Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin Rsu Kab. Tangerang

(1)

TINGKAT KECEMASAN

PADA IBU PERSALINAN KALA I

DI KAMAR BERSALIN RSU KAB. TANGERANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH

RAHMA DWI SYUKRINI 1112104000019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016 M/1437 H


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengam ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Juni 2016


(3)

iii PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juni 2016

Rahma Dwi Syukrini, NIM: 1112104000019

Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin Rsu Kab. Tangerang

xvii + 97 halaman + 13 tabel + 4 bagan + 7 lampiran ABSTRAK

Persalinan akan menyebabkan gangguan psikologi berupa kecemasan yang dapat mengakibatkan penurunan aliran darah yang membawa oksigen ke rahim dan janin sehingga dapat terjadi hal-hal yang merugikan bagi ibu dan janin. Salah satu cara untuk menurunkan kecemasan adalah melalui pemberian aromaterapi khususnya aromaterapi mawar yang dikenal sebagai agen anti ansietas. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aromaterapi terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I di kamar bersalin RSU Kab Tangerang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan quasi experimental dengan non equivalent control group design. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling dengan 30 responden yang terbagi menjadi 15 responden kelompok kontrol dan 15 responden kelompok intervensi. Instrumen yang digunakan untuk menilai kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Data hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik yaitu uji Wilcoxon, t-test, dan Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh inhalasi aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I kelompok intervensi dengan nilai (p=0,000) <0,05. Terdapat perbedaan rerata skor tingkat kecemasan pada kelompok kontrol (p=0,005) <0,05. Terdapat perbedaan rerata skor tingkat kecemasan yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0,000) <0,05 dimana rata-rata skor kecemasan kelompok intervensi lebih kecil daripada kelompok kontrol yang berarti kelompok intervensi mengalami penurunan tingkat kecemasan yang lebih baik daripada kelompok kontrol. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi perawat yang berada di rumah sakit atau tempat bersalin lainnya untuk mempromosikan manfaat aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I.

Kata Kunci: persalinan kala I, kecemasan, aromaterapi mawar Daftar Bacaan: 102 (2000-2015)


(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING SCIENCE

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, Juny 2016

Rahma Dwi Syukrini, NIM: 1112104000019

The Effect of Aromatherapy on Anxiety Level during Mother’s First Stage of Labor at Delivery Room Rsu Kab. Tangerang

xvii + 97 pages + 13 tables + 4 charts + 7 attachments

ABSTRACT

A labor would cause a psychological disorder that is anxiety that can cause a decreased blood flow which carries oxygen to the uterus and fetus as well as resulting in things which were harmful for the mother and fetus. One of the method to reduce anxiety was by giving aromatherapy especially rose oil aromatherapy which known as anti-anxiety agent. This study aimed to determine the effect of aromatherapy on

anxiety level during mother’s first stage of labor at delivery room RSU Kab. Tangerang. This quantitative study was conducted using quasi-experimental with non-equivalent control group design. The sampling technique was using an accidental sampling with 30 respondents and those were divided into 15 respondents of control and intervention group. The instrument to asses anxiety level for this study was the Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Datas were analyzed by statistical tests which are Wilcoxon test, t-test, and Mann Whitney. The results represented there was significant effect of rose oil aromatherapy inhalation on anxiety level during first stage of labor in intervention group with a value (p=0,000) <0,05. There were the differences between the mean score of anxiety level in control group with a value (p=0,005) <0,05. There were the differences from the mean score of anxiety level significantly between the intervention group and the control group with a value (p=0,000) <0,05 in which the average score of intervention group less than the control group which mean the intervention group experienced the decreased of anxiety level that was better than the control group. The result of this research was expected to be a consideration for nurse who is in hospital or other labor places to

promote the advantage of rose oil aromatherapy on anxiety level during mother’s first

stage of labor.

Keywords: first stage of labor, anxiety, rose aromatherapy References: 102 (2000-2015)


(5)

v

Skripsi dengan judul

Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan

pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi

Program Studi Ilmu Keparawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh Rahma Dwi Syukrini

1112104000019

Pembimbing I Pembimbing II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/ 2016

Ns. Kustati Budi Lestari,M.Kep,Sp.Kep.An NIP. 19780409 201101 2 014

Puspita Palupi, M. Kep, Ns. Sp. Kep. Mat NIP. 19801119 201101 2 006


(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul

Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan

pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang

Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan penguji oleh: Rahma Dwi Syukrini

1112104000019

Pembimbing I Pembimbing II

Penguji I Penguji II

Penguji III Penguji IV

Ns. Kustati Budi Lestari,M.Kep,Sp.Kep.An NIP. 19780409 201101 2 014

Puspita Palupi, M. Kep, Ns. Sp. Kep. Mat NIP. 19801119 201101 2 006

Karyadi, SKp., MKep., PhD NIP. 19710903 200501 1 007 Jamaludin, SKp., M.Kep

NIP. 19680522 200801 1 007

Ns. Kustati Budi Lestari,M.Kep,Sp.Kep.An NIP. 19780409 201101 2 014

Puspita Palupi, M. Kep, Ns. Sp. Kep. Mat NIP. 19801119 201101 2 006


(7)

vii

Skripsi dengan judul

Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan

pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang Disusun oleh :

Rahma Dwi Syukrini 1112104000019

Jakarta, Juni 2016

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Maulina Handayani, S.Kp., MSc NIP. 19790210 200501 2 002

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M. Kes NIP. 19650808 198803 1 002


(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rahma Dwi Syukrini Tempat, tanggal Lahir : Jakarta, 6 Januari 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Mirah Raya No 113 Villa Mutiara Sawah Baru Ciputat Tangerang Selatan Banten 15413

HP : 081311422148

E-mail : raamilo@ymail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. SD Negeri 04 Pagi Jakarta 2000 – 2006

2. SMP Negeri 161 Jakarta 2006 – 2009

3. SMA Negeri 29 Jakarta 2009 – 2012

4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 – Sekarang ORGANISASI

1. Sekretaris II OSIS SMA Negeri 29 Jakarta 2010 – 2011 2. Anggota Department Kastrat dan Infokom HMPSIK UIN 2014 – 2015


(9)

ix Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Berkat kuasa dan kehendak Allah SWT, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul penelitian: Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang.

Skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses pembuatan skripsi ini pun peneliti memperoleh banyak hal terutama dalam menambah pengetahuan peneliti yang berhubungan dengan aplikasi mata kuliah.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak baik moril maupun materil, sehingga dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kuasa, dan kehendak-Nya sehingga proposal skripsi ini dapat tersusun.

2. Kedua orang tua saya, RN Rosyafrianto dan Yendra Nofrata yang telah memberi dukungan baik doa, psikis, maupun materil.

3. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Bapak Dr. Arif Sumantri S.KM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

5. Ibu Maulina Handayani, S.Kp.,MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

6. Ibu Ernawati S.Kep., M.Kep, S.KMB selaku Wakil Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep., MSc sebagai dosen pembimbing 1 saya yang telah memberikan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan kepada saya.

8. Ibu Puspita Palupi, M. Kep, Ns. Sp. Kep. Mat sebagai dosen pembimbing 1 menggantikan Ibu Eni yang telah memberikan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan kepada saya.

9. Ibu Kustati Budi Lestari, M.Kep,Sp.Kep.An sebagai dosen pembimbing 2 saya yang telah memberikan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan kepada saya serta menjadi pembimbing terbaik saya yang memudahkan saya dalam segala hal tentang penulisan skripsi ini.

10.Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan.

11.Segenap staf dan karyawan fakultas dan jurusan yang banyak membantu. 12.Seluruh teman-teman PSIK 2012 yang berjuang bersama dalam suka maupun

duka serta memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu karena semua teman di PSIK 2012 ini semuanya merupakan teman-teman terbaik yang saya miliki.

13.Seluruh kakak-kakak dan adik-adik PSIK yang memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi ini terutama adik dan kakak pohon saya yang telah memberikan banyak dukungan.

14.Teman-teman semasa SD, SMP, dan SMA, dan teman-teman lainnya yang tak lupa memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi ini. Terutama sahabat SMP dan SMA yang seperti keluarga saya sendiri.


