BAB II DASAR TEORI - Optimalisasi Parameter Tradeoffhandoff Dengan Mengevaluasi Metode Handoff

BAB II DASAR TEORI

2.1 Konsep Seluler

  Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan diantara Mobile

  

Station (MS) dan Base Transceiver Station (BTS) melalui sinyal radio. Setiap

  BTS hanya dapat berkomunikasi dengan MS pada area terbatas berdasarkan daerah cakupan BTS. Dengan sebutan lain, bahwa pengiriman sinyal radio dibatasi pada rentang frekuensi tertentu, sehingga membutuhkan beberapa BTS supaya dapat melayani area luas.

  Sebuah BTS yang mencakup area tertentu disebut sel. Umumnya pemodelan sel yang digunakan berbentuk heksagonal berulang dengan bentuk yang sama dalam seluruh area yang dilayani BTS, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Setiap cakupan sel menyediakan sejumlah kanal tertentu, sehingga sebuah MS atau lebih, dapat berkomunikasi dengan BTS secara bersamaan. Biasanya kanal didefenisikan berdasarkan slot waktu, rentang frekuensi, kode sandi atau kombinasi dari TDMA, FDMA atau CDMA [1,7].

  Dalam sistem komunikasi seluler, seiring meningkatnya trafik user atau laju pertambahan MS, maka dibutuhkan penambahan kapasitas kanal. Dalam penambahan kapasitas kanal, tidak efektif jika hanya dengan mempertimbangkan teknik modulasi saja. Solusi untuk penambahan kapasitas kanal dapat juga dilakukan dengan mengecilkan area sel (mikro sel) dan penggunaan alokasi kanal secara dinamik dan frekuensi reuse. Dalam merencanakan penambahan kapasitas kanal pada sistem seluler, perlu dipertimbangkan interferensi yang terjadi, yaitu; interferensi co-channel dan adjacent channel [8].

  Sekelompok sel bersebelahan yang menggunakan seluruh alokasi frekuensi disebut cluster dan banyaknya sel disebut ukuran cluster atau faktor pengulangan frekuensi. Pada Gambar 2.1 memperlihatkan model sel berbentuk heksagonal dimana satu cluster terdiri dari tujuh sel.

  sel

  2 7 cluster

  3

  1

  6

  4

  5 Gambar 2.1 Model satu cluster dengan tujuh sel

  Bedasarkan perbedaan ukuran luas atau cakupan sel, maka sel dikategorikan menjadi: femto, piko, mikro, makro dan mega sel. Ukuran femto sel biasanya untuk mengkoneksikan peralatan pribadi seperti laptop. Untuk piko sel biasanya mencakup area ruangan atau bagian ruangan didalam gedung. Sementara ukuran

  

mikrosel mencakup daerah urban, makrosel mencakup daerah sub-urban dan

megasel mencakup daerah yang luas sampai ratusan kilometer, yang biasanya

  digunakan untuk komunikasi satelit. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 [8]. satelit makrosel gedung pikosel femtosel mikrosel megasel Gambar 2.2 Femto-, piko-, mikro-, mega- sel [8].

2.2 Propagasi Gelombang Radio

  Pengetahuan tentang karakteristik propagasi radio merupakan prasyarat dalam perencanaan untuk mendesain sistem komunikasi seluler. Berbeda halnya dengan komunikasi tetap, bahwa profil lingkungan komunikasi seluler sulit untuk diprediksi. Propagasi gelombang radio sangat ditentukan oleh profil daerah, faktor benda-benda bergerak, sifat frekuensi radio, kecepatan MS dan sumber-sumber interferensi.

  Mekanisme propagasi sinyal diantara transmitter dan receiver adalah bervariasi, tergantung pada profil daerah disekitar lingkungan komunikasi seluler.

  Mekanisme propagasi sinyal ini mengakibatkan sinyal yang diterima MS mengalami fluktuasi. Fluktuasi sinyal dapat terjadi dalam tiga mekanisme, yaitu;

  reflection, difraction dan hamburan atau scatter [8,9].

