“Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh : Dewi Nirmala NIM: 1110017000009

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir ktitis siswa yang diajarkan dengan strategi TTW menggunakan masalah tidak rutin dan siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional menggunakan masalah tidak rutin. Penelitian dilakukan di SMA Dharma Karya UT Pamulang, Tangerang Selatan, Tahun Ajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan Randomized Posttest-Only Control Group Design, yang melibatkan 51 siswa sebagai populasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen 65,4 dan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas kontrol 62,692. Berdasarkan perhitungan Analisis Kovarians (Ankova) melalui uji F pada pengujian hipotesis main effect dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) terhadap kemampuan berpikir kritis. Hal ini terlihat pada perhitungan pengujian main effect dengan α=5%, db1

= 1 dan db2= 48 didapatkan nilai Fhitung = 4,971 dan Ftabel = 4,04. Fhitung > Ftabel

(4,971 > 4,04), maka tolak H0 dan terima H1. Karena pengujian main effect

menunjukkan adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran Think-Talk-Write dan konvensional maka pengujian dilanjutkan pada simple effect, dengan α=5%, db= 49 didapatkan

thitung = 2,652 dan ttabel = 1,684. thitung > ttabel (2,652 > 1,684), maka tolak H0 terima

H1. Hal ini berarti terjadi hubungan yang positif antara TTW dengan berpikir

kritis, telihat dari uji –t ankova yang menunjukkan bahwa terima H1, maka

pengaruh pembelajaran TTW terhadap kemampuan berpikir kritis lebih baik dibanding pengaruh pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis.

Kata kunci : Think-Talk-Write (TTW), Berpikir Kritis Matematis, Masalah non Rutin, Ankova


(6)

ii

Toward Students’ Mathematic Critical Thinking Ability”. Skripsi for Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

The aims of this research are to discover students’ mathematic critical

thinking ability taught by TTW strategy using non routin problem and students taught by conventional strategy using non routine problem. The research has done in SMA Dharma Karya UT Pamulang, 2014/2015. The method used in this research is quasi experimental method by Randomized Posttest-Only Control Group Design which involved 51 students as the population. The instrument used in this research is critical thinking ability test.

The results of the research show that the average score of critical thinking ability in experimental class is 65,4 and the average score of critical thinking ability in control class is 62,692. Based on the calculation of the covariance analysis (ankova) through F test on main effect hypotheses examination, it can be concluded that there is influence of the application of Think-Talk-Write (TTW) learning toward critical thinking ability. It is shown on the calculation of main effect examination with α=5%, db1 = 1 and db2= 48 resulted to the score of

Fcount=4,971 and Ftable = 4,04. Fcount> Ftable (4,971 > 4,04), so it rejects H0 and

accepts H1. Because the main effect examination shows differences on critical

thinking ability between students who study using think-talk-write learning and conventional learning, so the examination is continue to simple effectwith α=5%,

db= 49 resulted so tcount = 2,652 and ttable= 1,684. tcount>ttable (2,652 > 1,684), so it

refuses H0 and accepts H1.It means that there is positive relation between TTW

with critical thinking, seen by –t ankova test which shows that it accepts H1, so the

influence of TTW learning toward critical thinking ability is better than the influence of conventional learning toward critical thinking ability.

Keywords:Think-Talk-Write (TTW), Mathematic Critical Thinking, Non Routine Problem, Ankova


(7)

iii

telah memberikan inspirasi tidak terhingga disetiap kata-kata yang penulis tulis di skripsi ini, serta juga kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengganti zaman kebodohan sampai zaman ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mengerti betul banyak sekali kekurangan dalam penulisan, proses penulisan, serta penelitian. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta nasehat positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, sehingga penulis dapat mengatasi kesulitan dan hambatan yang dialami. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Kadir M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Abdul Muin, S.Si. M,Pd., Sekertaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Otong Suhyanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyempatkan waktunya untuk melayani pertanyaan-pertanyaan penuh kebingungan dengan kesabaran dan senyuman, serta selalu memberikan titik terang ditengah kegaluan menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi dan semangat selama perkuliahan.


(8)

iv

dewan guru SMA Dharma Karya UT, Khususnya Ibu Dra. Susila Indrawati yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta siswa-siswa SMA Dharma Karya UT, khususnya kelas X (Sepuluh).

8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Junaidi Anang dan Ibunda Sih Royanah yang tak henti-hentinya mendoakan, dan memberikan motivasi. Serta seluruh keluarga yang mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabatku tersayang Khairiah Nuroctaviani, Afrina Amelia Dewi, Indah Permatasari, S.Pd, Emi Suhaemi, S.Pd dan Nuristia Fathu. Kakak ku Sitti Fatimah Arif, S.Si yang tak henti-hentinya memberikan semangat.

10. Arief Fadillah, S.Kom.I yang selalu meluangkan waktu untuk menemani dan memberikan doa dan motivasi serta tempat berbagi segala cerita selama proses penulisan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2010. Terimakasih untuk segala kehangatan yang diberikan selama empat tahun bersama.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan


(9)

v

Jakarta, 20 November 2014 Penulis


(10)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A.Deskripsi Teoritis ... 9

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis ... 8

2. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 11

3. Strategi Konvensional ... ... 15

4. Strategi Think-Talk-Write (TTW) ... 16

a. Landasan Teori Strategi Think-Talk-Write ... 18

b. Tahapan Strategi Think-Talk-Write ... ... 20

c. Masalah Tidak Rutin ... ... 21

d. Implementasi Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Menggunakan Masalah Tidak Rutin Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis ... ... 24


(11)

vii

B.Metode dan Desain Penelitian ... 31

C.Populasi dan Sampel ... 32

D.Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Instrumen Penelitian ... 33

1. Validitas Instrumen ... ... 36

a. Validitas Isi (Content Validity) ... ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 37

1. Analisis Kovarians (Ankova) ... ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A.Deskripsi Data ... 46

1. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa... 47

1.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen 47 1.2 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Kontrol ... 48

2. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis ... .. .... 50

2.1 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... ... 50

2.1 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol .. 52

B.Pengujian Hipotesis Dan Pembahasan ... 55

1. Pengujian Hipotesis Main Effect ... ... 57

2. Pengujian Hipotesis Simple Effect ... ... 59

3. Pembahasan ... ... 62

a. Proses Pembelajaran ... ... 62

b. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... ... 68

1. Memberikan Penjelasan Sederhana ... ... 70

2. Membangun Keterampilan Dasar ... ... 71

3. Menyimpulkan ... ... 73


(12)

viii


(13)

ix

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 32

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 34

Tabel 3.3 Pedoman Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 35

Tabel 3.4 Nilai Minimal CVR ... 37

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Kelas Eksperimen ... 47

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Kelas Kontrol ... 48

Tabel 4.3 Perbandingan Statistika Kemampuan Awal Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 49

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen ... 50

Table 4.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Kontrol ... 52

Tabel 4.6 Perbandingan Statistika Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.7 Tabel Ankova ... 57

Tabel 4.8 Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... ... 58

Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji F ... 59

Tabel 4.10 Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Setelah Dihilangkan Pengaruh Kemampuan Awal ... ... 60

Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t ... 60

Tabel 4.12 Perbandingan Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator ... ... 68


(14)

x

Gambar 4.1 Grafik Ogive Kurang Dari Kelas Eksperimen ... 51

Gambar 4.2 Grafik Ogiv Kurang dari Kelas Kontrol ... 53

Gambar 4.3 Kurva Distribusi Normal Dengan Statistik Uji-t ... 61

Gambar 4.4 Jawaban LKS 1 Kelas Eksperimen ... 64

Gambar 4.5 Jawaban LKS 1 Kelas Eksperimen ... 64

Gambar 4.6 Jawaban LKS 2 Kelas Eksperimen... 65

Gambar 4.7 Jawaban LKS 3 Kelas Eksperimen... 66

Gambar 4.8 Jawaban LKS 4 Kelas Eksperimen ... 66

Gambar 4.9 Aktivitas Kelas Eksperimen ... 67

Gambar 4.10 Perbandingan Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator ... ... 69

Gambar 4.11 Jawaban Post Test (a) Siswa Kelas Eksperimen (b) Siswa Kelas Kontrol ... 70

Gambar 4.12 J awaban Post Test Kelas Eksperimen ... ... 71

Gambar 4.13 Jawaban Post Test Nomor 1 ... ... 72

Gambar 4.14 (a) Jawaban Siswa Yang Lupa Menuliskan Kata “Terbukti” (b) Jawaban Siswa Yang Tidak Menuliskan Kata “Terbukti” Karena Tidak Mampu Menyelesaikan Soal Secara Tepat ... 73


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 81

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... .... 127

Lampiran 3 Materi Pembelajaran ... ... 157

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... ... 167

Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrumen Soal Berpikir Kritis ... ... 180

