Pengaruh Kadar Kalium Abu Kulit Buah Kelapa dalam Mengkatalisis Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menjadi Metil Ester
PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG
KELAPA SAWIT DENGAN AKTIVATOR H
3PO
4SKRIPSI
Oleh
AMRAN JAPIP
080405024
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2014
(2)
PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG
KELAPA SAWIT DENGAN AKTIVATOR H
3PO
4SKRIPSI
Oleh
AMRAN JAPIP
080405024
\
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2014
(3)
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG KELAPA SAWIT DENGAN AKTIVATOR H3PO4
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Sejauh yang saya ketahui, skripsi ini bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan atau yang pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Demikian pernyataan ini di buat apabila dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, 4 Juli 2014
Amran Japip NIM 080405024
(4)
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG KELAPA SAWIT DENGAN AKTIVATOR H3PO4
dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang sarjana pada tanggal 16 Juli 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/ sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Mengetahui,
Koordinator Skripsi
Ir. Renita Manurung, MT NIP. 19681214 199702 2 002
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi Lubis, MS NIP. 19611225 198903 1 003
Dosen Penguji I
Dr. Ir. Taslim, MSi.
NIP. 19650115 199003 1 002
(5)
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan
judul “Pengaruh Kadar Kalium Abu Kulit Buah Kelapa dalam Mengkatalisis Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menjadi Metil Ester”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Melalui penelitian ini diperoleh kondisi operasi optimum, yaitu suhu pirolisis 400_oC, waktu pirolisis 1 jam dan konsentrasi aktivator asam fosfat (H3PO4) 20 %
sehingga dihasilkan bilangan iodin tertinggi sebesar 403,5 mg/g.
Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi Lubis, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si dan Bapak Ir. Bambang Trisakti, MT sebagai
dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 7 Juli 2014 Penulis,
(6)
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :1. Kedua orang tua penulis, Japip Soemarni dan Eluni Wy yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Seluruh keluarga penulis terutama abang dan adik saya, Japip Sidek, Susilo Japip, dan Liana Japip yang telah memberikan doa kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Ir. Renita Manurung, MT, selaku Koordinator penelitian Jurusan Teknik Kimia USU yang telah memberikan saran, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
4. Erika Mulyana Gultom atas kerjasamanya selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat terbaik di Teknik Kimia, khususnya semua stambuk 2008 yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.
(7)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Amran Japip
NIM : 080405024
Tempat, tanggal lahir : Medan,29 September 1990 Nama orang tua : Japip Soemarni dan
Eluni Wy Alamat orang tua :
Jl. Mojopahit No. 45/67 Medan Asal Sekolah:
SD Hang Kesturi Medan tahun 1996-2002 SMP Sutomo 1 Medan tahun 2002 – 2005 SMA Sutomo 1 Medan tahun 2005 – 2008 Pengalaman Organisasi:
1. Asisten Laboratorium Operasi Teknik Kimia Departemen Teknik Kimia FT USU tahun 2011-2012 modul Ball Mill dan modul Heat Exchanger.
(8)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum karbon aktif yang terbuat dari cangkang kelapa sawit yang diaktivasi dengan H3PO4 berdasarkan
bilangan iodin. Metodologi penelitian meliputi proses penyiapan bahan baku, aktivasi, pirolisis dan pengujian. Tahap aktivasi dilakukan dengan variasi konsentrasi aktivator H3PO4, yaitu 10 %, 15 %, 20 % dan 25 %. Tahap pirolisis
dilangsungkan dengan variasi suhu pirolisis 300 oC, 400 oC, 500 oC dan 600 oC serta dengan variasi waktu pirolisis yaitu 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, dan 2,5 jam. Pengujian dilakukan dengan uji bilangan iodin karbon aktif metode standar ASTM D 4607 - 94 modified. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi optimum, yaitu konsentrasi aktivator H3PO4 20 %, suhu pirolisis 400_oC
dan waktu pirolisis 1 jam menghasilkan bilangan iodin tertinggi sebesar 403,5_mg/g.
(9)
ABSTRACT
This research is aimed to determine the optimum operation condition of preparing activated carbon from palm kernel shell by chemical activation using phosphoric acid (H3PO4) as activating agent. The research methodology consists of
preparation of raw material, activation, pyrolysis, and testing. Activation step is carried out by varying the activator concentration, that is, 10 %, 15 %, 20% and 25 %. The pyrolysis stage is executed by setting the variation of pyrolysis temperature, namely 300 oC, 400 oC, 500 oC and 600 oC as well as the variation of pyrolysis time, i.e 1 hour, 1,5 hours, 2 hours and 2,5 hours. The testing step is investigated by using standard iodine number method (ASTM D 4607 - 94 modified). The result shows the optimum condition of activated carbon prepared based on the variation of activator concentration 20 %, pyrolysis temperature 400
oC, and pyrolysis time 1 hour generates the highest iodine number 403,5 mg/g. Keywords: palm kernel shell, activated carbon, phosphoric acid, iodine
(10)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR SIMBOL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN 3
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 CANGKANG KELAPA SAWIT 4
2.2 KARBON AKTIF 5
2.2.1 Proses pembuatan Karbon Aktif 9
2.2.1.1 Proses pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi 9
Fisika
2.2.1.2 Proses pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi 10
Kimia
2.2.1.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif dengan 11
Aktivator H3PO4
2.3 PIROLISIS 13
(11)
2.3.1.1 Slow Pyrolysis (Pirolisis Lambat) 13
2.3.1.2 Fast Pyrolysis (Pirolisis Cepat) 13
2.3.1.3 Flash Pyrolysis (Pirolisis Kilat) 14
2.4 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS 14 KARBON AKTIF
2.4.1 Suhu Pirolisis 14
2.4.2 Konsentrasi Zat Aktivator 15
2.4.3 Laju Alir Nitrogen 16
2.4.4 Waktu Pirolisis 17
2.5 METODE KARAKTERISASI KARBON AKTIF 19
2.5.1 Bilangan Iodin 19
2.6 APLIKASI KARBON AKTIF 19
2.7 ANALISA EKONOMI 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22
3.1LOKASI PENELITIAN 22
3.2BAHAN PENELITIAN 22
3.3PERALATAN PENELITIAN 22
3.4 RANGKAIAN PERALATAN 23
3.4.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Arang Aktif dan Analisa 23 Bilangan Iodin
3.4.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace) 24
3.5 PROSEDUR PENELITIAN 25
3.5.1 Prosedur Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam 25 Fosfat (H3PO4)
3.5.2 Prosedur Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit 25 3.5.3 Prosedur Analisa Bilangan Iodin 26
3.6 FLOWCHART PERCOBAAN 27
3.6.1 Prosedur Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam 27 Fosfat (H3PO4)
3.6.2 Flowchart Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit 28 3.6.3 Flowchart Analisa Bilangan Iodin 29
(12)
4.1 PENDAHULUAN 29 4.2 PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR H3PO4 TERHADAP 29
BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
4.3 PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP BILANGAN IODIN 32 KARBON AKTIF
4.4 PENGARUH WAKTU PIROLISIS TERHADAP BILANGAN 35 IODIN KARBON AKTIF
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 39
5.1 KESIMPULAN 39
5.2 SARAN 39
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Perkembangan Struktur Internal Karbon Aktif 7 Gambar 2.2 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin 15
Karbon Aktif
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap 16
Bilangan Iodin Karbon Aktif
Gambar 2.4 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap 16
Bilangan Iodin Karbon Aktif
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap 17 Bilangan Iodin Karbon Aktif
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap 18 Bilangan Iodin Karbon Aktif
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Arang Aktif dan Analisa 23 Bilangan Iodin
Gambar 3.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace) 24 Gambar 3.3 Flowchart Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam Fosfat 27
(H3PO4)
Gambar 3.4 Flowchart Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit 28 Gambar 3.5 Flowchart Analisa Bilangan Iodin 29 Gambar 4.1 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap 30
Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 300 oC
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap 31
Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 400 oC
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap 31
Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 500 oC
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap 32
Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 600 oC
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada 33 Waktu Pirolisis 1 jam
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada 34 Waktu Pirolisis 1,5 jam
(14)
Waktu Pirolisis 2 jam
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada 35 Waktu Pirolisis 2,5 jam
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Waktu PirolisisTerhadap Bilangan Iodin 36 pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 10 %
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Waktu PirolisisTerhadap Bilangan Iodin 37 pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 15 %
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Waktu PirolisisTerhadap Bilangan Iodin 37 pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 20 %
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Waktu PirolisisTerhadap Bilangan Iodin 38 pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 25 %
Gambar L3.1 Persiapan Bahan 49
Gambar L3.2 Aktivasi dan Pirolisis 49
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Kandungan Cangkang Kelapa Sawit 5 Tabel 2.2 Kandungan dan Tekstur Karbon Aktif yang Dihasilkan 6 Tabel 2.3 Distribusi Volum Pori Karbon Aktif 8 Tabel 2.4 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk 13 Tabel 2.5 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif dalam Industri 20 Tabel 2.6 Rincian Singkat Bahan Baku yang Digunakan Beserta 21
Total Biaya
Tabel L1.1 Data Percobaan Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivator
(16)
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
IAN Iodine Adsorption
Number (Bilangan Iodin)
mg/gram
Ms Molaritas Natrium
Tiosulfat
N
Vb Volume Natrium
Tiosulfat yang Terpakai Saat Titrasi
ml
Vs Volume Natrium
Tiosulfat yang Terpakai Saat Titrasi Blanko
ml
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN 45
L1.1 DATA PEMBUATAN KARBON AKTIF DENGAN 45 AKTIVATOR H3PO4
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 47
L2.1 PERHITUNGAN BAHAN 47
L2.2 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN 48
LAMPIRAN 3 LAMPIRAN GAMBAR 49
L3.1 PERSIAPAN BAHAN 49
L3.2 AKTIVASI DAN PIROLISIS 49
(18)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum karbon aktif yang terbuat dari cangkang kelapa sawit yang diaktivasi dengan H3PO4 berdasarkan
bilangan iodin. Metodologi penelitian meliputi proses penyiapan bahan baku, aktivasi, pirolisis dan pengujian. Tahap aktivasi dilakukan dengan variasi konsentrasi aktivator H3PO4, yaitu 10 %, 15 %, 20 % dan 25 %. Tahap pirolisis
dilangsungkan dengan variasi suhu pirolisis 300 oC, 400 oC, 500 oC dan 600 oC serta dengan variasi waktu pirolisis yaitu 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, dan 2,5 jam. Pengujian dilakukan dengan uji bilangan iodin karbon aktif metode standar ASTM D 4607 - 94 modified. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi optimum, yaitu konsentrasi aktivator H3PO4 20 %, suhu pirolisis 400_oC
dan waktu pirolisis 1 jam menghasilkan bilangan iodin tertinggi sebesar 403,5_mg/g.