2.2.1 Reflection

  Reflection atau pemantulan sinyal terjadi ketika sinyal yang merambat

  membentur permukaan benda yang dimensinya relatif besar dibandingkan panjang gelombang sinyal tersebut. Pemantulan sinyal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman. Redaman sinyal akibat reflection dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti; frekuensi radio, sudut sinyal memantul, sifat-sifat material dan ketebalan bidang permukaan pantulan. Reflection dapat terjadi melalui permukaan bumi, bangunan dan permukaan dinding [8, 9].

  2.2.2 Difraction Difraction (pembelokan) atau difraksi terjadi ketika sinyal yang merambat diantara transmitter dan receiver, dihalangi oleh sisi permukaan yang tajam.

  Pembelokan sinyal dapat terjadi ke berbagai arah yang bersumber dari sisi penghalang yang dilalui sinyal tersebut. Gelombang sekunder yang dihasilkan dari permukaan penghalang dapat mencapai ruangan dan bahkan belakang penghalang, sehingga menyebabkan lenturan gelombang disekitar penghalang. Pada frekuensi tinggi, difraksi bergantung pada geometri objek, amplitudo, fasa dan polarisasi gelombang dimana titik terjadinya difraksi [8, 9].

  2.2.3 Scatter

  Sinyal akan mengalami scatter atau hamburan ketika membentur benda yang memiliki dimensi disekitar atau lebih kecil dari dimensi panjang gelombang sinyal. Benda yang dapat menyebabkan hamburan sinyal, seperti: dedaunan, kendaraan, tiang-tiang lampu, rambu-rambu lalu lintas dijalan dan perabot dalam ruangan. Sinyal yang terhalangi oleh benda-benda tersebut, tersebar menjadi beberapa sinyal yang lebih lemah sehingga sinyal asli sulit diperkirakan [8, 9, 10].

  Kinerja sistem komunikasi dipengaruhi oleh efek propagasi sinyal, sehingga efek propagasi sinyal perlu dipertimbangkan dalam perencanaan. Bila sinyal yang langsung diterima oleh receiver (mobile station) secara LOS (line of sight), maka pengaruh difraction dan scatter merupakan masalah kecil, meskipun reflection dapat berakibat besar. Bila sinyal diterima tidak ada LOS, maka penerimaan sinyal terutama terjadi melalui difraction dan scatter [10]. Pada Gambar 2.3 memperlihatkan mekanisme propagasi radio (scatter, reflection dan difraction).

Gambar 2.3 Mekanisme propagasi radio.

2.3 Model Propagasi

  Dalam sistem komunikasi seluler, MS menerima sinyal dari BTS secara bervariasi. Variasi level sinyal ini dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu; model pathloss, shadowing dan multipath. Pada Gambar 2.4 menunjukkan ketiga komponen variasi sinyal tersebut.

  (dB)

  log ( )

Gambar 2.4 Pathloss, Shadowing dan Fast fading terhadap jarak

  Masing-masing pathloss, shadow fading dan fast fading dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1 Pathloss

  Pada komponen pathloss, sinyal diterima MS dari BTS dipengaruhi oleh tiga sumber rugi-rugi (loss), yaitu; rugi-rugi ruang bebas, rugi-rugi gelombang tanah dan rugi-rugi difraction. Hal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman yang bergantung pada beberapa variabel, yaitu: variabel yang dapat dikontrol seperti: frekuensi, tinggi antena; variabel yang dapat diukur seperti: jarak; dan variabel tidak dapat dikontrol juga tidak dapat diukur secara pasti seperti: bukit, topografi lingkungan dan lembah. Jadi, pengaruh keseluruhan faktor ini diperkirakan sebagai pathloss [11]. Faktor pathloss terjadi akibat sinyal mengalami rugi-rugi dari pemancar dan pengaruh propagasi dalam kanal radio. Variasi daya sinyal akibat pathloss terjadi pada jarak 100 sampai 1000 meter [12].

  2.3.2 Shadow Fading Shadowing atau slow fading merupakan fluktuasi daya rata-rata sinyal

  terima disekitar letak kejadian fluktuasi cepat, dengan perubahan sinyal yang lambat. Fenomena shadowing terjadi karena adanya penghalang antara pemancar dan penerima dilingkungan yang memiliki kontur menonjol seperti: pegunungan, hutan, bangunan dan persimpangan jalan. Sinyal yang terhalangi akan mengalami redaman karena sinyal mengalami absorption, reflection, difraction dan scatter. Variasi sinyal karena shadowing, sebanding dengan panjang objek penghalang antara pemancar dan penerima, yang terjadi pada jarak 10 sampai 100 m [8, 12].

