I. PENDAHULUAN - Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes

ISBN: 978-602-72412-0-6

  1, 2 Jurusan Biologi

  • – FMIPA – Universitas Negeri Malang
  • 3 Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang Email

      Berpikir kritis saat ini menjadi salah satu tujuan penting dari pendidikan. Di berbagai negara, berpikir kritis telah menjadi salah satu kompetensi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam pendidikan. Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan. Para pendidik telah lama menyadari pentingnya kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu output dari proses pembelajaran. Dewasa ini, Partnership for 21st Century Skills telah mengidentifikasi bahwa berpikir kritis menjadi salah satu dari beberapa kemampuan yang dibutuhkan untuk menyiapkan siswa pada jenjang pendidikan dan dunia kerja. Common Core State Standards menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai lintas disiplin ilmu yang sangat penting untuk siswa dan pekerja (Lai, 2011). Keterampilan berpikir kritis juga dinyatakan sebagai salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia (Liliasari, 2001).

      Para ahli telah melakukan penelitian tentang berpikir kritis dan bagaimana membelajarkannya selama lebih dari 100 tahun. Bahkan Socrates sudah menggunakan pendekatan berpikir kritis dalam pembelajaran hampir 2000 tahun yang lalu. Namun yang lebih dikenal secara luas sebagai bapak berpikir kritis modern adalah John Dewey yang merupakan tokoh filsuf, psikologis, dan pendidik di Amerika. John Dewey menyebut berpikir

      Kata kunci: berpikir kritis, terintegrasi tes essay

    Abstrak

    Berpikir kritis saat ini menjadi salah satu tujuan penting dari pendidikan.

      

    Perhatian terhadap pembelajaran berpikir kritis saat ini meningkat secara signifikan

    karena berbagai tujuan, dengan beragam cara asesmen yang dikembangkan, namun

    belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Hal ini membuka peluang

    pengembangan format asesmen kemampuan berpikir kritis sesuai dengan kondisi dan

    kebutuhan. Tulisan ini mengetengahkan format untuk asesmen berpikir kritis yang

    dimodifikasi dari Illinois Critical Thinking Essay Test yang dikembangkan oleh

    Finken dan Ennis (1993) dengan format minimal structure. Asesmen yang

    dimodifikasi ini dapat digunakan untuk menguji kemampuan berpikir kritis siswa

    melalui tes essay. Format asesmen ini disusun berdasarkan berbagai pertimbangan, di

    antaranya bentuk soal tes yang sering digunakan para pendidik di Indonesia. Format

    asesmen tersebut saat ini sedang diujicobakan pada berbagai penelitian tesis dan

    disertasi. Diharapkan format tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan

    asesmen berpikir kritis siswa melalui tes essay pada pembelajaran di kelas.

      Siti Zubaidah 1 , AD. Corebima 2 , Mistianah 3 Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

    I. PENDAHULUAN

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

      kritis sebagai berpikir reflektif. John Dewey menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti pada suatu keyakinan atau suatu bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya (Fisher, 2011). Berbagai kajian menunjukkan bahwa berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan diketahui berperan dalam perkembangan moral, sosial, mental, kognitif, dan sains (Hashemi dkk., 2010).

      Kemampuan berpikir kritis dapat digunakan siswa dalam mencermati berbagai pendapat orang lain yang sama atau berbeda. Berdasarkan pengetahuan tentang pendapat-pendapat yang bertentangan itu, seseorang dapat menilai dan memutuskan mana pendapat yang lebih condong kepada kebenaran ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dengan jelas, dan menjadi tidak pernah ragu dalam pengambilan keputusan.

      Hatcher dan Spencer (2005) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kebutuhan yang penting karena dibutuhkan dalam dunia kerja, dan dapat membantu seseorang menjawab pertanyaan mental dan spiritual, serta dapat digunakan untuk menilai orang, kebijakan, institusi dan juga dapat menghindarkan dari masalah sosial (Duron dkk., 2006). Menurut Bart (2010) pentingnya berpikir kritis antara lain: 1) kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan abad 21, 2) berpikir kritis merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan dan 3) berpikir kritis merupakan hasil utama dari pembelajaran abad 21.

      Paul (1990) menyatakan mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa terhadap materi pelajaran, penggunaan bahasa, menggunakan struktur logika berpikir logis, menguji kebenaran ilmu pengetahuan, dan pengalaman dari berbagai aspek akan memberikan dampak kepada mereka untuk menjadi siswa yang mandiri. Kemandirian intelektual ini penting dimiliki, ditambah lagi keberanian, kesopanan, dan keimanan, yang akan membawa para siswa menjadi orang dewasa yang bermoral dan bertanggung jawab di tengah kehidupan bermasyarakat. Menurut Marzano (1992), melatihkan keterampilan berpikir kritis sangat penting karena dapat mengembangkan sikap dan persepsi yang mendukung terciptanya kondisi kelas yang positif, memperoleh dan mengintegrasikan kemampuan, memperluas wawasan pengetahuan, mengaktualisasikan kebermaknaan pengetahuan, dan mengembangkan perilaku berpikir yang menguntungkan.