Lampiran 6 Content Validity Ratio ... ... 182

Lampiran 7 Soal Post Test ... ... 186

Lampiran 8 Hasil Tes Kemampuan Awal ... ... 193

Lampiran 9 Tabel Distribusi Kemampuan Awal Kelas Eksperimen ... 194

Lampiran 10 Pehitungan Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku Kemiringan, Ketajaman Kemampuan Awal Kelas Eksperimen 195 Lampiran 11 Tabel Distribusi Kemampuan Awal Kelas Kontrol ... 196

Lampiran 12 Perhitungan Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku Kemiringan, Ketajaman Kemampuan Awal Kelas Kontrol .. .. 197

Lampiran 13 Hasil Post Test ... ... 198

Lampiran 14 Tabel Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 199

Lampiran 15 Perhitungan Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku Kemiringan, Ketajaman Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... ... 200

Lampiran 16 Tabel Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 201

Lampiran 17 Perhitungan Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku Kemiringan, Ketajaman Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... ... 202

Lampiran 18 Ketercapaian Indikator Kelas Eksperimen dan Kontrol ... .. 203

Lampiran 19 Tabel Kerja Analisis Kovarians (Ankova) ... ... 207

Lampiran 20 Pengujian Hipotesis ... ... 209


(16)

xii

Lampiran 22 Lembar Observasi Aktivitas Mengajar ... ... 221 Lampiran 23 Surat Keterangan Penelitian ... ... 221 Lampiran 24 Uji Referensi ... 223


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era teknologi yang sedang terjadi berdampak pada arus informasi yang tidak terbatas, hal ini memiliki dua sisi yang tak bisa dipisahkan yaitu sisi positif dan negatif. Saat ini akses untuk mendapatkan informasi sangat mudah, hal ini dapat berdampak buruk jika kita tidak mampu memilih-milih informasi yang bermanfaat bagi kehidupan kita. Maka, dibutuhkan keahlian dalam memilih informasi yang bermanfaat positif bagi kehidupan kita karena jika tidak mampu menyesuaikan diri dalam arus informasi yang tak terbatas tersebut kita bisa memiliki banyak permasalahan. Sehingga, pada era teknologi ini kita dituntut untuk mampu berpikir logis, kritis dan kreatif terhadap informasi yang ada agar kita mampu menghadapi berjuta tantangan yang ada. Salah satu disiplin ilmu yang memfasilitasi dalam melatih kemampuan berpikir inovatif, kritis dan kreatif adalah matematika, hal ini terlihat dalam visi matematika yaitu matematika memberi peluang berkembangnya kemampuan menalar yang logis, sistimatik, kritis, cermat dan kreatif.1

Sehingga dari hal yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan dibutuhkan kemampuan matematika yang tinggi dalam menghadapi era teknologi, khususnya kemampuan berpikir kritis karena menurut rasiman berpikir kritis dipandang sebagai kemampuan berpikir seseorang untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki.2 Namun sayangnya kemampuan matematika siswa masih rendah hal ini terlihat dari peringkat Programme for International Student Assessment

(PISA) 2012 untuk literasi matematika yang diperoleh Indonesia yaitu peringkat

1

Enung Sumaryati dan Utari Sumarmo, “Pendekatan Induktif-Deduktif Disertai Strategi Think-Pair-Square-ShareUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Berpikir Serta Disposisi Matematis Siswa SMA”, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol.2, No.1, 2013, h. 31.

2

Rasiman, “Penelusuran Proses Berpikir Kritis Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Bagi Siswa Dengan Kemampuan Matematika Tinggi”, 2014, h.3, e -journal.ikippgrismg.ac.id/index.php/aksioma/article/download/221/192


(18)

ke 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dengan skor 375.3 Salah satu yang diduga menjadi penyebab rendahnya peringkat Indonesia dalam PISA adalah penggunaan strategi konvensional dalam pembelajaran matematika sehingga guru menjadi pusat pembelajaran yang akhirnya menjadikan siswa pasif selama kegiatan pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dan tepat akan memberikan kontribusi yang baik pula bagi siswa. Sebaliknya jika guru tidak mampu mengemas pembelajaran dengan baik akan menyebabkan sulit berkembangnya potensi-potensi yang dimiliki siswa. Penyebab lainnya adalah penggunaan soal-soal rutin sehingga siswa cenderung menghafal langkah pengerjaan dalam menyelesaikan masalah, dan meniru apa yang dikerjakan guru sehingga siswa merasa cukup hanya dengan menghafal serta mencontoh apa yang diberikan oleh gurunya.

Berdasarkan observasi disalah satu sekolah di daerah Tangerang Selatan pada tanggal 3 september 2013 hal-hal yang diduga menjadi penyebab rendahnya peringkat Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 yang telah dikemukakan diatas jelas terjadi. Selama proses pembelajaran matematika berlangsung siswa hanya cenderung menghafal dan meniru langkah-langkah penyelesaian yang diberikan oleh guru, hal ini terjadi karena siswa tidak terampil dalam memahami soal akan tetapi mereka hanya terbiasa menghafal soal dan penyelesaiannya serta siswa tidak terbiasa untuk menganalisis dan memahami langkah-langkah penyelesaian yang telah diberikan tersebut. Sehingga siswa tidak mampu mengembangkan pengetahuan yang ia miliki. Hal ini terlihat ketika siswa diberikan soal yang berbeda dari contoh, mereka merasa kesulitan yang pada akhirnya mereka tidak mampu mengerjakan soal tersebut. Inti dari permasalahan yang terjadi adalah siswa tidak mampu menganalisis sehingga siswa juga tidak mampu mengkonstruksi pengetahuannya. Aktivitas analisis merupakan salah satu

3

Renatha Swasty, Pendidikan Indonesia Peringkat 64 dari 65 Negara, 2014,

(www.metrotvnews.com/read/news/2013/12/06/199491/Pendidikan-Indonesia-Peringkat-64-dari-65-Negara)


(19)

indikator berpikir kritis.4 Selain itu, ketika siswa diberikan soal yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis hanya satu siswa yang mampu mencapai nilai 75 dan rata-rata nilai dari satu kelas tersebut adalah 38,26, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa di sekolah tersebut rendah.

Pada saat observasi berlangsung diperoleh fakta bahwa selama proses pembelajaran guru menggunakan strategi konvensional dengan metode ceramah dan menggunakan soal-soal yang ada pada buku pegangan siswa, sedangkan ragam soal yang ada pada buku pegangan siswa tersebut sangat minim sekali soal-soal non rutin. Hal ini memicu tidak berkembangnya kemampuan berpikir siswa. Buku yang dijadikan pegangan siswa kelas X semester ganjil selama proses pembelajaran minim sekali soal-soal non rutin, soal-soal yang terdapat pada buku pegangan siswa kebanyakan hanya soal-soal rutin. Soal-soal non rutin yang ada pada buku pegangan siswa hanya 21 soal, 21 soal itu tersebar pada bab persamaan kuadrat, sistem persamaan linear dan kuadrat, dan pertidaksamaan. Namun pada bab bentuk pangkat, akar, dan logaritma tidak ditemukan satupun soal non rutin.

Penggunaan strategi konvensional yang menitikberatkan pada soal-soal rutin saja tidak melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya kemampuan berpikir kritis. Upaya untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru, hal ini tampak dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan, guru lebih banyak memberikan informasi dengan metode ceramah sedangkan keterampilan berpikir kritis tidak datang dengan sendirinya, harus ada upaya yang sistematis untuk mencapainya. Upaya sistematis itu dapat ditempuh dengan cara pemberian soal yang mampu melatih keterampilan berpikir kritis. Namun yang terjadi adalah siswa jarang sekali dituntut untuk menganalisis apakah informasi yang diberikan pada soal dapat digunakan semuanya dalam penyelesaian masalah tersebut atau tidak. Selain itu siswa juga tidak dituntut untuk mengetahui konsep matematika apa saja yang ia gunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut, hal ini diungkapkan guru ketika wawancara

4

Dina Mayadiana Suwarma, Suatu Alternatif Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 4


(20)

bahwa guru jarang sekali meminta siswa untuk mencantumkan keterangan penggunaan konsep matematika apa yang mereka gunakan disetiap langkah penyelesaian. Masalah terakhir yaitu siswa seringkali melupakan kesimpulan yang mereka dapat dari hasil perhitungan mereka seperti pernyataan “terbukti” atau “tidak terbukti” pada soal-soal pembuktian, mereka hanya fokus pada proses perhitungan.