  2.3.3 Fast Fading Fast fading terjadi karena sinyal yang merambat dari transmitter ke receiver dapat melalui beberapa jalur propagasi atau disebut dengan propagasi multipath.

  

Multipath terjadi karena sinyal dipantulkan dari objek seperti; bangunan, dinding

  dan pegunungan, sehingga level sinyal yang diterima merupakan penjumlahan dari sinyal multipath yang mengalami perubahan amplitudo, fasa dan sudut datang dipenerimaan. Hal ini dapat menyebabkan sinyal saling menguatkan (konstruktif) atau menurunkan (destruktif). Fenomena multipath ini menyebabkan sinyal diterima mengalami fluktuasi daya cepat atau fast fading dalam waktu singkat [8,10].

2.4 Model Pengukuran Level Sinyal

  Pada sistem komunikasi seluler, level sinyal diterima MS dapat diukur secara model waktu kontinu ataupun secara model waktu diskrit. Pada model pengukuran berdasarkan waktu kontinu merupakan pengukuran sebagai fungsi waktu yang kontinu, sedangkan model pengukuran waktu diskrit merupakan pengukuran berdasarkan unit sampel level sinyal pada interval waktu tertentu. Pengukuran level sinyal berdasarkan model waktu kontinu dan model waktu diskrit, masing-masing dinyatakan pada Persamaan 2.1 dan 2.2 [13,14].

  • = ≥ 0

  ,

  , , , ,

  2.1

  = , ≥ 0 + +

  2.2

  , , , ,

  Dimana, menyatakan level sinyal yang diterima MS dari selama waktu

  ,

  kontinu . menyatakan level sinyal yang diterima MS dari pada unit

  ,

  sampel sinyal ke- . Ketiga suku penjumlahan dari kedua Persamaan 2.1 dan 2.2, yaitu; , dan masing-masing mewakili komponen pathloss, shadow fading dan fast fading.

  Adapun model pengukuran berdasarkan waktu diskrit merupakan pilihan lebih akurat secara praktis daripada model pengukuran waktu kontinu untuk mendapatkan pola handoff. Didalam sistem nyata, pengukuran level sinyal disampel secara diskrit [13,14].

  Komponen sinyal pathloss semakin mengecil seiring jarak MS menjauhi BTS. Komponen sinyal shadow fading menyebabkan sinyal berfluktuasi dengan skala besar dan komponen sinyal fast fading menyebabkan sinyal fluktuasi dengan skala kecil [3].

  Pada metode handoff, komponen fast fading diabaikan karena memiliki korelasi jarak yang sangat singkat, yaitu dengan melewatkan sinyal melalui filter

  

lowpass. Kemudian sinyal dirata-ratakan dengan metode rata-rata seperti;

  

rectangular dan eksponensial untuk memperhalus sinyal berfluktuasi akibat

shadow fading. Metode rata-rata yang dibahas adalah metode eksponensial.

  Persamaan level sinyal setelah dirata-ratakan dengan metode eksponensial berdasarkan waktu diskrit ke- dinyatakan dengan Persamaan 2.3 [3,14,15,16,17].

  = ̅ ̅

  2.3

  • (1 − )

  , , , / ̅

  =

  Dimana menyatakan sinyal rata-rata ; , dengan

  , ,

  menyatakan interval jarak sinyal disampel; menyatakan jumlah sinyal sebanyak dirata-ratakan.

2.5 Handoff dalam Sistem Seluler

  Mobilitas merupakan fitur penting dalam sistem komunikasi seluler nirkabel. Pada umumnya, layanan dapat tetap kontinu dengan menggunakan mekanisme handoff atau serah terima layanan yang sedang berlangsung akibat perpindahan MS dari satu BTS ke BTS lainnya dalam sistem seluler.