(19)
ABSTRACT
This research is aimed to determine the optimum operation condition of preparing activated carbon from palm kernel shell by chemical activation using phosphoric acid (H3PO4) as activating agent. The research methodology consists of
preparation of raw material, activation, pyrolysis, and testing. Activation step is carried out by varying the activator concentration, that is, 10 %, 15 %, 20% and 25 %. The pyrolysis stage is executed by setting the variation of pyrolysis temperature, namely 300 oC, 400 oC, 500 oC and 600 oC as well as the variation of pyrolysis time, i.e 1 hour, 1,5 hours, 2 hours and 2,5 hours. The testing step is investigated by using standard iodine number method (ASTM D 4607 - 94 modified). The result shows the optimum condition of activated carbon prepared based on the variation of activator concentration 20 %, pyrolysis temperature 400
oC, and pyrolysis time 1 hour generates the highest iodine number 403,5 mg/g. Keywords: palm kernel shell, activated carbon, phosphoric acid, iodine
(20)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada tahun-tahun belakangan ini, Indonesia menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan bersama dengan Malaysia memasok 90 % dari jumlah total yang diperdagangkan di pasar internasional [1]. Pada 2012, luas lahan perkebunan diperkirakan sebesar 9 juta hektar, dengan produksi CPO 24 juta ton per tahun, dengan komposisi 5 juta ton dikonsumsi di dalam negeri, sementara 80% sisanya di ekspor [2]. Sekitar 80 persen produksi minyak sawit dunia digunakan untuk makanan, termasuk minyak goreng, margarin, mi, makanan panggang, dan lain-lain. Selain itu, minyak sawit digunakan sebagai bahan dalam produk non-makanan, termasuk produksi bahan bakar hayati, sabun, detergen dan surfaktan, kosmetik, obat-obatan, serta beraneka ragam produk rumah tangga [3].
Namun seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, dampak positif dari perkembangan perkebunan kelapa sawit diikuti oleh dampak negatif terhadap lingkungan akibat dihasilkannya limbah padat dari kegiatan kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS) [4]. Limbah padat yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit dan industri kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,2 juta ton limbah/tahun. Limbah padat yang dihasilkan berupa tandan kosong, serat, pelepah, batang dan cangkang kelapa sawit [5]. Dari pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, akan dihasilkan cangkang kelapa sawit sebesar 7% [6].
Sampai saat ini, dengan limpahan limbah padat dari perkebunan kelapa sawit, terutama cangkangnya masih belum dimanfaatkan secara efektif. Meskipun teknologi yang dihasilkan dari kegiatan riset untuk pengembangan energi alternatif berbasis biomasa dari cangkang kelapa sawit telah banyak, namun aplikasinya secara riil di lapangan belum banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas terutama masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit [7]. Penggunaan cangkang kelapa sawit adalah sebagai bahan bakar kompor_[8], biobriket [7], pembangkit tenaga listrik [9], bahan bakar boiler [10], sumber pupuk organik dan pakan ternak [11], dan lain - lain. Salah satu
(21)
pemanfaatan efektif terhadap limbah padat cangkang kelapa sawit adalah sebagai sumber pembuatan arang aktif.
Saat ini, aktivasi kimia dalam pembuatan karbon aktif telah menjadi metode yang efektif untuk menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan yang besar dan distribusi mikropori yang sempit [12]. Agen aktivasi, yaitu H3PO4
telah banyak digunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk bahan baku yang mengandung kadar selulosa seperti cangkang kelapa sawit. Disamping itu, aktivator H3PO4 memiliki keuntungan lainnya dimana aktivator ini tidak bersifat
polutan atau dapat mencemari lingkungan, serta mudah dibersihkan dengan cara diekstraksi dengan air [13].
Berbagai penelitian karbon aktif telah dilakukan. Chen, Cui-Xia, dkk (2012) [14] memakai bahan baku ampas tebu dan diaktivasi menggunakan aktivator H3PO4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilangan iodin karbon aktif
optimum yang dihasilkan adalah sebesar 889,37 mg/gram pada suhu pirolisis 400
oC selama 1 jam dengan konsentrasi aktivator asam fosfat 20 %.
Rajeshwar, M, Shrestha, dkk (2012) [15] menggunakan bahan baku biji
lapsi dan diaktivasi menggunakan aktivator H3PO4. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bilangan iodin karbon aktif optimum yang dihasilkan adalah sebesar 845 mg/gram pada suhu pirolisis 400 oC selama 4 jam dengan konsentrasi aktivator
asam fosfat 50 %.
Srinivasakannan, C (2010) [16] menggunakan bahan baku serbuk gergaji kayu dan diaktivasi menggunakan aktivator H3PO4. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bilangan iodin karbon aktif dihasilkan pada kondisi operasi 400 oC selama 1 jam adalah sebesar 810 mg/gram, dimana bilangan iodin optimum adalah sebesar 1096 mg/gram pada suhu pirolisis 500 oC selama 45 menit.
Penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan bahan baku alternatif cangkang kelapa sawit dalam pembuatan karbon aktif. Pemanfaatan cangkang kelapa sawit menjadi karbon aktif diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis bahan. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan cangkang kelapa sawit untuk membuat karbon aktif dengan pengaruh konsentrasi aktivator, waktu dan suhu pirolisis.
(22)
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan kondisi operasi optimum pembuatan karbon aktif dari cangkang kelapa sawit dengan aktivator H3PO4 yaitu konsentrasi aktivator, suhu dan waktu pirolisis
berdasarkan bilangan iodin.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi operasi optimum pembuatan karbon aktif dari cangkang kelapa sawit dengan aktivator H3PO4 yaitu
konsentrasi aktivator, suhu dan waktu pirolisis berdasarkan bilangan iodin.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan literatur dalam penelitian karbon aktif berikutnya.
2. Memperoleh karbon aktif yang dapat diaplikasikan dalam industri sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan Laboratorium IKM Balai Riset dan Standarisasi Sumatra Utara.
Penelitian ini menggunakan bahan baku cangkang kelapa sawit, aquadest, aktivator asam fosfat (H3PO4), larutan iodin, larutan natrium tiosulfat (Na2SO3),
dan indikator amilum. Sedangkan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah furnace, beaker gelas, pengaduk, erlenmeyer, gelas ukur, water batch, pH meter, corong gelas, timbangan, tabung gas Nitrogen (N2), labu leher tiga, statif
dan klem, refluks kondensor, dan kertas saring.
Variabel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Konsentrasi aktivator : 10 % ; 15 % ; 20 % ; 25 % 2. Suhu pirolisis : 300 oC; 400 oC; 500 oC; 600 oC 3. Waktu pirolisis : 1 jam ; 1,5 jam ; 2 jam ; 2,5 jam
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit adalah salah satu jenis tumbuhan yang memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai jenis industri, seperti industri kosmetik, industri pangan, industri margarin, industri minyak goreng, dan lain - lain. Dalam suatu industri, setiap proses pengolahan terhadap bahan baku dilakukan, maka akan dihasilkan pula produk samping yang dinamakan limbah, tidak terkecuali pada industri kelapa sawit. Dalam kandungan kelapa sawit ini terdapat limbah cangkang kelapa sawit hasil dari pengolahan PKO (Palm Kernel Oil) yang pemanfaatannya masih minim. Salah satu produk ekonomis yang juga dapat dihasilkan adalah karbon aktif. Karbon aktif ini dapat dihasilkan dengan proses aktivasi, baik secara fisika maupun kimia kemudian dilanjutkan dengan proses pirolisis.
2.1 CANGKANG KELAPA SAWIT
Cangkang kelapa sawit merupakan produk biomassa yang umum dikarenakan ukurannya yang kecil dan memiliki energi kalor yang tinggi [17] yaitu berkisar 3800 kkal/kg [18]. Cangkang kelapa sawit merupakan fraksi cangkang yang tertinggal setelah melalui proses penghancuran (crushing). Cangkang inti merupakan material berserat yang mudah ditangani secara massal dari bagian produk hingga akhir penggunaan [19].
Kandungan kelembapan cangkang kelapa sawit relatif rendah bila dibandingkan dengan residu biomassa yang lain. Cangkang kelapa sawit memiliki energi kalor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomassa lignoselulosa lainnya. Disamping itu, residu biomassa ini merupakan bahan bakar biomassa yang berkualitas baik, mudah ditangani, mudah dihancurkan, memiliki aktivitas biologis yang terbatas akibat kandungan kelembapan yang rendah [19], dan memiliki kandungan sulfur yang rendah [20].
(24)
Tabel 2.1 menjelaskan kandungan - kandungan yang terdapat dalam cangkang kelapa sawit.
