BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Definisi Pencemaran Udara - Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Ser

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

2.1.1. Definisi Pencemaran Udara

  Pencemaran udara merupakan kondisi terjadinya perubahan (pengurangan atau penambahan komposisi udara) dibandingkan keadaan normal dalam waktu, tempat dan konsentrasi tertentu sedemikian rupa sehingga membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat. Menurut PP No. 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

  Pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimianya.

  Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru- paru dan pembuluh darah, iritasi pada mata dan kulit. Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan seperti bronkhitis, asma, kanker paru-paru. Gas pencemar yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan selanjutnya diserap oleh sistem peredaran darah (Kemenlh, 2007).

2.1.2. Sumber Pencemaran Udara

  Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural) dan aktivitas manusia (kegiatan antropogenik). Sumber pencemaran alami adalah letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu spora tumbuhan sering lebih besar seperti transportasi, industri, pertambangan, dari sampah baik akibat dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah tangga (Soedomo, 2001).

  Sumber polusi utama berasal dari transportasi di mana hampir 60 % dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15 % terdiri dari hidrokarbon. Sumber – sumber polusi lainnya adalah pembakaran, proses industri, pembuangan limbah dan lain – lain (Fardiaz, 2003).

  Polutan primer yang diemisikan oleh suatu sumber emisi akan mengalami berbagai reaksi fisik dan kimia dengan adanya faktor meteorologi seperti sinar matahari, kelembaban dan temperatur. Berbagai reaksi yang terjadi juga dapat menyebabkan terbentuknya beberapa jenis polutan sekunder (lihat gambar 2.1).

  Akibat dorongan angin, polutan akan terdispersi (tersebar) mengikuti arah angin tersebut. Sebagian polutan dalam perjalanannya dapat terdeposisi (deposited) atau mengendap ke permukaan tanah, air, bangunan, dan tanaman. Sebagian lainnya akan tetap tersuspensi (suspended) di udara. Seluruh kejadian tersebut akan mempengaruhi konsentrasi polutan-polutan di udara ambien atau dengan kata lain, mengubah kualitas udara ambien (Kemenlh, 2007).

Gambar 2.1. Memprakirakan Dampak Lingkungan : Kualitas Udara

  Sumber : Kemenlh, 2007

  Di daerah perkotaan dan industri, parameter bahan pencemar yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan adalah parameter gas SO , gas CO, gas NO dan partikel debu (Holzworth & Cormick, 1976

  2

  2

  : 690). Sumber bahan pencemar udara menentukan jenis bahan pencemarnya. Hal ini dapat terlihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1. Sumber Bahan Pencemar yang Menghasilkan Bahan Pencemar Udara Bahan Pencemar Sumber Pencemar HC CO CO

  2 SO NO

  2 NO

  2 Sumber Stasioner + + + + + +

  Proses Industri + + + + + + Sampah Padat + + + + + + Pembakaran Sisa Pertanian + + + - + + Transportasi + + + + + + Bahan Bakar minyak + + + + + + Bahan bakar gas alam - + - - - - Bahan bakar kayu - + - - + + Insinerator + + + + + + Kebakaran hutan + + + - + +

  

Sumber : Urone (1976); NadaKavukaren (1986); Esmem (1989); Graedel &

Cratzen (1989); Masters (1991) dalam Mukono (1997)

  Keterangan : + = menghasilkan

  • = tidak menghasilkan

  Pencemar udara primer adalah semua pencemar yang langsung dilepas oleh sumber dan belum mengalami perubahan. Pencemar udara primer mencakup sekitar 90 % dari jumlah polutan udara seluruhnya. Pencemar udara sekunder adalah pencemar udara primer yang mengalami perubahan di udara akibat reaksi fotokimia atau oksida katalis dengan adanya faktor meteorologi seperti sinar matahari, kelem- baban dan temperatur. Akibat dorongan angin, polutan akan terdispersi (tersebar) mengikuti arah angin tersebut. Sebagian polutan dalam perjalanannya dapat terdeposisi (deposited) atau mengendap ke permukaan tanah, air, bangunan, dan tanaman. Sebagian lainnya akan tetap tersuspensi (suspended) di udara. Seluruh kejadian tersebut akan mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara ambien sehingga mengubah kualitas udara ambien.

  Bahan pencemar udara atau polutan dibagi menjadi dua bagian (Mukono, 1997) :

  Polutan Primer Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu dan dapat berupa : a. Gas, terdiri dari :

  • Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi dan karbon oksida (CO atau CO )

  2

  • Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida
  • Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak
  • Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi dan bromin.

  b. Partikel Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik, dapat berupa zat padat pun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses disperse misalnya proses menyemprot (spraying), maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas dan kabut (mist). Adapun yang dimaksud dengan :

  • asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.
  • Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
  • Uap adalah partikel bentuk gas yang merupakan hasil dari proses sublimasi, distilasi atau reaksi kimia • Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.

  2. Polutan Sekunder Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia dari udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO

  2 yang

  menghasilkan N dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

  • Konsentrasi relatif dari bahan reaktan
  • Derajat fotoaktivasi
  • Kondisi iklim
  • Topografi lokal dan adanya embun Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN) dan Formaldehid .

