KOMPOSISI KIMIA, ASAM LEMAK, DAN KOLESTEROL (Harpiosquilla raphidea) AKIBAT PEREBUSAN

  

# # # #

" " " " - ,. / # 5 (< ! 1 ! ) ! #

  • * E *
    • - $ $ ? 0=!41& : 0 541& ? & 05 1 ) $ &

  • * ! $ $ & & & &

  E 2 $ & " $

  & & & 1& & 5 $ 2 & & $ &7/,& . & .,& &. ,&

  7+&+#,& .&-7,& &6 , 1 -7& +, & & & /6&..,8 .& ,8 6&./,8 #/&+ ,8 & / &+ ,8 .&-/,8 #6&--,8

  • -&7, 4 $ & & "

    $ & --& +, -+&.#, " $ 7+&6 , & &76, 4 $ $ &

  77&66,

& &.+, " $ $ $ =!4

54 & #&/, & #& 7, "

  .&--, #6&6 , ! $ % & % % $

  '

  Sumberdaya perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk berkontribusi di dalam pemenuhan gizi masyarakat, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Salah satu komoditas perikanan yang bernilai gizi adalah udang. Udang merupakan makanan yang memiliki cita rasa yang khas dan lezat serta banyak diminati oleh masyarakat.. Kandungan gizi yang khas pada udang salah satunya adalah asam lemak tak jenuh majemuk yaitu Omega13 yaitu EPA dan DHA Omega19 yaitu oleat. Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh, asam lemak esensial seperti linoleat (Omega16) dan linolenat (Omega13) digunakan untuk menjaga bagian1bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peran penting dalam perkembangan otak (Duthie dan Barlow 1992 diacu dalam Nurjanah 2002). Selain itu, komponen utama kolesterol pada udang adalah HDL yang berfungsi mengurangi LDL dalam tubuh sehingga mampu mencegah penyakit arterosklerosis (Felix dan Velazquez 2002).

  Udang ronggeng merupakan salah satu jenis komoditas air laut yang sudah lama dikenal dan dikonsumsi masyarakat karena rasa dagingnya yang sangat lezat sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi. Udang ronggeng tergolong komoditas ekspor bagi negara Jepang, Singapura, dan China. Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat udang ronggeng merupakan hasil perairan Indonesia dan sangat disukai 1 oleh masyarakat, namun belum ada informasi yang jelas mengenai jenis, komposisi

  Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor asam lemak dan kandungan kolesterol udang ronggeng, sehingga dari penelitian ini, diharapkan dapat menambah informasi yang berharga dalam pemenuhan gizi masyarakat.

  Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dari udang ronggeng yang meliputi asal sampel, ukuran tubuh (panjang dan berat), dan rendemen, serta untuk mengetahui pengaruh perebusan terhadap komposisi kimia (proksimat, profil asam lemak serta kandungan kolesterol udang ronggeng.

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari1Maret 2009, pengambilan sampel dilakukan di pasar ikan tradisional Muare Angke Jakarta Utara. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan analisis asam lemak dan kolesterol dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Cimanggu.

  Bahan1bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu udang ronggeng, bahan1 bahan untuk analisis proksimat adalah akuades, H 2 SO 4 , NaOH, HCl, H 3 BO 3 , pelarut heksana, dan katalis selenium. Analisis asam lemak menggunakan bahan1bahan seperti akuades, heksana, metanol, kloroform (CHCl ), NaOH, NaCl, dan BF . Alat 3 3 yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator (kadar air), kompor listrik, tanur (kadar abu), gelas erlenmeyer, kapas, kertas saring, tabung soxhlet, pemanas (kadar lemak), tabung Kjeldahl, Kjeltech, destilator, buret, erlenmeyer, pipet volumetrik, labu ukur (kadar protein). Analisis asam lemak dan kolesterol menggunakan * , sentrifuse, evaporator, erlenmeyer, corong pisah dan botol vial, serta kromatografi gas.

  Metodologi penelitian yaitu melakukan pengukuran panjang total, panjang bagian tubuh, berat total, dan rendemen udang ronggeng. Setelah itu dilakukan analisis proksimat yaitu, analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak (AOAC 1995)* Tahap salanjutnya adalah melakukan analisis asam lemak, dan kandungan kolesterol udang ronggeng (AACC 1983) dengan identifikasi kromatografi gas Shimadzu GC 91A (AACC 1983).

