BAB 6 Etikolegal isu dalam praktik kebidanan
TINJAUAN MATA KULIAH
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Mata kuliah ini membahas tentang masalah etik moral dan dilema yang mungkin terjadi dalam pelayanan kebidanan, informed choice dan informed consent
B. Standar Kompetensi
Bidan memberikan Asuhan Kebidanan harus memahami dan mengerti situasi etik moral, yaitu untuk melakukan tindakan yang tepat dan berguna dan untuk mengetahui masalah yang perlu diperhatikan.
C. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti matakuliah ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan :
1. Masalah etik moral dan dilema yang mungkin terjadi dalam pelayanan kebidanan
2. Informed choice
3. Informed consent
PENYAJIAN
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau salah. Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan dengan hokum. Seorang bidan dikatakan professional bila ia mempunyai kekhususan. Sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri yang harus
Mata Kuliah : Etikolegal dalam praktik kebidanan Kode Mata Kuliah : Bd. 402 Beban Studi : 2 SKS (T = 1, P=1) Penempatan : Semester II
A. Latar Belakang
mempunyai pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbarui ilmunya dan mengerti tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi.
B. MASALAH ETIK MORAL DAN DILEMA YANG MUNGKIN TERJADI DALAM
PELAYANAN KEBIDANANTuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan salah satunya adalah karena bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat berhubungan dengan klien serta harus mempunyai tanggung jawab moral terhadap keputusan yang diambil. Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik tidak hanya dibutuhkan pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi bidan juga harus mempunyai pemahaman isu etik dalam pelayanan kebidanan.
Menurut Daryl Koehn dalam the Ground of Professional Ethics (1994) bahwa bidan dikatakan professional, bila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan. Dengan memahami peran sebagai bidan, akan meningkatkan tanggung jawab profesionalnya kepada pasien atau klien.
Bidan berada pada posisi yang baik, yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.
C.
INFORMED CHOICE
Pengertian Informed Choce adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternative asuhan yang akan dialaminya. Menurut Kode Etik Bidan Internasional tahun 1993 bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya terhadap hasil dari pilihannya. Defenisi informasi dalam konteks ini adalah meliputi : informasi yang lengkap sudah diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Dimana pilihan dapat menjadi komplek. Sebagai tambahan, bahwa dalam system pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan professional enggan untuk berbagi informasi atau keputusan yang dibuat dengan kliennya. Pilihan (choice) beda dengan persetujuan (consent) :
1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek hokum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
2. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan ʼ pilihannya sendiriʼ. Choice berarti adalah alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien mengerti perbedaannya sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan kebutuhannya.
Sehingga bagaimana pilihan dapat diperluas dengan menghindari konflik ?
1. Memberikan informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternative media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
3. Untuk pemegang, kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumberdaya, memonitor perkembangan protocol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah , propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4. Menjaga focus asuhan pada ibu dan eviden based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi, dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan
Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien, antara lain :
1. Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC
2. Tempat melahirkan
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan 4. Didampingi waktu melahirkan.
5. Metoda monitor DJJ
6. Augmentasi, stimulasi, induksi
7. Mobilisasi atau posisi saat persalinan
8. Pemakaian analgesia
9. Episiotomi
10. Pemecah ketuban
11. Penolong persalinan
12. Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
13. Tehnik pemberian minuman pada bayi
14. Metode kontrasepsi D.
INFORMED CONSENT
Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal :
1. Informed Consent
2. Negoisasi
3. Persuasi
4. Komite etik Menurut Culver and Gert ada empat komponen yang harus dipahami pada suatu consent atau persetujuan.
1. Sukarela (Voluntariness) Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsure paksaan didasari dan kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur informasi yang diberikan sejelas jelasnya.
2. Informasi (Information) Jika pasien tidak tahu, sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusandalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat keputusan yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi tentang resiko, efek samping tindakan, akan membuat pasien sulit mengambil keputusan, bahkan ada rasa cemas dan bingung.
3. Kompetensi (Competence) Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi
4. Keputusan (Decision) Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divaliditasi lagi apakah karena pasien kurang kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan, beritahulah juga prosedur tindakan dan buatlah senyaman mungkin.
