BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Nilai Tukar - Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013

BAB II TINJAUN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Pengertian Nilai Tukar

  Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) an exchange rate is defined as the

  

amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the

price of one currency in items of another currency .

  Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara lain ditentukan sebagaimana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika

  demand

  akan rupiah lebih banyak dari pada Supply maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila Negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange

  rate ) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001).

  Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar adalah harga rupiah terhadap mata uang Negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang Negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya.

  Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas dipasar saham maupun pasar uang karena investor cendrung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya US Dollar memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).

  Nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) dikemukakan oleh Abimanyu adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut.

  Pengertian lain dari nilai tukar ditulis oleh Olivier Blanchard dalam bukunya ”Macroeconomics” adalah ”nominal exchange rate as the price of the domestic

  currency in term of

  foreign currency”, Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani (1996:724) memberikan defenisi mengenai nilai tukar adalah ”an exchange rate is

  defined as the amount of one currency that can be

  exchanged per unit of another

  currency, or the price of one currency in terms of another currency”.

  Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain.

2.1.2. Penentuan Nilai Tukar

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu faktor fundamental, faktor teknis dan sentiment pasar (Madura, 1993).

1. Faktor /Fundamental

  Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral.

  2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.

  3. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar kembali normal.

2.1.3. Sistem Kurs Mata Uang

  Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku diperekonomian internasional, yaitu sistem kurs mengambang, sistem kurs tertambat, sistem kurs tertambat merangkak, sistem sekeranjang mata uang dan sistem kurs tetap.

1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter.

  Didalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu : a.

  Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah.

  Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, didalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

  b.

  Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. Namun, otoritas moneter secara kontinyu melaksanakan intervensi berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya cadangan devisa yang menipis. Untuk mendorong ekspor, otoritas moneter akan melakukan intervensi agar nilai mata uang menguat.

  2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang Negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang Negara partner dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

  3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu Negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu Negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karna itu, sistem ini dapat menhindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. Sistem ini di pakai di Indonesia pada periode 1988 – 1995.

4. Sistem sekeranjang mata uang (basket ofcurrencies). Banyak Negara terutama

  Negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu Negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiyai perdagangan Negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap Negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu Negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.

  5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar.

  Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.

2.1.4. Tingkat Suku Bunga

  Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap dolar yang dipinjam.

  Menurut Keynes, dalam Prawoto dan Avonti (2004), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantungan pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga akan menderita capital loss atau gain.

  Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.

  Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.

  Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam, sedangkan suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.

  Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.

  Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selalu tinggi ( Prasetiantono, 2000 : 99-101)

  Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis). Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung,dan sebaliknya.Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga tabungan masyarakat.

  Dalam kasus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan : [1] beban atas penggunaan uang dalam satu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya. Unsur-unsur didalam tingkat suku bunga.

  1. Syarat Jatuh Tempo Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Surat-surat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan jangka pendek.

  2. Risiko Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur- unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang kondisinya baik, sedangkan investasi yang berisiko mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut.

  3. Likuiditas Aktiva akan disebut “likuid” apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarang. Aktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang berkembang baik.

4. Administrasi

  Biaya-biaya administrasi, waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5% sampai 10 % per tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya.

2.1.5. Sertifikat Bank Indonesia

  Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral,dan Operasi PasarTerbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

  1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.

  2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia

  Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (Uang Kartal + Uang Giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.

  3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank

  Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.

  4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia.

  a.

  Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan.

  b.

  Denominasi : dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi Rp.100 miliar.

  c.

  Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp.100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp.50 juta.

  d.

  Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini :

  Nilai Nominal x 360 360 Tingkat Diskonto x Jangka Waktu

  5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka.

  Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 6.

  Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.

  7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless).

  8. SBI dapat diperdagangkan dipasar sekunder.

2.1.6. Indeks Harga Saham Saat ini di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks.

  1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing- masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.

  2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta

  Composite Index

  (JCI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI.

  3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor.

  Semua perusahaan yang tercatat di BEI diklasifikasikan kedalam 9 (Sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification).

  4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut.

  5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah islam. Dewan pengawas syariah PT. DIM (Danareksa Investment Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk dalam JII.

6. Indeks Papan Utama (Main Board Indeks/MBX), diperuntukkan bagi perusahaan dengan track record yang baik.

  7. Indeks Papan Pengembangan (Development Board Index/DBX), untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek. Disamping itu Papan Pengembangan diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai objek penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia baik saham biasa maupun saham preferen.

