Aplikasi Pupuk Urea dan Pupuk Kandang Kambing untuk Meningkatkan N-Total pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala dan Kaitannya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L.)

  

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Inceptisol

  Inceptisol merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut dengan ciri - ciri bersolum tebal antara 1.5-10 meter di atas bahan induk, bereaksi masam dengan pH 4.5-6.5, bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi kurang dari 5.0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur seluruh solum iniumumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisol relatif rendah, akan tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi yang tepat (Sudirja, 2007).

  Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak masam (4.6-5.5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi tanahmya lebiih tinggi, agak masam sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000).

  Ada kecenderungan bahwa nilai KTK tanah tidak dipengaruhi oleh kandungan bahan organiknya. Inceptisol yang diteliti kandungan fraksi liatnya tergolong tinggi dan didominasi oleh mineral smektit yang mempunyai KTK tinggi. Dengan demikian pengaruh bahan organik terhadap nilai KTK Inceptisol tidak nyata. Tampaknya, semakin tinggi KTK, nilai C-organik semakin rendah. Hal ini relatif sama dengan pola hubungan antara pH tanah dengan C-Organik (Nurdin, 2012)

  Pengelolaan tanah yang rasional salah satunya harus didasarkan pada sifat- sifat inherent tanah tersebut. Dengan demikian maka sifat morfologi dan kimia tanah dapat dijadikan acuan dalam pengeloaan tanahnya. Tanah Inceptisol ini dicirikan oleh teksturnya yang berlempung, reaksi tanah agak masam hingga agak alkali, kandungan dan cadangan hara relatif sedang, dan kapasitas tukar kation tanah sedang sampai tinggi. Sifat-sifat tersebut mencirikan bahwa tanah ini cukup potensial untuk pengembangan tanaman pertanian terutama tanaman pangan. (Nurdin, 2012)

  Unsur N

  Mempertahankan kondisi tanaman dalam keadaan cukup hara N namun tidak berlebihan merupakan salah satu alternatif meningkatkan efisiensi pupuk N.

  Pupuk diberikan berdasarkan kandungan N dalam daun tanaman yang ditunjukkan oleh penampakan warna daun. Penentuan kondisi tanaman kritis terhadap N dilakukan dengan menggunakan chlorophyll meter (SPAD) yang dapat mendeteksi kandungan hara tanaman (Wahid, 2003).

  Upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta memperbaiki cara budi daya tanaman, yang mencakup pengaturan kepadatan tanaman, pengairan yang tepat, serta pemberian pupuk N secara tepat baik takaran, cara dan waktu pemberian maupun sumber N (Wahid, 2003).

  Terserapnya N oleh tanaman dipengaruhi beberapa faktor internal, seperti kondisi fisiologi tanaman, jenis tanaman dan pertumbuhannya, sehingga dimungkinkan kelebihan N akibat pemberian pupuk urea yang berlebih akan terbuang ke lingkungan (Triadiat, 2012 ).

  Warna pucat pada tanaman yang kekurangan N berasal dari terlambatnya pembentukan klorofil, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan dengan lambat karena klorofil dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat pada proses fotosintesis. Warna pucat yang disebabkan kahat N ini terjadi lebih dahulu pada daun-daun tua, sepanjang tulang daun. Hal ini terjadi karena N bersifat mobil di dalam tanaman (Damanik dkk, 2010).

  Serapan N selama pertumbuhan tanaman tidak selalu sama pada tingkat kesuburan yang sama. Banyaknya N yang diserap tanaman setiap hari per satuan berat tanaman adalah maksimum pada saat tanaman masih muda dan berangsur menurun dengan bertambahnya umur tanaman (Damanik dkk, 2010).

  Ancaman kehilangan hara N dari aplikasi pupuk sangat besar, sehingga sekitar 50 - 90 % dari total hara N yang dibutuhkan oleh tanaman jagung diaplikasikan dalam bentuk pupuk secara sidedress ketika tanaman jagung sudah tumbuh tingginya mencapai 10 - 20 inci (Soemarno, 2011).

