H atau 1082 M. Hal itu bukan berarti bahwa islamisasi pada masa itu telah
meluas di Iawa Timur. Adanya masyarakat Islam di Iawa Timur diperkirakarr baru
terbentuk pada masa puncak kebesaran Majapahit. Di saat Majapahit mengalami
masa suram, yaitu pada a al abad ke - 15, muncul kota Tuban dan Gresik sebagai
pusat penyebaran lslam yang pengaruhnya meluas sampai ke Maluku. Berdasarkan
sumber tertulis dari Antonio Pigafetta dapat dipastikan bahwa pada awal abad ke-16
peranan politik di Jawa telah berada di tangan Demak. Namun, runtuhnya Majapahit
yang berpusat di Daha pada tahun 1526, bukan berarti daerah Jawa Timur telah
dikuasai Islam. Kerajaan kecil, séperti Panarukan, Pasuruan, dan Blambangan, masih
bertahan sampai zaman Mataram (abad ke-17), yaitu masa pemerintahan Sultan
Agung dan Amangkurat.
Berawal dari Demak, Islam meluas ke daerah pesisir utara ]awa Barat. Menurut
Tome Pires, pengaruh Islam di daerah Cirebon sudah ada sekitar tahun 1470-1475.
Kemudian, Dipati Unus menguatkan keduclukan politiknya atas daerah itu. Menurut

Debarros, Dipati Unus dari Demak juga menjadi penguasa wilayah Iawa Barat.
Berdasarkan sumber tradisional, penyebaran Islam ke daerah Cirebon dilakukan oleh
Fatahillah atau Faletehan atas perintah Raclen Patah. Bagi Demak, usaha
menanamkan pengaruh di pesisir utara Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari
tujuan politik dan ekonomi. Karena pelabuhan di pesisir Iawa Barat, seperti Cirebon,
Sunda Kelapa, dan Banten amat potensial bagi ekspor hasil bumi, terutama lada.
Secara politis, penguasaan wilayah Jawa Barat juga merupakan suatu langkah dalam
menghadapi Portugis yang waktu itu telah mengikat peijanjian dengan Kerajaan
Pajajaran (Perjanjian 21 Agustus 1522). Oleh sebab itu, Demak segera mengirimkan
ekspedisi militer di bawah pimpinan Fatahillah untuk merebut bandar Sunda.
Meskipun bandar Sunda telah jatuh, daerah pedalaman masih bertahan. Pusat
Kerajaan Pajajaran baru menyerah tahun 1579-1580 akibat serangan tentara Islam
dari Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf.
SEJARAH AWAL AGAMA ISLAM MASUK KE TANAH JAWA
Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyasarakat jawa menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut
masyarakat Jawa juga dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha dari
India. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemuadian Islam masuk ke Jawa
melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang
Arab.
Kedatangan Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur
bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran
Islamisasi yang berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf,
pendidikan, kesenian, dan politik. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah Bagaimanakah proses Islam masuk ke tanah Jawa?, Bagaimana
masyarakat Jawa sebelum Islam datang?, Bagaimana peran Wali Songo dan metode
pendekatannya?, Dan bagaimana Islam di Jawa paska Wali Songo? Dengan tujuan
untuk mengetahui keadaan masyarakat Jawa sebelum Islam datang, peran Wali
Songo di tanah Jawa dan metode pendekatannya, serta keadaan Islam di Jawa paska
Wali Songo.
ISLAM MASUK KE TANAH JAWA
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan
ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun
475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari
namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di
Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari
Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak
ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua
berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga
istana
Majapahit.
1. Masyarakat Jawa Sebelum Islam Datang
a. Jawa Pra Hindu-Budha
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya
Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang
asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat
Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan
dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada
pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam
adikodrati
yang
dianggap
keramat.
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata
lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis
ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.

14

b. Jawa Masa Hindu-Budha

Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan
budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur
Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja
berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem
agama.
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat
terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua
agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis
(bersifat momot atau serba memuat). Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu
adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap raja-raja sebagai
titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham
menyatakan: Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk
legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja
titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada kedudukan raja
untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam
kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta dan
keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa
itu.
Di pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan masa Hindu Budha, kerajaankerajaan itu adalah Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian
dan industri salah satu aktivitas masyarakat adalah bertani dan berdagang
dalam proses integrasi bangsa. Dari aspek lain karya seni dan satra juga telah
berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan tari
topeng. Semua itu sebagian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan
relief dan candi-candi.
C. Peranan Wali Songo dan Metode Pendekatannya
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol
penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali Songo sangat
besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali).
Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan
diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang
yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka
juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau
susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai
berikut:

14

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke
Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di
Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa
Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
3. Sunan Drajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di
sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam
di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan
Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan
agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu
Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan
metode bermain.
7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang
ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria,
terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat
jelata.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
Salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali
tersebut ialah dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini
berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat (sebagai objek
dakwah), dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai
bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri
dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga
mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
3. Islam Di Jawa Paska Wali Songo
Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan
animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah
atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilainilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga
membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam. Dari sini derajat orangorang miskin mulai terangkat yang pada awalnya tertindas oleh para penguasa
kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok desa setelah para Wali
berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan
perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir.
Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para Wali songo adalah
perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu diantaranya adalah tradisi
Wayang Kulit.
Sumber :
http://schipaey.blogspot.co.id/2015/08/Perkembangan-Islam-Di-Pulau-Sumatera.html?m=1

3. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI MALUKU
Perkembangan Islam di Maluku tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan
yang terbentang antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Islam diperkirakan sudah masuk
ke Maluku sekitar abad ke-13. Menurut tradisi, penyebaran Islam dilakukan oleh
Maulana Husein pada masa pemerintahan Marhum di Ternate. Hikayat Tanah Hitu
menyebutkan bahwa raja pertama yang dianggap benar-benar memeluk agama
Islam adalah Zaenal Abidin tahun (1486—1500). Konon ia belajar agama Islam di
pesantren Giri.
Info Sejarah
Dalam Hikayat Tanah Hitu disebutkan bahwa kerajaan Tanah Hitu memiliki
hubungan yang erat dengan kerajaan Tuban dan Kerajaan Banten di Jawa, Kerajaan
Gowa di Makasar, serta kerajaan Huamulan di (Seram Banten), kerajaan Lha
(Saparua), kerajaan Ternate, kerajaan Tidore, kerajaan Jailolo, dan kerajaan Makian
di Maluku. Kerajaan Tanah Hitu juga menjalin hubungan dengan Sunan Giri di Jawa
Timur. Hubungan tersebut menyebabkan Islam berkembang di daerah Maluku.

14

Di lain pihak, Tome Pires dan Antonio Gallo berpendapat bahwa hubungan
dagang antara Malaka, jawa, dan Maluku merupakan saluran islamisasi. Pada saat
itu, kapal dagang Gresik milik Pate Cusuf datang dan singgah di Ternate. Raja
Ternate yang memeluk Islam menurut mereka adalah Raja Almancor dari Tidore.
Diperkirakan Raja Maluku sudah mulai memeluk agama Islam sekitar 1460-1465.
Dengan demikian, dapat diduga bahwa di daerah sekitar Maluku, seperti Banda, Hitu,
Haruku, Makyam, dan Bacan, sudah terdapat masyarakat muslim.

Islam berkembang di Maluku melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan_
Proses islamisasi diwarnai persaingan di antara raja- raja muslim, seperti Ternate
dengan Tidore. Selain itu, juga diwarnai persaingan politik dan monopoli
perdagangan bangsa Barat, seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris.
Perluasan kerajaan Islam Maluku terjadi pada masa pernerintahan Sultan Khairun.
Bermula dari Maluku, Islam tersebar ke Irian (Papua) dan sekitarnya.
4. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KALIMANTAN
Penyebaran Islam di daerah Kalimantan Selatan dapat kita ketahui dari Hikayat
Banjar. Proses islamisasi di daerah itu diwarnai oleh perpecahan di kalangan istana,
yaitu antara Raden Tumenggung dan Raden Samudra. Raden Tumenggung adalah
penguasa daerah Dipa, Daha, dan Kahuripan yang bercorak Hindu. Tiga daerah
tersebut sekarang letaknya kira—kira di daerah Amuntai. Dalam pertikaian itu,
Raden Samudra meminta bantuan Dernak, dengan perjanjian ia bersedia masuk
Islam. Atas bantuan Demak, Raden Tumenggung dapat dihancurkan. Sejak saat itu
Kerajaan Banjar yang bercorak Islam terus berkembang. Raden Samudra kemudian
bergelar Sultan Suryanullah.
A.A. Cense berpendapat bahwa proses islamisasi di Banjarmasin befangsung
kira-kira tahun 1550. Islamisasi di Kalimantan Timur menurut Hikayat Kutai
berlangsung damai. Sebelum kedatangan Islam, Kerajaan Kutai bercorak Hindu,
sedangkan di daerah pedalaman, rakyatnya menganut animisme dan dinamisme.
Pembawa agama Islam di Kutai adalah Dato'ri Bandang dan Tuan Tunggang
Parangan, pada masa pemerintahan Raja Mahkota yang masuk Islam karena merasa
kalah kesaktiannya. Diperkirakan proses islarnisasi di Kutai dan sekitarnya terjadi
sekitar tahun 1575. Perluasan ke daerah pedalaman baru terjadi pada masa
pemerintahan putra Raja Mahkota, yaitu Aji Di Langgar.
5. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI SULAWESI
Sejak abad ke-15, Sulawesi Selatan sudah didatangi oleh pedagangmuslim, baik
dari Malaka, Iawa, maupun Sumatra. Namiin, pada awala abad ke-I6, menurut Tome
Fires, ada seki tar lima puluh kerajaan masih nienyembali berhala, di antaranya yang
terkenal adalah Kerajaan Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Dalam
Hikayat Gowa-Tallo dan Wajo diketahui bahwa penyebaran Islam di Kerajaan Gowa
berjalan damai. Pembawa Islam ke Sulawesi adalah Dato’ri Bandaiig dan Dato’
Sulaeman. Secara resmi, Raja Gowa dan Tallo telah memeluk Islam pada tanggal 22
September 1605.
Selanjutnya, Kerajaan Gowa menundukkan Soppeng, Wajo, dan Bone. Akhirnya,
mereka secara resmi masuk Islam, yaitu Wajo pada 10 Mei 1610 dan Bone pada
tanggal 23 November 1611. Pada umumnya proses islamisasi di Indonesia
berlangsung secara damai, tetapi ada kalanya terjadi bentrokan militer. Hal itu
bukan karena masalah agama saja, tetapi didorong oleh ambisi politik dan
kepentingan ekonomi. Islam juga berfungsi sebagai alat persatuan dalam
menghadapi lawan yang mengancam kehidupan politik dan ekonomi.

BAB III
PENUTUP

14

A. Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi
lebih merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini,
juga masa yang akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat

Islam ber-pijak dan berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi
tersendiri yang tertanam dalam konteks
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan
memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di
berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf
permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian,
proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat
diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada
umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan
sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah
sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan
bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui
perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim.
Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik
untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam
mewujudkan suatu kerajaan Islam.
B. Kri