  ' # ' # $!( )! $ (

  Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pasar ikan tradisional Muare Angke Jakarta Utara yang telah memenuhi panjang rata1rata tangkapan yaitu dengan panjang total 30,08 cm, panjang baku 24,63 cm dan bobot rata1rata 206,08 g. Rendemen udang ronggeng segar dan rebus meliputi berat daging, cangkang dan jeroan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

  Rendemen udang ronggeng segar berdasarkan Gambar 1 adalah 41,27% (daging), 54,15% (cangkang) dan 4,59% (jeroan). Rendemen udang dipengaruhi oleh pola pertumbuhan udang tersebut. Pertumbuhan udang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis kelamin, umur, faktor keturunan, dan ketersediaan makanan (Effendi 1997 dan Kayama 1999 diacu dalam Nurjanah 2007). Gambar 2 menunjukkan bahwa rendemen udang ronggeng setelah perebusan adalah 20,08% (daging), 45,32% (cangkang) dan 1,69% (jeroan). Perlakuan perebusan menyebabkan terjadinya penyusutan atau kehilangan berat 0 1 sebesar 32,90%. Selama proses perebusan berlangsung, terjadi pengurangan kadar air pada daging udang ronggeng. Bersamaan dengan keluarnya air dari udang, komponen zat gizi lain juga berkurang yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai rendemen pada daging, cangkang dan jeroan pada udang ronggeng rebus. Faktor1faktor yang menyebabkan udang kehilangan berat selama proses pemasakan (perebusan) berlangsung adalah lama perebusan, suhu yang diterapkan, luas permukaan udang yang dimasak, jenis udang, penambahan garam dan tingkat kerusakan fisik pada daging udang sebelum udang dimasak (Aitken dan Connel 1979)

  "* ( )( ! )( ( ( ( )( 9* ( )( ! )( ( ( ( ( ) ) ) (

  Komposisi kimia udang meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak. Komposisi kimia yang terkandung dalam udang berbeda1beda dan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas udang tersebut memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Komposisi kimia udang ronggeng segar dan rebus dapat dilihat pada Tabel

  1.

  ( "* ) ) $ ( )( ( ) ) ) $ ( ( ! 0 ! 3,4 )( ( ) Kadar air (bb) 76,55 74,09 Kadar abu (bk) 5,41 5,37 Kadar protein (bk) 20,42 22,37 Kadar lemak (bk) 1,53 0,83

  (!( & G ( ! ) J $ G ( ! $(

  Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan perebusan menyebabkan terjadinya penurunan terhadap komposisi kimia udang ronggeng. Berdasarkan penelitian ini, penurunan komposisi kimia disebabkan oleh adanya proses hidrolisis selama pemanasan, sehingga protein, meneral, dan lemak terbawa keluar dari daging udang bersama drip (Harikedua 1992).

  Selain itu, komposisi kimia daging udang dipengaruhi oleh faktor endogenus (internal) dan faktor eksogenus (eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi komposisi kimia udang antara lain faktor genetik, spesies udang, jenis kelamin, ukuran, golongan udang, tingkat kematangan gonad (TKG), dan sifat warisan, sedangkan faktor luar yang mempengaruhi kandungan gizi udang yaitu suhu, salinitas, habitat, musim, dan jenis komposisi dan ketersediaan makanan (Gokce 2004).

  ) ) ) ( $ (

  Analisis asam lemak menunjukkan bahwa udang ronggeng baik segar maupun rebus mengandung 10 jenis asam lemak yang tergolong dalam asam lemak jenuh () >

  4 / SAFA), asam lemak tak jenuh tunggal ( %

  / MUFA), dan asam lemak tak jenuh majemuk ( % / PUFA), dan asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang 0 % / LCPUFA). Komposisi asam lemak udang ronggeng dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.

