BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aromaterapi 1. Pengertian Aromaterapi - Manfaat Aromaterapi Lavender Terhadap Pengendalian Nyeri Persalinan Kala I di Klinik Sumiariani Kecamatan Medan Johor Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aromaterapi

  1. Pengertian Aromaterapi

  Kata aromaterapi berarti terapi dengan memakai minyak esensial yang ekstrak dan unsur kimianya diambil dengan utuh. Aromaterapi adalah bagian dari ilmu herbal (herbalism) (Poerwadi, 2006, hlm. 1). Sedangkan menurut Sharma (2009, hlm. 7) aromaterapi berarti ‘pengobatan menggunakan wangi- wangian’. Istilah ini merujuk pada penggunaan minyak esensial dalam penyembuhan holistik untuk memperbaiki kesehatan dan kenyamanan emosional dan dalam mengembalikan keseimbangan badan. Terapi komplementer (pelengkap), seperti homoeopati, aromaterapi dan akupuntur harus dilakukan seiring dengan pengobatan konvensional (Jones, 2006, hlm. 190)

  Tumbuhan aromatik menghasilkan minyak aromatik. Apabila disuling, senyawa yang manjur ini perlu ditangani secara hati-hati. Sebagian besar senyawa ini akan menimbulkan reaksi kulit, tetapi jika digunakan secara tepat, senyawa ini memilki nilai teraupetik. Senyawa ini dapat dihirup, digunakan dalam kompres, dalam air mandi, atau dalam minyak pijat (Jones, 2006, hlm. 191).

  2. Sejarah Aromaterapi

  Aromaterapi telah digunakan sejak zaman Mesir kuno yang memang terkenal dengan ilmu pengetahuan yang tinggi. Merekalah yang menciptakan dan meramaikan dunia pengobatan, farmasi, parfum serta kosmetik. Dari Mesir, aromaterapi dibawa ke Yunani, Cina, India serta Timur Tengah sebelum masuk ke Eropa di abad pertengahan.

  Pada abad ke 19 dimana ilmu kedokteran mulai terkenal, beberapa dokter pada zaman itu tetap memakai minyak esensial dalam praktek sehari-hari mereka. Pada zaman aromaterapi modern, aromaterapi digali oleh Robert

  Tisserand yang meniulis buku The Art of aromatherapy (Poerwadi, 2006, hlm.1).

  Dewasa ini, riset membuktikan aneka penggunaan minyak aroma. Riset kedokteran pada tahun-tahun belakangan ini mengungkapkan fakta bahwa bau yang kita cium memiliki dampak penting pada perasaan kita. Menurut hasil penelitian ilmiah, bau berpengaruh secara langsung terhadap otak seperti obat.

  Misalnya, mencium lavender meningkatkan frekuensi gelombang alfa terhadap kepala bagian belakang dan keadaan ini dikaitkan dengan relaksasi (Sharma, 2009, hlm. 13).

3. Minyak Esensial

  Poerwadi (2006, hlm. 8) mengatakan bahwa tanaman teraupetik yang beraroma mengandung minyak esensial di tubuhnya. Struktur minyak esensial sangatlah rumit, terdiri dari berbagai unsure senyawa kimia yang masing-masing mempunyai khasiat teraupetik serta unsure aroma tersendiri dari setiap tanaman.

  Berdasarkan pengalamanlah, para ahli aromaterapi menentukan secara tepat bagian tanaman yang terbaik.

  Cara aman menggunakan aromaterapi sepertinya tidak berbahaya, massage dengan minyak esensial atau menghirup wanginya. Tapi minyak esensial memiliki efek yang kuat pada tubuh, sehingga harus digunakan dengan hati-hati karena bersifat pekat.

4. Aplikasi Minyak Esensial Agar Diserap Oleh Tubuh

  Menurut Poerwadi (2006, hlm. 15) aroma dan kelembutan minyak esensial dapat mengatasi keluhan fisik dan psikis. Minyak esensial diserap oleh tubuh melalui 2 cara yaitu : a.

