BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kadar Kalium Abu Kulit Buah Kelapa dalam Mengkatalisis Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menjadi Metil Ester

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit adalah salah satu jenis tumbuhan yang memiliki peranan

  yang sangat penting dalam berbagai jenis industri, seperti industri kosmetik, industri pangan, industri margarin, industri minyak goreng, dan lain - lain. Dalam suatu industri, setiap proses pengolahan terhadap bahan baku dilakukan, maka akan dihasilkan pula produk samping yang dinamakan limbah, tidak terkecuali pada industri kelapa sawit. Dalam kandungan kelapa sawit ini terdapat limbah cangkang kelapa sawit hasil dari pengolahan PKO (Palm Kernel Oil) yang pemanfaatannya masih minim. Salah satu produk ekonomis yang juga dapat dihasilkan adalah karbon aktif. Karbon aktif ini dapat dihasilkan dengan proses aktivasi, baik secara fisika maupun kimia kemudian dilanjutkan dengan proses pirolisis.

2.1 CANGKANG KELAPA SAWIT

  Cangkang kelapa sawit merupakan produk biomassa yang umum dikarenakan ukurannya yang kecil dan memiliki energi kalor yang tinggi [17] yaitu berkisar 3800 kkal/kg [18]. Cangkang kelapa sawit merupakan fraksi cangkang yang tertinggal setelah melalui proses penghancuran (crushing). Cangkang inti merupakan material berserat yang mudah ditangani secara massal dari bagian produk hingga akhir penggunaan [19].

  Kandungan kelembapan cangkang kelapa sawit relatif rendah bila dibandingkan dengan residu biomassa yang lain. Cangkang kelapa sawit memiliki energi kalor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomassa lignoselulosa lainnya. Disamping itu, residu biomassa ini merupakan bahan bakar biomassa yang berkualitas baik, mudah ditangani, mudah dihancurkan, memiliki aktivitas biologis yang terbatas akibat kandungan kelembapan yang rendah [19], dan memiliki kandungan sulfur yang rendah [20].

Tabel 2.1 menjelaskan kandungan - kandungan yang terdapat dalam cangkang kelapa sawit.

  No. Jenis Kandungan Besar

  1

  1. Kelembapan Inheren < 20 %

  1

  2. Kandungan abu < 5 %

  2

  3. Ukuran 4 - 20 mm

  2

  4. Impuritis < 2%

  3

  5. Selulosa 26,6 %

  3

  6. Hemiselulosa 27,7 %

  3

  7. Lignin 29,4 % Komponen

  3

  8. 4,2 % ekstraktif

  3

  9. Air 8%

  1

  2

3 Keterangan : : [17], : [20], : [21]

2.2 KARBON AKTIF

  Karbon aktif merupakan material padat berpori, yang berupa karbon dan tidak memiliki rasa [22]. Karbon aktif dibedakan dari unsur karbon akibat penghilangan semua zat pengotor yang sifatnya non karbon dan oksidasi terhadap permukaan karbon tersebut [23].

  Bahan baku karbon aktif, yaitu serbuk gergaji, gambut, lignit, batu bara, residu selulosa, tempurung kelapa, kokas, dan lain-lain, dikarbonisasi dan diaktifkan pada suhu tinggi dengan atau tanpa penambahan garam anorganik dan diinjeksikan gas pengaktif seperti uap (steam) atau karbon dioksida serta dapat dilakukan penambahan asam fosfat atau zink klorida sebagai agen aktivasi [22].

  Banyak bahan baku lain yang telah dievaluasi seperti cangkang kenari, biji persik, cangkang biji babassu, akan tetapi terdapat permasalahan utama pada bahan baku ini, yaitu pada keterbatasan tersedianya bahan baku tersebut. Ini dapat digambarkan dengan cara 1000 ton dari bahan baku cangkang tersebut yang belum diolah akan menghasilkan hanya 100 ton yield karbon aktif yang berkualitas baik [24].

  Berikut dilampirkan Tabel 2.2 yang menjelaskan kandungan bahan dalam karbon aktif yang dihasilkan.