  Anoraga dan Piji (2001 : 100-104) mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu.

  Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.

  Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku.

  Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar.

  Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan.

  Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001: 102) :

  ∑

  100

  ∑

  Dimana : : Total harga semua saham pada waktu yang berlaku

  ∑ : Total harga semua saham pada waktu dasar

  ∑

2.2 Review Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai refrensi untuk saling melengkapi.

  1) Ana Oktaviana (2007)

  Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/Us Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003 – 2005. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (50,286 > 3,285) dan signifikansi sebesar 0,0000. 2)

  Moh Mansur (2009) Tingkat Suku Bunga SBI dalam periode tahun 2000 sampai 2002 ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta . Pengaruh yang signifikan diberikan oleh kurs Dollar AS dan besarnya pengaruh kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta sebesar 51,55% dengan arah pengaruh negatif.

  3) Mudji Utami (2003)

  Dalam penelitian mudji utami variable independennya adalah profitabilitas perusahaan, suku bunga, laju inflasi, dan nilai tukar mata uang, sedangkan variable depedennya adalah Indeks Harga Saham Gabungan. Penelitian tersebut menggunakan alat analisis regresi, hasil penelitian ini menyebutkan kan bahwa secara empiris terbukti bahwa Profitabilitas, Tingkat Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham secara signifikan selama krisis ekonomi dan secara empiris terbukti bahwa secara parsial Tingkat Suku Bunga berpengaruh signifikan negatif dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar amerika berpengaruh signifikan positif terhadap harga saham selama krisis ekonomi.

  4) Mohammad agung (2007)

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis deskriptif dapat dilihat karakteristik responden dengan masing-masing variable yang diteliti.

  Sedangkan dari analisis kuantitatif dengan metode regresi linear berganda, hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari variable Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek tahun 2007 – 2009. Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah :

  Persamaan Perbedaan

  

Tabel 2.1

Persamaan dan perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu

  • Variable yang digunakan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu antara variable- variable makroekonomi (Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI) dengan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG).
  • Jangka waktu penelitian 3 tahun dari tahun 2011 – 2013.
  • Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square).

2.3. Kerangka Konseptual

  Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 2 (dua) variable makroekonomi yang diduga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Adapun variable makroekonomi yang diprediksikan berpengaruh terhadap

  Indeks Harga Saham Gabungan adalah Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Nilai Tukar Rupiah/US Dollar

  IHSG

  Tingkat Suku Bunga SBI Model pada Gambar 2.1. diatas menunjukkan bahwa variable independen terdiri dari Nilai Tukar Rupiah/US Dollar (X

  1 ) dan Tingkat Suku Bunga SBI (X 2 ) dan variable dependennya IHSG (Y).

  Berdasarkan uraian diatas, hubungan dari masing-masing variable independen (variable makroekonomi) terhadap IHSG dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Hubungan Nilai Tukar Rupiah/US Dollar terhadap IHSG

  Menurut Sri Adiningsih (1998: 160-161) bahwa, menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar US memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan termasuk pasar modal. Naiknya tingkat bunga akan mengurangi pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal.

  Dengan demikian, maka melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahaan yang hanya mengandalkan pinjaman dari luar negeri dalam bentuk Dollar US untuk membiayai operasi perusahaan.

  Jadi dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjual belikan dipasar modal.

  Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.

  Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow.

  Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan.

  Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan turun drastis.

  Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ana Octaviana telah membuktikan bahwa nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap harga saham .

2. Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG

  Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi dilantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Lee (1992) maupun Sitinjak dan Kurniasari (2003) bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham.

2.4. Hipotesis

  Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hupo dan thesis. Hupo berarti lemah, kurang atau di bawah dan thesis berarti teori, proposisi, atau pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Jadi, hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara (Hasan, 2003 : 140).

  Hipotesis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan baik secara simultan maupun secara parsial di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013

3 36 96

Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

1 37 92

Pengaruh Nilai Tukar Dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia

49 223 96

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah /Us$ Dan Tingkat Suku Bunga Sbi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2007 – 2009

1 35 78

Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Rupiah/ US Dollar Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2011

0 5 1

Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Rupiah/US$ Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode Juli 2008 – Juni 2010

2 11 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Tukar (Kurs) 2.1.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs) - Analisis Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Terhadap Suku Bunga Di Indonesia

1 1 22

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 1 10

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 0 9