  Proses handoff membutuhkan sumber daya jaringan untuk rute panggilan dari BTS yang sedang mengendalikan MS ke BTS kandidat yang akan mengendalikan MS. Dalam hal ini, jumlah handoff diharapkan minimal untuk menghindari beban switching yang besar dan juga meminimalkan outage (kegagalan koneksi) karena delay handoff yang lama. Perancangan skema handoff yang buruk cenderung berakibat pada trafik sibuk yang berakibat pada penurunan kualitas pelayanan buruk ( Quality of Service rendah ) [5].

  Seiring meningkatnya trafik user, maka dilakukan peningkatan kapasitas dengan konsep pembelahan sel untuk memperkecil daerah sel. Pembelahan sel ini dilakukan untuk mengimbangi laju kepadatan MS atau pertumbuhan trafik user. Daerah cakupan BTS atau sel yang semakin kecil karena pembelahan sel, berakibat pada meningkatnya frekuensi jumlah MS yang melintasi daerah perbatasan antar sel, sehingga dapat berdampak pada meningkatnya frekuensi handoff yang terjadi.

  Frekuensi handoff yang terjadi harus dikaji berdasarkan konsep fungsi manajemen untuk mengefisiensikan metode handoff. Fungsi manajemen yang dimaksud adalah upaya pencegahan menggunakan sumber transmisi radio yang mahal, sementara mendapatkan standar Quality of Service (QoS) yang diharapkan disisi user [6].

  Handoff merupakan elemen penting dalam sistem komunikasi seluler. Sel-

  sel BTS menggunakan pembagian pita frekuensi, sehingga diperlukan fasilitas koordinasi antara Mobile Station (MS), Base Tranceiver Station (BTS) yang sedang aktif melayani MS dan BTS kandidat yang potensial melayani MS untuk tetap menjaga kekontinuan layanan ketika terjadi perpindahan kanal.

2.5.1 Tipe Handoff

  Ada banyak metode untuk mengelompokkan proses handoff. Pada sub- bagian berikut, dirangkum tiga metode yang umum digunakan.

2.5.1.1 Berdasarkan Transfer Kanal diantara BTS

  Handoff berdasarkan transfer kanal diantara BTS, terdiri dari 2 bagian, yaitu [8]:

  1. Soft handoff

  Soft handoff terjadi apabila MS terkoneksi dengan dua atau lebih BTS dalam

  waktu yang bersamaan. Handoff terjadi secara sempurna, apabila link yang lama telah diputuskan. Kejadian ini disebut dengan make before break. Dalam sistem ini, karena sel-sel menggunakan frekuensi yang sama, maka tidak perlu terjadi pergantian kanal ketika terjadi perubahan BTS dalam melayani MS. Ilustrasi dari soft handoff ini ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5a.

  

3

  2

  1

  3

  2

  1 Gambar 2.5 a). Soft handoff dan b). Hard handoff.

  2. Hard handoff Pada tipe hard handoff, koneksi MS akan terputus dari BTS yang sedang melayaninya sebelum terkoneksi ke BTS baru. Hal ini dikenal dengan sebutan break before make. Pada prinsipnya, bahwa link lama akan terputus dan link yang baru harus terbangun secepat mungkin, supaya mempertahankan kualitas pelayanan. Lamanya waktu komunikasi terputus dalam sistem GSM berbasis TDMA kira-kira 100 ms. Ketika handoff ini terjadi, saluran suara dalam kondisi diam (mute) dan biasanya peristiwa ini tanpa disadari user. Disisi lain, pada transmisi data akan terjadi transmisi data secara berulang, yang mengakibatkan terjadinya antrian dalam sistem.

  Ilustrasi dari hard handoff ini ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5b.

2.5.1.2 Handoff dalam Jaringan Seluler

  Handoff dalam sistem jaringan Global System for Mobile (GSM) dapat

  melibatkan banyak elemen jaringan seperti: Base Transceiver Station (BTS), Base

  

Station Controlled (BSC) dan Mobile Switching Center (MSC). Proses handoff

  yang melibatkan banyak elemen jaringan berakibat pada mahalnya kejadian

  

handoff [8]. Pada Gambar 2.6 mengilustrasikan elemen-elemen yang terlibat

dalam proses handoff dalam jaringan GSM.

Gambar 2.6 Handoff dalam elemen jaringan seluler

  (a) Handoff intersel atau intra BSC (b) Handoff inter BSC atau intra MSC (c) Handoff inter MSC atau intra sistem.