  Hasil penelitian Hartoyo data menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman dipupuk kandang menjadi lebih baik.Hal ini disebabkan karena pada pupuk kandang disamping mengandung unsur hara makro meskipun terbatas juga mengandung unsur hara mikro dan juga unsur pemacu petumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman. Tetapi antar macam pupuk kandang tidak beda nyata atau sama. Hal ini disebabkan karena kandungan hara pada masing-masing pupuk kandang selisihnya tidak mencolok sekali atau beda sedikit sehingga kurang menghasilkan perbedaan tinggi tanaman (Hartoyo, 2008).

  Berat brangkasan kering dipengaruhi oleh biomassa yang tersusun oleh unsur makro dan mikro dan unsur-unsur tersebut terdapat pada pupuk urea terutama unsur N dan unsur makro serta mikro yang terdapat pada pupuk kandang meskipun kadarnya relatif kecil. Keduanya mempunyai sinergi untuk bersamasama membangun biomasa tanaman jagung Sehingga interaksinya signifikan ( Hartoyo, 2008).

  Kandungan N total yang paling tinggi juga bisa mempengaruhi hasil ini karena nitrogen komponen pembentuk klorofil yang merupukan sumber proses fotosintesis. Dari proses fotosintesis ini tanaman menghasilkan karbohidrat dan energi yang merupakan pembentuk tubuh tanaman termasuk bunga dan buah.

  Selain itu nitrogen mampu meregulator fungsi dari kalium dan pospor ( Lutfi, 2007 ).

  Urea lebih cepat tersedia bagi tanaman dan juga dapat cepat hilang yang disebabkan karena penguapan dan pencucian, sedangkan N sendiri bersifat mobil.

  Banyaknya ketersediaan N mineral di dalam tanah mempengaruhi produksi biomassa tanaman jagung. Pada ketersediaan N yang mencukupi pertumbuhan jagung juga akan lebih baik ( Zakariah, 2012).

  Tingkat serapan N pada tanaman jagung sangat dipengaruhi umur, kondisi saat aplikasi dan proses fotosintesis tanaman. Respon pemberian pupuk N pada tanaman juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan bentuk/jenis pupuk ( padat/cair ) yang diberikan. Pemberian N bertingkat sangat berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan bobot biomas tanaman. Semakin besar pemberian N, tinggi dan bobot biomas tanaman semakin besar ( Suwardi, 2009).

  Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh tanaman jagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk budidayajagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu diperlukan tambahan hara N ( Suwardi, 2009).

  Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan kebutuhan tanaman baik jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan kehilangan N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N ( Suwardi, 2009).

  Umumnya tanah-tanah di daerah tropis basah kekurangan N untuk pertumbuhan tanaman jagung, sehingga pupuk N perlu diberikan. Agar efisien, pemupukan N pada jagung dilakukan dua atau tiga tahap selama pertumbuhan tanaman, yaitu pada awal tanam. Karena itu pemantauan kecukupan N pada tanaman jagung berdasarkan nilai SPAD untuk pemupukan susulan (aplikasi pupuk kedua atau ketiga) Pemupukan N pada awal tanam (5-7 hari setelah tanam) dengan takaran 50 kg N/ha, membuat tanaman tidak kekurangan N pada awal pertumbuhan (Syafruddin, 2008).

  Pupuk Kandang Kambing

  Pupuk organik seperti pupuk kadang kambing dapat meningkatkan kegiatan jasad renik tanah untuk merombak secara bertahap. Hasil rombakan bahan organik oleh jasad renik akan menghasilkan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Konseksuensinya respons tanaman per satu satuan waktu priode yang panjang terhadap pemberian pupuk organik meningkat. Oleh karena itu pemberian pupuk organik sangat perlu untuk mempertahankan tingkat kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman (Mathius, 1994).

  Unsur N yang dominan terkandung dalam pupuk kandang berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk memacu pertumbuhan daun. Diasumsikan semakin besar luas daun maka makin tinggi fotosintat yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi pula fotosintat yang ditranslokasikan. Fotosintat tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, antara lain pertambahan ukuran panjang atau tinggi tanaman, pembentukan cabang dan daun baru (Nurshanti, 2009).

  Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian lebih banyak urea belum tentu dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena urea lebih cepat tersedia bagi tanaman dan juga dapat cepat hilang yang disebabkan karena penguapan dan pencucian, sedangkan N sendiri bersifat mobil.

