BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Definisi Pencemaran Udara - Analisis Risiko Pajanan Gas SO2 dan NO2 Sumber Transportasi terhadap Gangguan Saluran Pernafasan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Terminal Terpadu Amplas Kecamatan Medan Ampla

3. Sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan lingkungan dan sebagai informasi awal dalam melakukan penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

2.1.1. Definisi Pencemaran Udara

  Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Komposisi udara senantiasa berubah dari waktu ke waktu serta dari sebuah tempat ke tempat lain, namun dalam keadaan yang kering atmosfer akan di dominasi oleh empat gas yaitu nitrogen (77,5%), oksigen (20,94%), argon (0,93%) dan karbon dioksida (0,032%) (Mulia, 2005).

  Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan atau merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global (Mukono, 2010).

  Pencemaran udara merupakan kondisi terjadinya perubahan (pengurangan atau penambahan komposisi udara) dibandingkan keadaan normal dalam waktu, tempat dan konsentrasi tertentu sedemikian rupa sehingga membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat (Achmadi, 2005).

  Secara umum definisiudara tercemar adalah perbedaan komposisi udara

  

aktual dengan kondisi udara normal dimana komposisi udara aktual tidak

mendukung kehidupan manusia. Bahan atau zat pencemaran udara sendiri dapat

  berbentuk gas dan partikel. Banyak faktor yang dapat menyebabkan pencemaran udara, diantaranya pencemaran yang ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia atau kombinasi keduanya.

  Menurut Mukono (2006), bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

  1. Poluten primer Poluten primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu dan bentuk gas pencemaran udara dapat dibedakan menjadi: a.

  Golongan belerang (sulfur dioksida, hidrogen sulfida, sulfat aerosol) b.

  Golongan nitrogen (nitrogen oksida, nitrogen monoksida, amoniak, dan nitrogen dioksida) c.

  Golongan karbon (karbon dioksida, karbon monoksida, hidrokarbon) d. Golongan gas yang berbahaya (benzene, vinyl klorida, air raksa uap)

  Sedangkan jenis pencemaran udara berbentuk partikel dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan timah

  b. Bahan organik yang terdiri dari ikatan hidrokarbon, klorinasi alkan, benzene c. Makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing.

  2. Polutan sekunder Polutan sekunder biasanya terdiri karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia, sebagai contoh adalah disosiasi NO yang

  2

  menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :

1. Konsentrasi relatif dari bahan reaktan 2.

  Derajat fotoaktivasi 3. Kondisi iklim 4. Topografi lokal dan adanya embun

2.1.2. Sumber Pencemaran Udara

  Menurut Achmad (2004), jenis pencemaran udara menurut tempat dan sumbernya dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Pencemaran udara bebas meliputi secara alamiah (aktivitas letusan gunung berapi, pembusukan, kebakaran hutan dan lain-lain) dan bersumber kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, pembakaran sampah generator listrik dan asap kendaraan bermotor.

2. Pencemaran udara ruangan meliputi dari asap rokok, bau tidak sedap di ruangan.

  Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang terhirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas buangan hasil pembakaran.

  Daerah perkotaan dan industri, parameter bahan pencemar udara yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan adalah parameter gas SO

  2

  , gas CO, gas NO

  dan partikel debu. Sumber bahan pencemar udara, menentukan jenis bahan pencemarnya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

2 Sumber Pencemar / Bahan Pencemar

Tabel 2.1. Sumber Pencemaran yang Menghasilkan Bahan Pencemar Udara HC CO CO

  2 SO NO

  2 NO

  2 Sumber Stasioner + + + + + +

  Proses Industri + + + + + + Sampah Padat + + + + + + Pembakaran Sisa Pertanian + + + + + + Transportasi + + + + + + Bahan Bakar Batubara + + + + + + Bahan Bakar Minyak + + + + + + Bahan Bakar Gas Alam - + - - - - Bahan Bakar Kayu _ + _ _ + + Incinerator + + + + + + Kebakaran Hutan + + + + + +

  (Sumber ; Esmen, 1989 ; Graesel 7 Cratzen, 1989; Masters, 1991 dalam Mukono,

  2010 )

  Keterangan : (+) : Menghasilkan (-) : Tidak menghasilkan

2.1.3. Faktor yang Memengaruhi Pencemaran Udara

  Menurut Mukono (2010), banyak faktor yang dapat memengaruhi pencemaran udara di atmosfer, yaitu :

  1. Kelembaban Kelembaban udara adalah konsentrasi uap air di udara. Konsentrasi dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak dan kelembaban spesifik. Kelembaban merupakan unsur yang sangat penting untuk mengetahui cuaca dan uap air dalam udara. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup maupun ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran.

  2. Suhu Suhu udara adalah kondisi fisik dari suatu sistim yang didefinisikan sebagai panas dan dingin. Pada material dengan suhu lebih tinggi disebut lebih panas. Secara fisik suhu adalah suatu ukuran yang menyangkut pengaruh dari material dan satuan energi cahaya secara acak yang berkenaan dengan fluktuasi panas di lingkungan.