  Gambar 3 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh yang paling mendominasi adalah palmitat (C16:0), yaitu 29,23%, dan menyusut pada udang rebus yaitu 24,83% dari total asam lemak. Menurut Osman . (2007), palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15150% dari seluruh asam1asam lemak yang ada. Asam kaprat dan laurat dalam kondisi segar tidak terdeteksi kandungan asam lemaknya. Hal ini disebabkan oleh tidak sempurnanya ekstraksi dan hidrolisis asam lemak daging udang ronggeng. Selain itu juga 112 dipengaruhi oleh limit deteksi kromagrafi gas yang digunakan yaitu < 10 gram zat

  1 * organik dari sampel yang direspon oleh detector FID 0% (Fardiaz 1989). 30 25 15 20 29,23 24,83

  10 5 ' # % !% " ( & ) & kaprat laurat miristat palmitat stearat 0,86 0,46 1,35 % #&

3,32 3,18

segar rebus 1,25 25 20,61% 10 15 20 5 19,26% 14,97% 8,9% 7,69% 5,6% ' # % !% " ( & ) & oleat linoleat linolenat % segar rebus

  Gambar 4 menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh tunggal yaitu oleat (C18:1) dan asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) yaitu linoleat (C18:2, n16), dan linolenat (C18:3, n13) . Jenis asam lemak tak jenuh tunggal didominasi oleh oleat (C18:1), yaitu 20,61% dari total asam lemak udang ronggeng. Kandungan PUFA atau asam lemak tak jenuh majemuk didominasi oleh linoleat (C18:2, n16), yaitu 14,97% dan menurun setelah perebusan yaitu 8,90%, sedangkan kandungan linolenat (C18:3, n13) adalah 7,69% dari total asam lemak dan menyusut setelah perebusan yaitu 5,60%.

  Proses pemanasan dengan perebusan dapat menyebabkan lipida mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam1asam lemak bebas. Proses pemasakan udang maupun ikan akan menghasilkan adanya senyawa1senyawa karbonil. Senyawa1senyawa ini berasal dari pembentukan dan dekomposisi termal produk1produk lipida yang teroksidasi (Gladyshev 2006). Pada penelitian ini, perubahan1perubahan yang terjadi pada asam lemak udang ronggeng akibat faktor pemasakan dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk sampel, suhu dan lamanya perebusan, serta kondisi post mortem udang o sebelum direbus (Harikedua 1992). Perebusan dengan suhu 100 C selama +10 menit sangat baik diterapkan karena penyusutan gizi yang ditimbulkan sangat kecil.

  Gambar 5 menunjukkan, asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang (PUFA) terdiri dari EPA dan DHA dalam kondisi segar, berturut1turut 7,49% dan 1,25%, dan terjadi penurunan kadar EPA dan DHA setelah diberi perlakuan perebusan yaitu 7,17% dan 0,95%. Proses yang terjadi saat udang direbus adalah pemanasan dengan air mendidih yang kontak langsung dengan bahan baku udang ronggeng. Perubahan akibat pemanasan umumnya terjadi pada ikatan rangkap dari asam lemak pada gliserida. Hal ini menyebabkan penurunan kandungan EPA dan DHA pada daging udang ronggeng yang diberi perlakuan perebusan (Gladyshev 2006). Menurut Morris (2004), bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh jamak pada udang mudah dioksidasi dan laju oksidasi akan meningkat sajalan dengan lamanya pemanasan apabila tidak dihambat dengan penggunaan antioksidan.

  5 3 4 6 7 8 7,49% 7,17% 1,25% 0,95% ' * # % !% " + & % 1

  2 EPA DHA #& segar rebus ()!( (

  Analisis kolesterol dilakukan untuk mengetahui kandungan kolesterol pada udang ronggeng. Krustase merupakan komoditas perairan yang kaya akan PUFA (n13) yaitu rendah asam lemak jenuh dan tinggi kandungan kolesterol (Sampaio 2006). 100 120 140 80 115,33 mg/100 g 86,61 mg/100 g 20 40

  60 udang segar udang rebus =* $ ()!( ( )( ( )

  Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa kadar kolesterol rata1rata udang ronggeng adalah 115,33 mg/100 g (bb) dan menurun setelah perebusan yaitu 86,61 mg/100 g (bb). Selama proses perebusan atau pengolahan, terjadi perubahan terhadap komponen lemak, yaitu asam lemak dan kadar kolesterol pada udang ronggeng melalui proses hidrolisis Aitken dan Connel (1979). Hal inilah yang menyebabkan kandungan kolesterol udang yang telah dimasak menurun. Proses perebusan udang 02 1 merupakan cara pengolahan yang baik yaitu bagi produk (pangan) karena dapat mereduksi komponen kolesterol oksida (COPs), khususnya koleterol bebas dan komponen 71ketokolesterol (71keto) sehingga tidak berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsi udang rebus (Sampaio 2006).