Salah satu factor yang mendorong perlunya informed consent adalah karena pasien mempunyai kesadaran akan hak mutlak atas tubuhnya dan hak untuk menentukan atas diri sendiri, dalam arti menerima atau menolak tindakan medic yang akan dilaksanakan atas dirinya. Selain itu pasien juga mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri (The Right of self Determination) adalah hak yang melekat dalam diri manusia, dalam arti seseorang berhak menentukan apa yang akan dilakukan atas dirinya. Hak untuk menentukan diri sendiri dalam bidang kesehatan antara lain hak untuk menentukan mendapatkan atau menolak pertolongan dibidang pelayanan kesehatan, hak untuk memilih sarana kesehatan/bidan, hak untuk mendapatkan second
opinion, hak untuk dirahasiakan penyakitnya, hak untuk melihat rekam medik
Dasar hukum informed consent adalah :
1. Pasal 53 pada UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menetapkan sebagai berikut : a. Ayat 2, Tenaga Kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien b. Ayat 4, Ketentuan mengenai standar profesi dan hak pasien sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) ditetapkan dalam peraturan pemerintah penjelasan pasal 53 UU No 23/92 Tentang Kesehatan c. Ayat 2, standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien adalah hak atas informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua.
2. Diatur juga dalam Registrasi dan Praktik bidan pada KepMenKes No 900/2002 Pasal 25 ayat 2, tentang kewajiban bidan dalam menjalankan kewenangannya yaitu : a. Memberikan informasi. Informasi mengenai pelayanan/tindakan yang diberikan secara jelas, sehingga memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan terbaik bagi dirinya
b. Meminta persetetujuan yang akan dilakukan. Pasien berhak mengetahui daan mendapat penjelasan mengenai semua tindakan yang dilakukan kepadanya. Persetujuan dari pasien dan orang terdekat dalam keluarga perlu dimintakan sebelum tindakan dilakukan.
3. Secara umum informed consent berlakuk sejak tahun 1981, PP No 8 Tahun 1981
4. Informed Consent dikukuhkan menjadi lembaga hukum yaitu dengan diundangkannya Peraturan Menteri Kesehatan No 585 Tahun 1989 Tentang persetujuan Tindakan Medik. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 Tahun 1989. Ketentuan Umum Pasal 1 (a) menetapkan apa yang dimaksud dengan informed Consent : persetujuan tindakan medic adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
5. Pada KepMenKes No 900.2002, Bab IX, Sanksi Pasal 42 menyebutkan bahwa bidan yang dengan sengaja : melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) menyebutkan bahwa : Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus : menghormati hak pasien, memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan, meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan. Tentang KepMenKes No 900/2002. Apakah Informed Consent ?
1. Persetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yanga akan dilakukan
2. Informed consent merupakan suatu proses.
3. Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi.
4. Merupakan dialog antara bidan dengan pasien didasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir.
5. Informed consent berarti penyataan kesediaan atau pertanyaan penolakan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga yang diberikan informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan.
6. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
Dalam penyampaian informasi harus ada kesamaan bahasa atau setidaknya ada pendekatan dalam pengertian dari orang yang menerima informasi. Bila terdapat kesenjangan yang besar antara bahasa pemberi informasi dengan bahasa penerima informasi, maka usaha pemberian informasi bukan saja tidak mencapai tujuan bahkan mengarah kepada salah pengertian atau terjadi konflik.
Informasi yang harus diberikan adalah informasi yang selengkap lengkapnya yaitu informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medic yang bersangkutan dan resiko yang dapat ditimbulkannya. Informasi yang harus diberikan adalah tentang keuntungan dan kerugian dari tindakan yang akan dilaksanakan baik diagnosa maupun theraupetik.
Menurut Dr H.J.J. Leenen bahwa isi dari informasi adalah diagnose, terapi, tentang cara kerja, resiko, kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, prognosa. Seorang bidan harus memberikan informasi yaitu berisi diagnose, terapi, tentang cara kerja dan resiko setelah informasi diberikan maka diharapkan persetujuan dari pasien dalam arti ijin pasien bagi bidan untuk melaksanakan tindakan medic. Pasien mempunyai hak penuh untuk menolak atau memberikan persetujuan. Persetujuan dari pasien mempunyai arti cukup luas sebab dengan sekali pasien membubuhkan tandatangan di formulir persetujuan medic, berarti pasien sudah memberikan otonomi pada bidan untuk melakukan tindakan, pasien menyetujui untuk dilakukan tindakan. Penandatanganan ini mempunyai konsekuensi telah tercapai apa yang dinamakan sepakat para pihak yang mengikat diri, terjadi perjanjian untuk dilaksanakan tindakan medic.