  Suhu merupakan suatu parameter pokok di dalam termodinamika. Perubahan suhu setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar pada pergerakan zat pencemar udara diatmosfer. Turbulensi yang terjadi tergantung pada suhu. Suhu yang menurun pada permukaan bumi, dapat menyebabkan peningkatan kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat, akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia.

  3. Sinar Matahari Sinar matahari dapat memengaruhi bahan oksidan di atmosfer. Keadaan tersebut dapat meningkatkan rangsangan untuk merusak bahan.

  4. Arah Angin Arah angin merupakan faktor penting yang menentukan dalam pendistribusian suhu udara. Kecepatan angin dapat menentukan lama waktu perjalanan bahan polutan ke tempat lain. Arah dan kecepatan angin dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain gedung-gedung tinggi, pohon penghijauan di pinggir jalan dan cuaca hujan.

2.1.4. Dampak Pencemaran Udara

  Pencemaran udara banyak memberikan dampak negatif khususnya untuk kesehatan manusia. Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Dampak kesehatan dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2.2. Dampak Pencemaran Udara terhadap Kesehatan Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pajanan Jangka Pendek Pajanan Jangka Panjang a.

  Perawatan di rumah sakit, Kunjungan ke Unit Gawat darurat atau kunjungan ruitin dokter akbat penyakit yang berhubungan dengan pernfasan dan kardioveskuler b.

  2 ) dan sulfur trioksida (SO 3 ) yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Pada

  (SO

  x terdiri atas gas sulfur dioksida

  Sumber : WHO dan ATS (American Thoracic Society, 2005 dalam Mukono, 2010)

  Kanker

  Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin d.

  Meningkatnya insiden dan prevalensi penyakit paru kronik (asma, penyakit pari obstruktif kronis ) c.

  Kematian akibat penyakit pernafasan dan kardioveskuler b.

  a.

  Perubahan fisiologis (Seperti fungsi paru dan tekanan darah).

  Gejala akut (Batuk, sesak, infeksi saluran pernafasan) e.

  Jumlah absensi (Pekerjaan ataupun sekolah) d.

  Berkurangnya aktivitas harian akibat sakit c.

2.2. Sulfur Dioksida (SO 2 )

2.2.1. Definisi Sulfur Dioksida (SO

2 Sulfur oksida atau sering ditulis dengan SO )

  dasarnya, semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO

  2 dan hanya

  1% - 2% saja sebagai SO Pencemaran SO di udara berasal dari sumber alamiah 3.

  2

  maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H

2 S yang akan cepat berubah menjadi SO

  2. Sumber SO 2 buatan

  adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas dan transportasi Sulfur dioksida (SO )merupakan salah satu unsur belerang oksida.Sulfur

  2

  dioksida (SO

  2 ) dihasilkan oleh batu bara, bahan bakar minyak yang mengandung

  sulfur, pembakaran limbah dan proses dalam industri. Kadar SO

  2 dalam gas buang

  tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan, sulfur dioksida yang berasal dari solar lima kali lebih banyak dibandingkan dengan sulfur dioksida yang terjadi pada pemakaian bahan bakar bensin .

  Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO

  2 dan sulfur trioksida

  (SO

  3 ), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai

  karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif.

2.2.2. Sifat Sulfur Dioksida (SO 2 )

  Sulfur dioksida mempunyai sifat yaitu : a.

  Gas yang tidak berwarna, berbau, larut dalam berbagai zat pelarut diantaranya adalah air dan alkohol b.

  2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia

  Konsentrasi gas SO (tercium baunya) saat konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm c. Sangat larut dalam air, terserap pada bagian atas saluran pernafasan d. Merangsang pengeluaran lendir.

2.2.3. Dampak SO 2 terhadap Kesehatan Manusia

  Menurut Kusnoputranto (1999), dampak sulfur dioksida terhadap kesehatan manusia, yaitu : a.

  Iritasi terutama pada jaringan mukosa dan resistensi saluran pernafasan (batuk, sesak nafas), sekresi mukus meningkat atau merangsang pengeluaran lendir dan memperberat asma b.

  Memberikan epitaksis (pendarahan hidung) dan adanya iritasi pada mukosa c. Peradangan saluran pernafasan d.

  Edema paru, rasa sempit di dada e. Menyebabkan gangguan pada paru-paru atau merusak paru –paru f. Iritasi selaput lendir saluran pernafasan bagian atas g.

  Menimbulkan kambuh (eksaserbasi) penyakit saluran pernafasan h. Meningkatkan prevalensi dari gejala penyakit saluran pernafasan

  Udara yang telah tercemar sulfur dioksida menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasannya. Hal ini karena gas sulfur dioksida yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan yang sampai paru–paru. Serangan gas sulfur dioksida tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena seperti iritasi saluran pernafasan bagian atas (Wardhana,2001).

  Gas sulfur dioksidadapat masuk ke dalam saluran pernafasan melalui mulut atau waktu menarik nafas. Daya larut gas sulfur dioksida yang tinggi mengiritasi dinding bronkus sehingga dapat terjadi peradangan dan meningkatnya produksi lendir.