Tabel. 2.1 Kandungan Cangkang Kelapa Sawit [20] [17] [21] No. Jenis Kandungan Besar
1. Kelembapan Inheren < 20 %1 2. Kandungan abu < 5 %1
3. Ukuran 4 - 20 mm2
4. Impuritis < 2%2
5. Selulosa 26,6 %3
6. Hemiselulosa 27,7 %3
7. Lignin 29,4 %3
8. Komponen
ekstraktif 4,2 %
3
9. Air 8%3
Keterangan : 1 : [17], 2 : [20], 3 : [21]
2.2 KARBON AKTIF
Karbon aktif merupakan material padat berpori, yang berupa karbon dan tidak memiliki rasa [22]. Karbon aktif dibedakan dari unsur karbon akibat penghilangan semua zat pengotor yang sifatnya non karbon dan oksidasi terhadap permukaan karbon tersebut [23].
Bahan baku karbon aktif, yaitu serbuk gergaji, gambut, lignit, batu bara, residu selulosa, tempurung kelapa, kokas, dan lain-lain, dikarbonisasi dan diaktifkan pada suhu tinggi dengan atau tanpa penambahan garam anorganik dan diinjeksikan gas pengaktif seperti uap (steam) atau karbon dioksida serta dapat dilakukan penambahan asam fosfat atau zink klorida sebagai agen aktivasi [22].
Banyak bahan baku lain yang telah dievaluasi seperti cangkang kenari, biji persik, cangkang biji babassu, akan tetapi terdapat permasalahan utama pada bahan baku ini, yaitu pada keterbatasan tersedianya bahan baku tersebut. Ini dapat digambarkan dengan cara 1000 ton dari bahan baku cangkang tersebut yang
(25)
belum diolah akan menghasilkan hanya 100 ton yield karbon aktif yang berkualitas baik [24].
Berikut dilampirkan Tabel 2.2 yang menjelaskan kandungan bahan dalam pembuatan karbon aktif dari berbagai jenis bahan baku mentah serta tekstur karbon aktif yang dihasilkan.
Tabel 2.2 Kandungan dan Tekstur Karbon Aktif yang Dihasilkan [25]
No. Bahan baku Mentah Karbon (%wt) Volatil (%wt) Densitas (cm3g-1) (%wt) Abu Tekstur Karbon Aktif 1. Kayu lembut 40 - 50 55 - 60 0,4 - 0,5 0,3 - 1,1 Lembut, volume pori banyak 2. Kayu keras 40 - 42 55 - 60 0,55 - 0,8 0,3 - 1,2 Lembut, volume pori banyak 3. Lignin 35 - 40 58 - 60 0,3 - 0,4 - Lembut, volume pori banyak 4. Cangkang biji 30 - 45 55 - 60 1,4 - Keras, volume mikropori banyak 5. Lignit 55 - 70 25 - 40 1,0 - 1,35 5 - 15 Keras, volume pori sedikit 6. Batubara lembut 65 - 80 20 - 30 1,25 - 1,50 2 - 12 Keras sedang, volume pori sedang 7. Kokas Minyak 70 - 85 15 - 20 1,35 0,5 - 0,7 Keras sedang, volume pori sedang 8. Batubara keras 70 -75 10 - 15 1,45 5 - 15 Keras, volume pori banyak 9. Antrasit 85 - 95 5 - 10 1,5 - 1,8 2 - 15 Keras, volume pori banyak
Secara umum dalam pembuatan karbon aktif, terdapat tiga bentuk utama karbon aktif yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Karbon aktif granular (butiran)
Ukuran partikel yang bentuknya tidak beraturan berkisar antara 0,2 hingga 5 mm. Jenis karbon aktif ini digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas.
Karbon aktif bubuk
Karbon yang dihancurkan hingga ukurannya kurang dari 0,18 mm (US mesh 80). Karbon aktif ini digunakan terutama dalam aplikasi fasa cair dan untuk pengolahan gas sisa.
(26)
Karbon Aktif berbentuk pelet
Karbon aktif yang berbentuk silinder yang ditekan memiliki diameter 0,8 hingga 5 mm. Karbon aktif ini digunakan terutama dalam aplikasi fasa gas dikarenakan penurunan tekanan yang rendah, kekuatan mekanik yang besar dan kadar abu yang rendah [26].
Kebanyakan material yang mengandung unsur karbon memiliki derajat porositas tertentu dan luas permukaan internal yang berkisar 10 - 15 m2/g. Selama proses aktivasi berlangsung, permukaan internal menjadi lebih besar dan berkembang akibat oksidasi dari unsur karbon. Setelah proses aktivasi, luas permukaan internal dari karbon tersebut akan mencapai 700 - 1200 m2/g
bergantung pada kondisi operasi. Daerah permukaan internal haruslah dapat dilalui aliran fluida atau gas agar kemampuan adsorpsi terjadi [24].
Secara umum, ukuran diamater pori dalam suatu karbon aktif biasanya dikelompokkan sebagi berikut :
1. Mikropori, dimana ukuran diameter pori < 40 Å (Angstroms) 2. Mesopori, dimana ukuran diameter pori berkisar antara 40 - 5000 Å
Makropori, dimana ukuran diameter pori > 5000 Å
Gambar 2.1 Perkembangan Struktur Internal Karbon Aktif [27] Dalam proses pembuatan karbon aktif, makropori terbentuk pertama kali pada oksidasi titik lemah (bagian ujung) pada daerah permukaan eksternal dari
Makropori
Mikropori
(27)
bahan baku. Kemudian mesopori terbentuk pada bagian sekunder dari dinding struktur makropori. Dan terakhir, mikropori terbentuk dengan cara penguraian pada struktur dalam bahan baku mentah tersebut [24].
Tabel 2.3 menjelaskan jenis - jenis aktivasi yang dilakukan terhadap pembuatan karbon aktif dan perkembangan pembentukan struktur dalam karbon aktif tersebut berdasarkan bahan baku yang berbeda.
Tabel 2.3 Distribusi Volum Pori Karbon Aktif [28]
No. Jenis Bahan Baku Jenis Aktivasi Mikropori Perkembangan Struktur Pori Mesopori Makropori 1. Bituminous Coal Steam Banyak Sedikit Sedang
2. Lignit Steam Sedang Banyak Banyak
3. Gambut Steam Banyak Sedang Banyak
4. Kayu Kimia Banyak Sangat Banyak Banyak
Karbon aktif yang berbahan tempurung kelapa akan memiliki struktur pori yang dominan di bagian mikropori hingga 95% dari total permukaan internal karbon aktif tersebut. Struktur tersebut sangatlah cocok untuk adsorpsi bahan yang memiliki berat molekul rendah dan terhadap kontaminan yang konsentrasinya rendah. Akan tetapi, hal ini berlaku sebaliknya bagi karbon aktif yang berbahan baku kayu dan gambut, dimana struktur pori makropori dan mesoporilah yang dominan. Oleh karena itu, karbon aktif jenis ini banyak digunakan dalam adsorpsi terhadap bahan yang memiliki berat molekul yang tinggi, seperti dalam proses penghilangan warna (decolorization) [24].
Secara umum dapat dijelaskan bahwa makropori memiliki daerah permukaan yang sedikit, biasanya digunakan pada adsorpsi molekul besar. Oleh karena itu, makropori biasanya dianggap sebagai jalan (access point) menuju mikropori. Mesopori secara umum tidak memiliki peran yang banyak dalam hal adsorpsi, kecuali karbon tertentu dimana daerah permukaan tersebut cukup besar ( biasanya 400 m2/g atau lebih ). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa struktur mikropori dalam suatu karbon aktiflah yang berperan dalam proses adsorpsi [24].
(28)
2.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif
Telah dijelaskan bahwa segala jenis material yang berbahan karbon dapat diaktivasi. Sebagai penambahan, bahan baku umum yang banyak juga digunakan adalah limbah ban, resin fenol formaldehid, sekam padi, residu pulp, tongkol jagung, biji kopi dan tulang. Saat ini, jenis - jenis produk karbon aktif komersial adalah berbentuk butiran (granular), tablet (extruded), dan bubuk. Karbon aktif dapat dihasilkan dengan cara aktivasi uap (steam) atau aktivasi kimia dimana kedua jenis aktivasi ini menggunakan suhu yang dielevasikan atau dinaikkan [24].
2.2.1.1 Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika melibatkan pemisahan zat volatil diikuti dengan oksidasi pada struktur unsur karbon tersebut [24]. Aktivasi fisika melibatkan dua tahap penting, yaitu : karbonisasi dan aktivasi. Tahap karbonisasi melibatkan proses perubahan struktur dari bahan baku, seperti batubara, menjadi karbon yang memiliki struktur tidak beraturan dengan kandungan zat volatil yang sangat rendah. Tahap ini dilangsungkan pada suhu tinggi dalam kondisi yang bebas oksigen. Pada tahap aktivasi, beberapa unsur karbon tersebut bereaksi, dan meninggalkan struktur pori yang banyak. Tahap aktivasi dilangsungkan dengan injeksi uap atau steam pada suhu yang tinggi [28]. Prinsip dasar aktivasi fisika adalah tahap karbonisasi dilangsungkan pada suhu 500 - 600 oC kemudian
dilanjutkan dengan aktivasi memakai uap atau steam pada suhu 800 - 1100 oC.
Keseluruhan reaksi (mengkonversi karbon menjadi karbon dioksida) adalah reaksi eksotermis dan energi panas ini dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi operasi proses tersebut.
C + H2O (steam) CO + H2 (-31 kkal)
CO + ½ O2 CO2
H2 + ½ O2 H2O (steam) + 58 kkal
C + O2 CO2 + 94 kkal
Berbagai jenis tanur dan furnace dapat digunakan untuk proses karbonisasi dan aktivasi, seperti rotary (yang dipanaskan secara langsung atau tidak langsung), vertical multi-hearth furnace, fluidized bed reactor dan vertical single throat retorts. Sebagai contoh akan dijelaskan pembuatan karbon aktif
(29)
menggunakan vertical retort. Bahan baku dimasukkan melalui suatu hopper di bagian atas retort dan mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi melalui anulus (saluran pusat) menuju dasar retort. Saat bahan baku melewati saluran tersebut, suhu retort akan meningkat hingga 800 - 1000 oC dan terjadi proses karbonisasi.