Tabel 2.2 Kandungan dan Tekstur Karbon Aktif yang Dihasilkan [25]

  Bahan baku Karbon Volatil Densitas Abu No. 3 -1 Tekstur Karbon Aktif Mentah (%wt) (%wt) (cm g ) (%wt) 0,3 - Lembut, volume pori

  1. Kayu lembut 40 - 50 55 - 60 0,4 - 0,5 1,1 banyak 0,3 - Lembut, volume pori

  2. Kayu keras 40 - 42 55 - 60 0,55 - 0,8 1,2 banyak Lembut, volume pori

  • 3. Lignin 35 - 40 58 - 60 0,3 - 0,4 banyak Keras, volume

  4. Cangkang biji 30 - 45 55 - 60 1,4 - mikropori banyak Keras, volume pori

  5. Lignit 55 - 70 25 - 40 1,0 - 1,35 5 - 15 sedikit Keras sedang, volume

  6. Batubara lembut 65 - 80 20 - 30 1,25 - 1,50 2 - 12 pori sedang 0,5 - Keras sedang, volume

  7. Kokas Minyak 70 - 85 15 - 20 1,35 0,7 pori sedang Keras, volume pori

  8. Batubara keras 70 -75 10 - 15 1,45 5 - 15 banyak Keras, volume pori

  9. Antrasit 85 - 95 5 - 10 1,5 - 1,8 2 - 15 banyak

  Secara umum dalam pembuatan karbon aktif, terdapat tiga bentuk utama karbon aktif yang akan dijelaskan sebagai berikut :  Karbon aktif granular (butiran)

  Ukuran partikel yang bentuknya tidak beraturan berkisar antara 0,2 hingga 5 mm. Jenis karbon aktif ini digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas.

   Karbon aktif bubuk Karbon yang dihancurkan hingga ukurannya kurang dari 0,18 mm (US mesh

  80). Karbon aktif ini digunakan terutama dalam aplikasi fasa cair dan untuk pengolahan gas sisa.

   Karbon Aktif berbentuk pelet Karbon aktif yang berbentuk silinder yang ditekan memiliki diameter 0,8 hingga 5 mm. Karbon aktif ini digunakan terutama dalam aplikasi fasa gas dikarenakan penurunan tekanan yang rendah, kekuatan mekanik yang besar dan kadar abu yang rendah [26].

  Kebanyakan material yang mengandung unsur karbon memiliki derajat

  2

  porositas tertentu dan luas permukaan internal yang berkisar 10 - 15 m /g. Selama proses aktivasi berlangsung, permukaan internal menjadi lebih besar dan berkembang akibat oksidasi dari unsur karbon. Setelah proses aktivasi, luas

  2

  permukaan internal dari karbon tersebut akan mencapai 700 - 1200 m /g bergantung pada kondisi operasi. Daerah permukaan internal haruslah dapat dilalui aliran fluida atau gas agar kemampuan adsorpsi terjadi [24].

  Secara umum, ukuran diamater pori dalam suatu karbon aktif biasanya dikelompokkan sebagi berikut :

  1. Mikropori, dimana ukuran diameter pori < 40 Å (Angstroms)

  2. Mesopori, dimana ukuran diameter pori berkisar antara 40 - 5000 Å Makropori, dimana ukuran diameter pori > 5000 Å

  Makropori Mikropori

  Mesopori

Gambar 2.1 Perkembangan Struktur Internal Karbon Aktif [27]

  Dalam proses pembuatan karbon aktif, makropori terbentuk pertama kali pada oksidasi titik lemah (bagian ujung) pada daerah permukaan eksternal dari bahan baku. Kemudian mesopori terbentuk pada bagian sekunder dari dinding struktur makropori. Dan terakhir, mikropori terbentuk dengan cara penguraian pada struktur dalam bahan baku mentah tersebut [24]. pembuatan karbon aktif dan perkembangan pembentukan struktur dalam karbon aktif tersebut berdasarkan bahan baku yang berbeda.

Tabel 2.3 Distribusi Volum Pori Karbon Aktif [28]

  Perkembangan Struktur Pori No. Jenis Bahan Baku Jenis Aktivasi Mikropori Mesopori Makropori

  1. Bituminous Coal Steam Banyak Sedikit Sedang

  2. Lignit Steam Sedang Banyak Banyak

  3. Gambut Steam Banyak Sedang Banyak

  4. Kayu Kimia Banyak Sangat Banyak Banyak

  Karbon aktif yang berbahan tempurung kelapa akan memiliki struktur pori yang dominan di bagian mikropori hingga 95% dari total permukaan internal karbon aktif tersebut. Struktur tersebut sangatlah cocok untuk adsorpsi bahan yang memiliki berat molekul rendah dan terhadap kontaminan yang konsentrasinya rendah. Akan tetapi, hal ini berlaku sebaliknya bagi karbon aktif yang berbahan baku kayu dan gambut, dimana struktur pori makropori dan mesoporilah yang dominan. Oleh karena itu, karbon aktif jenis ini banyak digunakan dalam adsorpsi terhadap bahan yang memiliki berat molekul yang tinggi, seperti dalam proses penghilangan warna (decolorization) [24].