Ketiga hal yang diungkapkan diatas merupakan indikator berpikir kritis menurut Ennis yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, dan kesimpulan. Nampak bahwa upaya sistematis untuk membangun keterampilan berpikir kritis belum dilakukan. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang dapat dimiliki oleh semua orang namun harus ada upaya yang dilakukan dalam merangsang kemampuan tersebut. Seseorang yang memiliki kemampuan awal tinggi namun tidak pernah ada upaya sistematis untuk membangun kemampuan berpikir kritis, maka kemampuan tersebut tidak akan berkembang secara maksimal, berbeda dengan seseorang yang memiliki kemampuan awal kurang tinggi namun adanya upaya sistematis yang dilakukan dalam membangun kemampuan berpikir kritis maka kemampuan berpikir kritisnya akan lebih baik dibanding seseorang yang memiliki kemampuan awal tinggi namun tidak ada upaya sistematis dalam membangun kemampuan tersebut. Hal lain yang harus diperhatikan adalah aktivitas dan proses berpikir akan terjadi apabila seorang individu berhadapan dengan suatu masalah yang menantang sehingga dapat memicunya berpikir untuk menemukan solusi atau jawaban terhadap masalah yang dihadapinya, maka penggunaan soal-soal non rutin dalam strategi pembelajaran merupakan solusi dari permasalahan yang telah diuraikan. Masalah tidak rutin adalah masalah yang metode penyelesaiannya tidak diketahui dimuka, masalah non rutin menuntut pemikiran produktif seseorang untuk menciptakan strategi, pendekatan dan teknik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pengetahuan dan keterampilan saja tidak cukup ia juga harus mampu memilih pengetahuan dan keterampilan mana yang relevan dan memanfaatkan


(21)

hasil pilihannya itu untuk menangani masalah tidak rutin tersebut.5 Selain penggunaan soal-soal tidak rutin, solusi lain yang harus dipikirkan untuk menyelesaikan masalah berpikir kritis adalah pmbelajaran yang mampu memacu siswa untuk aktif sehingga siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya. Pembelajaran yang mampu membuat siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif.

Menurut Wahyu Hidayat pembelajaran Think-Talk-Write merupakan salah satu pembelajaran yang mengarah pada kemampuan berpikir kritis. Think-Talk-Write (TTW) ini memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Tahapan Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) ini sesuai dengan namanya yaitu think (berpikir), talk (berbicara/berdiskusi), dan write

(menilis). Strategi TTW ini dapat memicu siswa untuk bekerja secara aktif, jika siswa diberikan soal-soal yang memiliki jawaban divergen atau open-ended.6

Berawal dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti akan melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah menggunakan strategi konvensional, guru yang menjadi satu-satunya sumber pengetahuan sehingga guru mendominasi selama proses pembelajaran, sehingga siswa menjadi pasif, akhirnya siswa tidak mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. 2. Penggunaan soal-soal rutin dalam pembelajaran sehingga siswa hanya meniru

serta menghafal.

5

Guru Pembaharu, Panduan Olimpiade Sains Nasional, 2014 , h. 1 http://gurupembaharu.com/home/download/matematika.pdf

6

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 220


(22)

3. Kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah karena jarang sekali dikembangkan oleh guru. Hal tersebut diduga karena kurang tepatnya strategi dan penggunaan soal-soal rutin selama pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas maka dibutuhkan pembatasan masalah agar penelitian ini terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW) yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu: Think (membuat catatan kecil dari masalah yang diberikan), Talk (Berdiskusi), Write (Menulis).

2. Masalah matematika diklasifikasikan menjadi masalah rutin dan non rutin, dalam penelitian menggunakan masalah non rutin.

3. Masalah kemampuan berpikir yang ditemukan di lapangan beragam diantaranya kemampuan pemahaman konsep, berpikir kritis, koneksi, pemecahan masalah, dll. Namun, pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada permasalahan kemampuan berpikir kritis.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)?

2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan secara konvensional?

3. Dengan mengontrol kemampuan awal siswa, apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan pembelajaran

Think-Talk-Write dibanding siswa yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional?


(23)

4. Apakah pengaruh pembelajaran TTW terhadap kemampuan berpikir kritis lebih baik dibanding pengaruh pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajarkan dengan strategi Think-Talk-Write menggunakan soal tidak rutin.

2. Mengetahui kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional menggunakan masalah tidak rutin.

3. Membandingkan kemampuan berpikir kritis matematik antara siswa yang diajarkan dengan strategi Think-Talk-Write dan siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional.

4. Membandingkan pengaruh strategi Think-Talk-Write dan strategi konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Siswa:

 Strategi Think-Talk-Write menggunakan soal tidak rutin dinilai mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

 Merasakan pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran biasanya.

 Dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa dan mengurangi tingkat kejenuhan siswa dalam belajar.

2. Bagi Guru:

 Sebagai alternatif dalam pemilihan strategi pembelajaran sehingga dapat mengkombinasikan dengan strategi lain untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa.


(24)

 Memperluas wawasan mengenai penggunaan strategi Think-Talk-Write

dalam proses pembelajaran.

 Dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

3. Bagi Sekolah:

 Memiliki referensi tambahan tentang strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika disekolah.

4. Bagi Peneliti

 Dapat dijadikan referensi baru dalam menggunakan strategi pembelajaran

Think-Tak-Write.

 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.


(25)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis tidak datang dengan sendirinya, harus ada upaya sistematis yang mampu merangsang aktivitas berpikir secara maksimal, proses berpikir akan terjadi apabila seseorang berhadapan dengan suatu masalah yang menantang sehingga dapat memicunya berpikir untuk menemukan solusi atau jawaban terhadap masalah yang dihadapinya. Sedangkan definisi berpikir secara umum adalah sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh pengetahuan.1 Ruggiero mengartikan berpikir merupakan aktivitas mental seseorang dalam memecahkan masalah, memformulasikan dan untuk memenuhi hasrat ingin tahu.2 Hal ini menunjukkan ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan suatu masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, ia sedang melakukan aktivitas berpikir. Dalam proses belajar mengajar, kemampuan berpikir siswa dapat dikembangkan melalui memperkaya pengalaman yang bermakna melalui persoalan pemecahan masalah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berpikir kritis adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu secara tajam dalam penganalisaannya. Berpikir kritis menurut para ahli diantaranya John Dewey mendefinisikan berpikir kritis sebagai: “Pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi

kecenderungannya”.3

Hal yang senada juga disampaikan oleh Halpen, menurutnya

1

Suwarma, op. cit., h. 3

2

Tatag Yuli, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 13

3

Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, Terj. Dari Critical Thinking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 2


(26)

berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan.4 Sedangkan, menurut Robert Ennis mendefinisikan berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.5 Dari pemaparan diatas dapat dirumuskan pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu proses berpikir seseorang dalam memecahkan suatu masalah atau membuat suatu keputusan berdasarkan analisis dari pemikiran yang tajam serta pertimbangan yang aktif secara terus menerus.

Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan berpikir kritis seseorang maka diperlukan variabel yang mampu memberikan indikasi bahwa seseorang tersebut memiliki keterampilan berpikir kritis. Hal yang mampu menunjukkan bahwa seseorang memiliki keterampilan berpikir kritis diantaranya menurut Gleser terdapat 12 indikator berpikir kritis, yaitu:6

1. Mengenal masalah.

2. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai menangani masalah-masalah tersebut.

3. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan. 4. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan. 5. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas. 6. Menganalisis data.

7. Menilai fakta dan mengevaluasi pernyatan-pernyataan.

8. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah.

9. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan. 10. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang

ambil.

11. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas.

4

Arief Achmad, Memahami Berpikir Kritis, 2014, http://www.re-searchengines.com/1007arief3.html

5

Alec Fisher, op. Cit., h. 4

6


(27)

12. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya menurut Ennis ada lima indikator untuk mengukur bahwa seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis, antara lain:7

1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)

2. Membangun keterampilan dasar (basic support)

3. Menyimpulkan (inferring)

4. Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification)

5. Mengatur strategi dan taktik (strategies and tacties)

2. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Seperti yang telah dirumuskan sebelumnya bahwa berpikir kritis adalah proses seseorang dalam memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan yang sistematik untuk sampai pada kesimpulan atau pengambilan keputusan. Untuk mendapatkan definisi berpikir kritis matematis terlebih dahulu kita mengetahui definisi matematika. Berdasarkan

etimologi perkataan “matematika” berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh

dengan bernalar.8 Hal ini terjadi karena dalam matematika lebih menekankan aktivitas penalaran. Matematika erat kaitannya dengan penalaran, seperti yang dikemukakan oleh Sumardyono bahwa matematika sebagai cara bernalar, matematika dapat dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.9 Penalaran dan pembuktian matematika erat kaitannya dengan berpikir kritis, karena penalaran dan pembuktian merupakan sebagai elemen terkait dalam

berpikir kritis menurut O’Daffer dan Thornquist.10

7

Suwarma, op. cit. h. 13

8

M. Jainuri, Hakekat Matematika, 2014, h. 1, https://www.academia.edu/7216165/Hakikat_Matematika

9

Ibid., h. 3

10


(28)

Menurut beberapa ahli seperti Craver, Kuhn, Ennis menyatakan bahwa secara epistimologi berpikir kritis matematika berbeda dengan dengan berpikir pada bidang lainnya hal ini dikarenakan adanya situasi yang berbeda.11 Situasi yang berbeda akan menimbulkan definisi berpikir kritis yang berbeda pula, contohnya Ennis berfokus pada adanya perbedaan penalaran pada tiap bidang. Pada bidang matematika hanya menerima pembuktian deduktif untuk menyusun kesimpulan akhir sedangkan dibidang lainnya pembuktian deduktif itu tidak diperlukan dalam mendapatkan kesimpulan akhir.