Bagian dasar retort merupakan bagian aktivasi dan di bagian inilah terjadi aktivasi dengan memakai steam. Udara dialirkan ke dalam retort untuk mengkonversi gas CO dan H2 menjadi gas CO2 dan uap (steam) dan panas hasil
dari reaksi eksotermis ini akan mempertahankan kondisi operasi tersebut [24].
2.2.1.2 Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Kimia
Aktivasi kimia dicapai dengan proses penguraian atau pelepasan molekul air, biasanya pada struktur bahan baku selulosa. Aktivasi umumnya digunakan untuk produksi karbon aktif dari serbuk gergaji, kayu atau gambut. Proses ini meliputi pencampuran zat kimia dengan bahan baku berkarbon, biasanya kayu, dan proses karbonisasi campuran tersebut.
Bahan baku dicampuri dengan aktivator, biasanya asam fosfat, untuk membengkakkan kayu dan melemahkan ikatan struktur selulosa. Campuran bahan baku dengan aktivator kemudian dikeringkan dan dilanjutkan dengan proses karbonisasi, biasanya dalam rotary kiln, pada suhu yang rendah antara 400 hingga 500oC. Pada proses karbonisasi, zat kimia ini berfungsi sebagai pendukung agar
karbon hasil proses tersebut tidak menyusut. Ia memisahkan molekul air pada ikatan karbon, menghasilkan amortisasi dan pengarangan karbon tersebut, sehingga membentuk struktur pori dan luas permukaan yang besar [29]. Aktivator juga berperan untuk menghambat pembentukan tar dan memperbesar yield karbon yang dihasilkan [30].
Karbon aktif yang dihasilkan dengan menggunakan aktivasi kimia memiliki distribusi pori yang cocok digunakan sebagai adsorben tanpa pengolahan tahap lanjut. Dalam hal ini, karbon aktif yang diolah adalah karbon yang bersifat asam sehingga mereka tidak murni bila dibandingkan dengan karbon aktif menggunakan aktivasi fisika [29]. Kelemahan dari aktivasi kimia dalam pembuatan karbon aktif adalah perlunya mencuci sisa bahan anorganik yang masih melekat dalam karbon aktif dan memberikan dampak negatif (polusi) yang
(30)
mengakibatkan masalah yang serius [30]. Karbon aktif dengan aktivasi kimia biasanya berbentuk bubuk. Apabila bahan baku butiran digunakan, maka akan dihasilkan pula karbon aktif butiran. Karbon aktif ini memiliki kekuatan mekanik yang lemah, dan tidak cocok digunakan untuk adsorpsi fasa gas [29].
2.2.1.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivator H3PO4
Apabila aktivasi kimia dianggap sebagai reaksi antara bahan baku yang bisa disebut prekursor dengan zat kimia, maka konsentrasi, kehomogenan campuran, suhu dan waktu aktivasi menentukan sejauh mana reaksi tersebut berlangsung [29]. Aktivasi kimia dengan memakai aktivator H3PO4 dalam
pembuatan karbon aktif biasanya dilangsungkan pada suhu 450_hingga_600_oC. Pada suhu ini, proses karbonisasi berlangsung tidak sempurna, sehingga komposisi kimia dari karbon aktif yang dihasilkan (setelah melalui proses pencucian zat kimia untuk pengurangan kadar aktivator ) adalah berada antara bahan baku dan arang (karbon tanpa aktivasi) [32].
Secara singkat secara umum pembuatan karbon aktif dengan aktivasi kimia dijelaskan sebagai berikut. Aktivator dilarutkan di dalam air, dicampurkan dengan bahan baku yang akan diaktivasi dan campuran tersebut dikondisikan pada suhu 85 oC tanpa evaporasi. Proses hidrasi terjadi, dan struktur bahan baku akan
mengalami pembengkakan sehingga terjadi suatu alur dimana aktivator akan mengalir kedalam bagian dalam dari partikel tersebut.
Partikel yang diimpregnasikan dengan asam fosfat menjadi elastis. Asam memisahkan serat selulosa, depolimerisasi hemiselulosa parsial dan lignin (komponen utama matriks) terjadi dan mengurangi hambatan mekanik sehingga akan menggembungkan partikel itu. Tahap depolimerisasi tersebut dilanjutkan dengan tahap dehidrasi dan kondensasi yang akan menghasilkan lebih banyak produk aromatik. Produk aromatik ini bersifat reaktif dan dihubungkan secara silang oleh gugus fosfat tersebut [33]. Produk yang terbentuk adalah tar dan dapat diamati pada permukaan partikel [31].
Asam fosfat menghasilkan efek dehidrasi pada komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin di bagian dalam dari partikel selama perlakuan panas berlangsung. Dehidrasi terjadi karena zat kimia tersebut berada dalam fasa cair
(31)
pada suhu tersebut selama proses berlangsung, sehingga memungkinkan ikatan pada prekursor partikel terurai secara termal. Prekursor ini dapat mengalirkan air menuju reaktan, bereaksi dan membentuk senyawa terhidrasi. Air akan berkurang seiring suhu meningkat. Dehidrasi yang dihasilkan oleh asam fosfat bersifat kuat [31].
Dehidrasi prekursor menghasilkan reduksi dimensi partikel, walaupun reduksi tersebut pada bagian tertentu dihambat karena reaktan masih tersisa selama perlakuan panas, dan berperan dalam pembentukan struktur mikropori. Volume mikropori yang berkembang selama proses aktivasi berlangsung bergantung pada kadar aktivator yang digunakan untuk impregnasi bahan baku, semakin tinggi kadar aktivator, maka semakin berkembang mikropori tersebut [31].
Morfologi dari karbon yang diimpregnasikan dengan perbandingan impregnasi yang rendah hampir identik dengan arang, akan tetapi apabila konsentrasi asam meningkat, maka permukaan arang tersebut yang bereaksi akan terlihat lebih jelas. Pada konsentrasi asam yang tinggi, morfologi lapisan luar tidak terlihat lagi karena struktur selulosa dalam jumlah besar telah diuraikan dan diekstrak dari bagian dalam menuju bagian luar dari partikel. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya struktur makropori dan mesopori [31].
2.3 PIROLISIS
Pirolisis merupakan proses penguraian suatu zat dalam keadaan bebas oksigen dan merupakan tahap awal dari proses terjadinya pembakaran dan gasifikasi [32].
Pirolisis biasanya tidak melepaskan panas yang berlebihan, tetapi proses ini memerlukan panas untuk mempertahankan kondisi operasi. Pirolisis pada suhu lebih dari 220 oC akan menguraikan bahan baku seperti limbah menjadi arang (karbon dan abu) dan zat yang mudah menguap (volatile), kemudian membentuk uap terkondensasi yang disebut sebagai minyak pirolisis (bio-oil, biocrude) pada suhu ruangan dan gas tak terkondensasikan seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen dan gas hidrokarbon lainnya yang memiliki berat molekul rendah seperti gas metana [33]. Hal ini merupakan langkah yang efektif untuk
(32)
mengurangi limbah yang jumlahnya besar menjadi bahan bakar yang padat, seragam dan mudah diangkut [32].
2.3.1 Jenis - jenis Pirolisis
Pirolisis dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama berdasarkan kondisi operasi (suhu proses, laju kenaikan suhu, waktu, ukuran partikel biomassa) yaitu pirolisis konvensional (lambat), cepat (fast) dan kilat (flash). Berikut dilampirkan tabel 2.5 yang menjelaskan tentang kondisi operasi setiap jenis pirolisis beserta yield produk yang dihasilkan [34].
Tabel 2.4 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk [34] Proses
Pirolisis Waktu (s)
Laju
Kenaikan Suhu (K/s)
Ukuran Partikel (mm)
Suhu (K)
Yield Produk (%)
Minyak Arang Gas
Slow
(Lambat)
450 -550 0,1 - 1 5 - 50 550- 950 30 35 35
Fast
(Cepat)
0,5 - 10 10 - 200 <1 850-1250 50 20 30
Flash
(Kilat)
< 0,5 >1000 < 0,2 1050-1300 75 12 13
2.3.1.1 Slow Pyrolysis ( Pirolisis Lambat)
Pirolisis lambat atau dikenal dengan pirolisis konvensional diketahui dengan adanya laju kenaikan suhu yang rendah (0,1 - 2 oC/s), suhu yang rendah (± 500 oC), dan waktu tinggal yang lama [35]. Dengan adanya waktu tinggal yang terlalu lama menyebabkan komponen pada fasa uap saling bereaksi terus menerus yang menyebabkan pembentukan arang padat dan cairan lainnya (tar) [34].
2.3.1.2 Fast Pyrolysis (Pirolisis Cepat)
Dalam jenis proses pirolisis ini, biomassa dipanaskan dengan cepat hingga suhu tinggi dalam keadaan bebas oksigen. Dalam basis berat, pirolisis cepat menghasilkan 60 - 75 % minyak dan cairan lain dengan 15 - 25 % padatan dan 10 % - 20 % gas bergantung pada bahan baku. Cairan dihasilkan dari biomassa biasanya pada suhu yang rendah, laju kenaikan suhu yang tinggi dan waktu tinggal yang singkat [34].
(33)
2.3.1.3 Flash Pyrolysis (Pirolisis Kilat)
Proses ini dapat dikenal dengan adanya devolatilisasi cepat dalam keadaan bebas oksigen, laju kenaikan suhu partikel yang tinggi, suhu reaksi yang tinggi antara 450 oC dan 1000 oC serta waktu tinggal gas yang sangat singkat (kurang dari 1 detik). Proses ini mampu menghasilkan yield bio-oil hingga 75 %. Namun proses ini memiliki beberapa kekurangan, seperti terbentuknya padatan dalam minyak, minyak yang bersifat korosif dan stabilitas termal yang lemah [34].