  # # ()

  Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pasar ikan Muare Angke Jakarta Utara, dan merupakan hasil tangkapan nelayan yang berasal dari kepulauan Seribu. Udang ronggeng yang ditangkap telah memenuhi panjang rata1 rata tangkapan yaitu dengan panjang total 30,08 cm, panjang baku 24,63 cm dan bobot rata1rata 206,08 gram.

  Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perebusan menyebabkan penurunan rendemen daging, cangkang, dan jeroan udang ronggeng yaitu 32,90%. Analisis proksimat menunjukkan terjadinya penurunan terhadap kadar air sebesar 2,46%, abu 0,04%, lemak 3,37%, dan protein 0,76% setelah perebusan. Komposisi asam lemak dan kolesterol secara keseluruhan mengalami penurunan setelah perebusan. Asam lemak jenuh tertinggi adalah palmitat dan mengalami penurunan sebesar 4,4%, sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal didominasi oleh asam oleat, dan penurunan asam lemak tak jenuh majemuk paling tinggi adalah linoleat yaitu, 6,07%. Asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang didominasi oleh EPA yaitu 7,49% dan mengalami penurunan setelah perebusan sebesar 0,33%. Selain itu, perebusan menyebabkan penurunan kadar kolesterol udang ronggeng sebesar 28,72%.

  #

  Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol daging udang ronggeng dengan perlakuan pengolahan pangan selain perebusan, yaitu penggorengan, pemanggangan, dan pengukusan, serta juga perlu dilakukan penelitian mengenai analisis komposisi kolesterol (HDL, VHDL, dan LDL) sehingga dapat dibuktikan bahwa daging udang ronggeng memiliki komponen utama HDL tertinggi yang berfungsi menurunkan LDL dalam darah sehingga udang ronggeng aman dikonsumsi. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan cangkang udang ronggeng dalam berbagai bidang, yaitu kitin kitosan, dan lain1lain.

  #

  [AACC] American Association of Cereal Chemist. 1983. 4 ' % "

  4 4 % ; ; . Ed ke18. USA: American Association of Cereal Chemist.

  [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. ?%% % 4 %

  " 4 % ?%% 4 % ; . Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc.

  Aitken A dan Connel. 1979. Fish, In: =%% % 5 > %%& ! . Ed.

  Applied Science Publisher. Ltd. London. Fardiaz D. 1989. %

  4 ! . Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

  Felix M L, Velazquez M. 2002. Current status of lipid nutrition white shrimp, ' . > ; 96:36145. Gladyshev M, Sushchik N N, Gubanenko G, Demirchieva S, Kalachova G. 2006. Effect of way of cooking on content of essestial polyunsaturated fatty acid in muscle tissue of humback salmon 0? 1 > ; 96:4461 451. Gokce M A, Tazbozan 0, Celik M, Tabakoglu S. 2004. Seasonal variation in pro ximate anf fatty acid of female common sole 0) 1 > ; 88:4191423. Harikedua JW. 1992. Pengaruh perebusan terhadap kompoen zat gizi ikan layang

  ( ) khususnya asam lemak tidak jenuh Omega13 [tesis]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Morris . 2004. =%% % % % . ; ( 4 . Vol.37

  No. 3 Nurjanah. 2002. Omega13 dan kesehatan. ! > % )

  (PPS702) Program Pasca Sarjana. Program Studi DAS, Institut Pertanian Bogor. http://tumoutou.net [20 Desember 2008]. Osman F, Jaswir I, Khaza’ai H, Hashim R. 2007. Fatty acid profiles of fin fish in Langkawi Island, Malaysia ( ? ) 56:1071113. Sampaio GR, Bastos D, Soares R, Queiroz Y, Torres E. 2006. Fatty acid and cholesterol oxidation in salted and dried shrimp. > ; 95:3441351.