      Sejak awal 1980-an perhatian terhadap pembelajaran berpikir kritis meningkat signifikan, dengan beragam asesmen yang dikembangkan. Namun demikian, sejauh yang dipaparkan oleh Ennis (2001), belum ada kesepakatan tentang hal tersebut. Di antara asesmen yang tersedia, ada yang formatnya memungkinkan untuk digunakan namun sulit diterapkan dalam pembelajaran, dan adapula yang disusun dengan kurang hati-hati. Hal ini membuka peluang pengembangan format asesmen kemampuan berpikir kritis sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Ennis (2011) menyarankan agar asesmen berpikir kritis terus dikembangkan.

      Tulisan ini akan mengetengahkan ragam asesmen berpikir kritis dan usulan asesmen berpikir kritis yang dimodifikasi dari Illinois Critical Thinking Essay Test yang dikembangkan oleh Finken dan Ennis (1993) dengan format minimal structure. Asesmen yang dimodifikasi ini diharapkan dapat digunakan untuk menguji kemampuan berpikir kritis siswa melalui tes essay. Format asesmen ini disusun berdasarkan berbagai pertimbangan, di antaranya bentuk soal tes yang sering digunakan para pendidik di Indonesia. Format asesmen

    ISBN: 978-602-72412-0-6

      tersebut saat ini sedang diujicobakan pada berbagai penelitian tesis dan disertasi. Diharapkan format tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan asesmen berpikir kritis siswa melalui tes essay pada pembelajaran.

    II. PEMBAHASAN A. Berpikir Kritis

      Terdapat berbagai pengertian mengenai berpikir kritis. Kata kritis berasal dari bahasa Yunani yaitu kritikos dan kriterion (Paul dkk., 1997

      ). Kata kritikos berarti „pertimbangan‟ sedangkan kriterion mengandung makna „ukuran baku‟ atau „standar‟. Secara etimologi, kata

      ‟kritis‟ mengandung makna „pertimbangan yang didasarkan pada suatu ukuran baku atau standar‟. Dengan demikian secara etimologi berpikir kritis mengandung makna suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang untuk dapat memberi pertimbangan dengan menggunakan ukuran atau standar tertentu. Lai (2011) merangkum beberapa definisi tentang berpikir kritis berdasarkan kajian filosofi berikut ini.

      

     “The propensity and skill to engage in an activity with reflective skepticism” (McPeck, 1981)

     “Skillful, responsible thinking that facilitates good judgment because it 1) relies upon criteria, 2) is self-correcting, and 3) is sensitive to context

      ” (Lipman, 1988)  “Disciplined, self-directed thinking that exemplifies the perfections of thinking appropriate to a particular mode or domain of thought

      ” (Paul, 1992)  “Thinking that is goal-directed and purposive, “thinking aimed at forming a judgment,”

    where the thinking itself meets standards of adequacy and accuracy (Bailin dkk., 1999)

       “Judging in a reflective way what to do or what to believe” (Facione, 2000).

      Kuncel (2011) mengutip beberapa definisi berpikir kritis dari beberapa ahli berikut. Halpern (1988) menyatakan berpikir kritis sebagai kemampuan kognitif atau strategi kognitif yang dapat meningkatkan output yang diharapkan, dalam jangka panjang pemikir kritis akan memiliki output yang lebih daripada bukan pemikir kritis. Berpikir kritis adalah tujuan, alasan dan pengarah pada tujuan. Kemampuan berpikir kritis meliputi pemecahan masalah, membuat kesimpulan, menghitung kemungkinan, dan membuat keputusan. Ennis (1985) menyatakan bahwa “critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to

      believe or do

      ”. Facione (1990) menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai pengaturan diri dalam memutuskan sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan.

      Masih banyak lagi definisi berpikir kritis. Proulx (2004) mendefinisikan berpikir kritis sebagai sebuah proses menurut langkah-langkah untuk menganalisis, menguji, dan mengevaluasi argumen. Menurut Page (2006) berpikir kritis berhubungan dengan berpikir kognisi tingkat tinggi seperti menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Menurut Schafersman (1991), seseorang yang berpikir kritis akan dapat mengidentifikasi persoalan, menanyakan sesuatu, menyampaikan jawaban atau argumen, menemukan informasi lain.

      Definisi berpikir kritis yang lain adalah berikut ini.

      

    Critical thinking is the intellectually disciplined process of actively and skillfully

    conceptualizing, applying, synthesizing, and/or evaluating information gathered from, or

    generated by, observation, experience, reflection, reasoning, or communication as a guide

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

    to belief and action. In its exemplary form, it is based on universal intellectual values that

    trancend subject matter divisions: clarity, accuracy, precision, consistancy, relevance, sound

    evidence, good reasons, depth, breadth, and fairness. It entails the examination of those

    structures or elements of thought implicit in all reasoning: purpose, problem, or questionate-

    issue, assumptions, concepts, empirical grounding; reasoning leading to conclusions,

    implication and consequences, objection from alternative viewpoints, and frame of

    reference (Jenicek, 2006).

    B. Kriteria Berpikir Kritis

      Berpikir kritis terdiri atas berbagai komponen atau aspek. Banyak para ahli menyampaikan komponen atau aspek tersebut, di antaranya Bassham (2002) menyatakan bahwa komponen berpikir kritis mencakup aspek kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran. Menurut Paul dan Elder (2002) selain aspek

    • –aspek yang telah dikemukakan oleh Bassham perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari berpikir kritis.

      Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga bervariasi. Para ahli membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan dan pengaturan diri (APPA, 1990). Walker (1999) menyatakan bahwa karakter berpikir kritis adalah menjawab pertanyaan, merumuskan masalah, meneliti fakta- fakta, menganalisis asumsi dan memikirkan interpretasi.

      Garnison dkk. (2001) membagi empat keterampilan berpikir kritis, yaitu: (1) trigger

      

    event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu mengidentifikasi atau mengenali suatu isu,

      masalah, dilema dari pengalaman seseorang, yang disampaikan guru atau siswa lain, (2)

      

    exploration (eksplorasi), memikirkan ide personal dan sosial dalam rangka membuat

      persiapan keputusan, (3) integration (integrasi), yaitu mengkonstruksi maksud atau arti dari gagasan, dan mengintegrasikan informasi relevan yang telah diberikan pada tahap sebelumnya, dan (4) resolution (mengusulkan), yaitu mengusulkan solusi secara hipotetis, atau menerapkan solusi secara langsung kepada isu, dilema, atau masalah serta menguji gagasan dan hipotesis.

      Menurut Wade (1995) ada delapan karakteristik dari berpikir kritis yaitu: 1) kegiatan merumuskan pertanyaan, 2) membatasi permasalahan, 3) menguji data-data, 4) menganalisis berbagai pendapat dan bias, 5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional, 6) menghindari penyederhanaan berlebihan, 7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan 8) mentolerasi ambiguitas. Selanjutnya Fisher (2011) menekankan pada indikator keterampilan berpikir kritis yang penting meliputi: (1) mengatakan kebenaran pertanyaan atau pernyataan; (2) menganalisis pertanyaan atau pernyataan; (3) berpikir logis; (4) mengurutkan, misalnya secara temporal, secara logis, secara sebab-akibat; (5) mengklasifikasi, misalnya gagasan- gagasan, objek-objek; (6) memutuskan, misalnya apakah cukup bukti; (7) memprediksi (termasuk membenarkan prediksi); (8) berteori; dan (9) memahami orang lain dan dirinya.

      Norris dan Ennis (1989) membagi komponen kemampuan penguasaan pengetahuan menjadi lima keterampilan, yang selanjutnya disebut keterampilan berpikir kritis, seperti dipaparkan berikut. (1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab

    ISBN: 978-602-72412-0-6

      pertanyaan yang membutuhkan penjelasan atau tantangan. (2) Membangun keterampilan dasar (basic support), meliputi: mempertimbangkan kredibilitas sumber dan melakukan pertimbangan observasi. (3) Penarikan kesimpulan (inference), meliputi: menyusun dan mempertimbangkan deduksi, menyusun dan mempertimbangkan induksi, menyusun keputusan dan mempertimbangkan hasilnya. (4) Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), meliputi: mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi, dan mengidentifikasi asumsi. (5) Mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics), meliputi: menentukan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

      Menurut Ennis (1996) terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir kritis yang disingkat menjadi FRISCO : a.

      F (Focus): memfokuskan pertanyaan atau isu yang ada untuk membuat keputusan tentang apa yang diyakini.

      b.

      R (Reason): mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau menolak putusan-putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan.

      c.

      I (Inference): membuat kesimpulan yang beralasan atau meyakinkan. Bagian penting dari langkah penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan mencari pemecahan, pertimbangan dari interpretasi terhadap situasi dan bukti.

      d.

      S (Situation): memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir untuk membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) dan mengetahui arti istilah-istilah kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung.

      e.

      C (Clarity): menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan.

      f.

      O (Overview): meninjau kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang diambil.

    C. Asesmen Berpikir Kritis yang Dikenal

      Asesmen berpikir kritis penting dilakukan karena beberapa tujuan, di antaranya berikut ini.  Diagnosis tingkat kemampuan berpikir kritis dan watak siswa, sehingga guru dapat memutuskan apa yang akan diajarkan.

       Umpan balik terhadap siswa tentang kemampuan berpikir kritis mereka, sehingga guru dapat memutuskan apa yang harus dilakukan tentang hal itu.  Motivasi kepada siswa untuk menjadi pemikir kritis yang lebih baik.  Informasi pada guru tentang keberhasilan upaya mereka dalam mengajar berpikir kritis kepada siswa.  Informasi untuk penerimaan siswa dan bimbingan terhadap siswa.  Informasi untuk kebijakan sekolah dan hal-hal lain yang dapat dipertanggungjawabkan terkait kemampuan berpikir kritis siswa.

      Kedua alasan terakhir sering disebut penilaian yang high-stakes , yaitu “penilaian kepentingan tinggi”. Seperti dijelaskan sebelumnya, asesmen berpikir kritis dapat dilakukan untuk berbagai tujuan. Semakin tinggi penggunaan hasil asesmennya (high-stakes) dan semakin besar dana yang diperlukan, akan semakin rendah tujuan yang dapat dicapai (Ennis, 2011). Secara khusus, kelengkapan aspek berpikir kritis menjadi hambatan dalam asesmen yang high-stakes.