2.4 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON AKTIF
Faktor - faktor berbeda yang mempengaruhi proses karbonisasi dan proses aktivasi sangatlah penting dalam menentukan kualitas karbon aktif yang dihasilkan [36]. Faktor - faktor tersebut adalah suhu pirolisis, konsentrasi aktivator, waktu pirolisis, dan laju alir nitrogen.
2.4.1 Suhu Pirolisis
Perubahan karakteristik dan struktur internal dari arang kayu bergantung pada kondisi karbonisasi [37]. Suhu yang diterapkan selama proses pirolisis memiliki peranan utama pada perkembangan struktur pori [38]. Struktur kristal dari arang sangat berubah pada suhu antara 600 hingga 800 dan menyebabkan perubahan bentuk mikropori dari arang tersebut [37].
Wang, Jun, dkk (2010) [13] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari bahan baku pruning mulberry shoot dengan aktivator asam fosfat. Suhu pirolisis yang digunakan dalam penelitian adalah 300 oC, 400 oC, 500_oC, dan 600
oC dan konsentrasi aktivator 50%. Bilangan iodin yang dihasilkan meningkat dari
suhu 300 oC hingga 400 oC, yaitu sebesar 756,42 menjadi 933,84 mg/g, kemudian berangsur turun dari suhu 400 oC hingga 600 oC, yaitu sebesar 933,84 mg/g menjadi 538,36 mg/g. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 2.2 dibawah ini.
(34)
Gambar 2.2 Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin Karbon Aktif [13] Pada saat yang sama, suhu yang tinggi akan menyebabkan pengurangan yield karbon aktif yang dihasilkan akibat kehilangan bahan yang mudah menguap (volatile). Kenaikan suhu sebesar 10 oC/menit merupakan derajat yang optimal untuk mempertahankan difusi nitrogen agar tetap efektif di dalam bahan baku dan meningkatkan kemampuan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Kenaikan suhu yang tinggi yaitu lebih dari 10 oC/menit akan membuat suhu partikel di dalam bahan baku semakin cepat meningkat, sehingga akan menyebabkan grafitisasi parsial di dalam partikel dan struktur graphene terbentuk. Terjadinya grafitisasi parsial akan memperburuk struktur pori yang dihasilkan [39].
2.4.2 Konsentrasi Zat Aktivator
Asam fosfat sebagai aktivator memiliki pengaruh penting dalam perubahan struktur pori karbon aktif yang dihasilkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Wang, Jun dkk (2010) [13], konsentrasi asam fosfat memiliki pengaruh penting dalam kemampuan adsorpsi iodin dari karbon aktif, dimana dalam rentang konsentrasi 40_-_80_%, kapasitas adsorpsi maksimum adalah dengan konsentrasi asam fosfat sebesar 50% dan disajikan dalam bentuk grafik 2.3 berikut ini.
0 200 400 600 800 1000
200 300 400 500 600 700
B
il
angan
Iodi
n (m
g/
g)
(35)
Gambar 2.3 Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan Iodin
Karbon Aktif [13]
Wang, Xinying, dkk (2013) [40] melakukan penelitian menggunakan tempurung kelapa sebagai bahan baku dengan asam fosfat sebagai aktivator. Konsentrasi aktivator asam fosfat yang digunakan adalah 20 %, 30 %, 40 %, dan 50 %, menghasilkan bilangan iodin berturut - turut sebesar 765,51 mg/g, 844,65 mg/g, 861,36 mg/g, dan 907,14 mg/g. Hubungan konsentrasi aktivator asam fosfat dan bilangan iodin disajikan dalam gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator Asam Fosfat Terhadap Bilangan Iodin Karbon Aktif [40]
2.4.3 Laju Alir Nitrogen
Tujuan mengalirkan gas nitrogen selama proses pirolisis berlangsung adalah untuk mengeluarkan gas oksigen yang terdapat dalam furnace, mencegah
0 200 400 600 800 1000 1200
30 40 50 60 70 80 90
B il an gan Iod in (m g/g)
Konsentrasi Aktivator H3PO4
400 500 600 700 800 900 1000
10 20 30 40 50 60
B il an gan Iodi n(m g/ gr am )
(36)
terjadinya proses pembakaran (oksidasi) pada bahan baku. Laju alir gas nitrogen yang berkisar antara 50 - 150 cm3/menit direkomendasikan untuk perkembangan luas permukaan pori, mikropori dan total volume pori yang baik. Laju alir gas nitrogen yang terlalu tinggi (lebih dari 150 cm3/menit) menyebabkan suhu partikel karbon berkurang, senyawa yang mudah menguap semakin berkurang dan akan menyebabkan pori yang terbentuk menjadi buruk [39].
2.4.4 Waktu Pirolisis
Waktu pirolisis dalam furnace mempengaruhi luas permukaan, volume total pori dan distribusi ukuran pori dari karbon aktif. Semakin lama waktu pirolisis akan menghasilkan luas permukaan yang semakin besar, volume total pori, dan volume mikropori [39].
Luas permukaan dan total volume meningkat dalam rentang waktu pirolisis selama setengah hingga satu jam [42]. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian Wang, Jun dkk (2010) [13], kemudian bilangan iodin akan berangsur menurun dari waktu pirolisis satu jam hingga 3 jam yang disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 2.5 berikut ini .
Gambar 2.5 Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin Karbon Aktif_[13]
Haimour dan Emeish (2006) [41] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari date stones dan memberikan hasil penelitian yang serupa. Penelitian tersebut
400 500 600 700 800
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
B
il
angan
Iodi
n (m
g/
g)
(37)
dilakukan pada suhu 800 oC dengan konsentrasi aktivator asam fosfat 85 % dalam variasi waktu pirolisis 15, 30, 60, 90 dan 120 menit. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa bilangan iodin meningkat dari waktu pirolisis 15 menit hingga 60 menit kemudian berangsur menurun hingga 120 menit. Hasil penelitian tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin Karbon Aktif_[41]
Semakin lama waktu tinggal, kemampuan untuk terjadi perubahan luas permukaan menjadi berkurang walaupun luas permukaan tetap meningkat. Hal ini dikarenakan proses gasifikasi karbon meningkat jika waktu tinggal semakin lama, sehingga menyebabkan pelepasan unsur karbon pada dinding pori dan menyebabkan mikropori melebar [42].
2.5 METODE KARAKTERISASI KARBON AKTIF 2.5.1 Bilangan Iodin
Bilangan iodin secara umum digunakan untuk menjelaskan kapasitas karbon untuk mengardsorpsi zat yang memiliki berat molekul rendah. Bilangan iodin menunjukkan porositas dari karbon aktif dan dapat diartikan sebagai banyaknya miligram iodin yang teradsorpsi oleh per gram karbon. Bilangan iodin dapat juga diartikan sebagai luas permukaan pada pori yang lebih besar dari 10 Å. Bilangan iodin umumnya digunakan pada industri, sebagai ukuran kasar untuk luas permukaan dari karbon aktif.
300 340 380
0 20 40 60 80 100 120 140
B
il
angan
Iodi
n (m
g/
g)
(38)
Bilangan iodin tidak diperlukan dalam pengukuran terhadap kemampuan karbon untuk mengadsorpsi zat lain. Bilangan iodin dapat digunakan sebagai perkiraan luas permukan untuk beberapa jenis karbon aktif. Akan tetapi harus diingat bahwa hubungan antara luas permukaan dengan bilangan iodin tidak dapat disamaratakan. Ia berubah terhadap kondisi bahan baku, proses dan distribusi volume pori. Adanya zat volatil yang teradsorpsi, sulfur, dan air dapat mempengaruhi pengukuran bilangan iodin pada karbon aktif [43].
2.6 APLIKASI KARBON AKTIF
Karbon aktif merupakan bahan yang multifungsi dimana hampir sebagian besar telah dipakai penggunaannya oleh berbagai macam jenis industri.
Saat ini, karbon aktif telah banyak diaplikasikan dalam berbagai jenis industri dengan kegunaan yang beragam, seperti pada industri makanan. Karbon aktif digunakan untuk mengadsorpsi bau dan rasa yang tidak enak, seperti pada Tabel 2.5. Ukuran karbon aktif dalam setiap aplikasi pada industri dapat berbeda sehingga penting untuk diperhatikan, seperti ukuran karbon aktif yang digunakan dalam industri minuman keras dan ringan adalah 4x8 mesh.
Tabel 2.5 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif dalam Industri [44]
No. Pemakai Kegunaan Jenis/ Mesh
1. Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan bau dan rasa
8×30, 325
2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna, bau pada minuman
4×8, 4×12
3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4×8, 4×12, 8×30 4. Pembersih air Penghilangan warna, bau
penghilangan resin 5. Budi daya udang Pemurnian, penghilangan
ammonia, nitrit, penol, dan logam berat
4×8, 4×12
6. Industri gula Penghilagan zat-zat warna, menyerap proses penyaringan menjadi lebih sempurna
(39)
Tabel 2.5 Aplikasi penggunaan karbon aktif dalam industri (Lanjutan)
No. Pemakai Kegunaan Jenis/ Mesh
7. Pelarut yang digunakan kembali
Penarikan kembali berbagai pelarut
4×8, 4×12, 8×30 8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas
beracun, bau busuk asap.
4×8, 4×12
9. Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil khlorida, vinil asetat
4×8, 4×30
10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8×30
2.7 ANALISA EKONOMI
Karbon aktif merupakan salah satu komoditi yang menarik untuk dikembangkan penggunaannya. Selain menarik, komoditi ini memiliki kecenderungan peningkatan produksi setiap tahunnya, khususnya di Indonesia.
Karena memiliki potensi yang cukup baik, perlu dilakukan kajian ekonomi terhadap hal ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dilakukan kajian ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual karbon aktif. Berikut ini adalah harga bahan baku dan produk.