  Handoff dapat terjadi antara sektor dalam sel yang sama. Handoff ini sering

  dikelompokkan sebagai handoff intra sel atau inter sel dengan mempertimbangkan sektor sel sebagai berikut:

  1. Handoff intra sel

  Handoff intra sel terjadi antara dua slot waktu atau saluran di BTS yang sama.

  2. Handoff inter sel atau intra BSC Handoff inter sel terjadi antara dua BTS yang terhubung ke BSC yang sama.

  3. Handoff inter BSC atau intra MSC

  Handoff inter BSC terjadi dalam dua BTS yang terhubung ke BSC yang berbeda dengan MSC yang sama.

  4. Handoff Inter MSC atau intra sistem

  Handoff inter MSC terjadi diantara dua BTS yang terhubung ke BSC yang berbeda dengan MSC juga berbeda.

  5. Handoff inter sistem

  Handoff inter sistem adalah handoff antara dua BTS yang terhubung ke MSC yang berbeda dari dua PCS jaringan yang berbeda.

2.5.1.3 Protokol Handoff

  Pada protokol handoff, eksekusi handoff dapat terjadi berdasarkan proses pengambilan keputusan yang tersentralisasi atau desentralisasi, misalnya: keputusan handoff dapat dilakukan di MS atau BTS. Dari sudut pandang ini, dikenal tiga jenis keputusan handoff, yaitu [7,18]:

  1. Network Controlled Handoff ( NCHO ) Pada protokol NCHO, bahwa jaringan mengambil keputusan untuk handoff berdasarkan pengukuran level sinyal MS dari sejumlah BTS. Kadangkala jaringan menjembatani koneksi antara BTS lama dengan BTS baru dan meminimalisasi durasi handoff.

  2. Mobile Assisted Handoff ( MAHO ) Untuk mengurangi beban jaringan, MS bertanggungjawab untuk mengambil informasi pengukuran level sinyal yang diterima dan secara berkala mengirim informasi level sinyal tersebut ke BTS. Berdasarkan informasi pengukuran sinyal yang diterima, BTS atau MSC akan memutuskan kapan

  handoff. MAHO digunakan dalam GSM. Waktu eksekusi handoff sekitar 1 detik [7].

  3. Mobile Controled Handoff ( MCHO ) Pada MCHO, MS sepenuhnya mengambil keputusan handoff, dimana MS dan BTS masing-masing mengukur informasi yang diperlukan. Hasil informasi dari BTS akan dikirim ke MS. MS mengukur level sinyal dari BTS yang aktif dan memperoleh informasi level interferensi semua kanal.

  MS tidak mempunyai informasi tentang kualitas sinyal dari MS lain, tetapi keputusan handoff yang dibuat seharusnya tidak boleh menyebabkan interferensi ke MS lain. Keputusan handoff akan terjadi, jika level sinyal BTS yang sedang melayani MS lebih rendah dari BTS lainnya, yang ditentukan berdasarkan treshold tertentu.

2.6 Proses Handoff

  Proses handoff dapat dibagi kedalam tiga tahap yang berbeda, yaitu [19]:

  1. Tahap inisiasi yaitu: membahas tentang masalah link radio termasuk monitoring dan proses efisiensi pengukuran kualitas link radio.

  2. Tahap eksekusi yaitu: mengacu pada efisiensi manajemen sumber radio dan juga meliputi strategi pengalokasian kanal.

  3. Transfer panggilan aktual, dengan tetap memegang syarat kualitas layanan bagi user.

  Adapun beberapa variasi parameter dalam mengeksekusi handoff. yaitu; berdasarkan level sinyal, intensitas trafik jaringan, perbandingan carrier- interferensi, bit error rate, jarak, daya transmisi dan kecepatan [20]. Eksekusi handoff berdasarkan informasi sinyal terdiri dari metode yang bervariasi.