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

      Sejumlah instrumen terstandar yang mengukur berpikir kritis telah tersedia. Bers (2005) menunjukkan beberapa asesmen dari berpikir kritis, antara lain berikut ini. 1) Academic

      

    Profile , 2) California Critical Thinking Dispotition Inventory (CCTDI), tes ini disediakan dari

      asesmen mendalam (California Academic Press), untuk mengukur motivasi internal siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan; 3) California Critical Thinking skill Test (CCTST) yang mengases kemampuan berpikir kritis dan menalar baik individu ataupun kelompok; 4) College Base; 5) Collegiate

      

    Assessment of Academic Proficiency (CAAP); 6) Collegiate Learning Assessment Project

      (CLA); 7) Task in Critical Thinking; 8)Test of Everyday Reasoning; 9) Watson-Glaser

      

    Critical Thinking Appraisal ; 10) Community College Survey of Student Engagement (CCSSE)

    dan 11) Holistic Critical Thinking Scoring Rubric.

      Ennis (2001) juga menunjukkan berbagai tes mengenai berpikir kritis yang telah dipublikasi. Ragam tes tersebut dikelompokkan berdasarkan tujuannya apakah mengases satu aspek atau lebih dari satu aspek berpikir kritis. Tes yang dapat mengungkap lebih dari satu

      

    aspek berpikir kritis menurut Ennis (2001) adalah sebagai berikut: 1) The California Critical

    Thinking Skills Tes, 2) Cornell Critical Thinking Test Level X, 3) Cornell Critical Thinking

    Test Level Z, 4) The Ennis-Weir Critical Thinking Essay Test, 5) Judgment: Deductive Logic

    an Assumption Recognition, 6) New Jersey Test of Reasoning Skill, 7) Ross Test of Higher

    Cognitive Processes, 8) Test of Enquiry Skills, 9) Test of Inference Ability in Reading

    Comprehension, dan 10) Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal. Tes yang dapat

      mengungkap satu aspek berpikir kritis adalah sebagai berikut: 1) Cornell Class Reasoning

    Tes yang dikembangkan oleh R.H. Ennis, W.L. Gardiner, R. Morrow, D. Paulus, and L.

    Ringel; 2) Cornell Conditional Reasoning Test, 3) Logical Reasoning yang dikembangkan oleh A. Hertzka dan J.P. Guilford, dan 4) Test on Appraising Observations yang dikembangkan oleh S.P. Norris dan R. King.

      Pada saat menjadi direktur dari Cornell Critical Thinking Project pada tahun 1958- 1970, Ennis mengembangkan Cornell Critical Thinking Tests yang difokuskan pada aspek induksi, kredibilitas, prediksi, kekeliruan, deduksi, definisi, dan identifikasi asumsi.

      Selanjutnya Ennis mengembangkan Ennis-Weir Critical Thinking Essay Test dengan Weir. Tes ini fokus pada kebenaran, memberikan alasan, mengasumsikan, menilai pernyataan, memberikan alasan tepat, mencari alasan alternatif, menghindari penolakan, hal-hal yang tidak relevan, circularity, generalisasi berlebih dan bahasa yang tidak terarah. Pada tahun 1964 Ennis dan tim mempublikasikan Cornell Class-Reasoning Test dan Cornell Conditional-

      Reasoning Test (Paul dkk., 1997).

    D. Usulan Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

      Ketrampilan berpikir kritis merupakan salah satu kecakapan hidup personal yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat dilatihkan dengan beragam cara. Pada konteks belajar di kelas, kemampuan berpikir kritis dapat diintegrasikan bersama penerapan ragam model pembelajaran, seperti dicontohkan Zubaidah (2010). Pemikir berpikir kritis menyatakan bahwa…. “Critical thinking is inherently linked to effective learning”….

      Selain pengembangan kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran, sisi lain dari berpikir kritis yang perlu diperhatikan adalah pengukurannya. Salah satu tujuannya, jelas

    ISBN: 978-602-72412-0-6

      bahwa untuk mengetahui keberhasilan pengembangan kemampuan tersebut. Seperti telah disinggung pada awal tulisan, Ennis (2011) menyarankan agar asesmen berpikir kritis terus dikembangkan. Selama ini belum ada kesepakatan pasti mengenai definisi berpikir kritis sehingga peluang pengembangan asesmen berpikir kritis berdasarkan berbagai definisi terbuka luas.

      Menurut Ennis (2001) tes untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, dapat dibedakan menjadi tes spesifik untuk suatu topik dan tes yang umum (untuk semua topik). Tes berpikir kritis spesifik untuk suatu topik mengukur hanya satu topik atau subjek saja, sedangkan tes berpikir kritis umum mengunakan konten dari berbagai bidang atau bersifat umum. Komite

      

    National Academy of Education merekomendasikan untuk mengembangkan tes berpikir

      tingkat tinggi yang spesifik untuk suatu subjek. Pemahaman penuh mengenai suatu subjek atau topik menunjukkan bahwa seseorang dapat berpikir dengan baik pada suatu subjek. Ennis mengatakan bahwa belum ada tes berpikir kritis yang spesifik untuk suatu subjek yang tujuan utamanya adalah mengukur berpikir kritis pada suatu bidang atau topik yang spesifik (Ennis 2001).