  Banyaknya ketersediaan N mineral di dalam tanah mempengaruhi produksi biomassa tanaman jagung. Pada ketersediaan N yang mencukupi pertumbuhan jagung juga akan lebih baik (Zakariah, 2012).

  Pemberian pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi dan kotoran ayam berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan berat berangkasan basah. Pada peubah tinggi tanaman pemberian pupuk organik kotoran kambing berpengaruh nyata apabila dibandingkan dengan pemberian pupuk kotoran sapi, dan kotoran ayam. Tanaman akan lebih banyak memperoleh unsur hara melalui kotoran kambing, karena mengan dung unsur hara yang lebih banyak dan bervariasi dibandingkan dengan kotoran sapi dan ayam (Nurshanti, 2009).

  Dampak positif lain yang diakibatkan oleh pupuk kandang adalah meningkatnya sifat fisik dan kimia tanah terutama dalam hal kemampuan menyerap dan mengikat air tanah. Pemberian pupuk domba/kambing dapat meningkatkan (21 %) rataan hasil pipilan jagung jika dibandingkan dengan produksi jagung pipilan yang umumnya diperoleh dengan menggunakan pupuk anorganik (Mathius, 1994).

  Serapan adalah jumlah kadar N (dalam %) di dalam jaringan tanaman dikalikan berat brangkasan kering pada tanaman jagung umur 40 hari. pupuk kandang yang kaya akan mikrobia tanah berada pada tanah dan beraerasi baik sehingga kaya akan oksigen yang berakibat bakteri nitrobakter lebih aktif dan banyak mengubah nitrit menjadi nitrat (NO3 - ) yang akhirnya mudah diserap oleh akar tanaman jagung ( Hartoyo, 2008).

  Serapan N makin besar seiring dengan bertambahnya rata rata dosis penambahan urea.Hal ini disebabkan makin besar dosis urea maka makin besar jumlah unsur N yang diserap oleh tanaman, disamping itu pupuk urea mudah larut sehingga cepat diserap oleh perakaran tanaman jagung serapan N yang paling besar terdapat pada pupuk kandang kambing yang menunjukkan bahwa proses nitrifikasi pada pupuk kandang kambing yang paling baik prosesnya, sehingga dapat menghasilkan ion nitrat yang paling banyak ( Hartoyo, 2008).

  Perbedaan dalam proses hetrotrofik pada reaksi aminisasi dan nitrifikasi pada pupuk kandang ayam dan pupuk kandang kambing. Hal ini tidak lepas dari proses kematangan pupuk kandang dimana pupuk kandang kambing lebih matang. Sehingga jumlah N yang dihasilkan dari proses aminisasi dan nitrifikasi pada pupuk kandang kambing relatif lebih cepat dan lebih besar ( Hartoyo, 2008).

  Berdasarkan hasil analisis statistik, peningkatan takaran pemberian pupuk N pada pemupukan pertama berpengaruh nyata terhadap hasil jagung. Hasil jagung dengan pemberian 50 kg N/ha hanya 1,69 t/ha, kemudian meningkat menjadi 2,10 dan 2,04 t/ha bila takaran pupuk N dinaikkan menjadi 75 dan 100 kg N/ha (Efendi, 2009).

  Pemberian pupuk nitrogen dengan cara pemberian dua kali memberikan hasil lebih tinggi dibanding hanya pemberian satu kali dengan takaran 100 kg/ha.

  Pada pemberian dua kali hasil jagung mencapai 2,82 t/ha dibandingkan pemberian satu kali yang hanya 2,04 t/ha (Efendi, 2009).

  Berdasarkan hasil analisis statistik, peningkatan takaran pemberian pupuk N pada pemupukan kedua berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil jagung.

  Penambahan takaran N bertingkat sampai 150 kg/ha pada pemupukan kedua, menunjukan hasil terus meningkatkan dan paling tinggi bila takaran pemupukan pertama juga diberikan 100 kg/ha yaitu 5,75 t/ha (Efendi, 2009).

  Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh tanaman jagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk budidaya jagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu diperlukan tambahan hara N. Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan kebutuhan tanaman baik jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan kehilangan N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N (Efendi, 2009).