2.3. Nitrogen Dioksida (NO 2 )

  2.3.1. Definisi Nitrogen Dioksida (NO )

  2 Nitrogen dioksida (NO 2 ) adalah gas yang dihasilkan selama temperatur tinggi

  pada pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti bensin dan solar. Waktu pencampuran antara bahan bakar dengan udara terutama oksigen, terbentuk nitrogen dioksida (NO

  2 ). Sebagian besar NO 2 di udara berasal dari oksidasi NO, selain itu juga berasal dari asap rokok (Depkes RI, 2000).

  2.3.2. Sifat Nitrogen Dioksida (NO 2 )

  Menurut Depkes RI (2000), sifat nitrogen dioksida (NO ), yaitu :

  2 a. 2 ) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam

  Gas nitrogen dioksida (NO menyengat hidung.

  b.

  2 diudara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih

  Kadar NO tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit c.

  Pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik menyebabkan kerusakan paru- paru d.

  Nitrogen dioksida merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi di udara membentuk asam nitrat yang dapat menyebabkan hujan asam.

2.3.3. Dampak NO 2 terhadap Kesehatan Manusia

  Nitrogen dioksida terbentuk dari pembakaran minyak yang tidak sempurna pada temperatur yang tinggi. Nilai ambang batasNO

  2 adalah sebesar 0,05 ppm/jam.

  Dampak paparan NO

  2 lebih bersifat kronik. Pada orang normal paparan NO 2 1,5 ppm

  selama 2 jam tidak menunjukkan penurunan faal paru yang bermakna. Tetapi paparan melebihi 1,5–2 ppm menyebabkan peningkatan tahanan ekspirasi dan inspirasi.

  Paparan NO

  2 sebesar 0,1 ppm selama waktu 1 jam meningkatkan hipereaktivitas

  bronkus yang diukur dengan inhalasi metakolin serta meningkatkan obstruksi saluran napas. Kejadian infeksi saluran napas meningkat pada orang yang terpapar dengan nitrogen dioksida.Hal itu disebabkan oleh karena terjadi kerusakan silia, gangguan sekresi mukus dan fungsi makrofag alveolar serta gangguan imunitas humoral.

2.4. Gangguan Saluran Pernafasan

2.4.1. Definisi Pernafasan

  Pernafasan (respirasi) adalah gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida atau hasil dari pembakaran sel (Soemantri, 2008).

  2.4.2. Fungsi Pernafasan

  Fungsi pernafasan adalah menjamin tersedianya O

  2 untuk kelangsungan

  metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan CO

  2 hasil metabolisme sel secara terus menerus (Soemantri, 2008).

  Pada dasarnya saluran pernafasan terjadi alveoli dan kapilar-kapilarnya yang membentuk unit pertukaran gas paru-paru. Pergerakan udara secara besar-besaran berakhir dan satu-satu molekul (komponen dasar yang amat kecil) udara bergerak lewat pipa bronchioli dan alveoli yang amat halus dengan cara difusi.

  Asap yang mengandung zat kimia masuk ke dalam paru-paru, sudah pasti akan sampai ke alveoli serta darah. Pengaruh yang terus menerus dari racun (zat kimia) ini akan merusak jaringan paru-paru timbul peradangan, hal ini dapat menimbulkan kanker paru-paru yang mematikan dan karbondioksida bertarung dengan oksigen untuk merebut haemoglobin (Sitorus, 2005).

  2.4.3. Anatomi Saluran Pernafasan

  a. Anatomi Saluran Pernafasan Bagian Atas

  1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari: a. Lubang hidung (cavum nasalis) yang berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara, pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara dan indra penciuman.

  b. Sinus Parasinalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala yangberfungsi untuk : a.

  Membantu menghangatkan dan humidifikasi.

  b.

  Meringankan berat tulang tengkorak.

  c.

  Mengatur bunyi suara manusia c. Faring berfungsi saat menelan seperti saat kita bernafas.

  d. Laring memiliki fungsi untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan nafas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.

  2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah Saluran pernafasan bagian bawah terbagi atas :

  a. Saluran pernafasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri dari Saluran udara konduktif yaitu trakea, bronkus dan bronkiolus.

  b. Saluran respiratorius terminal terdiri dari alveoli, paru-paru, dada, diafragma, pleura dan sirkulasi pulmoner.

2.4.4. Fisiologi Pernafasan

  Udara masuk melalui hidung melewati nasofaring , oralfaring masuk ke trakea, ke percabangan trakea, kemudian masuk ke percabangan bronkus dan udara berakhir pada ujung bronkiolusberupa gelembung yang disebut alveolus dan pertukaran udara terjadi di alveoli.

  Pernafasan manusia dibedakan atas pernafasan dada dan pernafasan perut. Pernafasan dada terjadi melalui fase inspirasi dan ekspirasi, demikian juga untuk pernafasan perut.

  Mekanisme pernafasan dada yaitu : 1.

  Fase Inspirasi Pernafasan Dada Mekanisme inspirasi pernafasan dada sebagai berikut :

  Otot antar tulang rusuk berkontraksi, tulang rusuk terangkat (posisi datar) dan paru-paru mengembang sehingga tekanan udara dalam paru-paru menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar selanjutnya udara luar masuk keparu-paru.