(11)

xi

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN/GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

1. Bagi Institusi Pendidikan ... 11

2. Bagi Pelayanan Kesehatan ... 11

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 11

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Konsep Kecemasan ... 13

1. Definisi Kecemasan ... 13

2. Faktor Predisposisi ... 14

3. Respon Fisiologis dan Psikologis terhadap Ansietas ... 18


(12)

xii

5. Terapi Kecemasan ... 21

B. Konsep Persalinan ... 24

1. Definisi Persalinan ... 24

2. Tahapan Persalinan ... 24

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan ... 27

4. Faktor-Faktor Penyebab Dimulainya Persalinan ... 29

5. Kecemasan pada Persalinan Kala I ... 30

6. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan pada Persalinan ... 32

C. Konsep Aromaterapi ... 34

1. Definisi Aromaterapi ... 34

2. Sejarah Aromaterapi di Indonesia ... 35

3. Sumber Tanaman Minyak Esensial di Indonesia ... 36

4. Bahan-Bahan Pendukung Aromaterapi ... 38

5. Bentuk-Bentuk Aromaterapi ... 39

6. Cara Penggunaan Aromaterapi ... 41

7. Aromaterapi Mawar ... 43

D. Penelitian Terkait ... 46

E. Kerangka Teori... 49

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 51

A. Kerangka Konsep ... 51

B. Hipotesis ... 52

C. Definisi Operasional... 53

BAB IV METODE PENELITIAN ... 55

A. Desain Penelitian ... 55

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56

1. Lokasi Penelitian ... 56

2. Waktu Penelitian ... 56

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 57

1. Populasi ... 57

2. Besar Sampel ... 58

3. Teknik Pengambilan Sampel... 59

D. Instrumen Penelitian... 59

E. Alur Penelitian ... 64

F. Prosedur Pengumpulan Data ... 65

1. Prosedur Administratif ... 65

2. Prosedur Teknis ... 65

G. Prosedur Pengolahan Data ... 69

H. Teknik Analisis Data ... 71

I. Etika Penelitian ... 72


(13)

xiii

2. Tingkat Kecemasan Responden ... 77

B. Analisis Bivariat ... 78

1. Uji Normalitas ... 79

2. Transformasi Data Pretest Kelompok Kontrol ... 79

3. Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Kelompok Kontrol pada Pretest dan Posttest ... 80

4. Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi pada Pretest dan Posttest ... 81

5. Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol ... 82

BAB VI PEMBAHASAN ... 83

A. Pembahasan Hasil ... 83

1. Tingkat Kecemasan Responden ... 83

2. Tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pengamatan pada responden kelompok kontrol ... 87

3. Pengaruh Aromaterapi terhadap tingkat kecemasan pada responden kelompok intervensi ... 90

B. Keterbatasan Penelitian ... 94

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

SDKI = Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia AKB = Angka Kematian Bayi

AKI = Angka Kematian Ibu

MDG = Millenium Development Golds ACTH = Adreno Corticotriphic Hormone CAM = Complementary Alternative Medicine RSU = Rumah Sakit Umum

HRS-A = Hamilton Rating Scale for Anxiety VASA = Visual Analogous Scale Anxiety PKI = Persalinan Kala I

HARS = Hamilton Anxiety Rating Scale UIN = Universitas Islam Negeri ASI = Air Susu Ibu

SPSS = Statistical Product and Service Solution

SD = Sekolah Dasar

SMP = Sekolah Menengah Pertama SMA = Sekolah Menengah Atas PT = Perguruan Tinggi IRT = Ibu Rumah Tangga


(15)

xv

Tabel 2.1 Daftar Tanaman Esensial ... 36

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 53

Tabel 5.1 Usia ... 74

Tabel 5.2 Pendidikan ... 75

Tabel 5.3 Pekerjaan ... 76

Tabel 5.4 Riwayat Pemeriksaan Kehamilan ... 76

Tabel 5.5 Riwayat Persalinan ... 77

Tabel 5.6 Tingkat Kecemasan Responden Kelompok (Pretest) ... 77

Tabel 5.7 Uji Normalitas Responden Kelompok Kontrol ... 79

Tabel 5.8 Transformasi Data ... 80

Tabel 5.9 Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Kelompok Kontrol pada Pretest dan Posttest ... 80

Tabel 5.10 Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi pada Pretest dan Posttest ... 81

Tabel 5.11 Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol ... 82


(16)

xvi

DAFTAR BAGAN/GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Cemas ... 49

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 51

Gambar 4.1 Desain Penelitian ... 55


(17)

xvii 1. Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan 2. Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

3. Lampiran 3 Izin Penelitian

4. Lampiran 4 Waktu dan Kegiatan Penelitian 5. Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

6. Lampiran 6 Hasil Penelitian


(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa persalinan merupakan salah satu tahapan yang mendebarkan bagi setiap wanita (Kasdu, 2005). Bagi beberapa wanita yang akan menghadapi persalinan, cerita tentang persalinan dan kelahiran ataupun menghadiri kelahiran menggambarkan proses yang dapat menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan dan perasaan takut kehilangan kendali. Akibat dari ketakutan akan rasa sakit tersebut mengakibatkan mereka kehilangan pandangan bahwa persalinan merupakan suatu hal yang normal dan alami (Chopra, 2006).

Persalinan merupakan suatu proses janin, plasenta, dan membran keluar melalui jalan lahir dari rahim. Proses persalinan diawali dengan adanya pembukaan dan dilatasi serviks yang terjadi akibat adanya frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur pada kontraksi uterus (Rohani, 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 didapatkan bahwa proporsi kelahiran berdasarkan metode persalinan normal di Indonesia sebanyak 89,2% sedangkan di Provinsi Banten sebanyak 87,4% dan tercatat 21,4% persalinan tersebut terjadi di Rumah Sakit Provinsi Banten.

Tahapan persalinan terbagi menjadi 4 kala yaitu: kala I (pembukaan); kala II (pengeluaran janin); kala III (pengeluaran plasenta); dan kala IV (observasi) (Sulisetyawati dan Nugraheny, 2010). Pada persalinan kala I


(19)

terjadi perubahan psikologis pada seorang ibu yaitu adanya perasaan khawatir, cemas, sedangkan pada persalinan kala II seorang ibu sudah dapat mengontrol dirinya kembali, lelah, gelisah, pada kala III nyeri pada ibu mulai berkurang dan adanya perasaan gelisah, lelah yang berlanjut, dan pada kala IV seorang ibu akan melepaskan tekanan dan ketegangan yang dirasakannya, serta mendapat tanggung jawab baru untuk mengasuh dan merawat bayi yang telah dilahirkannya (Cunnigham, 2005).

Menurut Nolan (2003) selama persalinan kala I, seorang wanita akan mengalami gangguan psikologi yaitu kecemasan. Kecemasan merupakan reaksi fisik, mental, kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang (Yosep, 2007). Berdasarkan penelitian Simamora di Medan dari beberapa rumah bersalin tahun 2008, lebih dari 50% ibu dalam masa persalinan mengalami gangguan kecemasan dengan hasil penelitian yaitu pada ibu primigravida mengalami kecemasan sedang sebesar 65,6% dan pada ibu multigravida dengan kecemasan ringan 81,3%.

Menurut Aryasatiani (2005) terdapat beberapa penentu terjadinya kecemasan pada ibu bersalin yaitu, nyeri persalinan, keadaan fisik ibu, riwayat pemeriksaan kehamilan, kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan, dukungan dari lingkungan sosial serta latar belakang psikososial lain dari ibu yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan sosial ekonomi. Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan kecemasan pada kala I adalah pengetahuan.


(20)

3

Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku cemas didasarkan salah satunya pada pengetahuan seorang ibu. Dimana seorang ibu mengalami kecemasan pada saat ibu tidak memiliki pengetahuan tentang persalinan dan bagaimana prosesnya (Notoatmodjo, 2003).

Selain itu, adapun faktor psikologis yang berhubungan dengan kecemasan selama persalinan kala I yaitu beberapa ketakutan melahirkan. Takut akan peningkatan nyeri, takut akan kerusakan atau kelainan bentuk tubuhnya seperti episiotomi, rupture, jahitan ataupun seksio sesarea, serta ibu takut akan melukai bayinya. Faktor psikis dalam persalinan merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran (Simpkin, 2005). Menurut Stuart (2006) faktor fisiologis penyebab kecemasan yaitu terjadinya perubahan fisik yang dialami ibu. Perubahan tersebut yaitu perubahan kardiovaskuler, pernafasan, neuromuskular, gastrointestinal, saluran perkemihan dan kulit.

Secara epidemiologis, gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua persalinan baik pada persalinan primigravida maupun multigravida. Dalam sebuah penelitian ditemukan lebih dari 12% ibu yang pernah melahirkan mengatakan bahwa mereka mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hidupnya yaitu cemas pada saat melahirkan. Pengeluaran hormon adrenalin akibat stress yang mereka alami dikarenakan rasa takut dan sakit mereka dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah yang membawa oksigen ke rahim sehingga terjadi penurunan kontraksi rahim yang akan memperpanjang waktu persalinan. Hal ini


(21)

merupakan suatu kerugian bagi seorang ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu (Aryasatiani, 2005).