      Terdapat banyak publikasi yang mengetengahkan asesmen berpikir kritis, yang sebagian besar berformat tes pilihan ganda. Tes tersebut memiliki kelebihan dalam hal efisiensi dan biaya, namun saat ini dianggap kurang komprehensif. Penyusunan tes pilihan ganda yang baik memerlukan banyak waktu dan membutuhkan serangkaian revisi, uji coba, dan serangkaian revisi ulang. Tulisan Norris & Ennis (1989) dapat dipelajari jika ingin mengembangkan asesmen berpikir kritis dengan format tes pilihan ganda.

      Menurut Ennis, asesmen yang dikembangkan untuk kemampuan berpikir kritis sebaiknya berformat tes open ended dibandingkan dengan tes pilihan ganda, karena tes open

      

    ended dinyatakan lebih komprehensif. Berikut ini beberapa macam asesmen berpikir kritis

    berformat tes open ended yang disampaikan Ennis (2011).

      1. Tes pilihan ganda dengan penjelasan tertulis.

      2. Tes essay berpikir kritis 3.

      Tes unjuk kerja (performance assessment) Pada usulan asesmen berpikir kritis dalam tulisan ini, lebih cenderung pada format tes essay. Format asesmen ini disusun berdasarkan berbagai pertimbangan, di antaranya bentuk soal tes yang sering digunakan para pendidik di Indonesia. Reiner dkk. (2002) menjelaskan bahwa pada umunya para pendidik lebih memilih bentuk pertanyaan essay daripada bentuk lain karena bentuk essay mendorong siswa untuk menunjukkan respon atau jawaban daripada hanya memilih jawaban. Beberapa ahli pendidikan menggunakan tes essay karena mempunyai potensi untuk mengungkap kemampuan siswa untuk mengungkapkan alasan, menyusun, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Beberapa kelebihan tes essay adalah 1) dapat digunakan untuk menilai kemampuan berpikir tingkat tinggi atau kemampuan berpikir kritis, 2) dapat mengevaluasi proses berpikir dan bernalar siswa, dan 3) memberikan pengalaman autentik.

      Lebih lanjut Reiner dkk., (2002) menyatakan bahwa tes essay merupakan cara yang efektif untuk menilai hasil pembelajaran yang kompleks yang tidak dapat diases dengan bentuk tes lainnya yang umum. Pada kenyataannya, beberapa proses berpikir yang kompleks hanya dapat diasses melalui tes essay. Tes essay berpikir kritis menurut Ennis (2001) dibagi

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

      menjadi tiga macam yaitu, high structure, medium stucture dan minimal structure. Contoh tes essay high structure adalah Ennis-Weir critical Thinking Essay Test. Pada tes essay high

      

    structure ditunjukkan sebuah topik argumetatif (sebuah surat untuk editor) dengan paragraf

      yang diberi nomor, yang sebagian besar masih salah. Selanjutnya siswa diminta untuk menilai kebenaran setiap paragraf dan keseluruhan topik, serta mempertahankan penilaian mereka tersebut. Selanjutnya tes essay medium stucture merupakan tes yang lebih disederhanakan dari high structure, yaitu dengan memberikan topik argumentatif dan meminta siswa memberi respon berupa argumen pada topik tersebut dan mempertahankan tanggapan tersebut tanpa menentukan organisasi respon. Contoh tes essay medium stucture adalah College Board AP

      

    test . Rubrik pensekoran untuk tes essay medium stucture dapat menggunakan penskoran

    holistic atau analytic. Rubrik penskoran holistic lebih cepat dan murah, sedangkan rubrik

      penskoran analytic memberikan informasi lebih banyak dan lebih bermanfaat untuk suatu tujuan tertentu.

      Ketiga adalah tes essay minimal structure yang merupakan bentuk paling sederhana karena terdiri dari suatu pertanyaan yang harus dijawab atau suatu masalah yang harus ditangani. Contoh tes essay minimal structure adalah Illinois Critical Thinking Essay Test yang dikembangkan oleh Finken dan Ennis (1993). Pada Illinois Critical Thinking Essay Test tersebut siswa diminta untuk mencari solusi tentang peraturan mengenai video musik dan mempertahankan solusi tersebut. Finken dan Ennis (1993) juga mengembangkan rubrik penskoran analytic dengan enam faktor, yaitu adaptasi dari pengembangan panduan penilaian yang telah dikembangkan oleh Illinois State Board of Education. Rubrik penskoran analytic tersebut telah terjamin karena tingkat konsistensinya yang tinggi. Pengembangan dengan model tes essay minimal structure ini cukup menjanjikan sebagai dasar pengembangan asessmen berpikir kritis ke depannya.

      Suatu hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan asesmen berpikir kritis adalah memperhatikan definisi berpikir kritis yang diacu. Asesmen berpikir kritis harus menunjukkan apa yang akan diases dengan jelas. Pada usulan asesmen berpikir kritis dalam tulisan ini, lebih cenderung pada definisi berpikir kritis menurut Ennis (1985), yaitu

      “critical

      thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do

      ”, dan beberapa aspek berpikir kritis menurut Ennis seperti telah dipaparkan sebelumnya. Berdasarkan paparan mengenai asesmen berpikir kritis model tes essay sebelumnya, diketahui bahwa tes essay minimal structure lebih menjanjikan untuk dikembangkan. Selain itu, model tes essay tersebut lebih sesuai untuk digunakan di Indonesia karena di Indonesia asesmen yang umum digunakan adalah dalam bentuk soal essay dengan jumlah yang banyak.