Persetujuan ini mempunyai kekuatan mengikat dalam arti mempunyai kekuatan hukum, berarti bidan telah menjalankan kewajibannya memberikan informasi dan memberikan hak kepada bidan untuk melakukan tindakan medic.
Kewajiban tenaga kesehatan memberikan informasi baik diminta maupun tidak diminta, tentang perlunya tindaan medic dan resiko yang dapat ditimbulkannya diberikan secara lisan dan cara penyampaian informasi harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi pasien. Bila bidan menilai bahwa informasi yang akan diberikan merugikan pasien atau pasien menolak menerima informasi dalam hal ini ˮ informasi ˮ dengan persetujuan pasien, dapat diteruskan kepada keluarga terdekat dari pasien dan didampingi oleh seorang paramedik lainnya.semua tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan dan persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan tetapi bila tindakan medic yang mengandung resiko tinggi harus dibuat persetujuan secara tertulis dan ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Yang berhak memberikan persetujuan adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental, telah berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih dari 21 tahun tetap dibawah pengampunan maka persetujuan diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan, berapapun umurnya, menurut hokum adalah dewasa (cakap), berhak mendapatkan informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka pendapat ibu hamil yang diturut karena yang memberikan persetujuan adalah ibu hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat reproduksi.
Hak ibu hamil untuk mendapatkan pendapat kedua dari teman sejawat dan apabila minta pendapat dokter ahli kandungan bukan pendapat kedua tapi itu merupakan rujukan. Pendapat kedua antara tanaga kesehatan pertama dan tenaga kesehatan kedua harus ada komunikasi dan kerjasama itu bukan pendapat kedua.contoh : ibu hamil memeriksa diri pada bidan A, kemudian dikarenakan sesuatu hal ibu hamil tersebut memeriksakan diri pada bidan B. kemudian terjadi komunikasi dan kerjasama antara bidan A dan bidan B, hal ini berarti merupakan pendapat kedua (second opinion).
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua pihak saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang harus dipegang teguh dan dirahasiakan bahkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Hukuman membuka rahasia jabatan diatur dalam KUHP BAB
XVII Pasal 322 Tentang Membuka Rahasia yaitu :
1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau penchariannya, baik yang sekatrang maupun terdahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Informed Consent mempunyai dua dimensi yaitu sebagai berikut :
1. Dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan yang berprilaku memaksakan kehendak, memuat : a. Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien.
b. Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien.
c. Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik.
2. Dimensi etik, mengandung nilai-nilai :
a. Menghargai otonomi pasien
b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan c. Bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau hasil pemikiran rasional
Apabila bidan dipanggil oleh kepolisian untuk menjadi saksi ibu hamil, dan menyangkut rahasia jabatan maka harus dirahasiakan dengan menolak untuk membukanya. Begitupula di pengadilan harus pula menolaknya. Hakim yang menentukan apabila harus membuka rahasia jabatan dengan membuat surat keputusan. Tanpa surat perintah hakim maka bidan dapat diadukan dengan alasan membuka rahasia jabatan. Syarat sahnya perjanjian atau consent adalah :
1. Adanya kata sepakat Sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas jelasnya. Para bidan dalam meberikan informasi kepada pasien sebaiknya menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dimengerti dan tidak boleh ada unsur berdasarkan kepentingan subjektif bidan, termasuk upaya mencari keuntungan financial semata, sehingga tindakan yang dilakukan tidak didasari suatu interprestasi data yang tepat. Pihak pasien juga harus menceritakan keadaan yang sebenarnya sehingga memudahkan memperoleh data yang tepat dan objektif
2. Kecakapan Kecakapan disini artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Apabila pasien seorang anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya. Dalam undang- undang disebutkan bahwa orang yang dalam keadaan sakit, tidak dapat berfikir sempurna. Apabila karena suatu hal sehingga ia dipaksa untuk memberikan persetujuannya, maka apabila tindakan yang dilakukan bidan tidak berhasil, maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah. Contoh apabila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan yang hebat, maka ia tidak dapat berfikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh suaminya.
3. Suatu hal tertentu Objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan terinci. Misalnya dalam persetujuan harus ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, suami, atau wali.kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang memberikan persetujuan.