2. Fase Ekspirasi Pernafasan Dada

  Otot antar tulang rusuk relaksasi, tulang rusuk menurun dan paru-paru menyusut sehingga tekanan udara dalam paru-paru lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara luar selanjutnya udara keluar dari paru-paru. Mekanisme Pernafasan Perut

  1. Fase Inspirasi Pernafasan Perut Sekat rongga dada (diafragma) berkontraksi, posisi dari melengkung menjadi mendatar dan paru-paru mengembang sehingga tekanan udara dalam paru-paru lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar selanjutnya udara masuk dari paru-paru.

  2. Fase Ekspirasi pernafasan Perut

  Otot diafragma relaksasi, posisi dari mendatar kembali melengkung dan paru- paru mengempis sehingga tekanan udara di paru-paru lebih besar dibandingkan tekanan udara luar selanjutnya udara keluar dari paru-paru.

2.4.5. Patologi pada Sistem Pernafasan

  Menurut Tamher (2008), Patologi pada sistem pernafasan adalah :

  1. Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Gejala yang ditimbulkan antara lain pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin dan tenggorokan terasa gatal.

  2. Asma merupakan suatu penyakit penyumbatan saluran pernafasan yang disebabkan alergi terhadap rambut, bulu, debu atau tekanan psikologis.

  3. ISPA adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring/laring yang dibedakan atas infeksi pada saluran pernafasan bagian atas dan bagian bawah. Gejalanya pegal-pegal, beringus, batuk, sakit kepala dan sakit pada tenggorokan

  4. Infeksi kronis pada paru Infeksi kronis pada paru dikenal dengan istilah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif

  Kronis) atau COPD (Chronic Obsructive Pulmonary Disease). Pada saluran nafas bagian bawah dengan gejala-gejala berupa kesulitan pada waktu ekspirasi.

  Penyakit yang ditemukan disini adalah asma, bronkhitis kronis dan emfisema.

  5. ARDS (Acute Respiratori Distress Syndrome) atau Gawat Nafas

  Pada keadaan ini membran alveolus/kapiler mengalami trauma secara difusi yang mengakibatkan permeabilitasnya meningkat, sehingga berakibat oedem paru- paru dan atelektasis. Atelektasis adalah menciutnya alveolus (kolaps) akibat penekanan. Sedangkan oedema paru menandai menumpuknya cairan pada jaringan paru akibat meningkatnya tekanan hidrostatik seperti pada kegagalan jantung kiri.

  6. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit paru-paru yang diakibatkan serangan bakteri

  mycobacterium tuberculosis . Difusi oksigen akan terganggu karena adanya

  bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus. Jika bagian paru-paru yang diserang meluas maka sel-selnya mati dan paru-paru mengecil. Akibatnya nafas penderita terengah-engah.

  7. Kanker paru-paru, mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru. Kanker paru-paru dapat menjalar ke seluruh tubuh. Kanker paru-paru sangat berhubungan dengan aktivitas yang sering merokok. Perokok pasif juga dapat menderita kanker paru- paru.

2.4.6. Gangguan Pada Saluran Pernafasan

  Menurut Tamher (2008), gangguan pada fungsi paru biasanya ditandai dengan manifestasi klinik berupa gangguan atau gejala-gejala pada sistem pernafasan sebagaimana diuraikan berikut ini :

  1. Bersin Bersin adalah keluarnyasemi otonom yang terjadi dengan keras lewat

  

Bersin dapat menyebarkan penyakit lewat butir-butir air yang terinfeksi yang diameternya antara 0,5 hinggaekitar 40.000 butir air seperti itu dapat dihasilkan dalam satu kali bersin. Refleks bersin bermanfaat untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke rongga hidung atau saluran pernafasan bagian bawah.

  2. Batuk Batuk adalah suatu bentuk refleks perlindungan yang mengeluarkan sekret, lendir atau bahan iritan lainnya dari saluran nafas bagian bawah. Batuk merupakan refleks fisiologis yang biasa terjadi pada saluran pernapasan orang sehat atau orang sakit. Batuk dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, misalnya rangsangan selaput lendir pernapasan yang terletak di tenggorokan dan cabang–cabang tenggorokan, batuk juga disebabkan oleh debu, gas, bau dan perubahan suhu yang mendadak serta juga merupakan gejala dari penyakit TBC, asma dan kanker paru-paru.

  3. Nyeri Dada

  adalah keluhan yang paling banyak dirasakan penderita panyakit

  jantung koroner. Nyeri dada juga bisa disebabkan oleh berbagai macam penyebab, bisa dari otot atau tulang, jantung, paru-paru, saluran pencernaan, atau bisa pula karena masalah psikologis. Nyeri dada merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan tubuh yang rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri, baik nyeri cepat atau nyeri lambat.

  4. Sesak Nafas

  Sesak merupakan bertambahnya frekuensi pernafasan serta meningkatnya upaya seseorang untuk bisa bernafas. Sesak napas merupakan keluhan subyektif (keluhan yang dirasakan) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit. Sesak napas merupakan gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat menyebabkan kematian (Tamher, 2008).