  Unsur hara N sangat diperlukan terutama untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses immobilisasi N menunjukkan bahwa unsur hara N belum tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam tanah sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman dan selanjutnya berpengaruh pada produksi tanaman jagung ( Marvelia, 2006 ).

  Rasio C/N yang tinggi menyebabkan immobilisasi N sehingga mikroorganisme dan tanaman memperebutkan unsur hara khususnya N tersedia pada tanah. Namun demikian, kandungan N total sesudah perlakuan semakin meningkat, disajikan pada. Hal ini dimungkinkan terjadi karena N tanah sudah tersedia kembali, artinya proses dekomposisi masih terus berlangsung selama pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga pada akhirnya didapati unsur N tersedia di dalam tanah ( Marvelia, 2006 ).

  Ada hubungan tertentu antara pH di satu pihak dan kejenuhan basa serta tekstur di pihak yang lain. Secara bersama sama tekstur, struktur, mineralogi lempung dan bahan organik menentukan dinamika legas tanah. Unsur hara makro kalau ditaksir dengan cara pertama. Pada tanaman yang hasil panennya berupa bagian vegetatif, unsur hara yang terutama diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif unsur hara N tentu mempunyai efesiensi pemupukan lebih tinggi ( Notohadiprawiro, 2006 ).

  Kekurangan air dalam tanah menghambat pelarutan pupuk dan pelepasan ion haranya serta aliran massa dan difusi larutan hara dari tanah ke akar.

  Kekeringan tanah juga memkatkan larutan pupuk yang dapat merusakkan jaringan tanaman karena plasmolisis. Perkolasi cepat dalam jumlah banyak akan melindi banyak bahan pupuk yang terlarutkan. Pupuk juga dapat hilang karena terbawa aliran permukaan. Pelindian unsur hara pupuk meningkat dalam tanah bertekstur kasar karena daya tambat lengas dan haranya kecil. Daya tambat juga ditentukan oleh struktur tanah. Struktur dan konsistentsi tanah menentukan kerapatan akar dan jangkauan penjalarannya. Struktur mampat atau konsistensi berat menyebabkan kerapatan akar rendah dan jangkauan penjalarannya terbatas ( Notohadiprawiro, 2006 ).

  Pemupukan N pada tanah yang rentan akan ketumpahan air, seperti yang berada di dataran banjir, cekungan, delta, dan rawa dan pada tanah yang sengaja dibuat tergenang selama waktu lama (sawah)., hendaknya menggunakan N dalam bentuk amonium atau dalam bentuk yang mengurangi menjadi amonium (urea).

  Hal ini untuk menghindari terjadinya denitrifikasi. Kemungkinan nitrifikasi amonium dapat dicegah, berarti mencegah kemungkinan denitrifikasi nitrat, dengan menambahkan pada tanah suatu senyawa pencegah nitrifikasi ( Notohadiprawiro, 2006 ).

  Tanaman Jagung (Zea mays L.)

  Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu (Subekti, 2008).

  Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhanjagung sangat membantu dalam mengidentifikasi pertumbuhan tanaman, terkait dengan optimasi perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama dan penyakit akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman (Subekti, 2008).

  Hasil dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (Subekti, 2008).

  Jagung dapat tumbuh di daratan rendah sampai dengan ketinggian 1800 m diatas permukaan laut, pada semua jenis tanah asalkan gembur, subur, aerasi dan draenase yang baik. Tekstur yang paling baik untuk tanaman jagung adalah lempung berdebu dengan tingkat kemasaman 5 – 7 kekeringan di bawah 8 %.

  Tanaman jagung sangat efisien dalam penggunan energi matahari, membutuhkan lebih banyak air pada masa pertumbuhan vegetatif (Kuswara, 1982).

  Kekurangan atau ketidak tepatan pemberian pupuk N sangat merugikan bagi tanaman dan lingkungan. Secara umum pupuk N dapat meningkatkan produksi jagung. N diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut (Sutoro, dkk, 1988).

  Tingkat serapan N pada tanaman jagung sangat dipengaruhi umur, kondisi saat aplikasi dan proses fotosintesis tanaman. Respon pemberian pupuk N pada tanaman juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan bentuk/jenis pupuk (padat atau cair) yang diberikan (Effendi, 2009).

  Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah (Subekti, 2008).

  Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Subekti, 2008).

  Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith) (Subekti, 2008).

  Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles yang tinggi, dan lingkaranlingkaran menuju perikarp dekat epidermis.

  Kepadatan bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah (Subekti, 2008).

  Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2). Berdasarkan letak posisi daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok (Subekti, 2008).

  Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi. Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula (Subekti, 2008).

  Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam.

  Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih (Subekti, 2008).

  Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah.

  Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam (Subekti, 2008).

  Efek Pupuk Organik Terhadap Sifat Tanah

  Pupuk padat dapat memberikan kerapatan isi tanah lebih rendah dan kandungan C organik yang lebih tinggi sehingga struktur tanah menjadi lebih baik dan akar tanaman akan mudah berkembang sehingga perkembangan tanaman menjadi lebih baik dan berlangsungnya proses pertambahan jumlah daun. Unsur hara N yang berasal dari kotoran ternak padat yang dimanfaatkan sebagai bahan organik, periode pertumbuhan tanaman akan diperpanjang hingga pada akhirnya setiap ketiak daun akan terakumulasi sejumlah zat hasil fotosintesis yang akan merangsang terbentuknya tunas-tunas daun (Duaja, 2012).

  Pupuk padat kotoran ternak memberikan kerapatan isi yang rendah, C- organik, jumlah daun dan yang lebih bagus sehingga dengan jumlah bahan organik banyak dapat memperbaiki struktur tanah dan persen pori tanah akan lebih tinggi menyebabkan perkembangan akar menjadi lebih panjang. Faktor lain yang mempengaruhi adalah aerasi tanah, apabila tanah memiliki konsentrasi oksigen yang tinggi (aerasi yang baik) akan membantu perkembangan akar dan juga pasokan air dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan pupuk cair memiliki kerapatan isi, C-organik, jumlah daun dan bobot segar yang lebih rendah dibandingkan pupuk padat. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan unsur N dan perkembangan akar tanaman yang cenderung kurang meningkat dibandingkan dengan pupuk padat. Unsur N yang tidak tersedia dalam jumlah yang banyak akan mempengaruhi serapan hara yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman (Duaja, 2012).

  Unsur hara yang diperlukan tanaman sudah mulai tersedia, di mana pupuk hayati mengandung mikroba yang mampu menghasilkan senyawa aktif yang berperan dalam menyediakan/menguraikan unsur hara. Aktivitas mikroorganisme juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, sehingga unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman (Asroh, 2010).

  Penambahan kompos, pupuk kandang, dan custom-bio tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total tanah dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

  Meskipun demikian terjadi peningkatan kandungan N-total tanah setelah diberi bahan organik. Hasil ini terbukti dari aplikasi kompos mampu meningkatkan kandungan N-total tanah dibandingkan dengan pada saat analisis awal sebelum aplikasi kompos . Perlakuan pupuk kandang menghasilkan rerata kadar N tanah yang tertinggi (Zulkarnain, 2013).

  Aplikasi bahan organik mampu meningkatkan nilai kemantapan agregat. Bahan organik yang ditambahkan ke tanah mengalami proses dekomposisi dan menghasilkan substansi organik yang berperan sebagai “perekat” dalam dalam proses agregasi tanah. Humus mempunyai gugus fungsional yang bermuatan negatif dan dapat berikatan dengan partikel tanah yang bermuatan positif, membentuk agregat tanah dan menjadikan agregat tanah menjadi semakin mantap (Zulkarnain, 2013).

  Aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap porositas total, terjadi peningkatan total ruang pori setelah aplikasi pupuk organik. Hal tersebut karena kompos dan pupuk kandang mengalami proses dekomposisi dan berangsur-angsur menghasilkan humus. Interaksi humus dengan partikel tanah akan menciptakan struktur tanah yang lebih mantap dan memperbesar ruang pori (Zulkarnain, 2013).

  Pupuk kandang kambing yang memiliki kandungan N total, bahan organik, Ca tersedia, S tersedia, dan K tersedia yang tinggi, sehingga diharapkan dengan adanya penambahan pupuk kandang kambing tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah dan unsur hara cukup tersedia bagi tanaman.