  Toksitas polutan tersebut berbeda – beda. Pada tabel 2.2. menyajikan toksisitas relatif masing – masing polutan tersebut. Polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah partikel, diikuti berturut – turut oleh NOx, SOx, Hidrokarbon dan yang paling rendah toksisitasnya adalah Karbon Monoksida (CO).

Tabel 2.2. Toksisitas Polutan Udara Level Toleransi

  Polutan

  3 Toksisitas Relatif Ppm µg/m

  CO 32,0 40000

  1.00

  • HC 19300

  2.07 SOx 0.50 1430

  28.0 NOx 0.25 514

  77.8

  • Partikel 375 106.7

  Sumber : Babcock (1971) dalam Fardiaz (2003)

2.1.3. Bahan Pencemar dan Dampaknya

  Dampak pencemaran udara saat ini merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Negara – Negara Industri. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara ternyata sangat merugikan sebab tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia tetapi juga dapat merusak lingkungan seperti hewan, tanaman, bangunan gedung dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika pada tahun 1980, kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka kurang lebih 51.000 orang. Menurut para ahli pada sekitar tahun 2000 an kematian yang disebabkan yang disebabkan oleh pencemaran akan mencapai angka 57.000 orang pertahunnya. Selain itu kerugian materi yang disebabkan oleh pencemaran udara apabila dikur dengan uang dapat mencapai sekitar 12 – 16 juta US dolla pertahun (Wardhana, 2004)

  Dampak emisi udara bergantung pada jenis pencemar, ciri pelepasannya serta sifat lingkungan si penerima. Partikulat dan berbagai emisi gas harus dikendalikan mengingat keduanya dapat membahayakan kesehatan pribadi atau kesehatan flora dan fauna lingkungan, menimbulkan kekhawatiran di antara masyarakat setempat, membahayakan operasi yang aman atau untuk debu, meningkatkan tingkat keausan mesin yang bergerak. Debu serta bau bisa mengganggu dan menimbulkan keluhan. ada, beberapa terjadi secara alami dan lainnya karena kegiatan manusia. Pencemar yang dikeluarkan dari penambangan dan kegiatan terkait terdiri dari gas dan partikel primer (misalnya debu). Partikel sekunder terbentuk di atmosfer karena reaksi yang melibatkan pencemar utama nonpartikel : contohnya pembentukan dalam kepulan dari partikel sulfat dari emisi sulfur dioksida.

  Bahan pencemar partikulat di udara berupa partikel padat debu, suspensi, cairan berupa kabut, lahan, debu Pb, debu asbes dan tetesan asam sulfat yang menyebabkan kurangnya daya pandang dan menyerap sinar matahari. Partikulat ini menyebabkan korosi terhadap alat dan mesin dunia industri, terjadinya erosi gedung – gedung dan gangguan saluran pernapasan manusia. Partikulat yang dihasilkan oleh industri kendaraan bermotor dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia seperti bronkhitis(Suharto, 2011).

  Berubahnya kualitas udara akan menyebabkan timbulnya beberapa dampak lanjutan, baik terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, aspek estetika udara, keutuhan bangunan, dan lainnya. Dalam bidang kesehatan, udara yang tercemar dapat menimbulkan insiden penyakit saluran pernapasan meningkat seperti Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA), TBC, memperberat penderita penyakit jantung dan asma, meningkatkan kasus alergi bagi yang hipersensitif terhadap polutan tertentu dan meningkatkan kasus kanker terutama kanker paru.

  Tumbuhan di daerah berkualitas udara buruk dapat mengalami berbagai jenis penyakit. Hujan asam menyebabkan daun memiliki bintik-bintik kuning. Hujan asam misalnya merkuri (Hg) dan seng (Zn). Akibatnya, tingkat bioakumulasi logam berat di hewan air bertambah. Penurunan pH juga akan menyebabkan hilangnya tumbuhan air dan mikroalga yang sensitif terhadap asam.

  Beberapa contoh gangguan estetika udara ambien adalah bau tidak enak, debu

  • debu beterbangan dan udara berkabut. Bau tidak enak dapat ditimbulkan oleh emisi gas-gas sulfida, amoniak, dan lainnya. Udara berasap kabut (asbut) atau smoke and

  

fog (smog) akan mengurangi jarak pandang (visibility) kita. Hal ini sangat

  membahayakan keselamatan pengendara mobil dan motor, selain juga keselamatan penerbangan. Smog atau asbut umumnya disebabkan oleh adanya reaksi fotokimia dari senyawa organik volatil (VOC atau volatile organic compounds) dengan NOx.

  Akumulasi CO

  2 , metana, dan N 2 O dapat membentuk lapisan tipis di troposfir.

  Pantulan panas matahari akan terhambat sehingga suhu bumi pun meningkat (global

  

warming ). Senyawa chlorofluorocarbon (CFC) dapat menjangkau lapisan stratosfer

  dan memecah molekul-molekul ozon di sana. Kerusakan lapisan ozon di stratosfer menyebabkan sinar UV-B matahari tidak terfilter dan masuk ke permukaan bumi sehingga dapat mengakibatkan kanker kulit pada manusia yang terpapar sinar itu.