2.5. Terminal

2.5.1. Pengertian Terminal

  Prasarana dalam suatu sistem transportasi terdiri dari jalur gerak dan terminal. Jalur gerak diartikan sebagai suatu tempat pergerakan tertentu dari suatu transportasi (sarana) untuk menuju tempat tujuan perjalanan. Dalam sistem transportasi darat, jalur gerak meliputi jalan raya, pipa dan jalur rel.

  Terminal transportasi adalah titik awal, titik antara atau titik akhir dari jalur gerak transportasi. Terminal transportasi jalan dapat didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan dari fasilitas dan lahannya dimana lalu lintas angkutan jalan berawal, berakhirdanatau tempat perpindahan sebelumnya, selama atau sesudah pergerakan angkutan jalan, termasuk fasilitas pelayanan atau kendaraan-kendaraan dan perlengkapannya dimana lalu lintas bergerak.

  Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional transportasi memiliki posisi yang strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan. Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam salah satu sistem transportasi secara terpadu. Terminal mempunyai pengertian sebagai berikut :

  1. Menurut Undang-Undang no 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi.

  2. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia no 41 tahun 1993, terminal adalah sarana transportasi untuk keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu simpul jaringan transportasi.

  3. Menurut DISHUB Kabupaten Bangkalan, 1997:7. Terminal dapat diartikan sebagai suatu simpul tempat terjadinya putusan arus yang merupakan prasarana angkutan, tempat kendaraan umum menaikkan dan menurunkan penumpang atau barang, tempat pemindahan penumpang atau barang baik intra maupun antar transportasi yang terjadi sebagai akibat adanya pergerakan manusia dan barang serta tuntutan efisiensi transportasi.

2.5.2. Fungsi dan Jenis Terminal

  Fungsi terminal pembangunan kota tinjauan regional dan lokasi terminal yaitu:

1. Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan transportasi 2.

  Menyediakan sarana untuk simpul lalu lintas

  3. Menyediakan tempat untuk menyiapkan kendaraan Beberapa terminal yang hanya mempunyai satu fungsi dan bongkar dan muat, terkadang sangat sederhana. Contohnya suatu tempat pemberhentian bus pada perempatan jalan, sering hanya terdiri dari tempat penumpang menunggu dan tanda yang menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah tempat pemberhentian bus.

  Penumpang atau barang biasanya tidak sama tiba di terminal. Sebelum waktu keberangkatan dan kadang kala terminal menyediakan fasilitas tempat menunggu bagi penumpang dan tempat penyimpanan barang sebelum naik atau dimuatkan ke kendaraan. Jika periode tunggu cukup lama mungkin diperlukan fasilitas lebih lengkap seperti fasilitas ruang tunggu yang nyaman, restoran, dan tempat hiburan bagi penumpang. Fasilitas untuk barang disediakan gudang untuk menyimpan, melindungi dari kemungkinan rusak, hilang, atau memproses barang menurut lokasi penyaluran.

  Menurut Warpani (1990), petunjuk teknis lalu lintas angkutan dan jalanmembedakan fungsi terminal khususnya terminal angkutan jalan ditinjau dari 3 (tiga) unsur, yaitu:

  1. Fungsi terminal bagi penumpang adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda/kendaraan ke moda/kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parker kendaraan pribadi.

  2. Fungsi terminal bagi pemerintah adalah dari segi perencanaan dan managemen lalu lintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan kendaraan umum.

  3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah untuk pengaturan operasi kendaraan umum, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awal kendaraan umum dan sebagai fasilitas pangkalan. Jenis terminal transportasi dapat dibedakan berdasarkan moda yang dilayani, yaitu: terminal moda angkutan darat, moda angkutan air, dan moda angkutan udara.

  Terminal angkutan air: pelabuhan sungai dan pelabuhan samudera dan amoda angkutan udara adalah terminal pesawat udara, sedangkan terminal moda darat terdiri dari stasiun kereta api dan terminal transportasi jalan. Peraturan Pemerintah RI no. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan, membedakan terminal angkutan jalan raya menurut jenis angkutannya yaitu: 1.

  Terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra/antar moda tranportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.

  2. Terminal barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra/antar moda tranportasi

  Keputusan Menteri Perhubungan No.31 tahun 1995 pasal 2, terminal penumpang terbagi menjadi 3 (tiga) tipe bagian terminal menurut skala pelayanannya, yaitu: 1.

  Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan/atau angkutan lintas batas Negara, angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) angkutan kota dan angkutan pedesaan.

  2. Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan AKDP, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.

  3. Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

2.6. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

  Selama ini dampak pencemaran lingkungan maupun kesehatan manusia lebih banyak di kaji secara epidemiologis. Studi ini umumnya menghasilkan gambaran penyakit yang berhubungan dengan pencemaran atau hubungan kausalitas tingkat pencemaran dengan efek kesehatan namun sering tidak spesifik sehingga pengendalian risikonya pun tidak spesifik (Nukman et al., 2005).