      Asessmen berpikir kritis pada kajian ini diadaptasi dari Illinois Critical Thinking Essay

      

    Test dan Guidelines for Scoring Illinois Critical Thinking Essay Test yang dikembangkan oleh

      Marguerite Finken dan Robert H. Ennis (1993). Asesmen tersebut ditujukan untuk siswa pada tingkatan SMA, namun dapat digunakan untuk tingkatan di atas dan di bawah SMA. Asesmen ini menekankan pada kemampuan berpikir kritis dan menulis. Pada asesmen tersebut, isu yang digunakan adalah "Bagaimana jika tampilan video musik para remaja diatur dalam perundangan?". Hal tersebut disebabkan video musik merupakan salah satu topik yang masih bersifat kontroversi. Beberapa orang termasuk para orang tua dan pemerintah Washington menyatakan bahwa video musik cenderung mengarah pada kebebasan seks dan kekerasan sehingga seharusnya dibuat suatu peraturan untuk mengaturnya. Di lain pihak, artis dan

    ISBN: 978-602-72412-0-6

      pelaku seni berpendapat bahwa orang tualah yang seharusnya mengatur apa saja yang patut ditonton oleh anak-anaknya. Pihak lain juga berpendapat bahwa seharusnya video musik tidak perlu diatur sama sekali. Selanjutnya, siswa diminta menanggapi isu tersebut.

      Finken dan Ennis juga memberikan petunjuk rinci untuk mengelola dan menghitung penilaian dari kemampuan siswa dalam memberikan argumen untuk menentukan kemampuan berpikir kritis dan menulis (termasuk rubriknya dengan cukup rinci). Pada petunjuk penskoran dari Illinois Critical Thinking Essay Test ada enam komponen yang dinilai. Komponen- komponen tersebut yaitu: 1) focus, 2) supporting reasons, 3) reasoning, 4) organization, 5) conventions dan, 6) integration.

      Prosedur penskoran mengikuti aturan-aturan sebagai berikut: 1) masing-masing dari enam komponen dinilai dalam enam skala penilaian; 2) skor penilaian maksimal terentang antara 6 sampai 36; 3) skor 1-3 mengindikasikan bahwa komponen-komponen berpikir kritis yang dinilai tidak nampak atau pada tahap

      “masih kurang berkembang” dan skor 4-6 menunjukkan komponen-komponen berpikir kritis berkembang dengan sangat baik; 4) setiap komponen dinilai secara terpisah kecuali untuk komponen integration. Banyak essay atau jawaban siswa yang mungkin akan tidak sesuai dengan petunjuk rubrik penskoran tersebut, oleh karena itu, kita dapat memilih skor yang paling sesuai dengan karakter essay atau jawaban siswa.

      Komponen pertama yaitu focus mengukur tingkat kebenaran dan kejelasan ide pokok atau tema dari suatu subjek atau topik pada karangan atau tulisan. Posisi atau pendapat ditunjukkan secara eksplisit di awal serta tetap dipertahankan dalam tulisan. Komponen focus lebih dari suatu pernyataan atau daftar dari sub-sub topik. Di awal tulisan, siswa harus menunjukkan maksud atau tujuan untuk mendukung satu atau beberapa opini pendapat dan meninjau poin utama dari dukungan tersebut. Komponen kedua adalah supporting reasons untuk melihat tingkat kebenaran, kejelasan, kepercayaan, kredibilitas dari alasan pendukung atau bukti serta sumber rujukan. Komponen ini fokus pada kualitas dan detail dari alasan.

      

    Supporting reasons biasanya lebih spesifik daripada kesimpulan. Kualitas dari komponen

    supporting reasons tergantung dari spesifikasi, kedalaman, keakuratan dan kredibilitasnya.

      Spesifikasi biasanya diperoleh melalui penggunaan detail yang konkret, contoh, dan alasan. Keakuratan atau kredibilitas dinilai dari apakah sumber rujukan atau acuan yang digunakan kredibel dan apakah alasan, contoh dan rincian tersebut merupakan fakta serta masuk akal.

      Komponen reasoning sebagai komponen ketiga menunjukkan tingkat kebenaran dan kejelasan dari kesimpulan yang didukung oleh alasan atau bukti, solusi alternatif, dan argumen. Komponen ini merupakan penggabungan kekuatan dari 1) tiga tipe alasan yang berbeda, 2) pengenalan dari sudut pandang yang berbeda, dan 3) tingkat kejelasan. Tiga tipe dari komponen reasoning yaitu generalizing, best-explanation inferring dan value judging.

      

    Generalizations disimpulkan dari contoh dan bukti pendukung. Best-explanation inferring

      baik jika masuk akal dan konsisten dengan fakta yang dipaparkan. Value judging merupakan pernyataan untuk menilai sesuatu. Pada tahap ini kita juga menilai cukup tidaknya alasan pendukung atau supporting reasons. Cukup tidaknya alasan pendukung tergantung dari jumlah, arti dan ketelitiannya.