4. Suatu sebab yang halal Maksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hokum. Sebagai contoh tindakan abortus provocatus pada seorang pasien oleh bidan, meskipun dengan persetujuan pasien, dan persetujuan telah disepakati kedua belah pihak, tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum, dengan demikian persetujuan yang demikian tidak dapat ditarik kembali oleh salah satu pihak selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Informed consent mengandung beberapa segi hukum :
1. Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua pihak saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak
2. Informed Consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka pengadilan atau membebakan rumah sakit atau rumah bersalin atau bidan terhadap tanggung jawabnya apabila terdapat kelalaian. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
3. Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Untuk memahami informed consent, maka digambarkan urutan pelaksanaan pada bagan alir sebagai berikut :
PASIEN BIDAN
INFORMASI Gambar 1. Urutan pelaksanaan informed consent Dari bagan alir diatas menunjukkan alur yang senantiasa berurutan, pada tahap pertama bidan dengan pasien dihubungkan dengan suatu dialog, forum informasi (informed), kemudian terjadilah pilihan (choice) dan pengambilan keputusan. Terdapat dua keluaran pengambilan keputusan : 1) Menyetujui, sehingga menandatangani form persetujuan, 2) Menolak dengan menandatangani form penolakan, sehingga baik persetujuan maupun penolakan sebaiknya dituangkan secara tertulis, jika terjadi permasalahan, maka secara hukum bidan mempunyai kekuatan hukum karena mempunyai bukti tertulis yang menunjukan bahwa prosedur pemberian informasi telah dilalui dan keputusan ada ditangan klien untuk menyetujui atau menolak. Hal ini sesuai hak pasien untuk menentukan diri sendiri, yaitu pasien berhak menerima atau menolak tindakan atas dirinya setelah diberi penjelasan sejelas-jelasnya.
Pelaksanan informed consent cukup sulit, terbukti masih ditemukan beberapa masalah yang dihadapi oleh pihak bidanm atau rumah sakit atau rumah bersalin, yaitu antara lain :
1. Pengertian kemampuan secara hokum dari orang yang akan menjalani tindakan, serta siapa yang berhak menandatangani surat persetujuan dimana harus ditentukan pengaturan mengenai batas usia, kesadaran, kondisi mentalnya dsb. Sampai sejauh mana orang yang sedang merasa kesakitan, seperti misalnya ibu inpartu, mampu menetapkan pilihan atau berkosentrasi terhadap penjelasan yang diberikan. Apakah orang dalam keadaan sakit mampu secara hukum menyatakan persetujuan.
2. Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atau ibu tidak mampu secara hukum untuk menyatakan persetujuannya.
3. Masalah informasi yang diberikan yaitu seberapa jauh informasi yang dianggap telah dijelaskan dengan cukup jelas tetapi juga tidak terlalu rinci sehingga dianggap menakut nakuti.
4. Dalam memberikan persetujuan, apakah diperlukan saksi, apabila diperlukan apakah saksi tersebut perlu menandatangani formulir yang ada. Bagaimana menetukan saksi
5. Dalam keadaan darurat, misalnya kasus perdarahan pada ibu hamil, dan keluarganya belum dapat dihubungi, dalam keadaan seperti ini siapakah yang berhak memberikan persetujuan, sementara pasien perlu segera ditolong. Bagaimana perlindungan hukum kepada si bidan yang melakukan tindakan atas dasar keadaan darurat dan dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan janinnya. Manfaat informend consent adalah : untuk mengurangi kejadian mal praktik dan agar bidan lebih berhati-hati dan alur pemberian informasi benar-benar dilakukan dalam memberikan pelayanan kebidanan.
PENUTUP
1. Sebutkan masalah etik moral dan dilema yang mungkin terjadi dalam pelayanan kebidanan
2. Jelaskan tentang informed choice
3. Jelaskan tentang informed consent
TUGAS
Tugas kelompok : presentasi hasil studi kasus masalah-masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktek bidan
DAFTAR PUSTAKA
1. Issue in Midwifery,Tricia Murphy Black,1995.2. Etika dan kode etik bidan di Indonesia
3. Undang-undang Kesehatan No.23/1992 tentang wewenang Bidan
4. Peraturan Hukum Kesehatan Di Indonesia
5. Etika dan Hukum Kedokteran
6. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kesehatan