Glaser mendefinisikan berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi-situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif.12 Secara garis besar Glaser mendefinisikan berpikir kritis secara umum ataupun dalam bidang matematika menjadi dua bagian yang saling terkait yaitu sikap atau disposisi dan keterampilan berpikir.

Dari uraian yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan berpikir kritis matematika adalah proses seseorang dalam memecahkan suatu masalah, memenuhi hasrat keingintahuan melalui cara pembuktian yang valid atau sifat penalaran matematika yang sistematis untuk sampai pada kesimpulan atau pengambilan keputusan.

Keterampilan berpikir kritis matematika merupakan keterampilan yang diperlukan seseorang dalam berpikir kritis pada bahasan matematika. Berdasarkan uraian indikator menurut beberapa ahli pada pembahasan sebelumnya, penggunaan indikator berpikir kritis matematika pada penelitian ini menggunakan indikator yang dimodifikasi dari indikator berpikir kritis menurut Ennis yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut, mengatur strategi dan taktik. Secara operasional indikator tersebut dimodifikasi menjadi tiga yaitu:

1. Memberikan penjelasan sederhana

11

Ibid., h.7.

12


(29)

2. Membangun keterampilan dasar, strategi dan taktik. 3. Menyimpulkan dan membuat penjelasan lebih lanjut.

Indikator tersebut dimodifikasi berdasarkan kebutuhan dalam penelitian. Pada penelitian ini peneliti akan meneliti kemampuan berpikir kritis matematika melalui materi logaritma. Indikator membangun keterampilan dasar dan strategi, taktik dijadikan satu karena membangun keterampilan dasar mencakup memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan, alasan dari jawaban tersebut merupakan sifat-sifat logaritma yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Jika siswa sudah mampu mengetahui sifat-sifat apa saja yang digunakan dalam menyelesaikan soal logaritma berarti siswa juga telah mengetahui strategi dan taktik apa yang akan ia gunakan. Selanjutnya, alasan mengapa menyimpulkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut digabung jadi satu karena soal logaritma bukan merupakan soal yang setelah didapatkan hasil jawabannya perlu dijelaskan lagi menggunakan kalimat masing-masing siswa. Sehingga, indikator menyimpulkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut dapat dianggap satu. Pada penelitian ini akan digunakan soal tidak rutin yang merupakan soal-soal pembuktian. Berikut akan dijelaskan indikator yang digunakan dan kaitannya dengan materi logaritma.

1. Kemampuan memberikan penjelasan sederhana: mencakup mengidentifikasi informasi yang relevan dengan masalah.

Sesuai dengan definisi berpikir kritis yang merupakan proses seseorang dalam memecahkan masalah tentu siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi informasi mana saja yang relevan dari informasi-informasi yang dipaparkan, hal ini tentu menuntut siswa untuk memiliki keterampilan dalam menganalisis informasi-informasi tersebut dan mampu merangsang aktivitas berpikir siswa. Konsep matematika yang diberikan adalah soal-soal pembuktian, akan terdapat banyak informasi yang disajikan namun tidak semua informasi berguna untuk membantu membuktikan soal pembuktian tersebut. Alternatif yang kedua yaitu informasi yang diberikan bisa dikembangkan sehingga mampu menghasilkan informasi baru yang relevan dengan solusi penyelesaian yang akan digunakan. Alternatif yang ketiga untuk indikator ini adalah siswa menuliskan


(30)

informasi-informasi yang relevan dengan masalah berdasarkan informasi-informasi yang diketahui disoal.

2. Kemampuan membangun keterampilan dasar mencakup kemampuan strategi dan taktik, dan memberikan alasan mengenai jawaban yang dikemukakan.

Seringkali siswa hanya mampu menghafal prosedur penyelesaian dari sebuah masalah tanpa memahami mengapa masalah tersebut diselesaikan dengan langkah seperti itu. Konsep matematika yang ingin diteliti adalah siswa mampu memahami mengapa ia memilih suatu metode penyelesaian dalam suatu masalah dengan mengungkapkan alasan-alasan mengenai jawaban yang telah mereka berikan, alasan itu berupa penggunaan sifat-sifat logaritma yang dicantumkan setiap kali menggunakan sifat-sifat logaritma dalam membuktikan masalah pembuktian tersebut, seiring dengan penggunaan sifat-sifat logaritma siswa juga akan mampu menemukan strategi apa yang akan ia gunakan dalam memecahkan soal tersebut. Pada soal pembuktian logaritma ini tentu akan menggunakan sifat-sifat logaritma sehingga dengan adanya alasan dari setiap langkah dalam menyelesaikan soal pembuktian mampu memberikan informasi bahwa siswa memahami apa yang ia kerjakan.

3. Kemampuan menyimpulkan, mencakup menarik kesimpulan berdasarkan data yang diberikan dan memberikan penjelasan lebih lanjut.

Kemampuan menyimpulkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut berdasarkan data yang diberikan adalah solusi akhir dari penyelesaian suatu masalah pembuktian berupa pernyataan terbukti atau tidak terbukti. Kemampuan menyimpulkan merupakan tahap akhir siswa dalam menyelesaikan masalahnya. Solusi ini diperoleh dari dua tahap yang terjadi sebelumnya.

Contoh soal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis

Apakah garis g menyinggung kurva dititik yang berabsis , dan garis h yang menyinggung kurva dititik yang berabsis masing-masing


(31)

membentuk sudut 600 dengan sumbu X ? apa alasannya? Bagaimana kedudukan antara garis g dan garis h tersebut? Jelaskan!13

Soal tersebut merupakan soal yang mampu mengukur kemampuan berpikir kritis siswa karena pada soal tersebut merupakan masalah dimana individu tidak dapat dengan cepat mengetahui bagaimana menentukan solusi dari persoalan. Pada soal tersebut informasi yang diberikan berupa persamaan sebuah kurva, untuk dapat menyelesaikan soal tersebut siswa terlebih dahulu memvisualisasikan informasi-informasi yang ada. Selain itu pada soal tersebut memuat indikator berpikir kritis kemampuan membangun keterampilan dasar, menyimpulkan dan kemampuan memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada soal tersebut siswa dituntut untuk mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang telah dikemukakan melalui bahasa sehari-hari siswa diikuti dengan penyelesaaian dari masalah yang dintanyakan. Selain itu, pada soal tersebut diakhir penyelesaian siswa dituntut untuk mampu menginterpretasikan jawaban yang mereka berikan menggunakan bahasa mereka masing-masing.

3. Strategi Konvensional

Konvensional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya berdasarkan kebiasaan atau tradisional. Jadi strategi konvensional adalah strategi klasikan yang sering digunakan guru seperti yang sering dipakai disekolah setiap harinya. Strategi yang digunakan di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian adalah strategi ekspositori.

Strategi ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal.14 Pada pembelajaran dengan strategi ekspositori, dominasi guru banyak berkurang karena guru tidak terus menerus bicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja.

13

Sumaryati dan Sumarmo, op. cit., h. 35

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. VI, h.179


(32)

Siswa tidak hanya mendengarkan dan membuat catatan, tetapi juga mengerjakan soal latihan dan bertanya apabila tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual, menjelaskan lagi kepada siswa secara individual dan klasikal.

Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori, yaitu :15

a. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini.

b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

4. Strategi Think-Talk-Write (TTW)

Strategi Think-Talk-Write ini diperkenalkan oleh DeAnn Huinker dan

Connie Laughlin pada tahun 1996. Mereka mengatakan bahwa: “Thinking and

talking are important steps in the process of bringing meaning into student’s

writing”.16

Menurut mereka berpikir dan berbicara merupakan langkah yang penting dalam proses membawa pemahaman yang pada akhirnya akan ditulis oleh siswa. Sehingga strategi ini dinamakan Think-Talk-Write. Mereka juga

mengatakan: “The Think-Talk-Write strategy builds in time for thought and reflection and for the organization of ideas and the testing of those ideas before students are expected to write”.17 Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa strategi ini membangun pemikiran dan refleksi pada waktu yang sama dan pengorganisasian dari ide-ide yang dimiliki siswa lalu menguji ide

15

Ibid.