Gangguan kecemasan memiliki beberapa efek dalam persalinan yaitu, kadar katekolamin yang berlebihan pada kala I juga menyebabkan turunnya kontraksi rahim, turunnya aliran darah ke plasenta, turunnya oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan lamanya persalinan kala I (Simpkin, 2005). Kecemasan merupakan salah satu penyebab terjadinya partus lama dan kematian janin. Partus lama memberikan sumbangsih 5 % terhadap penyebab kematian ibu di Indonesia. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 32/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359/100.000 kelahiran hidup sedangkan target Millenium Development Golds (MDG‟s) pada tahun 2015 untuk AKB adalah 23/1000 kelahiran hidup dan untuk AKI 102/100.000 kelahiran hidup (Kemkes RI, 2013). Sedangkan AKI di Indonesia menempati urutan tertinggi di kawasan ASEAN (SDKI, 2012).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSU Kab Tangerang pada tanggal 23-30 Desember 2015 dengan 11 responden didapatkan ibu persalinan primigravida sebanyak 7 responden dan sebanyak 3 ibu mengalami kecemasan ringan, 3 ibu mengalami kecemasan sedang, dan 1 ibu mengalami kecemasan berat sedangkan pada ibu persalinan multigravida sebanyak 4 responden didapatkan ibu yang mengalami kecemasan ringan 2 ibu, kecemasan sedang 1 ibu, dan kecemasan berat 1 ibu. Dilihat dari hasil


(22)

5

studi pendahuluan tersebut kedua ibu primi maupun multi dapat mengalami kecemasan yang berat dikarenakan berbagai faktor penyebab kecemasan pada ibu persalinan kala I.

Kecemasan dapat dikurangi dengan beberapa terapi penurun kecemasan yaitu terapi farmakologi dan non-farmakologi. Benzodiazepine, buspirone, dan antidepresan dapat menjadi terapi farmakologi untuk menurunkan gangguan kecemasan yang biasanya kronik sedangkan terapi non-farmakologi untuk menurunkan kecemasan yaitu terapi psikologis, psikoterapi, kognitif-perilaku dan berorientasi insight yang meliputi relaksasi, latihan pernapasan dan distraksi (Husny, 2009; Asmadi, 2008; Tomb et all, 2003).

Salah satu cara untuk menurunkan kecemasan adalah dengan pemberian aromaterapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan inhalasi pada aromaterapi mampu menurunkan tingkat kecemasan seseorang (Davis, 2005; Indrati, 2009). Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat meningkatkan keadaan fisik dan psikologi seseorang agar menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretic, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal (Runiari, 2010; Ana, 2010).

Butje & Shattel (2008) juga menyebutkan bahwa inhalasi terhadap minyak essensial dapat meningkatkan kesadaran dan menurunkan kecemasan. Efek positif pada sistem saraf pusat diberikan oleh molekul-molekul bau yang


(23)

terkandung dalam minyak essensial, efek positif tersebut menghambat pengeluaran Adreno Corticotriphic Hormone (ACTH) dimana hormon ini adalah hormon yang mengakibatkan terjadinya kecemasan pada individu. Aromaterapi terkenal dengan penggunaannnya dalam mengatasi stres (Varney & Buckle, 2013), dan secara jelas, persalinan merupakan pengalaman stres untuk hampir semua ibu. Oleh karenanya hal ini tidak mengejutkan jika beberapa laporan saat ini menyarankan aromaterapi untuk menurunkan stres pada kehamilan (Conrad, 2010; Tilllet & Ames, 2010).

Salah satu herbal esensial yang digunakan dalam aromaterapi adalah mawar. Aroma mawar efektif pada sistem saraf pusat. Dua bahan dari aromaterapi mawar, sytrinol dan 2-phenyl ethyl alcohol, pada mawar dikenal sebagai agen anti ansietas. Menggunakan mawar oil mengurangi kecemasan sebesar 71% dalam persalinan dan hanya 14% dari mereka yang membutuhkan pembiusan lokal (Kheirkhah dkk, 2014).

Walaupun teknik pengobatan alternatif sudah diterima, tenaga kesehatan jarang menggunakan CAM dikarenakan kurangnya penyelidikan yang memadai (Liu, 2010). Merupakan hal yang penting untuk melakukan penelitian klinis lebih lanjut mengenai pendekatan psikoterapeutik yang aman dan efektif untuk mengurangi kecemasan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada kala I, seorang ibu dapat mengalami gangguan kecemasan dibandingkan kala II dimana seorang ibu dapat mengontrol dirinya kembali, pada kala III seorang ibu juga merasakan penurunan rasa nyeri dan perasaan lelah dibandingkan perasaan


(24)

7

cemas, selanjutnya kala IV seorang ibu akan berfokus pada tanggung jawab barunya untuk mengasuh dan merawat bayi.

Gangguan kecemasan pada kala I dikarenakan beberapa faktor penyebab yaitu rasa takut akan melahirkan, takut akan peningkatan nyeri, takut akan kerusakan dan kelainan bentuk tubuh, takut akan melukai bayinya, serta riwayat pemeriksaan kehamilan yang kurang memuaskan, kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan, dukungan dari lingkungan sosial serta latar belakang psikososial seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan sosial ekonomi. Pada saat ibu persalinan kala I mengalami gangguan kecemasan, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke rahim menurun dan hal ini dapat menurunkan kontraksi, selain itu aliran darah yang menurun akan mempengaruhi suplai oksigen ke janin.

Pendekatan penurunan kecemasan dengan aromaterapi mawar dilakukan sedini mungkin karena jika tidak ditangani akan berakibat pada perpanjangan waktu persalinan sehingga memperlambat kelancaran persalinan ibu menuju kala II dan seterusnya. Hal ini merupakan alasan mengapa peneliti memilih kecemasan pada ibu persalinan kala I daripada kala lainnya.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil area penelitian di RSU Kab. Tangerang di Kota Tangerang karena berdasarkan data jumlah persalinan spontan di RSU Kab. Tangerang didapatkan bahwa pada tahun 2014 jumlah


(25)

persalinan spontan di RSU Kab. Tangerang sebanyak 3381 ibu dengan rata-rata jumlah persalinan spontan 282 ibu setiap bulannya.

Berdasarkan latar belakang di atas dan belum ditemukannya penelitian yang berkaitan, maka penulis tertarik untuk melakukan studi penelitian mengenai pengaruh aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I di kamar bersalin dengan mengangkat judul “Pengaruh Aromaterapi terhadap Tingkat Kecemasan pada Ibu Persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang.”

B. Perumusan Masalah

Menurut Nolan (2003) selama persalinan kala I, ibu mengalami gangguan psikologi yaitu kecemasan. Gangguan kecemasan pada ibu dalam masa persalinan terjadi lebih dari 50% (Simpkin, 2005). Gangguan kecemasan yang terjadi pada ibu persalinan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke rahim, penurunan kontraksi rahim, penurunan aliran darah ke plasenta, penurunan oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan lamanya persalinan kala I. Hal tersebut diakibatkan oleh rasa cemas yang mereka alami dapat meningkatkan pengeluaran hormon adrenalin yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga mengurangi aliran darah yang membawa oksigen. Hal ini merupakan suatu kerugian bagi ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu (Aryasatiani, 2005).

Inhalasi pada aromaterapi merupakan salah satu cara untuk menurunkan tingkat kecemasan seseorang. Molekul-molekul bau yang


(26)

9

terkandung dalam minyak essensial memberikan efek positif pada sistem saraf pusat. Efek positif tersebut menghambat pengeluaran Adreno Corticotriphic Hormone (ACTH) dimana hormon ini adalah hormon yang mengakibatkan terjadinya kecemasan pada individu (Davis, 2005; Indrati, 2009; Butje & Shattel, 2008).

Aromaterapi mawar merupakan salah satu aromaterapi yang efektif pada sistem saraf pusat dikarenakan bahan-bahan pada mawar oil yang mengandung agen anti ansietas (Kheirkhah dkk, 2014). Penelitian mengenai pengaruh aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I belum ada padahal aromaterapi mawar merupakan aromaterapi yang digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan. Aromaterapi mawar juga merupakan aromaterapi yang dianjurkan pada ibu persalinan. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dari aromaterapi terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan Kala I di RSU Kab. Tangerang.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana karakteristik responden (usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, riwayat pemeriksaan kehamilan dan riwayat persalinan) ibu persalinan kala I di RSU Kab. Tangerang.