  Secara umum dapat dijelaskan bahwa makropori memiliki daerah permukaan yang sedikit, biasanya digunakan pada adsorpsi molekul besar. Oleh karena itu, makropori biasanya dianggap sebagai jalan (access point) menuju mikropori. Mesopori secara umum tidak memiliki peran yang banyak dalam hal adsorpsi, kecuali karbon tertentu dimana daerah permukaan tersebut cukup besar (

  2

  biasanya 400 m /g atau lebih ). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa struktur mikropori dalam suatu karbon aktiflah yang berperan dalam proses adsorpsi [24].

2.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif

  Telah dijelaskan bahwa segala jenis material yang berbahan karbon dapat diaktivasi. Sebagai penambahan, bahan baku umum yang banyak juga digunakan jagung, biji kopi dan tulang. Saat ini, jenis - jenis produk karbon aktif komersial adalah berbentuk butiran (granular), tablet (extruded), dan bubuk. Karbon aktif dapat dihasilkan dengan cara aktivasi uap (steam) atau aktivasi kimia dimana kedua jenis aktivasi ini menggunakan suhu yang dielevasikan atau dinaikkan [24].

2.2.1.1 Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Fisika

  Aktivasi fisika melibatkan pemisahan zat volatil diikuti dengan oksidasi pada struktur unsur karbon tersebut [24]. Aktivasi fisika melibatkan dua tahap penting, yaitu : karbonisasi dan aktivasi. Tahap karbonisasi melibatkan proses perubahan struktur dari bahan baku, seperti batubara, menjadi karbon yang memiliki struktur tidak beraturan dengan kandungan zat volatil yang sangat rendah. Tahap ini dilangsungkan pada suhu tinggi dalam kondisi yang bebas oksigen. Pada tahap aktivasi, beberapa unsur karbon tersebut bereaksi, dan meninggalkan struktur pori yang banyak. Tahap aktivasi dilangsungkan dengan injeksi uap atau steam pada suhu yang tinggi [28]. Prinsip dasar aktivasi fisika

  o

  adalah tahap karbonisasi dilangsungkan pada suhu 500 - 600 C kemudian

  o

  dilanjutkan dengan aktivasi memakai uap atau steam pada suhu 800 - 1100 C.

  Keseluruhan reaksi (mengkonversi karbon menjadi karbon dioksida) adalah reaksi eksotermis dan energi panas ini dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi operasi proses tersebut.

  C + H

  2 O (steam) CO + H 2 (-31 kkal)

  CO + ½ O

2 CO

  2 H + ½ O H O (steam) + 58 kkal

  2

  2

  

2

C + O

  2 CO 2 + 94 kkal

  Berbagai jenis tanur dan furnace dapat digunakan untuk proses karbonisasi dan aktivasi, seperti rotary (yang dipanaskan secara langsung atau tidak langsung), vertical multi-hearth furnace, fluidized bed reactor dan vertical single

  throat retorts . Sebagai contoh akan dijelaskan pembuatan karbon aktif menggunakan vertical retort. Bahan baku dimasukkan melalui suatu hopper di bagian atas retort dan mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi melalui anulus (saluran pusat) menuju dasar retort. Saat bahan baku melewati saluran tersebut,

  o

  Bagian dasar retort merupakan bagian aktivasi dan di bagian inilah terjadi aktivasi dengan memakai steam. Udara dialirkan ke dalam retort untuk mengkonversi gas CO dan H

  2 menjadi gas CO 2 dan uap (steam) dan panas hasil dari reaksi eksotermis ini akan mempertahankan kondisi operasi tersebut [24].

2.2.1.2 Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Kimia

  Aktivasi kimia dicapai dengan proses penguraian atau pelepasan molekul air, biasanya pada struktur bahan baku selulosa. Aktivasi umumnya digunakan untuk produksi karbon aktif dari serbuk gergaji, kayu atau gambut. Proses ini meliputi pencampuran zat kimia dengan bahan baku berkarbon, biasanya kayu, dan proses karbonisasi campuran tersebut.