16

De Ann dan Connie Laughlin, Talk Your Way Into Writing, Communication in Mathematics: K-12 and Beyond, 1996. h. 81

17


(33)

tersebut melalui percakapan yang terstruktur sebelum akhirnya siswa diharapakan mampu menuliskan ide-ide tersebut. Sedangkan menurut Miftahul Huda Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar.18

Tahap Think pada strategi TTW ini penting untuk mengubah kebiasaan siswa ketika menghadapi test, karena seringkali ketika menghadapi test tulis siswa terburu-buru untuk menulis jawaban dari soal pada test tersebut tanpa memikirkan secara seksama informasi apa saja yang ada pada soal tersebut, hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh DeAnn and Huinker Connie Laughlin “ When assigned a writing task, student are often expected to begin writing immediately”.19

The talk phase of the think-talk-write strategy allows for exploratory”.20 Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa tahap Talk pada strategi TTW memiliki manfaat untuk penyelidikan yang akhirnya akan membawa penemuan-penemuan hal-hal baru atau hal-hal yang belum diketahui. Pada tahap ini terjadi pertukaran informasi antar siswa yang berada dalam satu kelompok.

Fase yang terakhir adalah writing, sebelum siswa diperintahkan untuk menulis tentu terjadi kemajuan pada siswa akibat dari komunikasi yang mereka lakukan bersama teman kelompoknya, kemajuan itu adalah bertambahnya pengetahuan dan terjadinya dialog yang reflektif dengan dirinya sendiri, terjadi pertukaran informasi atau ide-ide lalu setelah mereka yakin mengenai solusi dari permasalahan yang diberikan siswa dianjurkan untuk menuliskan solusi tersebut. Hal itu sejalan dengan yang diungkapkan oleh DeAnn dan Connie, mereka mengatakan, “The flow of communication progresses from students engaging in

thought or reflective dialogue with themselves, to talking and sharing ideas with

one another, to writing”.21

Strategi TTW ini merupakan penerapan kegiatan-kegiatan yang terjadi secara alami dalam kehidupan. Berpikir, berbicara dan menulis merupakan hal

18

Huda, op. cit., h. 218.

19

Ann and Laughlin, op. cit., h. 82

20

Ibid

21


(34)

alami yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia. Tetapi, jika aktivitas yang alami ini terjadi pada kegiatan pembelajaran matematika dan terorganisasi dengan baik keuntungan yang didapat bukan hanya terbentuknya komunitas belajar tapi juga membantu membangun pandangan yang lebih luas mengenai matematika, hal ini dikemukakan oleh Susan dan Kelli, mereka mengatakan “Talking and writing not only builds a community of leaners, but also helps to

develop a broader view of mathematics and its connection to real life”.22

Syntax dalam Strategi ini sesuai dengan namanya yaitu think (berpikir),

talk (berbicara/berdiskusi), dan write (menulis).

Penggunaan strategi Think-Talk-Write dalam kegiatan pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan strategi TTW adalah sebagai berikut: 23

1. Kelebihan Think-Talk-Write (TTW): a. Siswa menjadi kritis.

b. Semua siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. c. Siswa lebih paham terhadap materi yang dipelajari. 2. Kelemahan Think-Talk-Write (TTW)

a. Siswa akan cukup merasa terbebani dengan tugas yang banyak b. Waktu untuk satu materi cukup banyak.

a. Landasan Teori Strategi Think-Talk-Write

Strategi Think-Talk-Write ini didukung oleh teori Vygotsky, Hal ini terlihat pada kutipan dibawah ini:

According to Vygotsky (1978), constructing learning happens in the context of interacting with others. This social interaction occurs naturally through talking and writing in the classroom. Peer discussion expose students to higher-level questioning and prompt students divergen thinking. Written expression allows students to develop sequential, logical reasoning.24

22

Susan E. Fello and Kelli R. Paquette, Talking & Writing In The Classroom, Journal: Mathematics Teaching In The Middle School, Vol. 14, No 7, March 2009, h. 412

23

Ririn Rianti, “Efektivitas Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dan Think-Talk-Write (TTW) Berbantu Macromedia Flash Ditinjau dari Hasil Belajar Matematika,” Skripsi pada IKIP PGRI Semarang, Semarang, 2013, h. 14, tidak dipublikasikan.

24


(35)

Berdasarkan kutipan diatas menyatakan bahwa strategi Think-Talk-Write

sesuai dengan teori vygotsky bahwasanya pembelajaran konstruktivis akan terjadi jika adanya interaksi dengan yang lain, interaksi ini berupa berbicara dan menulis. Teori vygotsky ini menekankan pada hakikat sosikultural dari pembelajaran. Menurut vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam dalam jangkauan kemampuannya tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development.25 Artinya, masalah yang diberikan kepada anak haruslah hal-hal yang masih berada dalam jangkauannya, anak harus memiliki pengetahuan awal yang mampu membantu anak dalam menyelesaikan masalah tersebut, sehingga anak akan memiliki motivasi dalam menyelesaikan masalah tersebut karena merasa mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang ia hadapi.

Teori vygotsky ini menekankan pada interaksi sosial yang terjadi didalam pembelajaran. interaksi sosial yang terjadi secara terstruktur ini didapatkan ketika kegiatan diskusi dalam kelompok belajar. Kegiatan diskusi yang dilakukan dalam kelompok belajar mampu menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru ke siswa, karena dalam kegiatan diskusi siswa saling bertukar pengetahuan dan ide yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Implikasi utama dari teori vygotsky dalam pembelajaran sains adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antarsiswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif didalam zone of proximal.26 Hal ini sejalan dengan strategi TTW dimana para siswa didesain untuk belajar secara berkelompok yang diharapkan terjadinya interaksi antar siswa pada saat pertukaran ide-ide mengenai masalah yang disajikan.

25

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet 2, h. 76

26


(36)

b. Tahapan Strategi Think-Talk-Write

Strategi Think-Talk-Write memiliki tiga tahapansebagai berikut:

Tahap 1: Think

Pada aktivitas think ini siswa secara individu membaca teks berupa soal, membuat catatan kecil informasi-informasi yang menurut mereka relevan dengan masalah yang disajikan karena informasi yang disajikan dalam masalah tidak semuanya relevan dengan masalah. Setelah mendaftarkan informasi-informasi yang relevan selanjutnya siswa memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut seperti pendaftaran sifat-sifat logaritma yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pembuktian yang disajikan. Membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Aktivitas mencari dan menganalisis yang terjadi pada aktivitas think merupakan dua indikator yang termuat dalam berpikir kritis.27

Pada aktivitas think ini siswa dilatih untuk terampil mengidentifikasi informasi yang relevan dengan masalah dan mampu memberikan alasan-alasan yang mendukung dari solusi yang mereka pilih serta memberi pernyataan terbukti atau tidak terbukti. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan seluruh indikator yang digunakan dalam penelitiann ini.

Tahap 2: Talk

Pada tahap talk siswa melakukan komunikasi dengan teman-teman satu kelompok menggunakan kata-kata dengan bahasa yang mereka pahami berdasarkan hasil dari aktivitas think. Pada tahap talk ini siswa dituntut untuk memahami bahwa setiap orang memiliki gagasan yang berbeda. Melalui tahap

talk ini juga siswa memiliki kesempatan untuk bernalar, menjelaskan konsep, mendeskripsikan persoalan, serta menguji (menegosiasi, sharing) ide-ide. 28

Pada tahap talk ini siswa dituntut untuk memahami bahwa setiap orang memiliki gagasan yang berbeda, menghormati argumen orang lain dan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti dalam mengemukakan argumennya.

27

Suwarma, op. cit.,h. 4.