  Adapun beberapa metode inisiasi handoff berdasarkan informasi level sinyal, yaitu: relatif level sinyal, relatif level sinyal dengan treshold, relatif level sinyal dengan histeresis, dan relatif level sinyal dengan histeresis dan treshold tetap [3,4,16]. Histeresis adaptif dengan nilainya dinamik berdasarkan informasi jarak [21]. Suboptimal SDH menginisiasi handoff berdasarkan degradasi sinyal [15]. Berikut ini dijelaskan masing-masing metode tersebut sebagai berikut:

2.6.1 Metode Relatif Kuat Sinyal

  Pada metode Relatif Kuat Sinyal, BTS yang akan melayani MS dipilih berdasarkan perhitungan sinyal rata-rata terkuat yang diterima MS dari BTS.

  Metode ini menghasilkan banyaknya kejadian handoff yang tidak perlu, bahkan ketika sinyal BTS yang sedang melayani MS berada pada tingkat kualitas sinyal yang masih dapat diterima [3,4,16].

2.6.2 Metode Threshold

  Pada metode Threshold, handoff terjadi jika level sinyal BTS yang sedang aktif cukup lemah (berada dibawah level threshold tertentu), sementara BTS tetangga memiliki sinyal yang lebih tinggi. Nilai threshold bergantung pada perbandingan relatif level sinyal dari dua BTS dimana keduanya berada pada titik yang sama.

  Jika threshold lebih tinggi dari nilai , seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, maka Metode Threshold ini bekerja seperti Relatif Kuat Sinyal, sehingga

  

handoff terjadi pada posisi A. Jika threshold lebih tinggi dari nilai seperti

  diperlihatkan pada Gambar 2.7, maka MS akan menunda handoff sampai level

  BTS

  sinyal yang sedang melayani MS melewati threshold di posisi B. Pada

  

threshold diposisi D, tundaan akan begitu lama sehingga MS masih dilayani

BTS

  BTS oleh , sehingga MS menyimpang terlalu jauh ke daerah sel kandidat. BTS

  Hal ini menurunkan kualitas dari link komunikasi dan dapat menyebabkan panggilan drop. Selain itu hasil ini menambah interferensi co-channel pada MS.

  Jadi, skema ini dapat menciptakan cakupan sel yang tumpang tindih.

  Threshold tidak secara tunggal digunakan dalam praktek karena

  efektifitasnya tergantung pada pengetahuan sebelumnya dari persilangan level sinyal antara BTS aktif dengan BTS kandidat yang akan melayani MS [3,4,16].

  Kuat sinyal Kuat sinyal BTS 1

  BTS 2

  1

2 H

  3 MS

A B D

C Gambar 2.7 Skema inisiasi keputusan handoff diantara dua BTS.

2.6.3 Metode Histeresis

BTS BTS

  Pada metode Histeresis, MS akan handoff dari ke jika level sinyal BTS lebih besar daripada BTS (BTS yang sedang melayani atau aktif) sebesar margin histeresis, H seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7. Pada kasus ini handoff terjadi pada titik C.

  Teknik ini mencegah efek ping-pong, yaitu: handoff terjadi secara berulang diantara dua BTS atau lebih karena sinyal berfluktuasi dengan cepat diterima oleh MS dari setiap BTS. Jadi, handoff pertama mungkin tidak diperlukan jika BTS yang sedang aktif masih memiliki level sinyal yang cukup [3,4,16].

2.6.4 Metode Threshold dengan Histeresis

  Pada metode Threshold dengan Histeresis, handoff akan diawali jika level sinyal BTS yang sedang melayani MS berada dibawah level threshold tertentu dan level sinyal BTS yang baru lebih tinggi sebesar margin H.

2.6.5 Metode Histeresis Adaptif

  Pada metode Histeresis Adaptif, inisiasi handoff terjadi apabila level sinyal BTS kandidat yang akan melayani MS, lebih besar dari pada level sinyal BTS yang sedang aktif melayani MS. Nilai histeresis adaptif merupakan fungsi jarak, sehingga nilainya berubah secara dinamik, yang ditulis dengan Persamaan 2.4 [21].

  = 20 1 − , 0

  2.4 dimana, = jarak antara MS terhadap BTS yang sedang melayani, = radius sel.

  Histeresis berubah-ubah diantara 0 sampai 20 . Histeresis semakin besar ketika jarak MS dengan BTS semakin dekat, sebaliknya histeresis semakin kecil ketika MS semakin menjauhi BTS yang melayaninya. Metode ini dapat mengurangi jumlah handoff tidak perlu dengan tetap memelihara kualitas sinyal.