  Bahan baku dicampuri dengan aktivator, biasanya asam fosfat, untuk membengkakkan kayu dan melemahkan ikatan struktur selulosa. Campuran bahan baku dengan aktivator kemudian dikeringkan dan dilanjutkan dengan proses karbonisasi, biasanya dalam rotary kiln, pada suhu yang rendah antara 400 hingga

  o

  500

  C. Pada proses karbonisasi, zat kimia ini berfungsi sebagai pendukung agar karbon hasil proses tersebut tidak menyusut. Ia memisahkan molekul air pada ikatan karbon, menghasilkan amortisasi dan pengarangan karbon tersebut, sehingga membentuk struktur pori dan luas permukaan yang besar [29]. Aktivator juga berperan untuk menghambat pembentukan tar dan memperbesar yield karbon yang dihasilkan [30].

  Karbon aktif yang dihasilkan dengan menggunakan aktivasi kimia memiliki distribusi pori yang cocok digunakan sebagai adsorben tanpa pengolahan tahap lanjut. Dalam hal ini, karbon aktif yang diolah adalah karbon yang bersifat asam sehingga mereka tidak murni bila dibandingkan dengan karbon aktif menggunakan aktivasi fisika [29]. Kelemahan dari aktivasi kimia dalam pembuatan karbon aktif adalah perlunya mencuci sisa bahan anorganik yang masih melekat dalam karbon aktif dan memberikan dampak negatif (polusi) yang mengakibatkan masalah yang serius [30]. Karbon aktif dengan aktivasi kimia biasanya berbentuk bubuk. Apabila bahan baku butiran digunakan, maka akan dihasilkan pula karbon aktif butiran. Karbon aktif ini memiliki kekuatan mekanik

2.2.1.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivator H PO

  3 4 Apabila aktivasi kimia dianggap sebagai reaksi antara bahan baku yang

  bisa disebut prekursor dengan zat kimia, maka konsentrasi, kehomogenan campuran, suhu dan waktu aktivasi menentukan sejauh mana reaksi tersebut berlangsung [29]. Aktivasi kimia dengan memakai aktivator H

  3 PO 4 dalam o

  pembuatan karbon aktif biasanya dilangsungkan pada suhu 450 _ hingga _ 600 _ C. Pada suhu ini, proses karbonisasi berlangsung tidak sempurna, sehingga komposisi kimia dari karbon aktif yang dihasilkan (setelah melalui proses pencucian zat kimia untuk pengurangan kadar aktivator ) adalah berada antara bahan baku dan arang (karbon tanpa aktivasi) [32].

  Secara singkat secara umum pembuatan karbon aktif dengan aktivasi kimia dijelaskan sebagai berikut. Aktivator dilarutkan di dalam air, dicampurkan dengan bahan baku yang akan diaktivasi dan campuran tersebut dikondisikan pada

  o

  suhu 85 C tanpa evaporasi. Proses hidrasi terjadi, dan struktur bahan baku akan mengalami pembengkakan sehingga terjadi suatu alur dimana aktivator akan mengalir kedalam bagian dalam dari partikel tersebut.

  Partikel yang diimpregnasikan dengan asam fosfat menjadi elastis. Asam memisahkan serat selulosa, depolimerisasi hemiselulosa parsial dan lignin (komponen utama matriks) terjadi dan mengurangi hambatan mekanik sehingga akan menggembungkan partikel itu. Tahap depolimerisasi tersebut dilanjutkan dengan tahap dehidrasi dan kondensasi yang akan menghasilkan lebih banyak produk aromatik. Produk aromatik ini bersifat reaktif dan dihubungkan secara silang oleh gugus fosfat tersebut [33]. Produk yang terbentuk adalah tar dan dapat diamati pada permukaan partikel [31].

  Asam fosfat menghasilkan efek dehidrasi pada komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin di bagian dalam dari partikel selama perlakuan panas berlangsung. Dehidrasi terjadi karena zat kimia tersebut berada dalam fasa cair pada suhu tersebut selama proses berlangsung, sehingga memungkinkan ikatan pada prekursor partikel terurai secara termal. Prekursor ini dapat mengalirkan air menuju reaktan, bereaksi dan membentuk senyawa terhidrasi. Air akan berkurang [31].