28


(37)

Hal-hal tersebut merupakan sikap individu dalam kemampuan berpikir kritis menurut Dhand.29

Pada aktivitas ini terjadi komunikasi antar siswa yang berada dalam satu kelompok, hal ini memungkinkan adanya adu argumen dan debat ketika terjadi ketidakcocokan. Setelah terjadinya sharing ide, bernalar, menganalisis dan membuktikannya bersama teman-teman satu kelompoknya mengenai solusi dari masalah yang disajikan diharapkan semua siswa yang berada dalam satu kelompok memahami solusi yang didiskusikan. Solusi akhir yang digunakan tiap siswa bisa merupakan jawaban mereka pada tahap think atau solusi yang merupakan hasil dari tahap talk.Secara garis besar pada tahap ini siswa akan kembali mengemukakan alasan dari solusi yang ingin digunakan setelah itu menyimpulkan dari data yang diperoleh. Hal yang terjadi pada tahap ini adalah komunikasi, dimana komunikasi merupakan komponen lain yang mestinya ada pada lingkungan belajar berpikir kritis, menurut Orton dan Lawrenz melalui komunikasi siswa memiliki kesempatan untuk bernalar, menjelaskan konsep, mendeskripsikan persoalan, menganalisis solusi, dan membuktikan.30

Tahap 3: Write

Pada tahap ini, siswa mengkonstruksikan pengetahuannya dan menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan pada tahap pertama dan kedua. Tulisan ini harus terdiri atas informasi yang relevan dengan masalah, alasan-alasan yang mendukung dari solusi yang digunakan berupa sifat-sifat logaritma dan hasil akhir berupa kesimpulan terbukti atau tidak terbukti dari soal pembuktian yang diberikan. Tulisan ini berguna untuk mengevaluasi sejauh mana keterampilan berpikir kritis siswa berkembang.

c. Masalah Tidak Rutin

Seperti yang telah diketahui bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan yang tidak datang dengan sendirinya harus ada upaya sistematis yang mampu merangsang aktivitas berpikir secara maksimal. Hal itu

29

Suwarma, op. cit., h. 12

30


(38)

menunjukkan seseorang harus dihadapkan dengan masalah yang mampu membuat mereka merasa tertantang, mampu merangsang proses berpikir masalah tersebut adalah adalah masalah tidak rutin. Masalah tidak rutin adalah masalah yang metode penyelesaiannya tidak diketahui diawal, masalah tidak rutin menuntut pemikiran produktif seseorang untuk menciptakan strategi, pendekatan dan teknik untuk memahami dan menyelesaikan masalah tersebut karena pengetahuan dan keterampilan saja tidak cukup, harus dapat memilih pengetahuan dan keterampilan mana yang relevan, meramu dan memanfaatkan hasil pilihannya itu untuk menangani masalah tidak rutin yang dihadapinya.31 Soal tidak rutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran yang lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari dikelas.32

Dari pemaparan yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan bahwa masalah tidak rutin merupakan masalah yang tidak familiar oleh siswa, persoalan yang cara menyelesaikannya tidak segera diketahui, butuh memilih pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan masalah dan memanfaatkan hasil pilihannya tersebut untuk menyelesaikan masalah. Sehingga pada penelitian ini digunakan soal-soal pembuktian dimana soal pembuktian merupakan soal yang sangat jarang sekali digunakan dalam pembelajaran oleh guru, dan sesuai dengan definisi masalah tidak rutin yang telah dirumuskan sebelumnya. Masalah pembuktian tidak dapat diselesaikan melalui penggunaan rumus atau proses baku tetapi memerlukan kemampuan yang penekanannya lebih pada pemahaman dan strategi, sehingga dalam penelitian ini masalah tidak rutin diwakili oleh masalah pembuktian matematika.33 Masalah tidak rutin akan membuat siswa berusaha menemukan penyelesaiannya dengan berbagai strategi, ketika siswa mampu menyelesaikan masalah tidak rutin yang merupakan soal yang asing bagi siswa

31

Pembaharu. loc. cit.

32

Nyimas Aisyah, Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika, 2014, h. 5-1,

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatematika_UNIT_5_0.pdf

33

Tarhadi, dkk, “Perbandingan Kemampuan Penyelesaian Masalah Matematika Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh Dengan Mahasiswa Pendidikan Tatap Muka”, Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol 7, No 2, September 2006, h. 125


(39)

maka siswa akan mendapatkan kepuasan intelektual. Kepuasan intelektual ini merupakan motivasi intrinsik bagi siswa.34

Untuk mengetahui perbedaan antara soal rutin dan soal tidak rutin berikut akan diberikan contoh soal rutin dan tidak rutin.

Contoh Soal rutin

Buktikan bahwa jumlah setiap baris dari 6 lingkaran kecil di bawah ini adalah 9.

35

Soal diatas merupakan soal rutin karena tidak ada situasi yang membuat pemikiran lebih lanjut untuk menyelesaikannya. Apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan soal ini akan segera muncul setelah selesai membaca soal ini. Contoh Soal tidak rutin

Buktikan bahwa bilangan real yang habis dibagi sepuluh adalah bilangan bulat genap.36

Setelah selesai membaca soal tersebut kita tidak akan segera mengetahui bagaimana cara menyelesaikannya. Untuk menjawab soal tersebut harus menggunakan konsep invers perkalian yaitu pembagian. Dengan memisalkan bilangan bulat x dibagi sepuluh, hasilnya bilangan bulat y. Selanjutnya y dikalikan sepuluh, hasilnya x. Jadi x = 10y = 2(5y). Disimpulkan bahwa x bilangan genap.

Soal tersebut memiliki tiga indikator berpikir kritis yaitu memberikan penjelasan sederhana, indikator ini nampak ketika siswa mengidentifikasi informasi apa saja yang relevan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Informasi yang terdapat pada soal tersebut adalah bilangan real, habis dibagi sepuluh adalah bilangan bulat genap. Setelah mengidentifikasi informasi yang bermanfaat

34

Aisyah. loc. cit

35

Ibid., h. 5-4

36


(40)

selanjutnya siswa dapat menggunakan informasi tersebut dengan memisalkan bilangan bulat x dibagi sepuluh, hasilnya bilangan bulat y. Indikator kedua yang terdapat dalam soal tersebut yaitu membangun keterampilan dasar serta strategi dan taktik. Pada penyelesaian tersebut digunakan konsep invers perkalian yaitu pembagian. Konsep invers perkalian ini merupakan alasan sekaligus strategi siswa yang mendukung jawaban yang mereka pilih. Yang terakhir adalah menyimpulkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut. Setelah dilakukan pembuktian ternyata terbukti bahwa x merupakan bilangan bulat genap. Kalimat terbukti bahwa x meupakan bilangan bulat genap merupakan kesimpulan setelah dilakukannya proses pembuktian, dan kalimat tersebut juga merupakan penjelasan lebih lanjut dari jawaban yang didapatkan.

d. Implementasi Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Menggunakan Masalah Tidak Rutin Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Matematika erat kaitannya dengan penalaran, seperti yang dikemukakan oleh Sumardyono bahwa matematika sebagai cara bernalar, matematika dapat dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.37 Penalaran dan pembuktian matematika erat kaitannya dengan berpikir kritis, karena penalaran dan pembuktian merupakan sebagai elemen terkait dalam berpikir kritis menurut

O’Daffer dan Thornquist.38

Dan seperti yang telah dirumuskan sebelumnya bahwa berpikir kritis matematika adalah proses seseorang dalam memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, memenuhi hasrat keingintahuan melalui cara pembuktian yang valid atau sifat penalaran matematika yang sistematis untuk sampai pada kesimpulan atau pengambilan keputusan.

Kemampuan berpikir kritis bisa dimiliki oleh setiap orang, namun kemampuan berpikir kritis itu tidak datang dengan sendirinya, harus ada upaya

37

Jainuri, op. cit., h. 3,

38


(41)

yang sistematis. Kemampuan berpikir kritis ini dapat diupayakan dengan cara memberikan masalah yang menantang untuk siswa sehingga mampu merangsang aktivitas berpikir siswa secara maksimal. Upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa ini dilakukan dengan mengubah strategi pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran yang diyakini akan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Strategi yang dipilih adalah strategi Think-Talk-Write (TTW). Namun, untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis tidaklah cukup hanya mengganti strategi konvensional menjadi strategi TTW tetapi juga harus memadukan strategi TTW tersebut dengan masalah yang mampu membuat siswa merasa tertantang, masalah tersebut adalah masalah tidak rutin yang merupakan masalah yang tidak familiar oleh siswa, persoalan yang cara menyelesaikannya tidak segera diketahui, butuh memilih pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan masalah dan memanfaatkan hasil pilihannya tersebut untuk menyelesaikan masalah.

Pada penelitian ini materi matematika yang digunakan adalah logaritma. Dimana soal yang diberikan merupakan soal-soal pembuktian logaritma. Masalah pembuktian merupakan masalah yang tidak dapat diselesaikan melalui penggunaan rumus atau proses baku tetapi memerlukan kemampuan yang penekanannya lebih pada pemahaman dan strategi.39 Peneliti memilih soal-soal pembuktian dalam penelitian ini karena soal-soal yang sering diberikan pada materi logaritma adalah soal-soal mencari, menentukan nilai, sangat jarang sekali soal-soal pembuktian diberikan.

Pembelajaran materi logaritma menggunakan strategi TTW diawali dengan penyampaian konsep dasar logaritma. Setelah siswa mampu menguasai konsep dasar yang dijelaskan selanjutnya siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) berisi masalah tidak rutin. Masalah tidak rutin ini diberikan agar dapat merangsang aktivitas berpikir siswa secara maksimal. Setelah siswa diberikan LKS tahap yang selanjutnya adalah think dimana dalam tahap ini siswa secara individu menganalisis masalah yang terdapat dalam LKS. Hasil dari tahap think

ini yaitu siswa mampu mengidentifikasi informasi yang relevan, mampu

39


(42)

memberikan alasan dari strategi, taktik serta jawaban yang diperoleh dan yang terakhir yaitu siswa mampu menyimpulkan.