  Histeresis yang berubah-ubah sebagai fungsi jarak , diilustrasikan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Histeresis adaptif sebagai fungsi jarak .

2.6.6 Suboptimal Signal Degradation Handoff

  Metode handoff yang optimal dapat didesain berdasarkan gabungan nilai ekspektasi sinyal terdegradasi dan ekspektasi jumlah handoff ,

  [ ] [ ] masing-masing dinyatakan dengan Persamaan 2.5 dan 2.6 [15].

  ̅ <

  2.5

  [ ] = ∑ ,

  2.6

  [ ] = ∑ { = 1} ̅ < ̅

  Dimana merupakan probabilitas kejadian berada dibawah

  , , . merupakan level sinyal minimum yang masih dapat melayani MS.

  = 1

  menyatakan fungsi keputusan handoff, dimana menyatakan apabila

  = 0

handoff terjadi, sebaliknya menyatakan handoff tidak terjadi. Fungsi

  

= [ , , …, ]

  proses keputusan handoff , didesain supaya diperoleh

  

tradeoff antara ekspektasi sinyal terdegradasi dan ekspektasi jumlah

[ ]

handoff , yang dinyatakan dengan formulasi Bayes pada Persamaan 2.7 [2].

  [ ]

  2.7

  [ ] + [ ]

  Dimana > 0 adalah parameter yang dapat divariasikan sesuai perubahan lingkungan. Formulasi Bayes berdasarkan Persamaan 2.7, diselesaikan berdasarkan pemrograman dinamik yang telah dibahas pada jurnal (2,15,19).

  Secara praktis lintasan MS tidak dapat diketahui seluruhnya. Dengan membatasi keputusan handoff hanya pada waktu dan + 1 , maka diperoleh solusi suboptimal yang dinyatakan dengan Persamaan 2.8 [15].

  1, ̅ < | + ,

  ( ) =

  2.8

  < ̅ < | ,

  ( ) 0, Dengan adalah informasi yang dibutuhkan pada waktu . Karena distribusi bersyarat ̅ yang terdiri dari dan ̅ adalah Gaussian, maka probabilitas

  , , ,

  pada Persamaan 2.8 ditentukan oleh syarat mean dan variansi, masing-masing dinyatakan pada Persamaan 2.9 dan 2.10.

  = ] ̅ ̅

  2.9

  • (1 − )[ + (1 − ) − log

  , , , , / ,

  = = ) ̅

  2.10

  ( 1 − ) ( 1 − ,

  Rumus keputusan suboptimal diatas disebut sebagai suboptimal Signal Degradation-Handoff, yang ditulis menjadi Persamaan 2.11 [15].

  ( ) , ) (

  • 1,

  ( ) , =

  2.11

  < 0, −

  dimana, + ̅

  ( , ) ,

  1 /

  ( ) √ 2

  Adapun metode handoff diatas, dapat dikelompokkan secara kualitatif yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan metode handoff secara kualitatif No Parameter

  Metode handoff Deskripsi kontrol

  1 Relatif kuat sinyal interval jarak Interval jarak rata-rata yang besar mengurangi handoff ping-pong, menimbulkan rata-rata banyaknya handoff tidak perlu.

  2 Threshold threshold Treshold yang tinggi menimbulkan handoff tidak perlu, Treshold yang terlalu rendah dapat menimbulkan delay terlalu lama dan dapat berakibat pada kejadian drop serta interferensi co-channel.

  3 Histeresis margin Mencegah handoff ping-pong, histeresis terlalu besar berakibat pada delay terlalu lama, histeresis dapat menciptakan handoff tidak perlu dan handoff ke sel yang salah

  4 Threshold dengan histeresis dan Mengurangi handoff tidak perlu, delay handoff tinggi histeresis threshold

  5 Histeresis adaptif histeresis Histeresis berubah-ubah sebagai fungsi jarak sehingga mengurangi probabilitas

  handoff tidak perlu

  6 Signal cost (c) Gabungan nilai ekspektasi total jumlah sinyal terdegradasi dan total jumlah handoff

  Degradation

  dengan memvariasikan nilai untuk mencapai parameter tradeoff berdasarkan fungsi Handoff keputusan handoff.