  Melalui indra penciuman Yang paling sederhana adalah melalui indra penciuman, dengan mencium aroma dari minyak esensial. Oleh sebab itu terapi ini disebut aroma-terapi. Indra penciuman yang merangsang daya ingat kita yang bersifat emosional dengan memberikan reaksi fisik berupa tingkah laku. Aroma yang sangat lembut dan menyenangkan dapat membangkitkan semangat maupun perasaan tenang dan santai.

  Menurut Price Shirley dan Price Len (1997, hlm. 105) akses lewat jalur nasal jelas merupakan cara yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan permasalan emosional seperti stres serta depresi (dan juga beberapa tipe nyeri kepala). Hal ini terjadi karena hidung mempunyai hubungan langsung dengan otak yang bertanggung jawab dalam memicu efek minyak esensial tanpa mempedulikan jalur yang dipakai untuk mencapai otak. Hidung sendiri bukan organ pembau tetapi mengubah suhu serta kelembaban udara yang dihirup dan mengumpulkan setiap benda asing yang terhirup masuk bersama udara pernapasan.

  Kalau minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung. Pada langit- langit hidung terdapat bulu-bulu halus (silia) yang menjulur dari sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Kalau molekul minyak terkunci pada bulu- buli ini, suatu pesan elektromagnetik (implus) akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memicu respons memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai pemancar serta regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak yang lain badan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif atau stimulan menurut keperluannya.

  b.

  Penyerapan melalui kulit Pada saat kita membalurkan minyak esensial yang telah dicampur dengan minyak dasar pada kulit kita, minyak tersebut akan diserap oleh pori- pori dan diedarkan oleh pembuluh darah ke seluruh tubuh. Proses penyerapan ini terjadi sekitar 20 menit (Poerwadi, 2006, hlm.18).

5. Manfaat Aromaterapi dalam Persalinan

  Tidak ada yang dapat mengalahkan kecamuk perasaan seorang wanita yang hendak melahirkan bayinya. Semua persaan cemas, senang, takut, sendu menjadi satu. Kontraksi dimulai dari yang paling halus sampai paling keras. Pada saat ini rasa sakit karena kontraksi bayi yang akan keluar, kadang tak tertahankan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membantu mengurangi rasa sakit, seperti epidural, inhalasi oksigen, memberikan getaran pada pinggang bagian bawah dengan alat khusus yang tersedia di rumah sakit (mesin TENS:

  Transcutaneous nerve stimulation ) (Poerwadi, 2006, hlm. 47).

  Cara lainnya yang dapat dipakai adalah dengan minyak esensial. Minyak esensial yang biasa dipakai di ruang persalinan di rumah sakit di luar negeri adalah Lavender, Clary Sage, Peppermint, Eucalyptus, Chamomile, Frankincense, Jasmine, Rose, Lemon dan Mandarin (Poerwadi, 2006, hlm. 48). Penggunaan minyak esensial yang benar dalam persalinan dapat mengurangi kebutuhan seorang ibu akan obat-obatan seperti pethidin. Minyak esensial yang mengandung senyawa keton dan fenol berkhasiat bila digunakan pada saat ini karena sifat-sifat analgesiknya (Price, 1997, hlm. 161).

  Penggunaan minyak esensial untuk membantu persalinan sudah dikenal dengan baik. Pada sebuah rumah sakit di New South Wales, Australia, misalnya minyak cengkih dan lavender digunakan untuk memperkuat kontraksi rahim. Umpan balik menunjukkan bahwa kedua jenis minyak ini (campuran minyak cengkih dengan lavender) terutama berkhasiat untuk memperkuat serta meningkatkan kontraksi dan sekaligus meredakan nyeri serta gangguan kenyamanan pada persalinan (Cutter, 1992 dalam Price 1997, hlm. 177).