  Dehidrasi prekursor menghasilkan reduksi dimensi partikel, walaupun reduksi tersebut pada bagian tertentu dihambat karena reaktan masih tersisa selama perlakuan panas, dan berperan dalam pembentukan struktur mikropori. Volume mikropori yang berkembang selama proses aktivasi berlangsung bergantung pada kadar aktivator yang digunakan untuk impregnasi bahan baku, semakin tinggi kadar aktivator, maka semakin berkembang mikropori tersebut [31].

  Morfologi dari karbon yang diimpregnasikan dengan perbandingan impregnasi yang rendah hampir identik dengan arang, akan tetapi apabila konsentrasi asam meningkat, maka permukaan arang tersebut yang bereaksi akan terlihat lebih jelas. Pada konsentrasi asam yang tinggi, morfologi lapisan luar tidak terlihat lagi karena struktur selulosa dalam jumlah besar telah diuraikan dan diekstrak dari bagian dalam menuju bagian luar dari partikel. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya struktur makropori dan mesopori [31].

2.3 PIROLISIS

  Pirolisis merupakan proses penguraian suatu zat dalam keadaan bebas oksigen dan merupakan tahap awal dari proses terjadinya pembakaran dan gasifikasi [32].

  Pirolisis biasanya tidak melepaskan panas yang berlebihan, tetapi proses ini memerlukan panas untuk mempertahankan kondisi operasi. Pirolisis pada suhu

  o

  lebih dari 220 C akan menguraikan bahan baku seperti limbah menjadi arang (karbon dan abu) dan zat yang mudah menguap (volatile), kemudian membentuk uap terkondensasi yang disebut sebagai minyak pirolisis (bio-oil, biocrude) pada suhu ruangan dan gas tak terkondensasikan seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen dan gas hidrokarbon lainnya yang memiliki berat molekul rendah seperti gas metana [33]. Hal ini merupakan langkah yang efektif untuk mengurangi limbah yang jumlahnya besar menjadi bahan bakar yang padat, seragam dan mudah diangkut [32].

  Pirolisis dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama berdasarkan kondisi operasi (suhu proses, laju kenaikan suhu, waktu, ukuran partikel biomassa) yaitu pirolisis konvensional (lambat), cepat (fast) dan kilat (flash). Berikut dilampirkan tabel 2.5 yang menjelaskan tentang kondisi operasi setiap jenis pirolisis beserta yield produk yang dihasilkan [34].

Tabel 2.4 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk [34]

  Laju Ukuran Yield Produk (%) Proses Waktu (s) Kenaikan Suhu Partikel Suhu (K) Pirolisis

  Minyak Arang Gas (K/s) (mm) Slow 450 -550 0,1 - 1 5 - 50 550- 950

  30

  35

  35 (Lambat) Fast 0,5 - 10 10 - 200 <1 850-1250

  50

  20

  30 (Cepat) Flash < 0,5 >1000 < 0,2 1050-1300 75

  12

  13 (Kilat)

  2.3.1.1 Slow Pyrolysis ( Pirolisis Lambat)

  Pirolisis lambat atau dikenal dengan pirolisis konvensional diketahui

  o

  dengan adanya laju kenaikan suhu yang rendah (0,1 - 2 C/s), suhu yang rendah (±

  o

  500

  C), dan waktu tinggal yang lama [35]. Dengan adanya waktu tinggal yang terlalu lama menyebabkan komponen pada fasa uap saling bereaksi terus menerus yang menyebabkan pembentukan arang padat dan cairan lainnya (tar) [34].

  2.3.1.2 Fast Pyrolysis (Pirolisis Cepat)

  Dalam jenis proses pirolisis ini, biomassa dipanaskan dengan cepat hingga suhu tinggi dalam keadaan bebas oksigen. Dalam basis berat, pirolisis cepat menghasilkan 60 - 75 % minyak dan cairan lain dengan 15 - 25 % padatan dan 10 % - 20 % gas bergantung pada bahan baku. Cairan dihasilkan dari biomassa biasanya pada suhu yang rendah, laju kenaikan suhu yang tinggi dan waktu tinggal yang singkat [34].