  26 Universitas Sumatera Utara

2.7 Mekanisme Evaluasi Handoff

  Ada tiga mekanisme dasar yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja metode handoff, yaitu; pendekatan analitis, simulasi dan emulsi [7].

  2.7.1 Pendekatan Analitis

  Pada pendekatan analitis, secara cepat dapat diperoleh ide tentang kinerja dari beberapa metode handoff untuk skenario handoff yang sederhana. Pendekatan ini akan valid jika dibatasi pada kondisi tertentu, misalnya; mengasumsikan profil level sinyal.

  Pada kenyataannya, prosedur handoff sangat kompleks dan tidak memiliki memori. Hal ini menyatakan bahwa pendekatan secara analitis tidak realistis.

  Dalam kondisi sebenarnya, pendekatan ini begitu kompleks dan membutuhkan proses matematis yang rumit.

  2.7.2 Pendekatan Simulasi

  Pada pendekatan simulasi, untuk mengevaluasi kinerja metode handoff dapat dilakukan dengan menggabungkan gambaran parameter sistem seluler dan lingkungan yang mempengaruhi sistem seluler itu. Beberapa model simulasi, cocok untuk mengevaluasi tipe metode handoff yang berbeda. Hal ini dilakukan berdasarkan skenario handoff yang bervariasi dirancangkan dan yang banyak digunakan dalam literatur.

  Pada umumnya, pendekatan simulasi digunakan untuk membandingkan metode handoff yang berbeda dan juga menyediakan pengetahuan tentang perilaku sistem [7]. Software simulasi menyediakan kecepatan, kemudahan dan harga efektif untuk mengevaluasi mekanisme handoff. Pendekatan analitis menyumbangkan pengetahuan tentang perilaku handoff dengan cepat, sementara simulasi menyediakan skenario handoff yang kompleks. Oleh karena itu, kombinasi dari pendekatan analitis dan simulasi menyumbangkan manfaat yang lebih bagus untuk mengevaluasi handoff.

  Model simulasi biasanya terdiri dari satu atau lebih komponen berikut; model sel, model propagasi, model trafik dan model pergerakan. Pada Gambar 2.9 ditunjukkan komponen dari tipe model simulasi.

  Model sel

  Shadowing

  fading Model

  Pathloss

  Model propagasi simulasi

  Fast fading

  Model pergerakan Gambar 2.9 Komponen model simulasi [7].

  Model sel, model propagasi, model trafik dan model pergerakan dijelaskan sebagai berikut:

  1. Model sel Model sel berkaitan dengan perencanaan sel berdasarkan lingkungannya, seperti; mikrosel dan makrosel. Sel juga dapat dianggap berbentuk lingkaran, heksagonal untuk mempertimbangkan handoff diantara dua atau lebih sel.

  2. Model propagasi Kinerja sistem komunikasi seluler secara signifikan dipengaruhi oleh kanal radio. Perambatan gelombang melalui kanal radio memiliki mekanisme berbeda, yaitu; reflection, difraction dan scatter. Model propagasi dibedakan untuk propagasi outdoor dan indoor. Berdasarkan tipe lingkungan, model propagasi dibedakan untuk daerah

  urban dan rural. Berdasarkan karakteristik propagasinya, model propagasi

  dibedakan untuk mikrosel dan makrosel. Model propagasi biasanya terdiri dari pathloss, model fading lambat atau shadow fading dan model fading cepat atau fast fading.

  3. Model pergerakan Mobile Station memiliki kecepatan berbeda pada waktu-waktu tertentu.

  Arah pergerakan MS juga berubah-ubah pada waktu-waktu tertentu.

2.7.3 Pendekatan Emulsi

  Pada pendekatan emulsi menggunakan software simulator yang menyediakan metode handoff untuk melakukan proses pengukuran variabel, misalnya; level sinyal dan bit error rate. Pada kenyataannya, pengukuran propagasi didasarkan atas simulasi dengan keuntungan menyediakan pengetahuan lebih baik tentang kanal radio dan pengukuran data yang lebih akurat. Kelemahan utama pendekatan emulsi adalah ketika memerlukan pengukuran secara periodik dan tidak sesuai untuk membandingkan metode handoff pada platform yang sama. Pembahasan pada Tugas Akhir ini menggunakan model simulasi.