  Dampak terhadap kondisi iklim umumnya digolongkan sebagai dampak skala makro. Jangkauannya mencapai ribuan kilometer lebih. Dampak skala makro umumnya disebabkan oleh unsur-unsur polutan yang relatif stabil, seperti CO ,

  2

  metana, dan CFC. Dampak terhadap kesehatan manusia, aspek estetika, dan keutuhan dampaknya dapat mencapai ratusan kilometer.

2.1.3.1. Partikel

a. Sifat dan Karakteristik

  Partikel didefinisikan sebagai partikel – partikel kecil yang berasal dari padatan maupun cairan yang tersuspensi dalam gas (udara). Partikel padatan atau cairan ini umumnya merupakan campuran dari beberapa materi organic dan non organik seperti asam (partikel nitra atau sulfat), logam ataupun partikel debu dan tanah. Beberapa partikel seperti debu, kotoran ataupun asap cukup besar dan cukup hitam untuk dapat dilihat oleh mata. Sementara beberapa partikel yang lain tidak dapat dilihat oleh mata telanjang melainkan harus melalui mikroskop electron. Ukuran partikel sangatlah penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi dampak partikel tersebut terhadap manusia dan lingkungan. Total Suspended Particulate (TSP) adalah partikel berdiamter 100 mikrometer atau lebih kecil yang bersifat tersuspensi di udara. PM

  10 adlah partikel yang berukuran 10 mikrometer atau

  lebih kecil sementara PM 2,5 adalah partikel yang berukuran 2,5 mikrometer atau lebih kecil (Pussarpedal, 2011).

  Berdasarkan uraian tersebut di atas maka partikel meliputi berbagai macam bentuk yang dapat berupa keadaan – keadadan berikut ini (Wardhana, 2004) : a.

  Aerosol adalah istilah umum yang menyataka adanya partikel yang terhambur dan melayang di udara Fog atau kabut adalah aerosol yang berupa butiran – butiran air yang berada di udara c.

  Smoke atau asap adalah aerosol yang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara d.

  Dust atau debu adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin e.

  Mist artinya mirip dengan kabut. Penyebabnya adalah butiran – butiran zat cair yang terhambur dan melayang di udara f.

  Fume artinya mirip dengn asap hanya saja penyebabnya adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap panas (khususnya uap logam) g.

  Plume adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri (pabrik) h. Haze adalah setiap bentuk aerosol yang menganggu pandangan di udara

  Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam system pernafasan. Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan (Fardiaz, 2003).

  Partikel – partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru – paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena 3 hal penting yaitu :

1) Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat – sifat kimia dan fisiknya.

  2) Partikel tersebut mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di yang berbahaya.

  3) Partikel – partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul – molekul gas yang berbahaya baik dengan cara mengabsorsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul – molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru – paru yang sensitif. Karbon merupakan partikel yang umum dengan kemampuan yang baik untuk mengabsorbsi molekul – molekul gas pada permukaannya.

  Partikel berukuran ≤ 10 mikron menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. PM dapat menyebabkan dampak

  2,5

  yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih ke dalam system pernapasan juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat yang nitrat yang inhalable serta bersifat asam dan bereaksi langsung di dalam system pernapasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam (Mukono, 2006)

  Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel masih melayang – laying sebagai pencemar udara sebelum jatuh ke bumi.

  Waktu hidup partikel berkisar sampai beberapa detik sampai beberapa bulan, sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel , massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup (Wardhana, 2004).

b. Dampak terhadap Kesehatan

  Ukuran partikel memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan paru – paru. Partikel yang cukup besar, misalnya yang termasuk pada TSP biasanya akan tersaring di hidung dan tenggorokan serta tidak menimbulkan efek yang berbahaya. Sementara partikel – partikel yang lebih kecil seperti PM dan PM

  10

  2.5

  akan masuk lebih dalam ke system pernapasan manusia dan menyebabkan gangguan pernapasan. Beberapa penelitian menghubungkan antara paparan pencemar partikulat dan beberapa gangguan seperti berikut :

  • Meningkatnya gejala gangguan pernapasan seperti iritasi,batuk – batuk dan kesulitan bernapas
  • Menurunnya fungsi paru – paru
  • Memperparah penyakit asma
  • Menimbulkan bronchitis kronis
  • Serangan jantung ringan
  • Kematian dini bagi penderita penyakit jantung dan paru – paru

  Partikel yang terhisap ke dalam system pernapasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru – paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 µm (PM

  10 ). PM 10 diketahui dapat meningkatkan angka

  kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan, pada konsentrasi

  3

  140 µg/m dapat menurunkan fungsi paru – paru pada anak, sementara pada

  3

  dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya. Partikel yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya.