  Selain studi epidemiologis kesehatan lingkungan, dewasa ini telah tersedia model kajian yang bersifat prediktif yang disebut analisis risikountuk pencemar– pencemar lingkungan. United State Environmental Protection Agency (US-EPA) 1983 mengeluarkan paradigma analisis risiko yang menggambarkan bahwa analisis risiko perlu diawali dengan analisis risiko pendahuluan yang bersifat subyektif dan informal. Dalam perkembangan selanjutnya Agency For Toxic Substance and Drug Registry (ATSDR) 1986 memperkenalkan Public Health Assesment (PHA) yang menitikberatkan pada estimasi risiko secara kuantitatif untuk keperluan regulasi dan legislasi.

  Analisis risiko kesehatan lingkungan adalah studi kelas depan yang memperkirakan tingkat risiko kesehatan secara kuantitatif bagi mereka yang terpajan oleh zat pencemar yang berasal dari berbagai sumber baik fisik, kimia dan biologis.

2.6.1. Sejarah Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

  Pada awalnya analisis risiko digunakan dalam pengendalian radiasi. Pada tahun 1975 analisis risiko digunakan untuk menyelidiki kematian karena kanker akibat adanya kebocoran reaktor nuklir. Kemudian teknik analisis ini mulai berkembang setelah tahun 1986 US-EPA menerbitkan pedoman tentang analisis risiko karsinogen. Dan kini teknik-teknik analisis risiko telah bermanfaat membantu memecahkan masalah lingkungan dan kesehatan akibat pajanan berbagai bahaya lingkungan, baik itu fisik, kimia, biologi, maupun radiasi (Rahman, 2005).

  Berdasarkan keputusan Kepala Bapedal No. Kep. 124/12/1997 tentang panduan kajian aspek kesehatan masyarakat dalam penyusunan nnalisis mengenai dampak lingkungan, ARKL menjadi bagian dari analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL).

2.6.2. Pengertian Analisis Risiko (Risk Assesment)

  Ada beberapa definisi dari analisis risiko, EPA mendefinisikan risiko kesehatan manusia sebagai kejadian kerusakan kesehatan seseorang yang disebabkan oleh pemajanan atau serangkaian pemajanan bahaya lingkungan. Jadi, analisis risiko adalah karakteristik efek–efek yang potensial merugikan kesehatan oleh pajanan bahaya lingkungan.

  MenurutRichardson (1989), analisis risiko adalah proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah dengan keragaman kemungkinan yang ada dan ketidakmungkinan yang akan terjadi. Dalam analisis risiko pertama kali masalah harus didefinisikan danrisiko diperkirakan kemudian risiko dievaluasi dan dipertimbangkan juga faktor-faktor yang mungkin bisa memengaruhi sehingga bisa diputuskan tindakan mana yang bisa diambil. Proses perkiraan risiko, evaluasi risiko, pengambilan keputusan dan penerapannya disebut analisis risiko.

  Menurut Rahman (2007), analisis risiko merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau (sub) populasi termasuk identifikasi ketidakpastian yang menyertainya setelah terpajan oleh agent tertentu dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko sendiri didefinisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pemajanan suatu agent dalam keadaan tertentu .

  Analisis risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan manusia yang disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek merugikan jika suatu organisme, sistem atau (sub) populasi terpajan oleh risk agent itu. Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu bahan-bahan kimia, energi dan makhluk hidup atau organisme. Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemajanan bahaya lingkungan yang telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi, bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemajanan yang akan datang.

  Ada dua kemungkinan kajian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) yang dapat dilakukan yaitu :

  1. Evaluasi di atas meja yang selanjutnya disebut ARKL meja ARKL meja dilakukan untuk menghitung estimasi risiko dengan segera tanpa harus mengumpulkan data dan informasi baru di lapangan. Kajian ini biasanya dilakukan untuk menjawab pertanyaan khalayak ramai yang bisa menimbulkan kepanikan meluas, mencegah provokasi yang dapat memicu ketegangan sosial atau dalam situasi kecelakaan dan bencana.

  2. Kajian lapangan yang selanjutnya disebut ARKL lengkap ARKL lengkap biasanya berlangsung dalam suasana normal, tidak ada tuntutan mendesak namun perlu dilakukan sebagai tindakan proaktif untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam ARKL Lengkap data dan informasi mengenai C, R , t e , f e , D t dan W b harus dikumpulkan dari populasi yang berisiko setempat dengan survei dan pengukuran (Rahman, 2005).

2.6.3. Model Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

  Louvar dan Louvar (1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4 langkah utama yaitu identifikasi bahaya (Hazard

  

Identification ), Analisis pemajanan (Exposure Assesment), Analisis Dosis Respon

(Dose Response Assesment) dan karaktersistik risiko ( Risk Characterization).

2.6.3.1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

  Pengertian bahaya (hazard) dan risiko (risk) menurut Richardson (1989) adalahkeberadaan dari materi yang berefek pada sistem kehidupan seperti manusia, hewan atau lingkungan yang terpapar. Risiko (risk) : adalah akibat yang terjadi atau diperkirakan akan terjadi karena adanya bahaya yang terpapar pada populasi dalam dosis atau konsentrasi tertentu. Risiko ini menggambarkan frekuensi dan intensitas dari bahaya kepada populasi yang terpapar.