2. Bagaimana tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang.


(27)

3. Bagaimana perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pengamatan pada ibu persalinan kala I kelompok kontrol.

4. Bagaimana perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah melakukan inhalasi aromaterapi mawar pada ibu persalinan kala I kelompok intervensi.

5. Apakah terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi pada ibu persalinan kala I di RSU Kab. Tangerang.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh aromaterapi terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden (usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, riwayat pemeriksaan kehamilan dan riwayat persalinan) ibu persalinan kala I di RSU Kab. Tangerang.

b. Mengetahui tingkat kecemasan pada ibu persalinan Kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang.

c. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pengamatan pada ibu persalinan kala I kelompok kontrol.


(28)

11

d. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah melakukan inhalasi aromaterapi mawar pada ibu persalinan kala I kelompok intervensi.

e. Mengetahui perbedaan skor tingkat kecemasan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi pada ibu persalinan kala I di RSU Kab. Tangerang.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu keperawatan terkait penurunan tingkat kecemasan khususnya terapi non-farmakologi pada ibu persalinan kala I dengan aromaterapi mawar.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan membuat intervensi keperawatan dalam upaya penurunan tingkat kecemasan yang terdapat pada ibu persalinan kala I.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya terkait dengan pengaruh aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I.


(29)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah keperawatan jiwa dan keperawatan maternitas, khususnya untuk melihat variabel aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain penelitian quasi experimental dengan non equivalent control group design yang tujuannya untuk melihat pengaruh aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala I. Sampel penelitian ini adalah ibu persalinan kala I di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang. Penelitian dilakukan di Kamar Bersalin RSU Kab. Tangerang pada bulan Maret sampai April 2016.


(30)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan merupakan keadaan emosi yang tidak menyenangkan, melibatkan rasa takut yang subjektif, rasa tidak nyaman pada tubuh, dan gejala fisik (Katona, 2012). Menurut Juall (2009) kecemasan merupakan perasaan yang ditimbulkan oleh ancaman nonspesifik terhadap konsep diri seseorang yang menyangkut kesehatan, aset, nilai, lingkungan, peran fungsi, pemenuhan kebutuhan, pencapaian tujuan, hubungan personal, serta perasaan aman.

Deskripsi umum akan kecemasan yaitu “perasaan tertekan dan tidak tenang, serta berpikiran kacau dengan disertai banyak penyesalan”. Hal ini sangat berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh menggigil, menimbulkan banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung terasa mual, tubuh terasa lemas, kemampuan berproduktivitas berkurang, hingga banyak mereka yang melarikan diri kealam imajinasi sebagai bentuk terapi sementara (Said Az-zahroni, 2005).

Pengertian lain menurut Wilkinson menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu keresahan, perasaan tidak nyaman dan


(31)

menakutkan, disertai dengan respon automatis, dan sumbernya sering kali tidak spesifik, antisipasi terhadap keadaan bahaya. Sedangkan menurut Stuart dan Sinden mengartikan kecemasan adalah suatu perasaan diri, pengalaman subjektif individu. Keadaan emosi ini tidak memiliki subjek yang spesifik (Ni Komang, 2012).

2. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2006) penyebab kecemasan dapat dipahami melalui berbagai teori yaitu teori psikoanalitis dimana Sigmud Freud mengidentifikasikan kecemasan sebagai konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego dan Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

Teori interpersonal Sullifan menjelaskan bahwa kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat (Stuart, 2006).

Teori perilaku menyebutkan kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu karena mengganggu kemampuan individu


(32)

15

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu terbiasa sejak kecil dihadapkan suatu ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antar dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan yaitu konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan (Stuart, 2006).

Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai oleh gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor (Stuart, 2006).

Menurut Stuart (2006) respon terhadap kecemasan meliputi respon fisiologi, perilaku, kognitif dan efektif yaitu:

a. Respon fisiologi

Gejala somatik/fisik (otot), meliputi: sakit dan nyeri otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. Gejala sensorik meliputi: tinnitus (telinga berdengung), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan


(33)

ditusuk-tusuk. Gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), meliputi: takikardia (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang (berhenti sekejap). Gejala pernafasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang. Gejala gastrointestinal meliputi : sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), kehilangan berat badan. Gejala urogenital, meliputi: sering buang air kecil, tidak dapat menahan kencing, tidak datang bulan (tidak ada haid), masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini.

Adapun gejala – gejala yang dialami oleh orang yang mengalami kecemasan adalah (1) ketegangan motorik / alat gerak seperti : gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, gelisah, tidak dapat diam, kening berkerut, mudah kaget (2). Hiperaktifitas saraf autonom (simpatis dan saraf parasimpatis) seperti keringat berlebihan, jantung berdebar – debar, rasa dingin ditelapak tangan dan kaki, mulut kering, pusing, rasa mual, sering buang air kecil, diare, muka merah / pucat, denyut nadi dan nafas cepat (3). Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal –hal yang


(34)

17

akan datang seperti : cemas, takut, khawatir, membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya (4). Kewaspadaan berlebihan seperti : Perhatian mudah beralih, sukar konsentrasi, sukar tidur, mudah tersinggung, tidak sabar (Hawari, 2004). b. Respon perilaku

Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah, ketenangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi dan sangat waspada.

c. Respon kognitif

Respon kecemasan pada kognitif adalah perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, lapang persepsi menurun, kreatifitas menurun, produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambar visual, takut cidera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.

d. Respon afektif

Respon kecemasan pada afektif adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, dan malu. Menurut Suliswati (2005) respons afektif klien akan


(35)

mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.

3. Respon Fisiologis dan Psikologis terhadap Ansietas

Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam pertahanan diri. Serabut saraf simpatis “mengaktifkan” tanda-tanda vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen, mendilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat kontriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatik membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respon simpatis.

Ansietas menyebabkan respon kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak nyaman. Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman ini, individu mencoba mengurangi tingkat ketidaknyamanan tersebut dengan melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptis dapat menjadi hal yang


(36)

19

positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar (Videbeck, 2008).

4. Tingkat Kecemasan

Menurut Dalami (2009) kecemasan dibagi menjadi empat berdasarkan tingkatan atau rentang responnya, yaitu ansietas ringan yang memiliki ciri-ciri lapangan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada, ansietas sedang dengan ciri-ciri tingkat lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun yang mengakibatkan individu lebih memfokuskan hal-hal penting saat itu dan mengenyampingkan hal lain, sedangkan pada ansietas berat individu akan mengalami lapangan persepsi yang sangat sempit sehingga mengakibatkan individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lain, individu tidak mampu lagi berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain, dan tingkat ansietas terakhir yaitu panik, pada tingkatan ini lapangan persepsi individu sudah sangat menyempit dan terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi walaupun telah diberikan pengarahan.

Peplau dalam Ni Komang (2012) mengidentifikasi 4 tingkatan kecemasan yaitu:


(37)

1) Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan belajar. Perubahan fisiologi ditandai dengan gelisah, sulit tidur, hipersensitif terhadap suara, tanda vital dan pupil normal.

2) Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan respon kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

3) Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu: persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail, rentang perhatian sangat terbatas,


(38)

21

tidak dapat berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, serta tidak dapat belajar secara efektif. Pada tingkatan ini individu mengalami sakit kepala, pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi, takikardi, hiperventilasi, sering buang air kecil maupun besar, dan diare. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh perhatian terfokus pada dirinya.

4) Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan

peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, kehilangan pemikiran yang rasional. Kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada suatu kejadian

5. Terapi Kecemasan 1. Terapi farmakologi

Obat masih menjadi pilihan utama terapi, tetapi gangguan itu sendiri biasanya kronik, sehingga potensi terjadinya toleransi,


(39)

ketergantungan dan kekambuhan membatasi nilai obat ansiolitik menjadi jangka pendek.

Benzodiazepine merupakan obat dengan mula kerja yang cepat, tetapi toleransi dapat terjadi pada penggunaan kronik, sehingga membutuhkan peningkatan dosis pada reaksi putus obat akut ketika obat dihentikan pada 30% kasus serta pada 10% penghentian kronik. Efek sampingnya meliputi sedasi dan amnesia dan kemungkinan juga ansietas dan depresi: terdapat potensi yang besar untuk penyalahgunaan dan interaksi dengan alkohol.