  Memurut Price (1997, hlm. 176) lavendula (atau Salvia sclarea) memberikan khasiat yang mendukung karena memudahkan ibu untuk mencapai relaksasi merupakan tujuan yang sangat penting dan hasilnya bukan hanya mengurangi nyeri yang dirasakan oleh ibu selama proses persalinan (Reed & Norfolk 1993) tetapi juga memungkinkan ibu agar tetap sadar dan menikmati saat-saat terakhir kelahiran anaknya yang unik serta sangat berharga.

6. Sifat Analgesik Pada Minyak Esensial

  Menurut Price (1997, hlm. 77) banyak minyak esensial yang memiliki sifat ini hingga derajat tertentu dan mengapa terjadi hal demikian tampaknya tidak ada keterangan yang dapat menjelaskan, mengingat rasa nyeri itu sendiri merupakan masalah yang rumit. Sifat analgesik ini diperkirakan terjadi sebagian akibat efek antiinflamasi, sirkulasi serta detoksifikasi yang ditimbulkan oleh beberapa jenis minyak esensial lainnya. Senyawa fenol eugenol yang ditemukan dalam minyak cangkih sudah kita kenal dengan baik sebagai obat sakit gigi, minyak winter green (yang mengandung metil salisilat, yaitu suatu senyawa ester) secara tradisional sudah dipakai sebagai obat gosok untuk menghilangkan pegal-pegal pada otot, dan menthol secara khusus sudah digunakan untuk nyeri kepala.

  Beberapa jenis minyak esensial mempunyai sifat sedatif universal atau kerja soporifik sehingga meredakan rasa nyeri, misalnya minyak Chamaemelum

  nobile, Canaga odorata, Citrus reticulata (Rossi et al 1988), Citrus bergamia (per.) (Franchomme & peonel 1990, dalam Price 1997, hlm. 77).

  Menurut Roulier (1990 dalam Price 1997, hlm. 80) minyak esensial yang bersifat analgesik dan antalgik adalah minyak white birch, chamomile, frankincense, wintergreen, cengkih, lavender, mint.

  Menurut Franchomme dan Penoel (1990 dalam Price 1997, hlm. 181) menggunakan jenis-jenis minyak esensial analgesik (yang banyak mengandung senyawa terpena, keton atau fenol dan mungkin pula eter fenolat) untuk menentukan manfaat pereda nyeri serta relaksasi bagi para wanita yang berada dalam proses persalinan karena perasaan nyeri secara otomatis akan menimbulkan relaksasi.

B. Nyeri

1. Defenisi Nyeri Persalinan

  Bobak (2004 dalam Maryunani 2010, hlm. 6) rasa nyeri pada persalinan dalam hal ini adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dengan warna kulit dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress. Reeder (1987 dalam Maryunani 2010, hlm. 6) mengatakan bahwa intensitas nyeri merupakan beratnya sensai nyeri.

  Menurrut Niven (1992 dalam Mander, 2004, hlm. 141) terdapat faktor- faktor tertentu yang tampak berkaitan dengan nyeri persalinan yang hebat yaitu bayi besar, primipara, tubuh ibu yang kecil dan intervensi obstetrik.

  Menurut Melzack dan Wall (1988 dalam Jones, 2006, hlm. 362) Rasa nyeri tergantung pada banyak faktor psikososial. Derajat dan kualitas nyeri yang dirasa ditentukan oleh pengalaman sebelumnya dan seberapa baik pengalaman tersebut diingat. Persepsi nyeri juga bergantung pada pemahaman tentang penyebab nyeri dan kemampuan untuk memikul konsekuensinya, yang semuanya tercakup dalam budaya tempat tinggal orang tersebut.

2. Klasifikasi Nyeri

  Menurut Maryunani (2010, hlm. 9) klasifikasi nyeri umumnya dibagi 2, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis : a.

  Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik.

  Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya (a) Nyeri somatic dan visceral yaitu bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (supervisial) pada otot dan tulang. Nyeri somatic dan visceral berbeda karakteristiknya terutama kualitas nyeri, lokalisasi, sebab- sebabnya, dan gejala yang menyertainya, (b) Nyeri menjalar (Referrent pain) dimana nyeri terasa pada daerah lain daripada yang mendapat ransang, misalnya pada serangan jantung akan mengeluh nyeri yang menjalar kebawah lengan kiri sedangkan jaringan yang rusak terjadi pada miokardium, (c) Nyeri psikogenik yaitu nyeri yang tidak diketahui secara fisik, biasanya timbul dari pikiran pasien atau psikologis, (d) Nyeri phantom dari ektremitas yaitu nyeri pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi, (e) Nyeri neurologis yang timbul dalam berbagai bentuk, dimana neuralgia adalah nyeri yang tajam (Bare, B. G., & Smeltzer, S. C., 2001, hlm. 213).

  Menurut Jones (2006, hlm. 362) nyeri persalinan, bukan semata-mata akibat dari trauma atau penyakit. Menghubungkan nyeri persalinan dengan sebagian besar kondisi patologis akut dan kronik lain telah mengarah pada persepsi bahwa nyeri persalinan dapat diatasi dengan metode farmakologi modern. Namun peningkatan tuntutan akan metode pelengkap untuk pengendalian nyeri persalinan menunjukkan bahwa sebenarnya wanita tidak melihat obat-obatan sebagai sesuatu yang ideal.

3. Efek yang Ditimbulkan Akibat Nyeri

  Menurut Maryunani (2010, hlm. 24) terdapat beberapa aspek yang berkaitan dengan nyeri pada persalinan dapat mempengaruhi proses kelahiran itu sendiri. Nyeri yang diakibatkan oleh persalinan dapat disimpulkan menjadi beberapa hal di bawah ini : a.

  Psikologis : Penderitaan, ketakutan dan kecemasan. b.

  Kardiovaskuler : Peningkatan kardiak output, tekanan darah, frekuensi nadi, dan resisten perifer sistemik.

  Rahim/uterus : Inkoordinasi kontraksi uterus/rahim.

  Menurut beberapa penelitian menyatakan nyeri persalinan disebabkan karena : 1). Penekanan pada ujung ujung syaraf antara serabut otot dari korpus fundus uterus. 2). Adanya iskemik miometrium dan serviks karena kontraksi sebagai konsekuensi dari pengeluaran darah dari uterus atau karena adanya vasokontriksi akibat aktivitas berlebihan dari syaraf simpatis. 3). Adanya proses peradangan pada otot uterus. 4). Kontraksi pada serviks dan segmen bawah rahim menyebabkan rasa takut yang memacu aktivitas berlebih dari syaraf simpatis. 5). Adanya dilatasi dari serviks dan segmen bawah rahim. Nyeri persalinan kala I terutama disebabkan karena dilatasi serviks dan segmen bawah rahim oleh karena adanya dilatasi, peregangan dan

  Maryunani (2010, hlm. 19) mengatakan bahwa penyebab nyeri persalinan yaitu : a.

  Fetus/janin : Asidosis akibat hipoksia pada janin.

  h.

  Uteroplasental : Penurunan aliran darah uteroplasental.

  g.

  f.

  c.

  Gastrointestinal : Penurunan pengosongan lambung.

  e.

  2 , asidosis laktat, hiperglikemia, lipolisis.

  Metabolil : Peningkatan kebutuhan O

  d.

  Neuroendokrin : Stimulasi sistem simpato-adrenal, peningkatan kadar plasma katekolamin, Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), kortisol, Antideuretic Hormone (ADH), B-endorfin, B-lipoprotein, renin, angiotensin.

4. Penyebab Nyeri Persalinan

  kemungkinan robekan jaringan selama kontraksi. 6). Rasa nyeri pada setiap fase persalinan dihantarkan oleh segmen saraf yang berbeda-beda. Nyeri pada kala I terutama berasal dari uterus.

  b.