  Partikel inhalable juga dapat merupakan partikel sekunder yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas – gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik – kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yyang terbentuk dari gas SO

  2

  dan NOx. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable karena berukuran kecil serta bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam system pernapasan menimbulkan dampak yang lebih berbahaya (Pussarpedal, 2011).

  Beberapa dampak yang disebabkan oleh PM

  10 dan PM 2.5 diantaranya adalah :

  2.5

  • Berkurangnya jarak pandang yang terutama disebabkan oleh PM
  • Timbulnya kerusakan lingkungan akibat mengendapnya partikel yang mengandung asam pada perairan – perairan, tanah serta hutan
  • Timbulnya kerusakan bangunan atau monemum yang akan menganggu keindahan karena beberapa partikel yang mengandung asam mampu menghancurkan beberapa jenis material.

  Beberapa penelitian sebelumnya telah menghubungkan antara paparan polutan partikulat terespirasi dengan beberapa kejadian penyakit saluran pernafasan. Seperti yang dilakukan oleh Mutius et al. di Jerman Timur, bahwa peningkatan konsentrasi partikulat, SO

  2 , NOx, serta kombinasi antara ketiganya di udara ambien berhubungan atas dan asma.

2.1.3.2. Sulfur Dioksida (SO 2 )

a. Sifat dan Karakteristik Sufur Dioksida adalah salah satu spesies dari gas – gas oksida sulfur (SO x ).

  Sulfur Dioksida (SO

  2 ) merupakan gas yang sangat mudah terlarut dalam air, gas tidak

  berwarna, berbau dalam konsentrasi pekat dan tidak mudah terbakar.Sebagaimana O

  3 , pencemar sekunder yang terbentuk dari SO 2 seperti partikel sulfat dapat berpindah dan terdeposisi jauh dari sumbernya (Pusarpedal, 2011).

  SO

  2 dan gas – gas oksida sulfur lainnya terbentuk saat terjadi pembakaran

  bahan bakar fosil yang mengandung sulfur. Sulfur sendiri terdapat dalam hampir semua material mentah yang belum diolah seperti minyak mentah, batu bara dan bijih

  • – bijih yang mengandung metal seperti aluminium, tembaga, seng, timbale dan besi. Di daerah perkotaan, yang menjadi sumber sulfur utama adalah kegaitan pembangkit tenaga listrik, terutama yang menggunakan batu bara ataupun minyak sebagai bahan bakarnya. Selain itu gas buang dari kendaraan yang menggunakan diesel, industri – industri yang menggunakan bahan bakar batu bara dan minyak mentah juga merupakan sumber sulfur (Pusarpedal, 2011). Industri lainnya yang banyak
menghasilkan polutan gas dari emisi gas SO

  2 adalah industri gula, industri

  penyulingan minyak, dll. Sumber terbesar dari SO

  2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari pembangkit listrik (73%) dan kegiatan industri lainnya (20%) (U.S.

  Environmental Protection Agency, 2010).

  Gas SO

  2 telah lama dikenal sebagai gas yang dapat menyebabkan iritasi pada

  system pernapasan, seperti pada selapurt lender hidung, tenggorokan dan saluran udara di paru – paru. Efek kesehatan ini menjadi lebih buruk pada penderitas asma.

  Di samping itu SO

  2 dapat terkonversi di udara menjadi pencemar sekunder seperti aerosol sulfat.

  Aerosol yang dihasilkan sebagai pencemar sekunder umumnya mempunyai ukuran yang sangat halus sehingga dapat terhisap ke dalam system pernapasan bawah. Aerosol sulfat yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan dampak kesehatan yang lebih berat daripada partikel – partikel lainnya karena mempunyai sifat korosif dan karsinogen. Oleh karena gas SO

  2 berpotensi untuk

  menghasilkan aerosol sulfat sebagai pencemar sekunder, kasus peningkatan angka kematian karena kegagalan pernapasan tertutama pada orang tua dan anak – anak sering berhubungan dengan konsentrasi SO dan partikulat secara bersamaan (Harrop,

  

2

  2002) Dari penelitian diketahui iritasi tenggorokan terjadi pada pajanan SO

  2 5 ppm

  atau lebih bahkan pada kelompok rentan iritasi dapat terjadi pada konsentrasi 1 – 2 ppm (Fardiaz, 2003). Di udara, SO

  2 dapat terlarut dalam uap air yang kemudian membentuk asam dan turun sebagai hujan asam. Jika terjadi hujan asam, maka akan terjadi kerusakan tanaman dan material. Dampak hujan asam dapat terjadi pada wilayah yang jauh dari sumber pencemar SO karena adanya pengaruh meterologi

  2

  terutama angin. Selain menyebabkan hujan asam, SO

  2 juga dapat mengurangi jarak

  menimbulkan kabut. SO

  2 menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia

  dan hewan, sedangkan pada tumbuhan menghambat fotosintesis, proses asimilasi dan respirasi.