  Pupuk kandang kambing selain memiliki kandungan unsur hara yang penting tersebut juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah (Sarsini, 2008).

  Pada penelitian Sarsini pada perlakuan pengolahan tanah, pupuk kandang kambing dan pupuk N serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap pH H2O. Hal tersebut dikarenakan meskipun diberi tambahan pupuk kandang kambing yang dapat meningkatkan pH tanah tetapi dosisnya belum mampu mengimbangi dosis pupuk N yang diberikan sesuai perlakuan yaitu pupuk urea 50 kg/ha, mengingat pupuk urea merupakan pupuk yang bereaksi masam sehingga dapat menambah kemasaman tanah yang diberi pupuk urea tersebut (Sarsini, 2008).

  Unsur hara merupakan komponen penting yang sangat dibutuhkan oleh tanaman . Persediaan unsur hara asal tanah sangat terbatas, sehingga penambahan dari luar dirasakan sangat perlu . Penambahan unsur hara umumnya diketahui sebagai pemberian pupuk. Penambahan unsur hara secara murni atau lebih, yang diketahui sebagai pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi tanaman, terutama untuk masa panen pada tahun berjalan/tersebut . Dilaporkan juga pemberian pupuk anorganik yang berkelanjutan setiap tahun akan berdampak negatif terhadap struktur, sifat fisik dan kimiawi tanah . Sebagai akibatnya maka produksi tanaman pada tahun-tahun berikutnya akan cenderung menurun (Mathius, 1994).

  Untuk mencegah kerusakan tanah, maka perlu diupayakan konservasi lahan garapan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik atau kompos yang pada umumnya merupakan campuran kotoran ternak, limbah pasar dan rumah tangga. Ternak yang cukup berpotensi pada tingkat pedesaan untuk dapat menyediakan kotoran/ limbah adalah kambing-domba. Jumlah bahan kering kompos yang dihasilkan kambing-domba berbeda tergantung pada skala pemilikan dan berat badan ternak kambing-domba yang dipelihara (Mathius, 1994).

  Di daerah tropika tingkat pelapukan bahan organik sangat tinggi sehingga

  turn over C-organik dalam tanah berlangsung singkat akibatnya kadar bahan

  organik tanah rendah. Mengingat peranannya yang begitu besar terhadap perbaikan fisik, kimia, dan biologi tanah, maka bahan organik (pupuk kandang dan atau pupuk hijau) perlu ditambahkan dalam jumlah banyak ( Nursyamsi, 2005 ).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pupuk Kandang Kelinci Pada Pupuk Urea Terhadap Ketersediaan N-Total dan Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

1 65 62

Aplikasi Pupuk KCl dan Pupuk Kandang Ayam terhadap Ketersediaan dan Serapan Kalium serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Inseptisol Kuala Bekala

1 86 46

Aplikasi Pupuk Urea dan Pupuk Kandang Kambing untuk Meningkatkan N-Total pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala dan Kaitannya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L.)

3 112 57

Dinamika N-NH4 dan N-NO3 Akibat Pemberian Pupuk Urea dan Kapur CaCO3 pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala dan Kaitannya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

3 84 61

Aplikasi Pupuk SP-36 Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Fosfor Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L)Pada Ultisol Kwala Bekala

2 68 46

Pemanfaatan Pupuk Kandang Kambing dan Abu Sekam Padi untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk Urea dan Kcl serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) dan Sifat Kimia Tanah Sawah

2 42 87

Pengaruh Pupuk Kandang Kelinci Pada Pupuk Urea Terhadap Ketersediaan N-Total dan Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 1 14

Pengaruh Pupuk Kandang Kelinci Pada Pupuk Urea Terhadap Ketersediaan N-Total dan Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 0 11

Pengaruh Pupuk Kandang Kelinci Pada Pupuk Urea Terhadap Ketersediaan N-Total dan Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 1 10

Aplikasi Pupuk KCl dan Pupuk Kandang Ayam terhadap Ketersediaan dan Serapan Kalium serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Inseptisol Kuala Bekala

0 0 15