Tahap yang kedua yaitu talk siswa berdiskusi bersama teman sekelompoknya yang telah dibentuk oleh guru sebelumnya. Pada tahap ini setiap siswa dituntut untuk memahami bahwa setiap orang memiliki argumen yang berbeda. Diskusi ini merupakan sarana untuk menguji pemahaman siswa dan mempertajam analisis dari masalah tersebut. Setelah tahap ini selesai siswa bebas untuk memilih solusi yang digunakan merupakan hasil pemikirannya sendiri atau pendapat dari teman sekelompoknya yang dianggap lebih tepat. Kegiatan pada tahap ini tidak hanya siswa berdiskusi dengan teman satu kelompoknya namun jika masih ada waktu yang tersedia ditunjuk secara acak kelompok yang akan mempresentasikan hasil yang didapat di depan kelas.

Tahap yang terakhir yaitu write pada tahap ini siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari tahap think dan talk. Tulisan ini harus terdiri atas informasi yang relevan dengan masalah, alasan-alasan yang mendukung dari solusi yang digunakan berupa sifat-sifat logaritma dan hasil akhir berupa kesimpulan terbukti atau tidak terbukti dari soal pembuktian yang diberikan.

Penggunaan masalah tidak rutin yang menantang dipadukan dengan strategi TTW yang memberikan waktu khusus untuk menganalisis masalah yang diberikan dan memfasilitasi siswa dalam berkomunikasi secara terstruktur bersama teman satu kelompoknya untuk mempertajam analisisnya dan pada tahap akhir siswa diharapkan untuk menuliskan hasil analisis dan komunikasi bersama teman satu kelompoknya. Sehingga dari seluruh aktivitas yang telah dilakukan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan referensi bagi penulis, diantaranya:

 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lely lailatus (2012) yang berjudul

“Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis


(43)

dari tiga indikator yang digunakan, indikator mengenal masalah mendapatkan persentase paling rendah yaitu 54,3%. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu pada siswa kelas VII SMPN 3 Tangerang selatan meskipun terdapat satu indikator yang hanya mendapatkan presenatase sebesar 54,3% tapi dapat simpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan open-ended berpengaruh kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Resti Muniarsih (2012) yang berjudul

“Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa

Melalui Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Indikator kemampuan mengungkapkan data/konsep/teorema/definisi/ dalam menyelesaikan masalah merupakan indikator yang mendapatkan persentase paling rendah yaitu 64,7%. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VIII-10 SMPN 3 Tangerang menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan contextual teaching and learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

C. Kerangka Berpikir

Strategi konvensional membuat siswa tidak mengeksplorasi kemampuannya, sedangkan era teknologi yang terjadi saat ini menuntut siswa untuk mampu berpikir secara kritis dalam memilih-milih informasi yang ada, sehingga arus informasi yang tak terbatas ini diharapkan mampu memberikan dampak yang positif. Disiplin ilmu yang memfasilitasi dalam membangun kemampuan berpikir kritis adalah matematika, hal ini terlihat dari visi matematika. Maka, saat ini kita dituntut untuk memiliki kemampuan matematika yang tinggi khususnya kemampuan berpikir kritis.

Akan tetapi kenyataannya kemampuan matematika masih rendah hal ini terlihat dalam PISA tahun 2012 yang menempatkan Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara. Hal ini sejalan dengan kondisi yang ada disekolah tempat peneliti melakukan uji coba instrumen yang mampu mengukur kemampuan berpikir kirtis yaitu pada SMA Dharma Karya UT. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata nilai


(44)

yang didapatkan adah 38,26 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang tidak datang dengan sendirinya harus ada upaya sistematis untuk membangun kemampuan berpikir kritis salah satunya adalah dengan cara menerapkan strategi yang diharapkan mampu mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis. Strategi Think-Talk-Write diharapkan mampu memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis matematika. Strategi ini mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis karena dari setiap tahapan dalam strategi TTW ini mampu melatih kemampuan berpikir kritis.

Dalam penelitian ini terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan mengenai konsep dasar logaritma setelah itu siswa akan diberikan LKS yang berisi masalah tidak rutin yang diwakili oleh masalah pembuktian. Strategi Think-Talk-Write di mulai dari tahapan think dengan cara siswa menganalisis masalah yang ada, siswa akan menuliskan solusi, menuliskannya dibuku catatan atau handout mengenai hal-hal yang ia mengerti ataupun yang tidak ia mengerti dari masalah yang dibacanya. Membuat catatan berarti menganalisis isi tujuan teks dan memeriksa bahan yang ditulis. Aktivitas mencari dan menganalisi merupakan dua indikator yang termuat dalam kemampuan berpikir kritis.40 Pada saat aktivitas think ini siswa juga dituntut untuk mampu mendaftarkan alasan dari solusi yang dipikirkan oleh mereka. Alasan-alasan tersebut berupa sifat-sifat logaritma yang digunakan dalam setiap langkah untuk mendapatkan solusi dari permasalahan tersebut. Dengan menuliskan alasan-alasan dari solusi terhadap masalah yang disajikan artinya siswa juga telah mampu menarik kesimpulan dari data yang diperoleh. Karena alasan yang dikemukakan akan berjalan beriringan dengan kesimpulan yang didapatkan. Dari seluruh kegiatan yang terjadi pada aktivitas ini semua indikator berpikir kritis yang digunakan peneliti mampu berkembang.

Tahapan yang selanjutnya yaitu talk (berdialog/berdiskusi) dengan cara siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman-teman satu kelompoknya yang heterogen dibentuk oleh guru, sebagai sarana untuk menguji pemahaman yang

40


(45)

mereka peroleh dari hasil bacaan individual mereka atau mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang mereka temui dari masalah yang diberikan. Pada tahap ini siswa melakuan komunikasi dengan dengan teman satu kelompoknya menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami, berdasarkan hasil dari aktivitas think. Pada aktivitas talk ini individu dituntut untuk memahami setiap orang memiliki gagasan yang berbeda, menghormati argumen orang lain, menggunakan bahasa yang dapat dimengerti dalam mengemukakan argumennya, hal-hal tersebut merupakan sikap individu dalam kemampuan berpikir kritis menurut Dhand.41 Selain itu, pada aktivitas talk ini terdapat komponen yang sangat penting ada pada lingkungan belajar berpikir kritis matematika yaitu komunikasi, melalui komponen ini siswa dituntut untuk bernalar, menjelaskan konsep, mendeskripsikan persoalan, menganalisis solusi dan membuktikan.42 Setelah terjadinya sharing ide, bernalar, menganalisis dan membuktikannya bersama teman-teman satu kelompoknya mengenai solusi dari masalah yang disajikan diharapkan semua siswa yang berada dalam satu kelompok akan memilih jawaban mana yang ia gunakan, apakah jawaban berdasarkan tahap think atau jawaban yang disampaikan oleh teman sekelompoknya yang dirasa lebih tepat. Dari hal-hal yang telah dikemukakan diatas dapat dirumuskan pada tahapan talk mampu mengasah kemampuan siswa untuk mempertajam analisisnya.

Tahapan yang terakhir yaitu write, pada tahap ini, siswa mengkonstruksikan pengetahuannya dan menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan pada tahap pertama dan kedua. Tulisan ini harus terdiri atas informasi yang relevan dengan masalah, alasan-alasan yang mendukung dari solusi yang digunakan berupa sifat-sifat logaritma dan hasil akhir berupa kesimpulan terbukti atau tidak terbukti dari soal pembuktian yang diberikan. Tulisan ini berguna untuk mengevaluasi sejauh mana keterampilan berpikir kritis siswa berkembang. Pada tahap akhir ini siswa akan mengevaluasi kembali jawaban yang telah mereka dapatkan.

41

Ibid., h. 12

42


(46)

Ketiga tahap yang telah diuraikan diatas merupakan langkah pada strategi

Think-Talk-Write (TTW) dan terlihat bahwa ada keterkaitan antara strategi TTW dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, sehingga dapat dikatakann bahwa startegi TTW dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini akan menguji dua hipotesis yaitu:

 Dengan mengontrol kemampuan awal siswa, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan strategi TTW, dan konvensional.

 Pengaruh strategi TTW terhadap kemampuan berpikir kritis lebih baik dibanding pengaruh strategi konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Dharma Karya UT, pada kelas X semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 yang terletak pada Jl. Talas II/30, Pondok Cabe Ilir, Kec. Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan 14 Agustus sampai dengan 04 September 2014.