  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO

  2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif

  iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO

  2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi

  kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular. Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO

  2 , meskipun dengan kadar yang

  relatif rendah (Kristanto, 2013). Kadar SO

  2 yang berpengaruh terhadap gangguan

  kesehatan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3. Pengaruh Kadar SO

  SO

  2

  bronchus (Mukono, 2005)

  pada kondisi lingkungan yang terkontaminasi SO cukup tinggi, maka dapat dengan cepat menyebabkan iritasi bronchus, bronchiole dan alveoli sehingga produksi selaput dan lendir (mucosa) meningkat. Hal ini akan menyebabkan resistensi saluran udara pernapasan meningkat dan akan menyebabkan konstriksi

  2 Laju korosi beberapa jenis logam terutama besi, baja dan seng dirangsang

  masuk ke dalam tubuh manusia dapat melalui hidung dan mulut dengan cara bernapas dalam. Berhubung dengan kelarutan gas SO

  2

  2 terhadap saluran pernafasan. Gas

  2 Konsentrasi (ppm) terhadap Kesehatan Pengaruh

Gambar 2.3. menunjukkan efek gas SO

  Sumber : Depkes RI, 2007

  400 – 500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat

  20 Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama 50 – 100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat (30 menit)

  20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk

  20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata

  3 -5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya 8 – 12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan

  di samping beberapa jenis partikel dan kelembaban udara yang tinggi. Suhu juga berperan penting dalam proses korosi. Gas SO

  2 Masuk Melalui Hidung dan Mulut dengan Bernafas Dalam

  Kelarutan Cukup Tinggi Iritasi

  Dinding Bronchus, Bronchiole dan Alveolus (Selaput Lendir Meningkat)

  Resistensi Meningkat Bronco Konstriksi

Gambar 2.2. Efek gas SO 2 terhadap Saluran Pernapasan

  Sumber : Mukono, 2005

2.1.4. Aspek Klimatologi Pencemaran Udara

  Menurut Sudarmadji (1995), pembuangan bahan berbahaya yang dapat mencemari udara dipengaruhi kondisi atmosfir setempat. Kondisi atmosfir dapat merupakan tenaga pendorong (driving forces) bagi bahan berbahaya. Tenaga pendorong timbul karena adanya pemanasan kulit bumi secara parsial oleh matahari serta adanya gravitasi bumi terhadap zat pencemar tersebut. Pemanasan kulit bumi secara parsial menimbulkan perbedaan tekanan udara, dengan demikian akan terjadi aliran udara dari daerah yang bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Gaya gravitasi bumi mempengaruhi jarak yang ditempuh (distribusi) oleh zat pencemar, semakin berat zat pencemar semakin dekat jarak distribusinya. dalam udara dipengaruhi juga oleh faktor konstribusi yaitu arah dan kecepatan angin, kelembaban dan suhu rendah, curah hujan, inversi dan faktor cuaca lain. Udara di sekeliling kita, atau udara ambien, memiliki kualitas yang mudah berubah. Intensitas perubahannya dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang dilepas ke udara ambien dengan faktor-faktor meteorologis (angin, suhu, hujan, cahaya matahari). Berikut ini akan dibahas beberapa hal mendasar tentang perubahan kualitas udara.

1. Suhu

  Peningkatan suhu dapat menjadi katalisator atau membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan peningkatan kelembaban udara sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia 2. Kelembaban

  Kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi oleh gaya tarik bumi.

  Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan terhalangnya radiasi matahari ke bumi karena terbentuknya awan di atmosfer. Konsentrasi partikel yang tersuspensi (visibility) karena udara yang berkabut (Oke, 1987). Kelembaban udara relatif yang rendah (< 60 %) di daerah tercemar, SO

  2 akan

  mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut. Pada kelembaban relatif lebih atau sama dengan 80 % di daerah tercemar SO

  2 akan terjadi peningkatan efek

  korosif SO 2 tersebut.

  3. Sinar Matahari Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara di udara karena dengan adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat – zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Sinar matahari dapat mempengaruhi bahan oksidan terutama O

  2 di atmosfer. Keadaan tersebut

  dapat menyebabkan kerusakan bahan/alat bangunan, atau bahan yang terbuat dari karet. Sinar matahari dapat meningkatkan rangsangan untuk merusak bahan.

  4. Arah dan Kecepatan Angin Angin merupakan gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi dan bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah (Tjasjono, 1999). Konsentrasi polutan di suatu tempat banyak dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan angin maka pengenceran dan pencemaran polutan dan sumber emisi di atmosfer semakin besar. Adanya bangunan – bangunan yang tinggi di dalam kota mengakibatkan kecepatan angin berkurang dan arah angin berubah.

  Menurut Fardiaz (2003) untuk menghindari pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh – tumbuhan dan atau benda. Baku mutu emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikelluarkan dari sumber pencemaran ke udara sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.

  Baku mutu udara dapat dibagi dalam baku mutu yang ditujukan pada sumbernya dan baku mutu yang ditujukan pada akibatnya. Baku mutu udara yang ditujukan pada sumbernya merupakan persyaratan – persyaratan yang berhubungan dengan perbuatan yang yang mempunyai potensi pencemaran udara. Baku mutu yang ditujukan pada sumbernya kerapkali dinamakan “ baku mutu emisi. Baku mutu udara yang ditujukan pada akibatnya adalah persyaratan – persyaratan mengenai kualitas bagian – bagian elementer dari udara. Baku yang udara yang ditujukan pada pada akibatnya disebut baku mutu ambien yang berlaku bagi emisi yang berasal dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak (Drupsteen, Th, G dan L. Woltgens,1996).