  Menurut kala persalinan Nyeri berkaitan dengan kala I persalinan adalah unik dimana nyeri ini menyertai proses fisiologis normal. Nyeri selama kala I persalinan berasal dari : 1) Dilatasi serviks, dimana merupakan sumber nyeri yang utama. 2) Peregangan segmen uterus bawah. 3) Tekanan pada struktur-struktur yang berdekatan. 4)

  Hipoksia pada sel-sel otot uterus selama kontraksi (Wesson, 2000) 5)

  Area nyeri meliputi dinding abdomen bawah dan area-area pada bagian lumbal bawah dan sakrum atas.

5. Keunikan Nyeri Persalinan

  Menurut Maryunani (2010, hlm. 15) nyeri persalinan mempunyai keunikan dibandingkan nyeri lainnya karena : a.

  Nyeri persalinan merupakan bagian dari proses yang normal sedangkan nyeri yang lainnya biasanya mangikuti kondisi patologisnya.

  b.

  Pada nyeri persalinan ada waktu untuk mempersiapkannya karena datangnya sudah dapat diperkirakan yaitu apabila sudah masuk proses persalinan.

  c.

  Nyeri persalinan mempunyai batas dan dapat hilang dengan sendirinya (self-

  limiting ) d.

  Nyeri persalinan tidak konstan tetapi bersifat intermitten :

1) Pada kala I, nyeri merupakan akibat penipisan dan pembukaan serviks.

  a). Pada pembukaan 0-3 cm, nyeri dirasakan sakit dan tidak nyaman. b). Pada pembukaan 4-7 cm, nyeri dirasakan agak menusuk.

  c). Pada pembukaan 7-10 cm, nyeri terasa menjadi lebih hebat, menusuk dan kaku.

  2). Pada awal II, nyeri timbul disebabkan oleh penurunan kepala janin yang menekan dan menarik bagian-bagian di daerah panggul.

  e. Kelahiran bayi dan kondisi janin akan mempengaruhi kondisi emosional ibu sehingga dapat berpengaruh pada rasa nyeri (Rachmawati, 2003).

6. Faktor Yang Mempengaruhi Rasa Nyeri Persalinan

  Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan yaitu : a) usia wanita yang sangat muda dan ibu yang tua mengeluh tingkat nyeri persalinan yang lebih tinggi, b) primipara mengalami nyeri yang lebih besar pada awal persalinan, sedangkan multipara mengalami peningkatan tingkat nyeri setelah proses persalinan dengan penurunan cepat pada persalinan kala II, c) wanita yang mempunyai pelvis kecil, bayi besar, bayi dengan presentasi abnormal, d) wanita yang mempunyai riwayat dismenorea dapat mengalami peningkatan persepsi nyeri, kemungkinan karena produksi kelebihan prostaglandin, e) kecemasan akan meningkatkan respon individual terhadap rasa sakit, ketidaksiapan menjalani proses melahirkan, dukungan dan pendamping persalinan, takut terhadap hal yang tidak diketahui, pengalaman buruk persalinan yang lalu juga akan menambah kecemasan, sehingga menimbulkan peningkatan ransang nosiseptif pada tingkat korteks serebral dan peningkatan sekresi katekolamin yang juga meningkatkan ransang nosiseptif pada pelvis karena penurunan aliran darah dan terjadi ketegangan otot, f) faktor sosial dan budaya dimana beberapa budaya mengharapkan stoicisme (sabar dan membiarkannya) sedang budaya yang lainnya mendorong keterbukaan untuk menyatakan perasaan (Walsh, 2007. hal. 261).

7. Intensitas Nyeri dan Pengukuran Skala Nyeri

  Menurut Maryunani (2010, hlm. 32) indikator adanya dan intensitas nyeri yang paling penting adalah laporan ibu tentang nyeri itu sendiri. Namun demikian, intensitas nyeri juga dapat ditentukan dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan menanyakan pada ibu untuk menggambarkan nyeri atau tidak nyamannya.

  Untuk mengukur skala nyeri dapat digunakan alat yang berupa Verba l

  Descriptor Scale (VDS) yang terdiri dari sebuah garis lurus dengan 5 kata

  penjelas dan berupa urutan angka 0 sampai 10 yang mempunyai jarak sama sepanjang garis. Gambaran tersebut disusun dari “tidak nyeri” sampai nyeri yang tidak tertahankan atau nyeri sangat berat” Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS)

  Keterangan : 0 : Tidak nyeri.