2.3.1.3 Flash Pyrolysis (Pirolisis Kilat)

  Proses ini dapat dikenal dengan adanya devolatilisasi cepat dalam keadaan bebas oksigen, laju kenaikan suhu partikel yang tinggi, suhu reaksi yang tinggi

  o o

  dari 1 detik). Proses ini mampu menghasilkan yield bio-oil hingga 75 %. Namun proses ini memiliki beberapa kekurangan, seperti terbentuknya padatan dalam minyak, minyak yang bersifat korosif dan stabilitas termal yang lemah [34].

2.4 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON AKTIF

  Faktor - faktor berbeda yang mempengaruhi proses karbonisasi dan proses aktivasi sangatlah penting dalam menentukan kualitas karbon aktif yang dihasilkan [36]. Faktor - faktor tersebut adalah suhu pirolisis, konsentrasi aktivator, waktu pirolisis, dan laju alir nitrogen.

2.4.1 Suhu Pirolisis

  Perubahan karakteristik dan struktur internal dari arang kayu bergantung pada kondisi karbonisasi [37]. Suhu yang diterapkan selama proses pirolisis memiliki peranan utama pada perkembangan struktur pori [38]. Struktur kristal dari arang sangat berubah pada suhu antara 600 hingga 800 dan menyebabkan perubahan bentuk mikropori dari arang tersebut [37].

  Wang, Jun, dkk (2010) [13] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari bahan baku pruning mulberry shoot dengan aktivator asam fosfat. Suhu

  o o o

  pirolisis yang digunakan dalam penelitian adalah 300

  C, 400

  C, 500 _

  C, dan 600

  o

  C dan konsentrasi aktivator 50%. Bilangan iodin yang dihasilkan meningkat dari

  o o

  suhu 300 C hingga 400

  C, yaitu sebesar 756,42 menjadi 933,84 mg/g, kemudian

  

o o

  berangsur turun dari suhu 400 C hingga 600

  C, yaitu sebesar 933,84 mg/g menjadi 538,36 mg/g. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada

gambar 2.2 dibawah ini.

  1000

  g) 800 g/ n (m

  600 Iodi

  400 angan

  200 il B

  200 300 400 500 600 700 o

Suhu Pirolisis (

  C)

Gambar 2.2 Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin Karbon Aktif [13]

  Pada saat yang sama, suhu yang tinggi akan menyebabkan pengurangan

  yield

  karbon aktif yang dihasilkan akibat kehilangan bahan yang mudah menguap

  o

  (volatile). Kenaikan suhu sebesar 10 C/menit merupakan derajat yang optimal untuk mempertahankan difusi nitrogen agar tetap efektif di dalam bahan baku dan meningkatkan kemampuan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah

  o

  menguap. Kenaikan suhu yang tinggi yaitu lebih dari 10 C/menit akan membuat suhu partikel di dalam bahan baku semakin cepat meningkat, sehingga akan menyebabkan grafitisasi parsial di dalam partikel dan struktur graphene terbentuk. Terjadinya grafitisasi parsial akan memperburuk struktur pori yang dihasilkan [39].

2.4.2 Konsentrasi Zat Aktivator

  Asam fosfat sebagai aktivator memiliki pengaruh penting dalam perubahan struktur pori karbon aktif yang dihasilkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Wang, Jun dkk (2010) [13], konsentrasi asam fosfat memiliki pengaruh penting dalam kemampuan adsorpsi iodin dari karbon aktif, dimana dalam rentang konsentrasi 40 _ - _ 80 _ %, kapasitas adsorpsi maksimum adalah dengan konsentrasi asam fosfat sebesar 50% dan disajikan dalam bentuk grafik 2.3 berikut ini.

  1200 1000

  g/g) (m

  800

  in

  600

   Iod

  400

  gan an

  200

  il B

  30

  40

  50

  60

  70

  80

  90 Konsentrasi Aktivator H PO 3 4 Gambar 2.3 Hubungan Konsentrasi Aktivator H

  3 PO

  4 Terhadap Bilangan Iodin

  Karbon Aktif [13] Wang, Xinying, dkk (2013) [40] melakukan penelitian menggunakan tempurung kelapa sebagai bahan baku dengan asam fosfat sebagai aktivator.

  Konsentrasi aktivator asam fosfat yang digunakan adalah 20 %, 30 %, 40 %, dan 50 %, menghasilkan bilangan iodin berturut - turut sebesar 765,51 mg/g, 844,65 mg/g, 861,36 mg/g, dan 907,14 mg/g. Hubungan konsentrasi aktivator asam fosfat dan bilangan iodin disajikan dalam gambar 2.4 berikut ini.