  Menurut Kristanto (2013), Fungsi Baku Mutu Ambien di dalam pencemaran udara : Sebagai indikator untuk secara dini mengetahui bahwa suatu udara sudah mulai dicemari oleh suatu bahan/zat yang dinyatakan melalui Baku Mutu Ambien.

  2. Sebagai parameter untuk menyatakan sampai batasan berupa suatu zat akan mulai berubah sifatnya dari suatu kontaminan menjadi suatu polutan.

  3. Baku mutu ambien digunakan sebagai pedoman di dalam program pengendalian masalah pencemaran udara.

  4. Digunakan untuk perlindungan bagi kesehatan masyarakat.

  Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan BMUA meliputi : a. Reseptor sensitif.

  b.

  Kelakuan Polutan di atmosfir.

  c.

  Kelakuan Polutan di lingkungan.

  d.

  Level natural dan fluktuasi, level konsentrasi dan fluktuasi pencemar yang terjadi secara alami atau masuk ke dalam atmosfir dari sumber pencemar yang tidak terkontrol atau sumber natural.

  e.

  Teknologi, biaya dan ketersediaan teknologi untuk mengontrol atau mengurangi emisi.

  Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, maupun sumber tidak bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas kadar maksimum dan/atau beban emisi

  Contoh sumber emisi tidak bergerak yang digunakan dalam usaha dan/atau kegiatan tersebut terutama kegiatan industri adalah turbin gas (gas turbine), alat kompresi gas (gas compressor), boiler dan incinerator. Adapun alat yang digunakan sebagai sarana pembuangan emisi adalah cerobong (chimney) dan flare (suar pembakar).

  Penentuan baku mutu udara ambien tidak sama bagi setiap negara, berbagai pertimbangan akan bermacam kepentingan ikut mendasari. Biasanya aspek – aspek yang digunakan untuk pertimbangan dalam penentuan adalah sebagai berikut : 1.

  Aspek proteksi bagi kesehatan masyarakat.

  2. Aspek proteksi bagi kepentingan ekonomi (pertumbuhan industry nasional).

  3. Aspek kemampuan teknologi dalam hubungannya dengan monitoring masalah pencemaran itu sendiri.

  4. Aspek proteksi lingkungan yang dikaitkan dengan dengan prospek perlindungan sumber daya hayati dan lain – lain (Kristanto, 2013) Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Baku Mutu Udara

  Ambien (BMUA) di dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengendalilan Pecemaran Udara (PP No. 41 Tahun 1999). Baku mutu ini memiliki 9 parameter yang berlaku untuk menilai kondisi udara ambient secara umum dan 4 parameter lain yang hanya berlaku untuk menilai kondisi udara ambient di kawasan industri kimia dasar.(Kemenlh, 2007). Adapun 9 parameter tersebut adalah SO , CO, NO ,O HC,

  2

  2

  3 PM 10 , PM 2,5, Debu, Timah Hitam (Pb) dan Dust Fall/Debu Jatuh.

  WHO juga telah menetapkan panduan baku mutu ambien yang lebih ketat dibanding waktu lalu dengan lebih memperhatikan segmen masyarakat yang mengidap penyakit kronis terkait dengan ISPA maupun penyakit dalam lainnya. Pada Tabel 2.5 di jelaskan Baku Mutu Udara Ambien untuk 9 Parameter diatas berdasarkan WHO,

  National Ambient Air Quality Standars – USEPA dan PP No. 41 Tahun 1999.

Tabel 2.4. Baku Mutu Udara Ambien Berdasarkan WHO, National Ambient Air

  Quality Standars – USEPA dan PP No. 41 Tahun 1999 Baku Metode

  

Waktu

No. Parameter Acuan Mutu Analisis Peralatan

Pengukuran

  3 (µg/Nm )

  24 jam

  25 WHO

  1 Tahun

  10 National Ambient Air 24 jam

  35

  1 PM 2,5 Quality

  1 Tahun 15 Gravimetri Hi – Vol.

  • – Standars USEPA PP No. 41 24 jam

  65 Tahun 1999

  1 Tahun

  15 24 jam

  50 WHO

  1 Tahun

  20 National 2 PM 10 Ambient Air Gravimetri Hi – Vol. 24 jam

  35 Quality

  1 Tahun

  15

  • – Standars USEPA
PP No. 41 24 jam 150 Tahun 1999

Tabel 2.4. (Lanjutan) Baku Metode

  

Waktu

No. Parameter Acuan Mutu Analisis Peralatan

Pengukuran

  3 (µg/Nm )