      Komponen keempat organization memperlihatkan tingkat kejelasan dan keterkaitan antara alur berpikir dan ketegasan dari rencana. Komponen ini mengukur apakah komposisi jawaban atau tulisan menunjukkan struktur yang jelas dan apakah jawaban terkait satu sama

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

      lain secara logis. Komponen organization memiliki dua dimensi yaitu, dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal ditunjukkan oleh penggunaan paragraf dan transisi yang terkait dan koheren, sedangkan dimensi horizontal ditunjukan dari keterkaitan antar kalimat. Selanjutnya komponen conventions mengukur pemakaian tata bahasa dalam bahas inggris standar. Komponen terakhir yaitu integration menunjukkan evaluasi umum tentang kejelasan atau kebenaran tulisan apakah sesuai dengan tugas yang diberikan. Secara lengkap panduan penskoran dari Illinois Critical Thinking Essay Test dapat dilihat pada Tabel 1.

      Rubrik penilaian Finken dan Ennis (1993) tersebut sebenarnya sangat bagus, namun kurang praktis jika digunakan dalam tes essay untuk setiap matapelajaran, karena pada umumnya soal essay yang dibuat oleh para pendidik lebih dari satu soal. Rubrik tersebut digunakan hanya untuk satu soal essay atau satu wacana yang harus ditanggapi siswa. Berdasarkan berbagai pertimbangan seperti yang sudah dipaparkan maka disusun penilaian atau asesmen hasil tes keterampilan berpikir kritis yang diadaptasi dari Ennis dan Finken (1993). Sesuai dengan uraian sebelumnya, ada enam komponen berpikir kritis yang akan dinilai. Namun, dalam kajian ini hanya digunakan lima indikator dari enam indikator tersebut. Hal itu dikarenakan indikator kedua dan ketiga yaitu supporting reasons dan reasoning, setelah dikaji lagi secara mendalam dapat disatukan. Selanjutnya masing-masing indikator memiliki rentangan skor 1-6. Secara umum rentangan skor 1-3 menunjukkan indikator- indikator tersebut

      “belum nampak atau masih kurang berkembang”, sedangkan rentangan skor 4-6 menunjukkan indikator-indikator tersebut sudah

      “berkembang dengan baik”. Pada asesmen yang dikembangkan ini tidak menggunakan rentangan skor 1-6 namun menggunakan rentangan skor 0-5. Hal tersebut dikarenakan pada rentang skor ke-2 dan ke-3 tingkatannya hampir sama sehingga dapat dijadikan satu. Rubrik penilaian berpikir kritis yang diadaptasi dari Ennis dan Finken (1993) dengan rentangan skor 0-5 dapat dilihat pada Tabel 2.

    ISBN: 978-602-72412-0-6

      

    Tabel 1. Rubrik Berpikir kritis Struktur Minimal Menurut Finken dan Ennis (1993)

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

    Tabel 2. Rubrik Berpikir Kritis Dimodifikasi dari Finken dan Ennis (1993)

    Skor/ Poin Deskriptor

      5  Semua konsep benar, jelas dan spesifik  Semua uraian jawaban benar, jelas, dan spesifik, didukung oleh alasan yang kuat, benar, argumen jelas

     Alur berpikir baik, semua konsep saling berkaitan dan terpadu

     Tata bahasa baik dan benar  Semua aspek nampak, bukti baik dan seimbang

      4  Sebagian besar konsep benar, jelas namun kurang spesifik

     Sebagian besar uraian jawaban benar, jelas, namun kurang spesifik

     Alur berpikir baik, sebagian besar konsep saling berkaitan dan terpadu  Tata bahasa baik dan benar, ada kesalahan kecil  Semua aspek nampak, namun belum seimbang

      3  Sebagian kecil konsep benar dan jelas  Sebagian kecil uraian jawaban benar dan jelas namun alasan dan argumen tidak jelas  Alur berpikir cukup baik, sebagian kecil saling berkaitan  Tata bahasa cukup baik, ada kesalahan pada ejaan  Sebagian besar aspek yang nampak benar

      2  Konsep kurang fokus atau berlebihan atau meragukan  Uraian jawaban tidak mendukung  Alur berpikir kurang baik, konsep tidak saling berkaitan  Tata bahasa baik, kalimat tidak lengkap  Sebagian kecil aspek yang nampak benar

      1  Semua konsep tidak benar atau tidak mencukupi  Alasan tidak benar  Alur berpikir tidak baik  Tata bahasa tidak baik  Secara keseluruhan aspek tidak mencukupi Tidak ada jawaban atau jawaban salah

      Rubrik ini diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam mengukur keterampilan berpikir kritis siswa, sekalipun sudah banyak rubrik-rubrik berpikir kritis yang sudah ada. Rubrik ini sedang diujicobakan pada berbagai judul tesis dan disertasi di Universitas Neger i Malang. Berdasarkan hasil uji coba penerapan rubrik asesmen ini diketahui bahwa rubrik yang telah dimodifikasi tersebut dapat digunakan dengan mudah, praktis, dapat mengakomodasi masing-masing indikator berpikir kritis, efektif dan efisien.

    III. KEESIMPULAN

      “Berpikir kritis bisa dipelajari, bisa diperkirakan, dan bisa diajarkan (Facione,

    2010)”. Selama ini belum ada kesepakatan pasti mengenai asesmen berpikir kritis sehingga

      peluang pengembangan asesmen berpikir kritis terbuka luas. Berpikir kritis telah diketahui sangat penting untuk kehidupan seseorang. Berpikir kritis dapat dilatih melalui berbagai cara. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis dapat diintegrasikan dalam pembelajaran. Untuk melihat keberhasilan dalam upaya memberdayakan keterampilan berpikir kritis perlu dilakukan suatu pengukuran atau asesmen. Berbagai cara asesmen telah dikembangkan oleh para ahli, namun keterpakaian dalam pembelajaran sangat bervariasi. Pada tulisan ini telah disampaikan rubrik berpikir kritis yang diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif asesmen keterampilan berpikir kritis terintegrasi tes essay, yang dimodifikasi dari Finken dan Ennis (1993).