  1000

  ) am

  900

  gr g/

  800

  n(m

  700

  Iodi

  600

  gan

  500

  an il B

  400

  10

  20

  30

  40

  50

  60 Konsentrasi Aktivator H PO 3 4 Gambar 2.4 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator Asam Fosfat Terhadap Bilangan Iodin Karbon Aktif [40]

2.4.3 Laju Alir Nitrogen

  Tujuan mengalirkan gas nitrogen selama proses pirolisis berlangsung adalah untuk mengeluarkan gas oksigen yang terdapat dalam furnace, mencegah terjadinya proses pembakaran (oksidasi) pada bahan baku. Laju alir gas nitrogen

  3

  yang berkisar antara 50 - 150 cm /menit direkomendasikan untuk perkembangan luas permukaan pori, mikropori dan total volume pori yang baik. Laju alir gas

  3

  karbon berkurang, senyawa yang mudah menguap semakin berkurang dan akan menyebabkan pori yang terbentuk menjadi buruk [39].

2.4.4 Waktu Pirolisis

  Waktu pirolisis dalam furnace mempengaruhi luas permukaan, volume total pori dan distribusi ukuran pori dari karbon aktif. Semakin lama waktu pirolisis akan menghasilkan luas permukaan yang semakin besar, volume total pori, dan volume mikropori [39].

  Luas permukaan dan total volume meningkat dalam rentang waktu pirolisis selama setengah hingga satu jam [42]. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian Wang, Jun dkk (2010) [13], kemudian bilangan iodin akan berangsur menurun dari waktu pirolisis satu jam hingga 3 jam yang disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 2.5 berikut ini .

  800

  g) 700 g/ n (m

  600 Iodi angan il

  500 B

  400 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 Waktu Pirolisis (jam)

Gambar 2.5 Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin Karbon

  Aktif _ [13] Haimour dan Emeish (2006) [41] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari date stones dan memberikan hasil penelitian yang serupa. Penelitian tersebut o

  dilakukan pada suhu 800 C dengan konsentrasi aktivator asam fosfat 85 % dalam variasi waktu pirolisis 15, 30, 60, 90 dan 120 menit. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa bilangan iodin meningkat dari waktu pirolisis 15 menit hingga tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 2.6 di bawah ini.

  380

  g) g/ n (m Iodi 340 angan il B

  300

  20

  40

  60 80 100 120 140 Waktu Pirolisis (menit)

Gambar 2.6 Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin Karbon

  Aktif _ [41] Semakin lama waktu tinggal, kemampuan untuk terjadi perubahan luas permukaan menjadi berkurang walaupun luas permukaan tetap meningkat. Hal ini dikarenakan proses gasifikasi karbon meningkat jika waktu tinggal semakin lama, sehingga menyebabkan pelepasan unsur karbon pada dinding pori dan menyebabkan mikropori melebar [42].

2.5 METODE KARAKTERISASI KARBON AKTIF

2.5.1 Bilangan Iodin

  Bilangan iodin secara umum digunakan untuk menjelaskan kapasitas karbon untuk mengardsorpsi zat yang memiliki berat molekul rendah. Bilangan iodin menunjukkan porositas dari karbon aktif dan dapat diartikan sebagai banyaknya miligram iodin yang teradsorpsi oleh per gram karbon. Bilangan iodin dapat juga diartikan sebagai luas permukaan pada pori yang lebih besar dari 10 Å. Bilangan iodin umumnya digunakan pada industri, sebagai ukuran kasar untuk luas permukaan dari karbon aktif.

  Bilangan iodin tidak diperlukan dalam pengukuran terhadap kemampuan karbon untuk mengadsorpsi zat lain. Bilangan iodin dapat digunakan sebagai perkiraan luas permukan untuk beberapa jenis karbon aktif. Akan tetapi harus disamaratakan. Ia berubah terhadap kondisi bahan baku, proses dan distribusi volume pori. Adanya zat volatil yang teradsorpsi, sulfur, dan air dapat mempengaruhi pengukuran bilangan iodin pada karbon aktif [43].