  24 jam

  25 WHO

  1 Tahun

  10 National Ambient Air 24 jam

  35

  1 PM 2,5 Quality

  1 Tahun 15 Gravimetri Hi – Vol.

  • – Standars USEPA PP No. 41 24 jam

  65 Tahun 1999

  1 Tahun

  15 24 jam

  50 WHO

  1 Tahun

  20 National Ambient Air 24 jam

  35 Quality

  2 PM 10

  1 Tahun 15 Gravimetri Hi – Vol. Standars – USEPA PP No. 41 24 jam 150 Tahun 1999 WHO 1 jam 100 National Ambient Air

  Oksidan Quality 1 jam 235 Chemilu- Spektrofo-

  3 Fotokimia Standars minescent tometer –

  /Ozon ( O )

3 USEPA

  PP No. 41 1 jam 235 Tahun 1999

  1 Tahun

  50 1 jam 200 WHO

  Nitrogen

  1 Tahun

  40 Spektrofo-

  4 Dioksida National Saltzman tometer (NO )

2 Ambient Air

  1 Tahun 100 Quality

  • – Standars USEPA 1 jam 400

  PP No. 41 24 jam 150 Tahun 1999

  1 Tahun 100

Tabel 2.4. (Lanjutan) No. Parameter Acuan Waktu Baku Metode Pengukuran Mutu Analisis Peralatan

  3 (µg/Nm ) 10 menit 500 WHO 24 jam

  20 National Ambient Air 24 jam 365 Sulfur Quality

  

1 Tahun

  80 Paranosa- Spektrofo-

  5 Dioksida Standars – nilin tometer (SO 2 ) USEPA 1 jam 900

  PP No. 41 24 jam 365 Tahun 1999

  

1 Tahun

  60 1 jam 70.000 WHO 8 jam 10.000 24 jam 35.000 National Karbon Ambient Air

  NDIR

  6 Monoksida 1 jam 40.000 NDIR Quality Analyzer (CO) 8 jam 10.000

  • – Standars USEPA PP No. 41 1 jam 30.000 Tahun 1999 24 jam 10.000 WHO

  

1 Tahun

  0.25 National Ambient Air Tahunan 1,5 Gravimetri Hi – Vol Timah Hitam Quality

  7 24 jam

  1 Ekstratif

  • – (Pb) Standars Pengabuan AAS USEPA PP No. 41 24 jam

  2 Tahun 1999

  

1 Tahun

  1

  • WHO

  Spektrofo- National

  8. Gravime- Debu (TSP) Ambient Air tometer

  • tric Quality – Standars
USEPA 1 jam

  • PP No. 41 24 jam 230 Tahun 1999

1 Tahun

  90 Tabel 2.4. (Lanjutan) No. Parameter Acuan Waktu Baku Metode Pengukuran Mutu Analisis Peralatan 3 (µg/Nm )

  • WHO - National Ambient Air Quality - -
    • – Standars USEPA

  10 Dust Fall 2 Gravime- 9. Ton/km / Cannister (Debu Jatuh) tric bulan

  (Permuki PP No. 41 man) 30 hari

  Tahun 1999

  20 2 Ton/km / bulan (industry)

  

Sumber : Peraturan MenLH No. 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah

2.2. Gangguan Saluran Pernapasan

  Hasil penelitian Rahmah (2003) menyebutkan bahwa konsentrasi PM

  10

  udara ambien berhubungan dengan penyakit ISPA di Kelurahan Cakung Barat. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan terutama akibat aktivitas industry serta transportasi. Keadaan kesehatan manusia akan terganggu bila seseorang atau kelompok dari suatu masyarakat terpapar bahan polutan dari pencemaran udara ambien, dan selanjutnya populasi yang terpapar ini merupakan populasi yang beresiko (population at risk). Resiko disini adalah kemungkian terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (Suspended Partikulat Matter) didalam udara ambien. Bila seseorang sepanjang hidupnya atau dalan jangka waktu yang lama terpapar secara kumulatif maka selanjutnya akan menimbulkan dampak gangguan pada kesehatannya. Dampak level singkat namun tinggi (akut) ataukah pada pemaparan pada level rendah tapi sepanjang waktu. (kronis). Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)

  Pencemaran udara dapat mengakibatkan terjadinya radang paru dan jika hal ini berlangsung terus menerus dapat kelainan faal paru obstruktif atau dengan nama lain Penyakit Paru Paru Obstruktif Menahun (PPOM). PPOM merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Penyakit yang tergolong dalam PPOM antara lain adalah bronchitis kronis, emfisema paru dan asma bronkiale (Price & Wilson, 1992).

  Faktor etiologi utama dari bronchitis adalah rokok atau polusi udara lain yang biasa terdapat di daerah industri . Polusi udara yang menahun merupakan predisposisi sehingga penderita dapat mengalami serangan berulang. Hal ini dapat terjadi karena polusi udara tersebut dapat memperlambat aktivitas silia dan fagositosis sehingga produksi mucus meningkat.