Buspirone – Walaupun ketergantungan belum pernah terjadi pada pemakaian buspiron, banyak pasien meragukan efikasinya, mungkin karena mula kerjanya yang lambat. Untuk ansietas kronik, pengobatan ini masih bermanfaat. Percobaan terapi hingga delapan minggu dengan setidaknya 30 mg buspiron setiap harinya, setelah peningkatan dosis secara bertahap selama dua minggu pertama, sering menunjukan hasil yang baik.

 Antidepresan – Pasien yang sebelumnya mengonsumsi benzodiazepine dapat tidak merasakan efek sedatif dan efek ansiolitik akut bila digantikan dengan buspirone, pada kasus tersebut percobaan terapi dengan antidepresan selama enam


(40)

23

hingga delapan minggu dapat bermanfaat. Antidepresan menimbulkan eksaserbasi-awal ansietas, yang dapat dicegah dengan pemberian benzodiazepine selama tujuh hingga 10 hari pertama dengan risiko ketergantungan yang lebih kecil.

Durasi yang diperlukan untuk terapi obat tidak pasti, dan biasanya digunakan durasi yang sama dengan pengobatan depresi – enam hingga sembilan bulan pada tahap awal.

2. Terapi Non-Farmakologi a. Terapi Psikologis

Terapi-terapi ini dirancang untuk melatih keterampilan dalam mengelola komponen kognitif dan somatik ansietas dan sama efektifnya dengan terapi obat tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit. Terapi psikologis spesialistik mungkin tidak praktis bagi beberapa pasien di layanan lini pertama, tetapi konseling singkat dan teknik penyelesaian masalah secara terstruktur efektif dan dapat dilakukan di praktek umum.

b. Psikoterapi

c. Terapi kognitif-perilaku d. Terapi berorientasi insight

Manajemen ansietas (relaksasi, latihan pernapasan, distraksi) (Husny, 2009; Asmadi, 2008; Tomb et all, 2003).


(41)

B. Konsep Persalinan

1. Definisi Persalinan

Persalinan merupakan suatu proses janin, plasenta, dan membran keluar melalui jalan lahir dari rahim. Proses persalinan diawali dengan adanya pembukaan dan dilatasi serviks yang terjadi akibat adanya frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur pada kontraksi uterus. Kekuatan kontraksi uterus yang muncul diawali dengan kekuatan yang kecil, dan terus meningkat mencapai puncaknya yaitu pembukaan serviks yang sudah lengkap. Pembukaan serviks yang lengkap merupakan pembukaan yang siap untuk rahim ibu mengeluarkan janin (Rohani dkk, 2011).

Persalinan adalah rangkaian proses berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditanndai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Varney, 2004).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).

2. Tahapan Persalinan

Tahapan persalinan terbagi menjadi 4 kala yaitu: kala I (pembukaan); kala II (pengeluaran janin); kala III (pengeluaran


(42)

25

plasenta); dan kala IV (observasi) (Sulisetyawati dan Nugraheny, 2010).

Menurut Dipta (2010) tahapan persalinan meliputi 4 fase/kala: i. Kala I: Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks

membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase:

a) Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm b) Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam

waktu 2 jam, pembukaan 3cm tadi menjadi 4cm dan fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4cm menjadi 9cm dan fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9cm menjadi lengkap 10cm. Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1cm tiap jam dan multigravida 2cm tiap jam. Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran ketika serviks mendatar dan membuka.


(43)

ii. Kala II: Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada primigravida dan 0,5 jam pada multipara.

Menurut Wiknjosastro (2008) gejala dan tanda kala II persalinan adalah:

a) Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum

dan/atau vaginanya

c) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

d) Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah iii. Kala III: Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan

dilahirkan. Prosesnya 6-15 menit setelah bayi lahir.

Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010) lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:

a) Uterus mulai membentuk bundar

b) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim

c) Tali pusat bertambah panjang d) Terjadi perdarahan

iv. Kala IV: Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya


(44)

27

perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya perdarahan.

Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Tingkat kesadaran pasien

b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan

c) Kontraksi uterus

d) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut Rohani dkk (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu:

a. Power (Tenaga/Kekuatan)

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diagfragma, aksi dari ligament.


(45)

Kekuatan power yang diperlukan dalam persalinan adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga.

b. Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. c. Passenger (Janin dan Plasenta)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

Menurut Sulistyawati dan Nugraheni (2010) tanda-tanda masuk dalam persalinan adalah terjadinya his karakter persalinan dari his persalinan yaitu:

1) Pengeluaran cairan

2) Pinggang terasa sakit menjalar ke depan

3) Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar

4) Terjadi perubahan pada serviks

5) Jika pasien menambah aktivitasnya, misalnya dengan berjalan, maka kekurangannya

6) Pengeluaran lendir dan darah (penandaan persalinan) Dengan adanya his persalinan, terjadinya perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan


(46)

29

pembukaan yang menyebabkan selaput lendir yang terdapat pada kanalis servikalis terlepas sehingga terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

4. Faktor-faktor Penyebab Dimulainya Persalinan 1. Faktor hormonal

Satu sampai dua minggu sebelum persalinan terjadi penurunan hormon esterogen dan progesteron. Dimana progesteron bekerja sebagai relaksasi otot polos. Sehingga aliran darah berkurang dan hal ini menyebabkan atau merangsang pengeluaran prostaglandin merangsang dilepaskannya oksitosin. Hal ini juga merangsang kontraksi uterus. Faktor struktur uterus atau rahim membesar dan menekan, menyebabkan iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi otot plasenta yang berakibat degenerasi. 2. Faktor syaraf

Karena pembesaran janin dan masuknya janin ke panggul maka akan menekan dan menggesek ganglion sevikalis yang akan merangsang timbulnya kontraksi uterus.

3. Faktor kekuatan plasenta

Plasenta yang mengalami degenerasi akan mengakibatkan penurunan produk hormone progesterone dan estrogen.


(47)

4. Faktor nutrisi

Suplai nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan dikeluarkan.

5. Faktor partus

Partus sengaja ditimbulkan oleh penolong dengan menggunakan oksitosin, amniotomo gagang laminaria (Prawirohardjo, 2007).

5. Kecemasan pada Persalinan Kala I

Pada persalinan kala I terjadi pembukaan serviks sampai pembukaan lengkap 10cm sehingga terjadi perubahan psikologis pada seorang ibu sewaktu fase laten, seorang ibu dalam persalinan kala I akan merasa khawatir, cemas, tetapi masih dapat berkomunikasi dan diberikan arahan sebelum persalinan berlangsung. Sedangkan pada persalinan kala II, seorang ibu sudah dapat mengontrol dirinya kembali, merasakan nyeri selama kontraksi, merasa lelah dan gelisah. Pada persalinan kala III, nyeri mulai berkurang dan saat pelepasan plasenta seorang ibu akan merasa gelisah dan lelah. Selanjutnya pada persalinan kala IV dengan segera seorang ibu akan melepaskan tekanan dan ketegangan yang dirasakannya, dan mendapat tanggung jawab baru untuk mengasuh dan merawat bayi yang telah dilahirkannya (Cunnigham, 2005).

Menurut Nolan (2003) selama persalinan kala I, ibu mengalami gangguan psikologi yaitu kecemasan. Kecemasan merupakan reaksi


(48)

31

fisik, mental, kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang (Yosep, 2007). Gangguan kecemasan memiliki beberapa efek dalam persalinan yaitu, kadar katekolamin yang berlebihan pada kala I menyebabkan turunnya aliran darah ke rahim, turunnya kontraksi rahim, turunnya aliran darah ke plasenta, turunnya oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan lamanya persalinan kala I (Simpkin, 2005).

Secara epidemiologis, gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua persalinan baik pada persalinan primigravida maupun multigravida. Dalam sebuah penelitian ditemukan lebih dari 12% ibu yang pernah melahirkan mengatakan bahwa mereka mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hidupnya yaitu cemas pada saat melahirkan. Pengeluaran hormon adrenalin akibat stress yang mereka alami dikarenakan rasa takut dan sakit mereka dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah yang membawa oksigen ke rahim sehingga terjadi penurunan kontraksi rahim yang akan memperpanjang waktu persalinan. Hal ini merupakan suatu kerugian bagi ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu (Aryasatiani, 2005).

Perlu diketahui bahwa setiap detak jantung ibu hamil, tentu dapat dirasakan pula oleh janin. Oleh karena itu, bila ibu hamil sering mengalami kecemasan dan stres, maka detak jantung akan semakin


(49)

meningkat. Detak jantung yang semakin keras dapat mempengaruhi gerakan pada janin. Akibatnya, janin pun lebih aktif bergerak-gerak di dalam rahim (Novitasari, 2013). Menurut Kemenkes RI (2013) kecemasan pada persalinan kala I merupakan salah satu penyebab terjadinya partus lama dan kematian janin. Partus lama memberikan sumbangsih 5 % terhadap penyebab kematian ibu di Indonesia.

6. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan pada Persalinan

Menurut Aryasatiani (2005) terdapat beberapa penentu terjadinya kecemasan pada ibu bersalin yaitu, nyeri persalinan, keadaan fisik ibu, riwayat pemeriksaan kehamilan, kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan, dukungan dari lingkungan sosial serta latar belakang psikososial lain dari ibu yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan sosial ekonomi. Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan kecemasan pada kala I adalah pengetahuan. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku cemas didasarkan salah satunya pada pengetahuan seorang ibu. Dimana seorang ibu mengalami kecemasan pada saat ibu tidak memiliki pengetahuan tentang persalinan dan bagaimana prosesnya (Notoatmodjo, 2003).

Selain itu, adapun faktor psikologis yang berhubungan dengan kecemasan selama persalinan kala I yaitu beberapa ketakutan melahirkan. Takut akan peningkatan nyeri, takut akan kerusakan atau


(50)

33

kelainan bentuk tubuhnya seperti episiotomi, rupture, jahitan ataupun seksio sesarea, serta ibu takut akan melukai bayinya. Faktor psikis dalam persalinan merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran (Simpkin, 2005). Menurut Stuart (2006) faktor fisiologis penyebab kecemasan yaitu terjadinya perubahan fisik yang dialami ibu. Perubahan tersebut yaitu perubahan kardiovaskuler, pernafasan, neuromuskular, gastrointestinal, saluran perkemihan dan kulit.

Dalam penelitian Novitasari (2013) menyatakan terdapat faktor yang menyebabkan adanya kecemasan, yaitu pengalaman negatif masa lalu. Pengalaman ini merupakan hal yang tidak menyenangkan pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu tersebut menghadapi situasi atau kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan, hal tersebut merupakan pengalaman umum yang menimbulkan kecemasan.

Pada ibu yang pernah mengalami kehamilan sebelumnya (multigravida), mungkin mengalami kecemasan disebabkan oleh pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialaminya pada proses persalinan pertama, misal: kesakitan, komplikasi, pendarahan, atau proses persalinan yang tidak lancar. Sedangkan yang terjadi pada primigravida, kecemasan terjadi karena kehamilan yang dialaminya merupakan pengalaman yang pertama kali dan ketidaktauan menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan. Selain itu informasi negatif


(51)

tentang persalinan seperti televisi maupun film yang sering menampilkan adegan melahirkan yang begitu menegangkan dan menakutkan, bahkan saat bertanya dengan orang tua-kerabat dan teman tentang seputar pengalaman melahirkan yang tidak menyenangkan (Novitasari, 2013).

C. Konsep Aromaterapi

1. Definisi Aromaterapi

Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat meningkatkan keadaan fisik dan psikologi seseorang agar menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretic, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal. (Runiari, 2010; Ana, 2010)

Dilihat dari kesenjangan dalam praktik akhir-akhir ini, perhatian yang diberikan kepada penggunaan Complementary and Alternative Medicine (CAM) sebagai pengobatan tambahan mengalami peningkatan. Aromaterapi adalah salah satu jenis dari CAM yang banyak digunakan dengan tujuan menghirup uap atau penyerapan minyak ke dalam kulit yang berguna mengobati atau mengurangi gejala fisik dan emosional (Price, 2007).


(52)

35

2. Sejarah Aromaterapi di Indonesia

Pengobatan tradisional di Indonesia kebanyakan mendapat pengaruh dari Ayuverdic dan pengobatan China. Pengobatan tersebut bisa berpengaruh dan berkembang di Indonesia dikarenakan pengaruh agama Hindu yang tiba di Indonesia pada sekitar abad 400 SM. Pemimpin agama Hindu yang memperkenalkan pengobatan Ayuverdic, dimana pengobatan yang dilakukan menggunakan minyak yang berasal dari tanaman. Agama Budha juga memberikan pengaruh terhadap masuknya aromaterapi di Indonesia, ketika ada biksu Budha yang mengajarkan pengobatan tradisional China. Kemudian, pada masa Pemerintahan Kerajaan Majapahit di Jawa Tengah, salah satu Raja, ada yang mempersunting wanita cantik yang merupakan keturunan bangsa China. Dari situlah, seni penyembuhan akupuntur dan refleksiologi diperkenalkan.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1450 SM, akibat kedatangan umat Muslim, membuat penduduk Hindu berpindah ke dataran Bali, dengan membawa pengetahuan pengobatan yang dimiliki selama di Jawa Tengah. Sejarah tersebutlah yang menyebabkan pengobatan dan refleksiologi yang terdapat di Jawa Tengah dan Bali menjadi hampir serupa dan historikal itu pula yang menyebabkan banyaknya produk aromaterapi yang berasal dari Bali dan Jawa Tengah – Jogjakarta (Rafika, 2013).


(53)

3. Sumber Tanaman Minyak Esensial di Indonesia

Minyak esensial adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman dan merupakan salah satu hasil metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi berbagai senyawa kimia dan air. Sifatnya minyak esensial adalah mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, kayu kulit, rimpang, bahkan seluruh bagian tanaman.

Tanaman yang menghasilkan minyak esensial berjumlah 150-200 spesies tanaman, yang termasuk tanaman family Pinaceae,

Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan

Umbeliferaceae.Khusus di Indonesia, dikenal sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak esensial, namun baru sebagian dari tanaman tersebut yang digunakan sebagai sumber minyak esensial secara komersil berikut merupakan daftar tanaman esensial penghasil minyak yang berkembang di Indonesia (Rafika, 2013):

Tabel 2.1

Daftar Tanaman Esensial

No Tanaman Nama Lain Sumber Minyak

1. Adas Foenicullum vulqare Buah dan biji 2. Akar wangi Vetiveria Zizanoides Akar

3. Anis Clausena anisata Buah dan biji

4. Bangle Zinqiber purpureum Roxb. Akar

5. Cempaka Michelia champaca Cempaka

6. Cendana Santalum album Kayu teras

7. Cengkeh Syzyqium aromaticum Bunga

8. Eucalyptus Eucalyptus sp. Daun


(54)

37 T a b e l 2 .

10. Gandapura Gaultheria sp. Daun dan ganggang

11. Jahe Zinqiber officinale Akar

12. Jaringau Acarus calamus

13. Jeruk purut Citrus hystrix Buah

14. Kapulaga Amomum cardamomum Buah dan biji 15. Kayu manis Cinnamomum cassia Batang 16. Kayu putih Melaleuca leucadendron LI Daun

17. Kemangi Basil oil Daun

18. Kemukus Piper cubeba L Buah

19. Kenangan Canagium odoratum Bunga

20. Kencur Caempreria galangal Akar

21. Ketumbar Coriandrum sativum Buah dan biji

22. Klausena Clausena anisata Biji

23. Kunyit Curcuma domestica Akar

24. Lada Piper niqrum L Buah dan biji

25. Lawang

26. Lengkuas hutan Alpina malacensis oil Akar

27. Manis Cinnamomum Daun

28. Massoi Criptocaria massoia Batang

29. Mawar Rosa sp. Bunga

30. Melati Jasminum sambac Bunga

31. Mentha Mentha arvensis Daun

32. Nilam Pogostemon cablin Daun

33. Pala Myristica fragrans Houtt Biji dan Fuli

34. Palmarosa Cymbopogon martini Daun

35. Pinus Pinus merkusii Getah

36. Rosemari Rosmarinus officinale Bunga 37. Sedap malam Polianthes tuberose Bunga 38. Selasih mekah Ocimum gratissimum Bunga

39. Seledri Avium graveolens L Daun dan batang 40. Sereh dapur Andropogon citrates Daun

41. Sereh wangi Cymbopogon citrates Daun

42. Sirih Piper bitle Daun dan batang

43. Sarawung pohon Backhousia citriodora Daun 44. Temulawak Curcuma xanthorizza Akar 45. Ylang-ylang Canangium odoratum Bunga


(55)

4. Bahan – Bahan Pendukung Aromaterapi

Berikut merupakan bahan pendukung untuk pembuatan Aromaterapi: - Minyak Atsiri

Minyak wangi ini diekstrak dari tanaman melalui destilasi uap atau ekspresi (minyak jeruk). Namun istilah ini juga kadang digunakan untuk menggambarkan minyak wangi yang diekstrak dari tanaman yang menggunakan ekstrasi pelarut. Selain itu minyak atsiri juga dikenal dengan istilah essential oil.