    ISBN: 978-602-72412-0-6

    IV. DAFTAR PUSTAKA

      A Physician’s Self-Paced Guide to Critical Thinking. Chicago: AMA Press.

      California: Sonomo State University.

      

    Paul, R. 1990. Critical Thinking: What Every Person Needs to Survive in A Rapidly Changing World.

      Business Simulation and Experimental Learning . 30(1): 71-78.

      Partnership for 21st Century Skills. 2009. Framework for 21st Century Learning. Retrieved October 29, 2009 froms/P21_framework.pdf Page, D, & Mukherjee, A. 2006. Using Negotiation Excercises to Promote Critical Thinking Skills.

      Juni 2001. Hal.55-66. Norris, S.P. and Ennis, R.H. 1989. Evaluating critical thinking. Pacific Grove, CA: Midwest Publications.

      Lai, E. 2011. Critical Thinking, A Literature Review. Research Report: 1-49, (Online), (http://www.pearsonassessments.com/, diakses 11 Maret 2015).

    Liliasari, 2001. Model Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

    Calon Guru Sebagai Kecenderungan Baru pada Era Globalisasi. Jurnal Pengajaran MIPA. 2(1).

      Kuncel, NR. 2011. Measurement and Meaning of Critical Thinking. Draft Report for the National Research Council‟s 21st Century Skills Workshop. (Online) , diakses tanggal 22 Maret 2015.

      Bart, WM. 2010. The Measurement and Teaching of Critical Thinking Skills. Educational Testing Research Center report 16th Study Group

      . (Online) 54685af43d68da92ec9864b1515d6fde.pdf, diakses tanggal 24 Maret 2015). Bers, T. 2005. Assessing Critical Thinking in Community Colleges. New Direction for Community Colleges, No. 130. Duron, R, Limbach, B, dan Waugh, W. 2006. Critical Thinking Framework For Any Discipline.

      

    Hashemi, SA, Naderi, E, Shariatmadari, A, Naraghi, MS, and Mehrabi, M. 2010. Science Production

    In Iranian Educational System By The Use Of Critical Thinking. International Journal of

    Instruction January 2010. Vol.3, No.1.

      Model and Tool to Assess Cognitive Presence . (Online) diakses tanggal 24 Maret 2015).

      Fisher, A. 2011. Critical Thinking: An Introduction. London: Cambridge University Press. Garnison, DR, Anderson, T, & Archer, W. 2001. Critical Thinking and Computer Conferencing: A

      Departement of Educational Policy Studies University of Illinois. (online) , diakses tanggal 24 Maret 2015.

      Facione, PA. 2010. Critical Thinking: What It Is ang Why It Counts. Insight Assesment.1-24 Finken dan Ennis. 1993. Illinois Critical Thinking Essay Test. Illinois Critical Thinking Project.

      Abilities. (online)rhennis/

    documents/TheNatureofCriticalThinking_51711_000.pdf ), diakses tanggal 23 Maret 2015.

      Ennis, R. H. 1996. Critical thinking. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall. Ennis, R. H. 2001. Critical Thinking Assessment.The Ohio State University. 32, (3). (Online) , diakses tanggal 23 Maret 2015.

    Ennis, R. H. 2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and

      

    International Journal of Teaching and Learning in Higher Education 2006, Volume 17,

    Number 2, 160-166. (Online) (http://www.isetl.org/ijtlhe/ ISSN 1812-9129, diakses tanggal 20 Maret 2015).

      Jenicek, M. 2006.

      

    Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi Tes Essay

    Paul, RW, & Linda, E, & Bartell, T. 1997. California Teacher Preparation for Instruction in Critical

      Thinking Research Findings and Policy Recommendations . California: California Commision on Teacher Credentialing.

      Paul, RW, & Linda, E. 2002. Critical Thinking: Tools for Taking Charge of Your Professional and Personal Life . Upper Saddle River, N.J.: Financial Times Prentice Hall. Proulx, G. 2004. Integrating Scientific Method & Critical Thinking in Classroom Debates on Environmental Issues. The American Biology Teacher. 66(1).

    Reiner, CM, Bothell, TW, Sudweeks, RR, dan Wood, B. 2002. Preparing Effective Essay Questions:

      A Self-directed Workbook for Educators . (Online) Diakses tanggal 23 Maret 2015).

      Schafersman, SD. 1991. An Introduction to Critical Thinking. (Online)(http://www. freeinquiry.com/critical- thinking.html/), diakses tanggal 20 Maret 2015.

      

    Wade, C. 1995. Using writing to develop and assess critical thinking. Teaching of Psychology, 22(1),

    24-28. Walker, GH. 1997. Critical Thinking. (Online) , diakses tanggal 21 Maret 2015.

    Zubaidah, S. 2010. Berpikir Kritis: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang Dapat Dikembangkan