  Menurut Ware (1986), timbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan pernapasan bagian atas di daerah inudstri dapat dihubungkan dengan tingginya kadar bahan polutan gas SO

  2 dan partikel debu.Beberapa penelitian lain juga telah

  diperkirakan adanya hubungan antara tingginya kadar bahan polutan gas SO

  2 dan

  partikel dengan penyakit infeksi saluran pernapasan bagian tas dan Bronkhitis (Pope dkk, 1989) organ adneks seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernapasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ – organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 1999)

  Gangguan saluran pernapasan menurut Wardhana (2004) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru – paru dan polusi udara lainnya.

2.2.1. Gejala – Gejala Saluran Pernapasan

  Penyakit paru atau saluran napas dengan gejala umum maupun gejala pernapasan antara lain batuk, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Secara terinci yaitu (Surya,1990) : a.

  Batuk Batuk merupakan gejala penyakit pernapasan yang paling umum, berfungsi terutama untuk pertahanan paru terhadap masuk/terhisapnya benda asing, baik itu pada orang sehat maupun pada orang yang sakit, batuk dapat terjadi dengan disadari maupun tidak disadari. Batuk yang disadari merupakan suatu respons terhadap perasaan adanya sesuatu di dalam napas. Batuk yang tidak disadari terjadi akibat reflex yang dipacu oleh perangsang laring, trachea atau bronchi yang besar karena hilangnya compliance paru. Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik dan kimia. Inshalasi debu, asap dan benda – benda b.

  Batuk Darah Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran napas, karena batuk yang terlalu kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada penderita TB paru (tuberculosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena dapat menyebabkan kematian dan harus mendapat pertolongan yang cepat. Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika karena TBC maka harus diberikan obat TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk (Surya, 1990).

  c.

  Sesak Napas Sesak napas merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan.

  Sesak napas bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit yang bisa menyebabkan sesak napas sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.

  Menurut Anwar (2004) gejala – gejala saluran pernapasan adalah : Pilek

  Pilek adalah sekelompok gejala pada saluran pernpasan atas yang disebabkan oleh sejumlah virus yang berbeda. Pilek biasa menghasilkan gejala ringan yang hanya berlangsung 5 – 10 hari. Keluhan yang paling umum adalah ingusan, bersin, penyumbatan hidung, sakit kepala, sakit tenggorakan dan batuk b.

  Asma Asma adalah penyakit yang menyerang cabang – cabang bronkus yang tidak memiliki kerangka cincin tulang rawan, sehingga terjadi penyempitan mendadak.

  Akibatnya penderita sesak napas, sehingga untuk membantu pernapasan seluruh otot – otot pernapasan difungsikan secara maksimal. Penyebab asma adalah alergi atau peka terhadap berbagai bahan seperti : butir – butir sari bunga, bulu kucing, spora jamur dan sebagainya.

  c.

  Infeksi Tenggorakan/Faringitis Infeksi tenggorakan adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan atau hulu kerongkongan. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau bakteri, disebabkan daya tahan yang lemah. Faringitis biasanya disebabkan oleh bakteri streptococcus.

  Pengobatan dengan antibiotika hanya efektif apabila karena terkena bakteri.

  Menurut WHO dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia tergantung kepada jenis bahan pencemar dan efeknya terhadap masing – masing individu berbeda – beda. Secara umum efek dari bahan pencemar adalah gangguan fungsi paru dan system pernapasan. Menurut Chandra (2007) efek pencemaran udara a.

  Efek Cepat Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak kasus pencemaran udara akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pernafasan. Pada situasi tertentu, gas CO dapat menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap haemoglobin darah (menjadi methahaemoglobin) yang lebih kuat dibanding daya afinitas O

  2 b.

  Efek Lambat sehingga terjadi kekurangan gas oksigen di dalam tubuh.

  Pencemaran udara diduga sebagai salah satu penyebab penyakit bronchitis kronis dan kanker paru primer. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara antara lain emfisema paru, black lung disease, asbsestosis, silikosis, bisinosis dan pada anak – anak penyakit asma dan eksema.

  Menurut Myint (1994) pencemaran udara diduga sebagai pencetus infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas dan gejala batuk serta pilek merupakan gejala yang mendominasi gambaran kliniknya. Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan (Mukono,1997) dapat menyebabkan terjadinya :

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

11 87 153

Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan

0 62 7

Pengaruh Karakteristik Pekerja dan Kualitas Udara terhadap Gangguan Pernafasan Pekerja di Pabrik Gula Sei Semayang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

4 98 152

Karakteristik Kimia Udara Bersih dan Proses Pencemaran Udara

0 0 37

Pencemaran Udara di OKI Jakarta (Review)

0 1 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Definisi Pencemaran Udara - Analisis Risiko Pajanan Gas SO2 dan NO2 Sumber Transportasi terhadap Gangguan Saluran Pernafasan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Terminal Terpadu Amplas Kecamatan Medan Ampla

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara - Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 1 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara - Hubungan Paparan Partikel Debu dan Karakteristik Individu dengan Kapasitas Paru pada Pekerja di Gudang Pelabuhan Belawan

0 0 35

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara - Analisa Kadar CO dan NO2 di Udara dan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan Pada Pedagang Kaki Lima di Pasar Sangkumpal Bonang Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 31

f. Pendidikan - Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

0 0 27