  1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi rasa nyeri.

  10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul (Suddarth dan Brunner Smeltzer, 2002, hal. 218).

8. Komponen-komponen nyeri

  Menurut Maryunani (2010, hlm. 32) komponen-komponen nyeri yang penting dinilai adalah PAIN yaitu :

  1. Pola Nyeri (Pattern of pain) Pola nyeri meliputi waktu terjadinya nyeri, durasi, dan interval tanpa nyeri. Pola nyeri diukur dengan menggunakan kata-kata (verbal).

  2. Area Nyeri (Area of pain) Area nyeri adalah tempat pada tubuh dimana nyeri terasa.

  3. Intensitas Nyeri (Intensity of pain) Intensitas nyeri adalah jumlah nyeri yang terasa. Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan angka 0 sampai 10 pada skala nyeri.

  4. Nature/sifat Nyeri (Nature of pain) Sifat nyeri adalah bagaimana nyeri terasa pada pasien. Sifat nyeri/kualitas nyeri dengan menggunakan kata-kata.

9. Metode Pengendalian Nyeri Nonfarmakologis

  Metode pengendalian nyeri tidak menggunakan medikasi atau obat-obatan menjadi lebih diinginkan karena kita mulai menyadari betapa rentannya janin terhadap ancaman lingkungan, terutama pada substansi yang tidak alami atau buatan (Jones, 2006, hlm. 336).

  Menurut Jones (2006, hlm. 332) meskipun sudah dialami oleh sebagian besar wanita, rasa nyeri saat melahirkan bersifat unik dan berbeda setiap individu. Rasa nyeri tersebut juga memiliki karakteristik tertentu yang sama atau bersifat umum. Pemahaman dan respons kami terhadap nyeri telah terbukti dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti budaya (Zborowski, 1952), pengalaman terdahulu (Beecher, 1956) dan perkiraan dari nyeri tersebut (Jhonson dan Rice, 1974). Pengendalian, yang dalam sensasi tempat kendali dianggap sebagai karakteristik pribadi, juga telah terbukti mempengaruhi toleransi nyeri dan tingkah laku yang dihasilkan (Johnson et al. 1971).

C. Persalinan

  1. Pengertian Persalinan Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran yang terjadi

  pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, hlm. 2).

  Beberapa jam terakhir pada kehamilan manusia ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini, oleh karena itu penggunaan istilah labor (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini.

  Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri, sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini (Williams, 2006, hlm.

  274).

  2. Faktor Utama Dalam Persalinan Spontan

  Menurut Maryunani (2010, hlm. 36) terdapat tiga faktor utama yang perlu dipenuhi untuk persalinan spontan yang biasa dikenal dengan istilah “3P” yaitu : a.

  Power (his/tenaga mengejan) 1). Primer : His (kontraksi ritmis otot polos uterus) atau rasa mulas yang terjadi dengan sendirinya tanpa dibantu obat-obatan, yang diukur menurut intensitas, lama dan frekuensi kontraksi uterus.

  2). Sekunder : Usaha ibu untuk mengejan b. Passage (jalan lahir)

  Keadaan jalan lahir, dimana tulang panggul ibu cukup luas untuk dilewati janin. Dilatasi serviks/leher rahim membuka lengkap sampai 10 cm.

  c.

  Passanger (bayi) Keadaan janin, dimana dinilai/diobservasi ukuran/berat janin, letak (situs), presentasi posisi, sikap (habitus), jumlah fetus/janin.

  Sementara itu, beberapa ahli menambahkan 2P lagi. Jadi syarat persalinan normal ada 5P, dimana 2P selanjutnya adalah d.

  Position (posisi ibu saat persalinan) Kebebasan memilih posisi melahirkan membuat ibu lebih percaya diri mengatasi persalinan dan melahirkan.

  e.