Harga cangkang kelapa sawit = Rp 800/ kg (berdasarkan informasi yang bersifat informal)
Harga H3PO4 = Rp 10.000/ kg
Biaya listrik = Rp 1191,-/ kWh Harga karbon aktif = Rp 60.000/ kg
Perhitungan sederhana dalam basis 1 kg bahan baku dan asumsi bahan baku : larutan aktivator asam fosfat adalah 1 : 1, maka dirincikan sebagai berikut: Cangkang 1 kg ukuran 70 mesh = 1000 gr
H3PO4 yang dibutuhkan = 20 % dari larutan = 0,2 x 1000 gr = 200 gr
Air yang dibutuhkan = 80% dari larutan = 0,8 x 1000 gr = 800 gr Karbon aktif yang dihasilkan = 400 gr karbon aktif
(40)
Bila dimasukkan dengan rincian biaya produksi, maka diperoleh: Cangkang kelapa sawit = Rp. 800
Kebutuhan H3PO4 = 200/1000 x Rp. 10.000 = Rp. 2000,-
Kebutuhan Air =
= Rp 550,-
Sehingga total biaya produksi yang dibutuhkan disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.6 Rincian Singkat Bahan Baku yang Digunakan Beserta Total Biaya
Bahan Baku Jumlah (gram) Biaya (Rp) Cangkang Kelapa Sawit 70 mesh 1000 800,-
Aktivator H3PO4 200 2000,-
Air 800 550,-
Total Biaya Bahan Baku 3350,-
Asumsi spesifikasi furnace adalah 6 kW selama 1 jam sehingga energi yang dibutuhkan adalah 6 kWh
Biaya energi yang dibutuhkan =
maka biaya total yang dibutuhkan adalah Rp 3350,- + Rp 7146,- = Rp 10496,- Harga Jual Produk =
= Rp. 24000,-
Jadi, untuk basis 1 kg bahan baku diperoleh keuntungan sekitar Rp. 13504,- Dari perhitungan berbasiskan 1 kg cangkang kelapa sawit di atas, karbon aktif ini memberikan nilai keuntungan yang cukup baik. Oleh karena itu, produksi komersial karbon aktif dari cangkang kelapa sawit dengan aktivator H3PO4 ini
layak untuk dipertimbangkan.
(41)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium IKM, Balai Riset Sumatra Utara, Medan.
3.2 BAHAN PENELITIAN
Bahan – bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Cangkang kelapa sawit
2. Asam fosfat (H3PO4)
3. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 1 N
4. Iodin
5. Indikator amilum 6. Air suling
3.3 PERALATAN PENELITIAN
Peralatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Furnace
2. Erlenmeyer 3. Buret 4. Gelas ukur 5. Corong gelas 6. Timbangan
7. Water Batch
8. Tabung Nitrogen 10.Kertas saring 11. Labu leher tiga 12. Statif dan klem 13. Refluks kondensor
(42)
3.4 RANGKAIAN PERALATAN
3.4.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Arang Aktif dan Analisa Bilangan Iodin
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Karbon Aktif dan Analisa Bilangan Iodin
Keterangan gambar : 1. Refluks kondensor 2. Labu leher tiga 3. Statif dan klem
4. Water batch
5. Termometer
5 7 8
9
10 11
12
13 6
(43)
6. Vertical Tubular Reactor (Furnace) 7. Gelas ukur
8. Beaker gelas 9. Timbangan 10. Buret 11. Desikator 12. Cawan porselen 13. Erlenmeyer
3.4.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace)
Vertical reaktor tubular Cawan Sampel
Penampung Uap
Tabung N2
Gambar 3.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace)
Reaktor vertikal tubular ini terbuat dari bahan stainless steel yang berbentuk prisma tegak segienam. Didalamnya dipasang elemen pemanas dan dilengkapi dengan batu api. Tutup reaktor ini dilengkapi dengan 6 drat sebagai penguncinya, dimana pada bagian ini juga dipasang pipa untuk mengeluarkan gas campuran dan dihubungkan ke penampung uap. Pada reaktor tersebut gas N2
dialirkan masuk ke dalam reaktor dari bagian bawah melalui suatu pipa dimana pada tutup tabung N2 terdapat kontrol tekanan. Temperatur dan waktu diatur pada
kontrol panel yang dipasang pada dinding di sebelah reaktor.
Sampel yang telah kering ditimbang dan dimasukkan pada cawan porselin dan masukkan kedalam alat Vertical Tubular Reactor, lalu pastikan bahwa alat pirolisis beserta sistem panelnya berfungsi dengan baik dan ketersediaan gas N2
(44)
dengan kemurnian tinggi. Pastikan regulator gas berfungsi dengan baik dan set laju alir. Aliran pipa pembuangan ditampung dengan menggunakan wadah penampung. Selanjutnya diset kondisi operasi alat vertical tubular reactor sesuai kondisi yang telah ditentukan dan aliran gas N2 yang dialirkan pada reaktor
tersebut, bila suhu telah tercapai yaitu 300, 400, 500 dan 600 0C dengan kecepatan alir 105 cm3/menit atau 1,43658 lbf/in2dipertahankan suhu masing - masing 1, 1,5, 2 dan 2,5 jam. Setelah proses pirolisis maka aliran gas N2 diakhiri bila suhu
operasi pada vertical tubular reactor telah turun hingga mencapai lebih kecil dibawah 100 0 C.
3.5 PROSEDUR PENELITIAN
3.5.1 Prosedur Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam Fosfat (H3PO4) [45]
1. Bahan baku cangkang kelapa sawit disiapkan kemudian dicuci dan dikeringkan.
2. Cangkang kelapa sawit dihancurkan dan dihaluskan sehingga ukurannya 70 - 100 mesh.
3. Cangkang kelapa sawit sebanyak 10 gr direndam dalam larutan asam fosfat 10 %, diaduk dan dijaga dengan suhu larutan 85 oC selama 3 jam.
4. Cangkang kelapa sawit yang telah direndam diambil dengan cara disaring. 5. Cangkang kelapa sawit dikeringkan selama 24 jam.
6. Prosedur diatas diulangi kembali dengan variasi konsentrasi aktivator 15 % , 20 %, dan 25 %.
3.5.2 Prosedur Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit [45]
1. Cangkang kelapa sawit dimasukkan ke dalam tabung furnace. 2. Gas nitrogen dialirkan ke dalam tabung furnace.
3. Furnace dihidupkan dengan kenaikan 5 oC/menit sampai suhu mencapai 300
oC selama 1 jam.
4. Setelah selesai dipirolisis kemudian dibiarkan dingin dengan aliran gas nitrogen.
5. Setelah dingin, hasil pirolisis dicuci dengan air suling panas sampai pH campuran lebih besar dari 6.
(45)
6. Prosedur diatas diulangi kembali dengan variasi suhu pirolisis : 400 oC, 500 oC dan 600 oC dan variasi waktu pirolisis : 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam.
3.5.3 Prosedur Analisa Bilangan Iodin (ASTM D 4607 - 94 Modified) [46] [47]
1. Sampel karbon aktif ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Sebanyak 25 ml larutan iodin standar ditambahkan ke dalam erlenmeyer. 3. Campuran diaduk selama 10 menit.
4. Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring.
5. Sebanyak 20 ml filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer lain.
6. Filtrat dititrasi dengan Natrium Tiosulfat 1 N hingga menjadi berwarna kuning pucat.
7. Indikator larutan amilum 1% ditetesi ke dalam erlenmeyer dan titrasi diteruskan hingga filtrat menjadi bening.
8. Jumlah larutan peniter yang terpakai dicatat. 9. Data yang diperoleh dihitung dengan rumus :
(3.1)
dimana:
IAN = Bilangan Iodin (mg Iodin / g karbon aktif ) Ms = Molaritas Natrium Tiosulfat
Vb = volume Natrium Tiosulfat yang terpakai saat titrasi
Vs = volume Natrium Tiosulfat yang terpakai saat titrasi blanko Ma = massa karbon aktif
(46)
Mulai
Sampel cangkang kelapa sawit disiapkan kemudian dicuci dan dikeringkan
Sampel tersebut dihancurkan sehingga ukurannya menjadi 70 mesh
Sampel sebanyak 10 gram direndam dalam larutan asam fosfat 10% dan diaduk dan dijaga
pada suhu 85 oC selama 3 jam
Selesai
Diulangi prosedur diatas dengan variasi konsentrasi larutan aktivator yang lain
Sampel diambil dengan cara disaring kemudian dikeringkan selama 24 jam
3.6 FLOWCHART PERCOBAAN
3.6.1 Flowchart Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam Fosfat (H3PO4)
Gambar 3.3 Flowchart Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam Fosfat (H3PO4)
(47)
Mulai
Sampel dimasukkan ke dalam furnace
Gas nitrogen dialirkan ke dalam tabung furnace
Selesa
Furnace dihidupkan dengan kenaikan 5 oC/menit
sampai suhu mencapai 300 oC selama 1 jam
Sampel dibiarkan dingin dengan dialirkan gas nitrogen
Sampel dicuci dengan air suling dengan cara filtrasi sampai pH campuran lebih besar dari 6 kemudian dikeringkan selama
24 jam
Prosedur diatas diulangi dengan variasi suhu dan waktu yang lain
3.6.2 Flowchart Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit
l
(48)
3.6.3 Flowchart Analisa Bilangan Iodin
Mulai
Sampel karbon aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
Larutan iodin standar sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam
erlenmeyer
Campuran diaduk hingga homogen selama 10 menit
Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring Filtar diambil sebanyak 20 ml dan
dimasukkan ke erlenmeyer lain Titrasi dilakukan dengan natrium tiosulfat hingga berwarna kuning pucat Campuran diambahkan larutan amilum
1% dan titrasi hingga bening Jumlah larutan peniter
yang terpakai dicatat Selesai
(49)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENDAHULUAN
Penelitian pembuatan karbon aktif menggunakan bahan baku limbah padat cangkang kelapa sawit. Terlebih dahulu cangkang kelapa sawit dihancurkan dan dihaluskan hingga berukuran 70 - 100 mesh. Secara garis besar pembuatannya diawali dengan perendaman selama 3 jam cangkang kelapa sawit yang telah halus di larutan H3PO4 dengan konsentrasi tertentu dan suhunya dijaga 85 oC, dan
dilanjutkan dengan pirolisis pada suhu tertentu selama waktu tertentu dengan adanya aliran gas nitrogen. Kemudian karbon aktif dicuci dengan aquadest hingga pH campuran tersebut 6. Hasil campuran disaring dan dilanjutkan dengan analisa bilangan iodin.