2.6 APLIKASI KARBON AKTIF

  Karbon aktif merupakan bahan yang multifungsi dimana hampir sebagian besar telah dipakai penggunaannya oleh berbagai macam jenis industri. Saat ini, karbon aktif telah banyak diaplikasikan dalam berbagai jenis industri dengan kegunaan yang beragam, seperti pada industri makanan. Karbon aktif digunakan untuk mengadsorpsi bau dan rasa yang tidak enak, seperti pada

Tabel 2.5. Ukuran karbon aktif dalam setiap aplikasi pada industri dapat berbeda sehingga penting untuk diperhatikan, seperti ukuran karbon aktif yang digunakan

  dalam industri minuman keras dan ringan adalah 4x8 mesh.

Tabel 2.5 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif dalam Industri [44]

  No. Pemakai Kegunaan Jenis/ Mesh

  1. Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan bau 8×30, 325 dan rasa

  2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna, bau pada 4×8, 4×12 minuman

  3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4×8, 4×12, 8×30

  4. Pembersih air Penghilangan warna, bau penghilangan resin

  5. Budi daya udang Pemurnian, penghilangan 4×8, 4×12 ammonia, nitrit, penol, dan logam berat

  6. Industri gula Penghilagan zat-zat warna, 4×8, 4×12 menyerap proses penyaringan menjadi lebih sempurna

Tabel 2.5 Aplikasi penggunaan karbon aktif dalam industri (Lanjutan)

  

No. Kegunaan Jenis/ Mesh

  Pemakai

  7. Pelarut yang digunakan Penarikan kembali berbagai 4×8, 4×12, kembali pelarut 8×30

  8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas 4×8, 4×12 beracun, bau busuk asap.

  9. Katalisator Reaksi katalisator pengangkut 4×8, 4×30 vinil khlorida, vinil asetat

  10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8×30

2.7 ANALISA EKONOMI

  Karbon aktif merupakan salah satu komoditi yang menarik untuk dikembangkan penggunaannya. Selain menarik, komoditi ini memiliki kecenderungan peningkatan produksi setiap tahunnya, khususnya di Indonesia.

  Karena memiliki potensi yang cukup baik, perlu dilakukan kajian ekonomi terhadap hal ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dilakukan kajian ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual karbon aktif. Berikut ini adalah harga bahan baku dan produk. Harga cangkang kelapa sawit = Rp 800/ kg (berdasarkan informasi yang bersifat informal) Harga H PO = Rp 10.000/ kg

  3

4 Biaya listrik = Rp 1191,-/ kWh

  Harga karbon aktif = Rp 60.000/ kg Perhitungan sederhana dalam basis 1 kg bahan baku dan asumsi bahan baku : larutan aktivator asam fosfat adalah 1 : 1, maka dirincikan sebagai berikut:

  Cangkang 1 kg ukuran 70 mesh = 1000 gr H

  3 PO 4 yang dibutuhkan = 20 % dari larutan = 0,2 x 1000 gr = 200 gr

  Air yang dibutuhkan = 80% dari larutan = 0,8 x 1000 gr = 800 gr Karbon aktif yang dihasilkan = 400 gr karbon aktif

  Bila dimasukkan dengan rincian biaya produksi, maka diperoleh: Cangkang kelapa sawit = Rp. 800 Kebutuhan H PO = 200/1000 x Rp. 10.000 = Rp. 2000,-

  3

4 Kebutuhan Air =

  = Rp 550,- Sehingga total biaya produksi yang dibutuhkan disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Rincian Singkat Bahan Baku yang Digunakan Beserta Total Biaya

  Bahan Baku Jumlah (gram) Biaya (Rp) Cangkang Kelapa Sawit 70 mesh 1000 800,- Aktivator H

  3 PO 4 200 2000,-

  Air 800 550,- Total Biaya Bahan Baku 3350,-

  Asumsi spesifikasi furnace adalah 6 kW selama 1 jam sehingga energi yang dibutuhkan adalah 6 kWh Biaya energi yang dibutuhkan = maka biaya total yang dibutuhkan adalah Rp 3350,- + Rp 7146,- = Rp 10496,- Harga Jual Produk =

  = Rp. 24000,- Jadi, untuk basis 1 kg bahan baku diperoleh keuntungan sekitar Rp. 13504,-

  Dari perhitungan berbasiskan 1 kg cangkang kelapa sawit di atas, karbon aktif ini memberikan nilai keuntungan yang cukup baik. Oleh karena itu, produksi komersial karbon aktif dari cangkang kelapa sawit dengan aktivator H

  3 PO 4 ini layak untuk dipertimbangkan.

  

\