  Psychologic respons (respon psikologi) Respon psikologis pada persalinan normal ditentukan oleh pengalaman sebelumnya, kesiapan emosional, persiapan, suport sistem dan lingkungan.

3. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan

  Menurut Sumarah dan kawan-kawan (2009, hlm. 3) beberapa teori yang memungkinkan terjadinya proses persalinan antara lain : a.

  Teori Keregangan. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.

  b.

  Teori penurunan progesteron. Produksi progesteron menurun sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitoksin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah mencapai tingkat penurunan progesteron tertentu.

  c.

  Teori oksitoksin internal. Menurunnya kosentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitoksin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.

  d.

  Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis. Terdapat hubungan antara hipotalamus pituitari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.

  e.

  Teori berkurangnya nutrisi. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

  f.

  Faktor lain. Tekanan pada ganglion dari pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan .

4. Tahap – Tahap dalam Persalinan

  Dalam persalinan terbagi dalam empat tahap yaitu, a. Tahap pertama persalinan ditetapkan sebagai tahap yang berlangsung sejak terjadi kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi serviks lengkap. Pada tahap pertama ini terbagi dalam tiga bagian : fase laten, selama fase laten banyak mengalami kemajuan dari pada penurunan janin. Fase aktif dan fase transisi, dilatasi serviks dan penurunan bagian presentasi berlangsung lebih cepat. Tidak ada batasan mutlak untuk lama tahap pertama persalinan hingga dapat dikatakan normal. b. Tahap kedua persalinan berlangsung sejak dilatasi serviks lengkap sampai janin lahir. c. Tahap ketiga persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir . Plasenta biasanya lepas setelah tiga atau empat kontraksi uterus yang kuat, yakni setelah bayi lahir. Plasenta harus dilahirkan pada kontraksi uterus berikutnya yaitu 45 sampai 60 menit . d. Tahap keempat persalinan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang tejadi segera jika homeostasis dengan baik. Masa ini merupakan periode yang penting untuk memantau adanya komplikasi, misalnya perdarahan abnormal ( Bobak, 2004. hlm. 246).

5. Fase – Fase dalam Kala I Persalinan

  Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase yaitu : a.

  Fase laten kala satu persalinan 1).Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.

  2). Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. 3). Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

  b. Fase aktif pada kala satu persalinan 1). Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap.

  2). Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara) 3). Terjadi penurunan bagian terbawah janin (APN, 2005, hlm. 40).

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antar variabel

  yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010, hlm. 100).

  Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau variabel bebas. Sedangkan variabel dependen merupakan variabel tidak bebas atau variabel terikat (Arikunto, 2010, hlm.

  162) Variabel independen dalam penelitian ini adalah aromaterapi lavender, sedangkan variabel dependen adalah nyeri persalinan kala I. Secara skematis, kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

  Intervensi Pemberian Aromaterapi

  Lavender

  Pretest Posttest

  Nyeri persalinan kala I Nyeri persalinan kala I sebelum intervensi sesudah intervensi Skema 1. Kerangka konsep

B. Hipotesis

  Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada manfaat aromaterapi lavender terhadap pengendalian nyeri persalinan kala I.

C. Defenisi Operasional

  Defenisi Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

  Operasional

  1 Variabel Terapi dengan - 0 = Tidak Nominal - Independen : memakai minyak Dilakukan Pemberian esensial yang aromaterapi ekstrak unsur

  1 = Dilakukan lavender kimianya diambil dengan utuh

  2 Variabel Merupakan nyeri kuesioner Wawancara 0 = Skala 0 tidak Rasio Dependen kontraksi uterus nyeri Nyeri yang dapat 1 = Skala 1-3 persalinan mengakibatkan nyeri ringan kala I perubahan 2 = Skala 4-6 tekanan darah, nyeri sedang denyut jantung, pernafasan pada

  3 = Skala 7-9 persalinan kala I nyeri berat.

  4 = Skala 10 nyeri sangat berat.