4.2 PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR H3PO4 TERHADAP BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
Pengaruh konsentrasi aktivator H3PO4 terhadap bilangan iodin karbon aktif
disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan
Iodin pada Suhu Pirolisis 300 oC 0
100 200 300 400
5 10 15 20 25 30 35
B
il
an
gan
Iod
in
(m
g/gr)
Konsentrasi Aktivator H3PO4 (%)
1 jam 1,5 jam 2 jam 2,5 jam
(50)
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan
Iodin pada Suhu Pirolisis 400 oC
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan
Iodin pada Suhu Pirolisis 500 oC
0 100 200 300 400 500
5 10 15 20 25 30 35
B il an gan Iod in (m g/gr)
Konsentrasi Aktivator H3PO4 (%)
1 jam 1,5 jam 2 jam 2,5 jam 0 100 200 300 400
5 10 15 20 25 30 35
B il an gan Iod in (m g/gr)
Konsentrasi Aktivator H3PO4 (%)
1 jam 1,5 jam 2 jam 2,5 jam
(51)
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan
Iodin pada Suhu 600 oC
Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi aktivator terhadap bilangan iodin karbon aktif yang terbentuk dengan menggunakan aktivator H3PO4. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa
bilangan iodin akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi aktivator. Berdasarkan hasil analisa daya serap iodin, menunjukan bahwa karbon aktif dengan daya serap iodin terbaik adalah karbon yang diaktivasi pada konsentasi 20_% H3PO4 yaitu dengan harga bilangan iodin mencapai 403,5 mg/gr. Kenaikan
konsentrasi aktivator akan menjngkatkan jumlah pori yang terbentuk sehingga daya serap karbon aktif juga meningkat sesuai dengan pendapat Budinova, T et al [48] dan Al-Swaidan, M, Hassa, dan Ahmad Ashfaq [49] dan dapat dilihat pada subbab 2.4.2 gambar 2.4.
Pada konsentrasi aktivator tertentu, daya serap terhadap iodin semakin menurun. Menurut Al-Swaidan, M, Hassa dan Ahmad Ashfaq [49], konsentrasi aktivator yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada struktur pori, yaitu terbentuk lapisan polifosfat yang akan menutupi permukaan pori tersebut. Soleimani, Mansooreh dan Kagazchi Tahereh [50], Louis, Maria, dan Sudha, S [51] dan Subashree Prahdan [52] juga menyatakan bahwa konsentrasi aktivator yang terlalu tinggi mengakibatkan struktur mikropori memburuk akibat proses
0 100 200 300
5 10 15 20 25 30 35
B il an ga n Io d in (m g/ gr)
Konsentrasi Aktivator H3PO4 (%)
1 jam 1,5 jam 2 jam 2,5 jam
(52)
dehidrasi yang berlebihan terjadi. Jika konsentrasi aktivator di satu titik terlalu sedikit, maka proses dehidrasi yang terjadi hanya sedikit. Selain itu, menurut Ademiluyi dan Braide [53], bilangan iodin yang tiba - tiba menurun lalu meningkat kembali bisa disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel sampel yang diimpregnasikan. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini berukuran 70 - 100 mesh, setiap sampel yang dihaluskan tidak akan berukuran sama persis antara satu sampel dengan yang lainnya ketika diimpregnasikan dengan aktivator.
Dari keseluruhan hasil analisis daya serap iodin yang didapat hampir keseluruhan memenuhi SII no. 0258-79, dimana daya serap terhadap iodin minimum sebesar 200 mg/g karbon.
4.3 PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
Pengaruh suhu pirolisis terhadap bilangan iodin karbon aktif disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8.
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Waktu Pirolisis 1 jam
0 100 200 300 400 500
200 300 400 500 600 700 800
B
il
an
gan
Iod
in
(m
g/gr)
Suhu Pirolisis (0C)
10% 15% 20% 25%
(53)
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada
Waktu Pirolisis 1,5 jam
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada
Waktu Pirolisis 2 jam 0 100 200 300 400 500
200 300 400 500 600 700 800
B il an gan Iod in (m g/gr)
Suhu Pirolisis (0C)
10% 15% 20% 25% 0 100 200 300 400
200 300 400 500 600 700 800
B il an gan Io d in (m g/ gr)
Suhu Pirolisis (0C)
10% 15% 20% 25%
(54)
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Waktu Pirolisis 2,5 jam
Dalam penelitian ini, pada lama waktu pirolisis dari 1; 1,5; 2; 2,5 jam bilangan iodin karbon aktif meningkat kemudian menurun hampir di semua perbandingan konsentrasi aktivator seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh bahwa suhu yang paling baik dalam pengaktivasian karbon aktif cangkang kelapa sawit adalah suhu 400 oC, dimana bilangan iodine mencapai 403,5 mg/gr karbon aktif.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Subashree Prahdan [52], semakin tinggi suhu pirolisis, maka bilangan iodin yang dihasilkan akan meningkat kemudian menurun, khususnya pada suhu 600 oC. Pernyataan ini diperkuat oleh Marsh dan Rodriguez - Reinoso [31], dimana untuk aktivator H3PO4, suhu
pirolisis yang terbaik untuk menghasilkan karbon aktif yang berkualitas baik adalah pada suhu_<_450 oC. Pernyataan ini dapat dilihat dalam bentuk grafik pada subbab 2.4.1 gambar 2.2.
S, Roman dkk [38] menyatakan bahwa suhu pirolisis yang semakin meningkat akan memperbesar luas permukaan dari struktur makropori bahan baku dan hal ini akan menyebabkan kerusakan yang besar pada struktur mikropori. Jankowska,_H,_A,_dkk [54] juga menjelaskan bahwa suhu pirolisis yang semakin meningkat akan mengurangi volume pori yang telah ada. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kondensasi bahan material pada suhu pirolisis yang tinggi.
0 100 200 300
200 300 400 500 600 700 800
B
il
an
gan
Iod
in
(m
g/gr)
Suhu Pirolisis (0C)
10% 15% 20% 25%
(55)
Jin, Xiao-Juan, dkk [51] menyatakan jika suhu pirolisis semakin tinggi, struktur pori akan semakin lebar akibat terurai dan menjadi abu.
Pada aktivasi 2 jam dan 2,5 jam, bilangan iodin karbon aktif menurun ketika suhu semakin meningkat. Louis, Maria, dan Sudha, S [51] mengatakan bahwa adanya kombinasi waktu pirolisis yang terlalu lama dengan suhu pirolisis yang semakin meningkat akan memperburuk kualitas karbon aktif. Waktu pirolisis yang terlalu lama akan mengakibatkan perubahan struktur mikropori menjadi mesopori, dan mesopori menjadi makropori. Suhu pirolisis yang semakin meningkat akan menghancurkan struktur mikropori dan mesopori tersebut.
4.4 PENGARUH WAKTU PIROLISIS TERHADAP BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
Pengaruh waktu pirolisis terhadap bilangan iodin karbon aktif dari cangkang kelapa sawit disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.9, 4.10, 4.11 dan 4.12.
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 10 %
0 100 200 300 400
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
B
il
an
gan
Iod
in
(m
g/gr)
Waktu Pirolisis (jam)
300 C 400 C 500 C 600 C
(56)
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 15 %
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 20 %
0 100 200 300 400 500
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
B il angan Iodi n (m g/ gr)
Waktu Pirolisis (jam)
300 C 400 C 500 C 600 C 0 100 200 300 400 500
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
B il an gan Iod in (m g/gr)
Waktu Pirolisis (jam)
300 C 400 C 500 C 600 C
(57)
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 25 %
Gambar 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.12 menunjukkan grafik hubungan waktu pirolisis terhadap bilangan iodin. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa secara umum, bilangan iodin meningkat dari waktu pirolisis dari 1 jam hingga 1,5 jam, kemudian menurun dari 1,5 jam hingga 2,5 jam. Menurut penelitian yang dilakukan Subashree Prahdan [52] dan pernyataan H Teng [42], bilangan iodin karbon aktif akan meningkat pada waktu pirolisis hingga 1 jam, dan mulai dari 1,5 jam hingga 2,5 jam dan grafik tersebut dapat dilihat pada subbab 2.4.4 gambar 2.5 dan 2.6, bilangan iodin akan berangsur turun. Hal ini disebabkan oleh waktu pirolisis yang semakin lama akan menyebabkan perubahan struktur dari mesopori menjadi makropori, dan mikropori menjadi mesopori dan makropori.
Waktu pirolisis yang paling baik dari semua percobaan rata-rata pada waktu 1 dan 1,5 jam. Akan tetapi bila dilihat dari harga bilangan iodin yang paling bagus adalah pada kondisi aktivasi 1 jam. Bilangan iodin yang bisa dicapai hampir 403,5 mg/gr karbon aktif.
0 100 200 300 400
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
B
il
an
gan
Iod
in
(m
g/gr)
Waktu Pirolisis (jam)
300 C 400 C 500 C 600 C
(58)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Secara umum, kenaikan konsentrasi aktivator asam fosfat berbanding lurus dengan meningkatnya bilangan iodin karbon aktif yang diproduksi, namun pada kenaikan konsentrasi asam fosfat tertentu bilangan iodin akan menurun. 2. Secara umum, meningkatnya suhu pirolisis mengakibatkan bilangan iodin
karbon aktif yang diproduksi berfluktuasi, yaitu meningkat kemudian berangsur menurun, namun pada kenaikan suhu pirolisis tertentu bilangan iodin cenderung menurun.