- Absolutes

Merupakan hasil ekstrasi dari bunga atau jaringan tanaman halus melalui fluida superkritis pelarut atau naik mutlak. Digunakan juga untuk menggambarkan minyak yang diekstrak dari mentega harum, beton, dan pomades enfleurage menggunakan etanol. - Pembawa Minyak

Biasanya berminyak tanaman dasar tricglycerides yang cair dan biasanya minyak ini dapat digunakan pada kulit (Almond manis). - Distilat Herbal atau Hydrosols

Merupakan air yang terbentuk dari proses distilasi (Air mawar). Banyak aromaterapi yang menggunakan sulingan herbal dan biasanya mereka dapat digunakan pada kuliner, sebagai obat dan juga sebagai perawatan kulit. Sulingan herbal biasanya berupa chamomile, mawar dan lemon balm.


(56)

39

- Infus

Ekstrak air dengan berbagai tanaman (misalnya infuse chamomile). - Phytocendes

Merupakan berbagai senyawa organik yang mudah menguap dari tanaman yang membunuh mikroba.

- Penguap (Voltiazed) Herbal Baku

Biasanya memiliki kandungan senyawa yang lebih tinggi dari senyawa tanaman dengan konten berbasis kering, hancur dan dipanaskan untuk mengekstrak dan menghirup uap minyak aromatik dalam modalitas penghirupan langsung (Rafika, 2013).

5. Bentuk-Bentuk Aromaterapi - Minyak Essensial Aromaterapi

Berbentuk cairan atau minyak. Penggunaanya bermacam – macam, pada umumnya digunakan dengan cara dipanaskan pada tungku. Namun bisa juga jika dioleskan pada kain atau pada saluran udara. - Dupa Aromaterapi

Awalnya hanya digunakan untuk acara keagamaan tertentu, namun seiring dengan perkembangan jaman, dupa pun kini sudah menjadi bagian dari salah satu bentuk aromaterapi. Bentuknya padat dan berasap jika dibakar, biasanya digunakan untuk ruangan berkukuran besar atau pada ruangan terbuka. Jenis dupa aromaterapi ini, terdiri dari tiga jenis, yaitu dupa aroma terapi


(57)

panjang, dupa aromaterapi pendek dan dupa aromaterapi berbentuk kerucut.

- Lilin Aromaterapi

Ada dua jenis lilin yang digunakan, yaitu lilin yang digunakan untuk pemanas tungku dan lilin aromaterapi. Lilin yang digunakan untuk memanaskan tungku aromaterapi tindak memiliki wangi aroma, karena hanya berfungsi untuk memanaskan tungku yang berisi essential oil. Sedangkan lilin aromaterapi akan mengeluarkan wangi aromaterapi jika dibakar.

- Minyak Pijat Aromaterapi

Bentuk ini memiliki wangi yang sama dengan bentuk aromaterapi yang lain, hanya saja cara penggunaannya yang berbeda, karena ini digunakan untuk minyak pijat .

- Garam Aromaterapi

Fungsi dari garam aromaterapi dipercaya dapat mengeluarkan toksin atau racun yang ada dalam tubuh. Biasanya digunakan dengan cara merendam bagian tubuh tertentu seperti kaki, untuk mengurangi rasa lelah.

- Sabun Aromaterapi

Bentuknya berupa sabun padat dengan berbagai wangi aromaterapi, namun tidak hanya sekedar wangi saja. Tapi juga memiliki berbagai kandungan atau ekstrak dari tumbuh – tumbuhan yang dibenamkan dalam sabun ini, sehingga sabun ini


(58)

41

juga baik untuk kesehatan tubuh, seperti menghaluskan kulit dan menjauhkan dari serangga (Rafika, 2013).

6. Cara Penggunaan Aromaterapi - Inhalasi

Merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode aromaterapi yang paling sederhana dan cepat. Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua. Aromaterapi masuk dari luar tubuh ke dalam tubuh dengan satu tahap yang mudah, yaitu lewat paru – paru di alirkan ke pembuluh darah melalui alveoli. Inhalasi sama dengan metode penciuman bau, di mana dapat dengan mudah merangsang olfactory pada setiap kali bernafas dan tidak akan mengganggu pernafasan normal apabila mencium bau yang berbeda dari minyak essensial. Aroma bau wangi yang tercium akan memberikan efek terhadap fisik dan psikologis konsumen. Cara ini biasanya terbagi menjadi inhalasi langsung dan inhalasi tidak langsung. Inhalasi langsung diperlakukan secara invidual, sedangkan inhalasi tidak langsung dilakukan secara bersama – sama dalam satu ruangan. Menurt Walls (2009) aromaterapi inhalasi dapat dilakukan dengan menggunakan elektrik, baterai, atau lilin diffuser, atau meletakkan aromaterapi dalam jumlah yang sedikit pada selembar kain atau kapas. Hal ini berguna untuk minyak esensial relaksasi dan penenang.


(59)

- Pijat

Pijat merupakan tehnik yang paling umum. Melalui pemijatan, daya penyembuhan yang terkandung dalam minyak essensial bisa menembus melalui kulit dan dibawa ke dalam tubuh, kemudian akan mempengaruhi jaringan internal dan organ – organ tubuh. Minyak essesnsial berbahaya jika dipergunakan langsung ke kulit, maka dalam penggunaanya harus dilarutkan dulu dengan minyak dasar seperti minyak zaitun, minyak kedelai, dan minyak tertentu lainnya. Minyak lavender, ialah salah satu minyak yang terkenal sebagai minyak pijat yang dapat memberikan relaksasi. Terapi aroma yang digunakan dengan cara pijat ini merupakan cara yang sangat digemari untuk menghilangkan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah dan merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun, serta meningkatkan kesehatan pikiran. Dalam penggunaannya dibutuhkan dua tetes minyak essensial yang ditambahkan dengan 1 ml minyak pijat.

- Kompress

Penggunaan melalui proses kompress membutuhkan sedikit minyak aromaterapi. Kompress hangat dengan minyak aromaterapi dapat digunakan untuk menurunkan nyeri punggung dan nyeri perut. Kompress dingin yang mengandung minyak lavender digunakan pada bagian perineum saat persalinan.


(60)

43

- Berendam

Cara ini menggunakan aromaterapi dengan cara menambahkan tetesan minyak essensial ke dalam air hangat yang digunakan untuk berendam. Dengan cara ini efek minyak essensial akan membuat perasaan (secara psikologis dan fisik) menjadi lebihrileks, serta dapat menghilangkan nyeri dan pegal, memberikan efek kesehatan (Rafika, 2013).

7. Aromaterapi Mawar

Salah satu herbal esensial yang digunakan dalam aromaterapi adalah mawar. Aroma mawar efektif pada sistem saraf pusat. Dua bahan dari aromaterapi mawar, sytrinol dan 2-phenyl ethyl alcohol, pada mawar dikenal sebagai agen anti ansietas. Menggunakan mawar oil mengurangi kecemasan sebesar 71% dalam persalinan dan hanya 14% dari mereka yang membutuhkan pembiusan lokal (Kheirkhah dkk, 2014)

Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam minyak atsiri bunga mawar diantaranya sitral, sitronelol, geraniol, linalol, nerol, eugenol, feniletil, alhohol, farnesol, nonil, dan aldehida (Rubkahwati, Purnobasuki, Isnaeni, dan Utami, 2013). Pada saat aroma terapi minyak esensial bunga mawar dihirup, molekul yang mudah menguap akan membawa unsur aromatic yang terkandung didalamnya seperti geraniol dan linalol kepuncak hidung dimana silia-silia muncul dari


(61)

sel-sel reseptor. Apabila molekul-molekul menempel pada rambut-rambut tersebut, suatu pesan elektro kimia akan ditranmisikan melalui saluran olfaktori ke dalam system limbik. Hal ini akan merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus yang berperan sebagai regulator memunculkan pesan yang harus disampaikan ke otak. Pesan yang diterima kemudian diubah menjadi tindakan berupa senyawa elektrokimia yang menyebabkan perasaan tenang dan rilek serta dapat memperlancar aliraan darah (Koensomardiyah, 2009).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan inhalasi pada aromaterapi mampu menurunkan tingkat kecemasan seseorang (Davis, 2005; Indrati, 2009). Butje & Shattel (2008) juga menyebutkan bahwa inhalasi terhadap minyak essensial dapat meningkatkan kesadaran dan menurunkan kecemasan. Efek positif pada sistem saraf pusat diberikan oleh molekul-molekul bau yang terkandung dalam minyak essensial, efek positif tersebut menghambat pengeluaran Adreno Corticotriphic Hormone (ACTH) dimana hormon ini adalah hormon yang mengakibatkan terjadinya kecemasan pada individu.