  Identifikasi bahaya adalah tahap awal ARKL untuk mengenali sumber risiko. Informasinya dapat ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent. Penelusuran informasi dapat menggunakan pendekatan, yaitu: 1)

  Agent orientedyaitu identifikasi keberadaan risk agent yang potensial dan aktual dalam media lingkungan tertentu, dan

  2) Disease oriented yaitu identifikasi dengan melakukan pengamatan terhadap gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk agent di masyarakat.

  Dari dua pendekatan tersebut,agent orientedadalah pendekatan yang didahulukan pada studi ARKL, karena sangat berguna untuk analisis dosis-respon (WHO, 1983).

  ARKL biasanya dilakukan karena adanya peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul karena dua masalah utama yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar kepedulian mereka maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit berbasis lingkungan, insiden dan prevalen, hasil–hasil monitoring kualitas lingkungan atau studi epidemiologi kesehatan lingkungan merupakan sumber data yang lazim dipakai untuk merumuskan masalah. Jadi keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan kesehatan yang teramati (disease oriented), tingkat pencemaran (agent oriented) misalnya yang melampaui baku mutu atau keduanya (Rahman, 2007).

2.6.3.2. Analisis Pemajanan (Exposure Assesment)

  Analisis pemajanan yang disebut juga penilaian kontak bertujuan untuk mengenali jalur- jalur pajanan risk agent agar jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi berisiko bisa dihitung. Risk agent bisa berada dalam tanah, udara, air, atau pangan seperti ikan, daging, telur, susu, sayur mayur dan buah-buahan.

  Pemajanan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan bahaya, pemajanan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemajanan dapat terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan, terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru, 1996).

  Adapun jalur pemajanan secara umum dari risk agent gas dapat dilihat pada bagan dibawah sebagai berikut ini : Risk Agent

  Gas Inhalasi Hidung

  Paru-paru Darah Organ tubuh

2.6.3.3. Analisis Dosis-Respon (Dose-Response Assessment)

  Analisis dosis respon menetapkan nilai – nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk setiap bentuk kimianya. Toksisitas dinyatakan sebagai dosis referensi (reference dose, RfD) untuk efek- efek non karsinogenik dan Cancer Slope

  

Factor(CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek-efek karsinogenik. Analisis dosis respon merupakan tahap paling menentukan karena ARKL hanya bisa dilakukan untuk risk agent yang ada dosis responnya (Kolluru, 1996).

  RfC atau RfD adalah toksisitas kuantitatif non karsinogenik menyatakan

  estimasi dosis pajanan harian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek yang merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat. Dosis referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan (ingesti untuk makanan dan minuman) yang disebut RfD dan untuk pajanan inhalasi (udara) yang disebut Reference

  

Concentration (RfC) . Dalam analisis dosis–respon, dosis dinyatakan sebagai risk

  agent yang terhirup (inhaled), tertelan (ingested) atau terserap melalui kulit (absorbed) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari). Respon atau efek non karsinogenik, yang disebut juga efek sistemik yang ditimbulkan oleh risk agent tersebut dapat beragam mulai dari yang tidak teramati yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap,kelainan fungsional yang kronik sampai kematian.

  RfC atau RfD menunjukkan probabilitas untuk mendapatkan risiko. Jika dosis

  yang diterima melebihi maka probabilitas mendapatkan risiko juga lebih besar, demikian juga apabila dosis yang diterima di bawah RfC atau RfD maka probabilitas mendapatkan risiko juga kecil. Nilai RfC, RfD dan SF masing-masing risk agent telah tersedia dalam pangkalan data Integrated Risk Information System dari US-EPA.

  Nilai RfC atau RfD ditetapkan berdasarkan nilai NOAEL (No Observed

  

Adverse Effect Level )atau LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level) yang

  diperoleh dari hasil penelitian menggunakan hewan uji (bioassay) atau studi epidemiologi. NOAEL yaitu dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik atau biologis tidak memperlihatkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia. Sedangkan LOAEL yaitu dosis terendah yang secara statistik atau biologis masih memperlihatkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia.

  Secara teknis RfC atau RfD ditetapkan dengan membagi NOAEL atau LOAEL dengan UF (uncertainty factor) sesuai konsep probabilitas. Adapun persamaannya sebagai berikut: (Rahman, 2007).

  NOAEL atau LOAEL

  RfD = UF × UF × UF × UF × MF 1 2 3 4 Angka dan kriteria UF dan MF sebgai berikut: UF 1 = 10 (untuk variasi sensitivitas dalam populasi manusia)

  UF = 10 (untuk ekstrapolasi dari hewan ke manusia)

  2 UF

3 = 10 (NOAEL diturunkan dari uji subkronik, bukan kronik)

UF 4 = 10 (bila menggunakan LOAEL bukan NOAEL) MF = 0 – 10 (default 1)

  Catatan:

  MF (modifying factor) merupakan penilaian profesional terhadap kualitas stui toksisitas dan kelengkapan datanya yang tidak tertampung dalam UF.