B.Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Metode ini disebut juga metode eksperimen semu. Metode ini dilakukan ketika individu-individu yang menjadi subjek penelitian telah ada dalam kelompok-kelompok dengan dengan tujuan lain, misalnya siswa yang berada dalam kelas. Digunakannya metode penelitian ini karena tidak memungkinkan bagi peneliti untuk memanipulasi atau mengendalikan semua variabel yang relevan. Eksperimen kuasi bisa digunakan minimal kalau dapat mengontrol satu variabel saja meskipun dalam bentuk matching, atau memasangkan/ menjodohkan karakteristik, kalau bisa random lebih baik.1 Penelitian ini membagi kelompok yang akan diteliti menjadi dua kelompok yaitu kelompok E dan K. E adalah kelompok yang diberikan manipulasi perlakuan, yaitu dengan cara diberikan perlakuan strategi Think-Talk-Write (TTW). Sedangkan K adalah kelompok yang diberikan perlakuan biasa atau diberikan model pembelajaran konvensional.

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

Randomized Posttest Control Group Design. Model eksperimen sama dengan desain kelompok kontrol pretest-posttest beracak tetapi tanpa tes diawal.2:

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),cet. Ke- 8, h. 207

2


(48)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posstest

Acak E XE Y

Acak K XK Y

Keterangan :

Acak : Pemilihan kelas eksperimen dan kontrol E : Kelas eksperimen

K : Kelas kontrol

XE : Perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran Think-Talk-Write

(TTW)

XK : Perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

Y : Test akhir yang sama pada kedua kelas.

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua kelas yang telah ditentukan akan menjadi sampel dalam penelitian ini. Pemilihan kelas eksperimen dan kontrol dilakukan secara acak. Perlakuan khusus diberikan pada kelas eksperimen dalam bentuk pemberian variabel bebas strategi

Think-Talk-Write (TTW), dan kelas kontrol diberi perlakuan pemberian strategi konvensional. Perlakuan ini diberikan selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada pokok bahasan logaritma. Untuk kemudian dilihat pengaruhnya pada variabel terikat (kemampuan berpikir kritis matematik siswa).

C.Populasi dan Sampel

Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran keberlakuan kesimpulan penelitian kita.3 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh) SMA Dharma Karya UT. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sama dengan populasi karena di sekolah tersebut hanya terdapat dua kelas untuk kelas X, dua kelas tersebut dipakai untuk penelitian. Pemilihan kelas eksperimen dan kontrol dilakukan secara acak. Hasil random diperoleh kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan strategiThink-Talk-Write (TTW)

3


(49)

dan yang menjadi kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Dua kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah X.1 dan X.2 merupakan kelas yang penempatannya berdasarkan tes, sehingga kemampuan kedua kelas tidak homogen.

D.Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana tujuan dalam penelitian, maka data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan hasil dari tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan setelah perlakuan selesai diberikan. Tes dikerjakan oleh siswa secara individual. Penilaian hasil tes menggunakan rubrik berpikir kritis.

E.Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuat serangkaian intrumen tes. Seluruh instrumen itu digunakan peneliti untuk mengumpulkan data kuantitatif dalam penelitian. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis matematika sebanyak 5 soal tipe essay dengan menggunakan strategi TTW untuk kelas eksperimen dan strategi konvensional untuk kelas kontrol. Tes diberikan dalam bentuk uraian, karena tes uraian mampu mengukur indikator berpikir kritis yang digunakan peneliti. Dalam tes uraian siswa dituntut untuk mampu menjawab soal dengan langkah-langkah yang runtut dan mencantumkan alasan-alasan dalam setiap langkah dalam menjawab soal tersebut yang berupa sifat-sifat logaritma.

Sebelum tes diberikan kepada subjek, dilakukan terlebih dahulu analisis intrumen tersebut menggunakan Content Validity Ratio (CVR). Analisis instrumen penelitian ini hanya menggunakan CVR karena soal yang diberikan terlalu sulit. Dikhawatirkan jika instrumen diuji coba pada siswa maka akan menghasilkan bahwa soal tersebut tidak dapat valid sebagai instrumen penelitian.

Indikator yang digunakan pada penelitian ini adalah indikator berpikir kritis menurut ennis yang terdiri dari:


(50)

2. Membangun ketrampilan dasar 3. Menyimpulkan

Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uaraian akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Indikator

Berpikir Kritis Matematis

Indikator Soal No

Soal  Memberikan penjelasan sederhana  Membangun ketrampilan dasar  Menyimpulkan

Siswa dapat memberikan kesimpulan mengenai masalah logaritma melalui penjelasan sederhana dan keterampilan dasar tentang masalah logaritma menggunakan definisi logaritma atau sifat dasar logaritma

1

Siswa dapat memberikan kesimpulan mengenai masalah logaritma melalui penjelasan sederhana dan keterampilan dasar tentang masalah logaritma menggunakan sifat logaritma dari perkalian dan pembagian.

2

Siswa dapat memberikan kesimpulan mengenai masalah logaritma melalui penjelasan sederhana dan keterampilan dasar tentang masalah logaritma menggunakan sifat logaritma dari perpangkatan.

3

Siswa dapat memberikan kesimpulan mengenai masalah logaritma melalui penjelasan sederhana dan keterampilan dasar tentang masalah logaritma menggunakan sifat mengubah basis logaritma.

4

Siswa dapat memberikan kesimpulan mengenai masalah logaritma melalui penjelasan sederhana dan keterampilan dasar tentang masalah logaritma menggunakan sifat perpangkatan dengan logaritma.


(51)

Rubrik pemberian skor tes kemampuan berpikir kritis matematik diadaptasi dari Peter A. Facione, sebagai berikut:4

Tabel 3.3

Pedoman Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Skor Keterangan

4 Jawaban yang diberikan benar, jelas, akurat, dan lengkap. Mengidentifikasi soal (mendaftarkan informasi yang didapatkan dari soal yang relevan dengan jawaban) dengan benar. Menjelaskan asumsi dengan tepat dan mampu menarik kesimpulan.

3 Jawaban yang diberikan benar namun kurang lengkap. Siswa hanya mampu mengidentifikasi soal (mendaftarkan informasi yang didapatkan dari soal yang relevan dengan jawaban) dengan benar atau menarik kesimpulan. Menjelaskan asumsi dengan tepat.

2 Jawaban yang diberikan kurang tepat. Mengidentifikasi soal (mendaftarkan informasi yang didapatkan dari soal yang relevan dengan jawaban) dengan benar, kurang menjelaskan alasan.

1 Jawaban yang diberikan salah. Seperti salah Mengidentifikasi soal (mendaftarkan informasi yang didapatkan dari soal yang relevan dengan jawaban), salah menjelaskan alasan dengan tepat.

0 Tidak menjawab pertanyaan

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, instrumen penelitian ini sebelumnya dianalisis terlebih dahulu menggunakan Content Validity Ratio

(CVR) sebagai patokan utama dalam menganalisis instrumen tes tersebut. Selanjutnya instrumen tersebut tetap diuji coba kepada siswa hanya untuk mengetahui validitas item, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Namun, hasil perhitungan tersebut tidak mempengaruhi penggunaan instrumen tersebut. Berikut akan dijelaskan mengenai CVR (Content Validity Ratio ) sebagai berikut:

4

Peter A. Facione, Holistic Critical Thinking Scoring Rubric, 2014, h. 1,


(1)

Lampiran 22

222 Pembelajaran/Sumber Belajar 1. Kemampuan menggunakan media

pembelajaran

Media yang digunakan hanya buku referensi.

2. Kesesuaian media dengan materi dan strategi

Tidak sesuai, media yang digunakan hanya buku referensi yang dimiliki siswa. Seharusnya guru memberikan LKS yang bisa menuntun siswa untuk lebih memahami logaritma.. 3. Penggunaan sumber belajar selain

buku ajar dan LKS

tidak. D. Penilaian Proses

1. Memberikan tugas/latihan Guru memberikan tugas atau latihan dari buku referensi.

2. Melakukan penilaian Memberikan latihan ketika di kelas sesuai dengan materi yang diajarkan E. Penggunaan Bahasa

1. Penggunaan bahasa yang sesuai dengan perkembangan peserta didik

Menggunakan bahasa yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari 2. Ketepatan penggunaan bahasa

yang sesuai dengan kaidah

Menggunakan bahasa sesuai yang dimengerti siswa.

IV Penutup

1. Melakukan konfirmasi Konfirmasi dilakukan dengan cara pemberian soal.

2. Memberikan kesimpulan dan tindak lanjut

Tidak meberikan kesimpulan.

Pelajaran yang diperoleh dari hasil pengamatan/observasi:

Menggunakan media pembelajaran selain buku referensi, agar siswa lebih berminat ketika proses pembelajaran serta bisa membuat kondisi kelas lebih kondusif.

Nama Pengamat : Dewi Nirmala Tanda Tangan :

Tanggal, 3 September 2013 Guru Pamong

Dra. Susila Indrawati NIP.196304162007012002


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)