Dampak positif aromaterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan disebabkan karena aromaterapi diberikan secara langsung (inhalasi). Mekanisme melalui penciuman jauh lebih cepat dibanding rute yang lain dalam penanggulangan problem emosional seperti stress dan kecemasan, termasuk sakit kepala, karena hidung/penciuman


(62)

45

mempunyai kontak langsung dengan bagian-bagian otak yang bertugas merangsang terbentuknya efek yang ditimbulkan oleh aromaterapi. Hidung sendiri bukanlah organ untuk membau, tetapi hanya memodifikasi suhu dan kelembaban udara yang masuk. Saraf otak (cranial) pertama betanggung jawab terhadap indera pembau dan menyampaikan pada sel-sel reseptor. Ketika aromaterapi dihirup, molekul yang mudah menguap dari minyak tersebut dibawa oleh udara ke “atap” hidung dimana silia-silia yang lembut muncul dari sel-sel reseptor. Ketika molekul-molekul itu menempel pada rambut-rambut tersebut, suatu pesan elektro kimia akan ditransmisikan melalui bola dan olfactory ke dalam sistem limbic. Hal ini akan merangsang memori dan respons emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay dan regulator, memunculkan pesan-pesan ke bagian otak serta bagian tubuh yang lain. Pesan yang diterima kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa elektrokimia yang menyebabkan euporia, relaks atau sedative. Sistem limbik ini terutama digunakan untuk sistem ekspresi emosi (Koensoemardiyah, 2009).

Aromaterapi terkenal dengan penggunaannnya dalam mengatasi stress (Varney & Buckle, 2013), dan secara jelas, persalinan merupakan pengalaman stress untuk hampir semua ibu. Oleh karenanya hal ini tidak mengejutkan jika beberapa laporan saat ini menyarankan aromaterapi untuk menurunkan stress pada kehamilan (Conrad, 2010; Tilllet & Ames, 2010).


(63)

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arwani, Iis Sriningsih, dan Rodhi Hartono (2013) dengan judul pengaruh pemberian aromaterapi terhadap tingkat kecemasan pasien sebelum operasi dengan anestesi spinal di RS Tugu Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental semua denga rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah pretest-posttest without control group design. Pada penelitian ini besar sampel seluruhnya adalah 40 orang. Pengambilan data awal tingkat kecemasan dilakukan 2 jam sebelum operasi. Kemudian responden diberikan aromaterapi dengan cara meneteskan 5 tetes aromaterapi (lavender oil) pada masker untuk dipakaikan selama 15 menit. Peneliti kemudian melakukan pengukuran kedua (post test) tingkat kecemasan yakni 1 jam sebelum operasi untuk dilakukan pengolahan dan analisis data. Dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pemberian aromaterapi terhadap tingkat kecemasan pasien sebelum operasi dengan anestesi spinal di RS Tugu Semarang (p<0.05)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Masoomeh Kheirkhah, Nassimeh Setayesh Vali Pour, Leila Nisani, dan Hamid Haghani (2014) dengan judul membandingkan efek aromaterapi dengan mawar oils dan warm foot bath pada kecemasan persalinan kala I wanita primigravida. Penelitian uji klinis ini dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis pada 120 ibu primigravida yang secara acak dijadikan 3 kelompok. Kelompok pertama


(64)

47

yang diberikan intervensi menerima 10 menit inhalasi dan warm foot bath dengan minyak mawar. Kelompok intervensi kedua menerima 10 menit warm water footbath. Kedua intervensi diberikan pada kedua fase aktif dan transisi. Kelompok kontrol, menerima perawatan rutin dalam persalinan. Kecemasan dikaji dengan Visual Analogue Scale (VASA) pada fase aktif dan transisi sebelum dan setelah intervensi. Skor kecemasan kelompok intervensi pada fase aktif setelah intervensi secara signifikan lebih rendah dari kelompok kontrol (P<0.001). Skor kecemasan sebelum dan setelah kelompok intervensi pada fase transisi secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol (P<0.001). Kesimpulan. Menggunakan aromaterapi dan footbath menurunkan kecemasan pada fase aktif wanita primigravida.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Shingo Ueki, Kazuteru Niinomi, Yuko Takashima, Ryoko Kimura, Kazuyo Komai, Kiyotaka Murakami, dan Chieko Fujiwara (2014) dengan judul keefektifan aromaterapi dalam menurunkan kecemasan ibu dengan anak yang sedang terpasang infus di klinik pediatric. Penelitian ini menggunakan disain uji klinis yang terkontrol. Terdapat 60 sampel dalam kelompok aromaterapi dan 61 dalam kelompok kontrol. Kedua kelompok diberikan karakteristik demografi yang cukup seimbang. Menggunakan analisa variasi, peneliti mendemostrasikan perbedaan yang signifikan dalam 2 faktor interaksi diantara kelompok kontrol dan aromaterapi. Hasil dari penelitian ini yaitu


(65)

tingkat kecemasan ibu dalam kelompok aromaterapi secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol.


(66)

49

E. Kerangka Teori

Faktor pesipitasi: - Sifat: persalinan yang

mengakibatkan perubahan bentuk tubuh

- Asal: pengalaman masa lalu - Waktu dan jumlah: tidak dapat

diprediksi (Stuart, 2007) Faktor predisposisi

- Biologis: nyeri persalinan, riwayat komplikasi - Psikologis: takut akan

kelainan bentuk tubuh, takut melukai bayi, pengalaman masa lalu

- Sosiokultura: pengetahuan, dukungan, sosial ekonomi (Aryasatiani, 2005; Simpkin, 2005; Novitasari, 2013)

Penilaian terhadap kecemasan: - Kognitif

- Afektif - Fisiologi - Perilaku - Sosial

(Stuart dan Laraia, 2005)

Sumber Koping - Kemampuan - Teknik pertahanan - Dukungan sosial - Dukungan spiritual - Kesehatan fisik (Stuart dan Laraia, 2005; Stuart, 2006)

Rentang respon kecemasan: - tidak ada

kecemasan - kecemasan ringan - kecemasan sedang - kecemasan berat - kecemasan panik (Ni Komang, 2012)

Persalinan kala I

Terapi

Aromaterapi Relaksasi

Kognitif-perilaku Non Farmakologis Farmakologis Berorient asi insight Psikoterapi Psikologis Gambar 2.1

Kerangka Teori Cemas modifikasi dari teori Stuart (2007), Stuart dan Laraia (2005), Stuart (2006), Ni Komang (2012), Husny (2009), Asmadi (2008), dan Tomb et all


(1)

Transformasi Data Kelompok Kontrol

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tran_skorpre 15 100.0% 0 0.0% 15 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Tran_skorpre Mean 1.32 .034

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.25

Upper Bound 1.39

5% Trimmed Mean 1.32

Median 1.40

Variance .017

Std. Deviation .132

Minimum 1

Maximum 1

Range 0

Interquartile Range 0

Skewness -.229 .580

Kurtosis -1.969 1.121

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Tran_skorpre .252 15 .011 .825 15 .008


(2)

Uji Normalitas Kelompok Intervensi

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

skorpre 15 100.0% 0 0.0% 15 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

skorpre Mean 23.27 1.270

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 20.54

Upper Bound 25.99

5% Trimmed Mean 23.35

Median 23.00

Variance 24.210

Std. Deviation 4.920

Minimum 16

Maximum 29

Range 13

Interquartile Range 10

Skewness -.193 .580

Kurtosis -1.490 1.121

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

skorpre .177 15 .200* .886 15 .059

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(3)

Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

skorpost - skorpre Negative Ranks 11a 7.73 85.00

Positive Ranks 2b 3.00 6.00

Ties 2c

Total 15

a. skorpost < skorpre b. skorpost > skorpre c. skorpost = skorpre

Test Statisticsa

skorpost - skorpre

Z -2.782b

Asymp. Sig. (2-tailed) .005

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks.

Uji t berpasangan kelompok intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 skorpre 23.27 15 4.920 1.270

skorpost 13.07 15 3.900 1.007

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.


(4)

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 skorpre -


(5)

Uji Mann-Whitney kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Ranks

Intervensi N Mean Rank Sum of Ranks

selisih_intervensi_kont Intervensi 15 9.00 135.00

Kontrol 15 22.00 330.00

Total 30

Test Statisticsa

selisih_interven si_kont

Mann-Whitney U 15.000

Wilcoxon W 135.000

Z -4.057

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000b

a. Grouping Variable: Intervensi b. Not corrected for ties.


(6)