2.6.3.4. Karakteristik Risiko (Risk Characterization)

  Karakterisasi risiko adalah penghubung antara analisis risiko dengan manajemen risiko. Asupan pada manusia (Intake) dibandingkan dengan dosis acuan (RfC). Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Questiens), disingkat RQ yaitu tingkatan risiko untuk efek-efek nonkarsinogenik. RQ dihitung dengan membagi asupan nonkarsinogenik (intake/I) setiap risk agent dengan RfC atau RfD menurut persamaan berikut: (ATSDR 2005).

  RfC

  I RQ = Dalam ARKL, RQ menyatakan kemungkinan risiko yang potensial terjadi.

  Semakin besar nilai RQ diatas 1 (RQ>1) semakin besar kemungkinan risiko itu terjadi dan sebaliknya jika nilai RQ kurang dari 1 (RQ<1) maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi (Kolluru, 1996).

  Adapun nilai asupan (Intake) ditentukan dengan persamaan berikut:

  avg b E t E W t D f t R C

  I

  × × × × ×

  = Keterangan:

  I = asupan (intake), mg/kg/hari C = konsentrasi risk agent, mg/m

  3 R = (nilai default US- EPA0,83 M

  3

  / Jam ) t E = lama pajanan, jam/hari f

  E

  = frekuensi pajanan, hari/tahun D t = durasi pajanan (riiltime/lifetime), tahun W = berat badan, kg

  b

  t avg = perioda waktu rata-rata = 30 th × 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogenik

  = 70 th × 365 hari/tahun untuk zat karsinogenik

2.6.3.5. Manajemen Risiko ARKL

  Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko untuk mencegah, menanggulangi atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan oleh pajanan zat toksik. Hasil dari karakteristik risiko kemudian digunakan untuk memutuskan upaya pengendalian dengan memperhatikan faktor–faktor lain seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi dan informasi politik.

  Merumuskan manajemen risiko untuk meminimalkan tingkat risiko yaitu dengan memanipulasi nilai faktor pemajanan untuk menyamakan Intake dengan RfC yaitu dengan cara menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak. Supaya tujuan pengelolaan risiko ini dapat tercapai dengan baik maka pilihan-pilihan manajemen risiko harus dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

  Langkah ini dikenal sebagai komunikasi risiko. Manajemen dan komunikasi risiko bersifat spesifik bergantung pada karakteristik risk agent, pola pemajanan, individu atau populasi yang terpajan, sosiodemografi dan kelembagaan masyarakat dan pemerintah setempat (Rahman, 2005).

2.7. Landasan Teori

  Berdasarkan dari pembahasan sebelumnya dapat di susun suatu landasan teori tentang pencemaran udara akibat dari pajanan gas SO

  2 dan NO 2 dalam paradigma

  analisis risiko dan dipadukan dengan teori dari Achmadi (2005) tentang paradigma kesehatan lingkungan dengan teori simpulnya. Simpul 1 yang disebut dengan sumber penyakit yaitu pajanan gas SO

  2 dan NO 2 , simpul 2 komponen lingkungan yang

  merupakan media transmisi penyakit yaitu melalui inhalasi dari udara yang akan terhirup ke dalam tubuh manusia (simpul 3) yang rentan, hingga akhirnya berpotensi akan terjadinya gangguan saluran pernafasan (Simpul 4) .

  Titik simpul akan menjadi tuntunan dalam manajemen pencegahan penyakit tertentu. Dengan mengendalikan sumber penyakit maka proses kejadian di simpul 3 dan 4 dapat di cegah. Gambaran skematik penggabungan paradigam analisis risiko dan teori simpul dapat dideskripsikan sebagai berikut :

  Media Sumber Manusia Dampak transmisi

  Gas SO2 dan Udara yang Terhirup ke Gangguan NO

  2 dari mengandung dalam tubuh Saluran

  gas SO2 dan Transportasi manusia pernafasan

  NO

2 Faktor Lingkungan

  Analisis Risiko Manajemen Risiko Komunikasi Risiko

Gambar 2.1. Kerangka Teori

2.8. Kerangka Konsep

  Berdasarkan landasan teori, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian maka disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

   Variabel Independen Variabel Dependen Konsentrasi Gas SO

  2 Konsentrasi Gas NO

  2 Tingkat Risiko terjadinya Gangguan Saluran Pernafasan

  • Durasi Pajanan Lama Pajanan Berat Badan Umur Jenis Kelamin

Dokumen yang terkait

BAB II PARADIGMA DAN TEORI KOMUNIKASI - Representasi Pesan Tradisi Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang - Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

0 2 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai - Keanekaragaman Plankton di Sungai Buaya Kabupaten Sergai dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERSEPSI - Pengaruh Pengetahuan Awal Terhadap Ketetapan Ukuran

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Pengetahuan Awal Terhadap Ketetapan Ukuran

1 1 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Budaya 2.1.1. Pengertian Sosial Budaya - Gambaran Sosial Budaya Terhadap Diabetes Mellitus pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Sosial Budaya Terhadap Diabetes Mellitus pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik 2.1.1 Umur - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

1 12 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

0 2 9

II. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA - Analisis Risiko Pajanan Gas SO2 dan NO2 Sumber Transportasi terhadap Gangguan Saluran Pernafasan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Terminal Terpadu Amplas Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

0 0 50