3. Secara umum, meningkatnya waktu pirolisis mengakibatkan bilangan iodin karbon aktif yang diproduksi berfluktuasi, yaitu meningkat kemudian berangsur menurun, namun, pada waktu tinggal pirolisis tertentu, bilangan iodin karbon aktif berfluktuasi menurun kemudian meningkat.
4. Karbon aktif dengan bilangan iodin paling optimal diperoleh pada kondisi operasi suhu pirolisis 400oC dan waktu pirolisis 1 jam dengan konsentrasi aktivator 20 %, yaitu bilangan iodin sebesar 403,5 mg/g karbon aktif.
5.2 SARAN
1. Pada penelitian selanjutnya perlu dicoba variasi waktu pirolisis yang lain, yaitu 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit.
2. Pada penelitian selanjutnya perlu dicoba variasi ukuran partikel yang lain, yaitu ukuran ayakan tepung komersial - 50 mesh, 50 - 70 mesh, 70 - 100 mesh, 100 mesh - 140 mesh.
3. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan pembuatan karbon aktif lalu dilanjutkan dengan tahap penghalusan karbon aktif.
(59)
DAFTAR PUSTAKA
[1] Brot für die Welt dan Stafflenbergstraße, 2011, Perkembangan dan Resiko dari Ledakan Pasar Minyak Kelapa Sawit. Stuttgart : 70184.
[2] Kompas, 2013, Kelapa Sawit: Potensi Indonesia yang Mendunia. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/10/01/kelapa-sawit-potensi-indonesia-yang-mendunia-594674.html, Diakses 16 Desember 2013.
[3] World Growth, 2011, Manfaat Minyak Sawit Bagi Perekonomian Indonesia, Palm Oil Green Development Campaign, Arlington, VA.
[4] Ditjen PPHP, 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Departemen Pertanian, Jakarta.
[5] Girsang, Esven LF, 2012, Kelapa Sawit Penyebab Kerusakan Lingkungan. http://esvenlf.blogspot.com/2012/11/kelapa-sawit-penyebab kerusakan .html, Diakses 12 Desember 2013.
[6] Elisabeth, Jenny dan Ginting, Simon P, 2003, Pemanfaatan Hasil Samping
Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Sumatera Utara.
[7] Yudanto, Bagus G, 2012, Dukungan Program Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) Di Propinsi Sumatera Utara Melalui Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Teknologi Biobriket dari Limbah Padat Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
[8] Humas, 2011, Api Biru dengan Kompor Cangkang Kelapa Sawit. http:// prasetya.ub.ac.id/berita/Api-Lebih-Biru-Dengan-Kompor-Cangkang-Kelapa-Sawit-5318-id.pdf, Diakses 24 Desember 2013.
[9] Nasution, MA, Herawan, T, dan Rivani ,M. 2012. Potensi Biomassa Pabrik Kelap Sawit Sebagai Sumber Listrik di Sumatera Utara. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
[10] Dit, Mohammad, 2007, Palm Kernel Shell (PKS) is More Than Biomass for Alternative Fuel After 2005, PIPOC 2007 International Palm Oil Congress (Chemistry & Technology),Lafarge Malayan Cement Bhd, Malaysia, Vol 23 ,pp 275 - 287.
[11] Hidayanto, M, 2008, Limbah Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pupuk Organik dan Pakan Ternak, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kalimantan Timur.
(60)
[12] D.Adinata , W.Daud , M.K. Aroua. Preparation and Characterization of
Activated Carbon from Palm Shell by Chemical Activation with K2CO3.
Bioresource and Technology, Vol 98, pp 145-149.
[13] J. Wang, F.Wu, M. Wang, N. Qiu, Y. Liang, dan S. Fang, 2010, Preparation of Activated Carbon from a Renewable Agricultural Residue of Pruning Mulberry Shoot, African Journal of Biotechnology, Vol 9(19), pp, 2762 - 2767.
[14] Chen, Cui-Xia, Huang Biao, Li Tao, dan Wu Geng Feng. 2012. Preparation of Phosphoric Acid Activated Carbon from Sugarcane Bagasse by MechanoChemical Processing. Mechanochemical Activated Carbon. BioResources, Vol 7(4). 5109 - 5116.
[15] M, Rajeshwar, Shrestha, P, Amar, Yadav, P, Bhadral Pokharel dan Ram, Raja, Pradhananga, 2012, Preparation and Characterization of Activated Carbon from Lapsi (Choerospondias axillaris) Seed Stone by Chemical Activation with Phosphoric Acid, Research Journal of Chemical Sciences, Nepal, Vol. 2(10), 80-86.
[16] Srinivasakannan, C, 2003, High Surface Area Activated Carbon from Waste Biomass, Pulau Penang, Malaysia, Vol. 2(10), pp 1 - 6.
[17] DST. 2012. Palm Kernel Shell, Biofuel Resource, Malaysia http://www.biofuelresource.com/palm-kernel-shell/, Diakses 08 Januari 2014.
[18] WestBioFuels, 2008, Palm Kernel Shells, http://www.palmkernelshell.com/, Diakses 08 Januari 2014.
[19] Zafar, Salman, 2013, Palm Kernel Shells as Biomass Resource, Bioenergy Consult,_Power_Clean_Energy_Future, http://www.bioenergyconsult. com/palm-kernel-shells-as-biomass-resource/, Diakses 08 Januari 2014. [20] GGS, 2014, Global Green Synergy Palm Kernel Shell.
http://www.ggs.my/index.php/green-products/palm-kernel-shell, Diakses 08 Januari 2014.
[21] Riana, Eki, 2011, Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit yang Berlebih, Blog Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, http://eki-riana- s.blog.ugm.ac.id/2011/12/11/pemanfaatan-cangkang-kelapa-sawit-yang-berlebih/. Diakses 08 Januari 2014.
[22] JECFA. 1990. Activated Carbon. Food and Agricultural Organizations. [23] Jabit, Binti, Nurul'ain, 2007, The Production and Characterization of
(61)
Activation Process, Thesis, The Ministry of Science, Technology and Environment, University Sains, Malaysia.
[24] Cameron Carbon Incorporated. 2006. Activated Carbon : Manufacture, Structure and Properties. Activated Carbon and Related Technology. USA.
[25] Bansal, R,C, Donnet, J, B, Stoeckli, F. 1988. Activated Carbon. Marcel Dekker, Inc. New York, Vol 28, hal : 482.
[26] WanNik, W,B, Rahman, M, M, Yusof, A, M, Ani, F, N, Che Adnan, C,M. 2006. Production of Activated Carbon from Palm Oil Shell Waste and Its Adsorption Characteristics. Proceedings of the 1st International conference on Natural Resources Engineering & Technology 2006 24-25th July 2006; Putrajaya, Malaysia, 169, pp 646-654.
[27] EPA, 2012, A Citizen's Guide to Activated Carbon Treatment, Office of Solid Waste and Emergency Response, United States Environmental Protection Agency, USA.
[28] Norit Amercas Inc, 2009, Understanding Activated Carbons Identifying the Best Type for the Application. West University Avenue, Marshall, USA.
[29] Haycarb, 2014, Manucfacturing Activated Carbon, Innovative Activated Carbon Solutions, Deans Road Colombo, Sri Lanka, http://www.haycarb.com/haycarb/load_cms/178/Manufacturing%20Activa ted%20Carbon. Diakses 12 Januari 2014.
[30] Viswanathan, B, Neel, Indra, P, dan Varadarajan, K, T, 2009, Methods of Activation and Specific Applications of Carbon Materials, National Centre for Catalysis Research, Department of Chemistry, Indian Institute of Technology Madras, Chennai.
[31] Marsh, Harrys dan Rodriguez - Reinoso, Francisco. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science and Technology Books. pp.336.
[32] Mayhead, Gareth, Snell, Rebecca, Shelly, R, John, 2011, Pyrolysis of Woody Biomass, US Service Region 5, University of California Berkeley. [33] DR, Sammy, Sadaka, P.E, P.Eng, DR. A,A, Boateng, 2009, Pyrolysis and
Bio-Oil, Agriculture and Natural Resources, University of Arkansas. [34] Jahirul, Mohammad, I, Rasul, G, Mohammad, Chowdhury, Ahmed,
Ashfaque, dan Aswath, Nanjappa, 2012, Biofuels Production through Biomass Pyrolysis
(62)
[35] DR, Sammy, Sadaka, P.E, P.Eng, 2008, Pyrolysis, Adjunct Assistant Professor, Department of Agricultural and Biosystems Engineering, Iowa State University : Nevada.
[36] Almansa C, Molina-Sabio M, Rodriguez-Reinoso F, 2004, Adsorption of
Methane into ZnCl2 Activated Carbon Derived Discs, Micropor Mesopor
Mat, Vol 76, pp.185-191.
[37] T, Ohata, M, Yoshizawa, S, Nakajima, D, Goto, S, Uchida, K, dan Yajima, H, 2007, Effect of Carbonization Temperature on the Physicochemical Structure of Wood Charcoal, Carbon, Vol 32, pp. 1035 - 1038.
[38] S, ,F Gonzalez, C,M Gonzalez-Garcia, dan F,Zamora, 2008,
Control of Pore Development during CO2 and Steam Activation of Olive
Stones, J, Fuel Processing Technology, Vol 89, pp. 715 - 720.
[39] B, Chafia, M, M, Salah, Z,Marsa, C, F, Ahmed, R, Nassima, B, J, Pierre, 2012, Effect of Pyrolysis on the Porous Structure Development of Date Pits Activated Carbon, Journal of Anlytical and Applied Pyrolysis, Vol 94, pp 215 - 222.
[40] Wang, XinYing, Li, Danxi, Peng, Jinhui, Xia, HongYing, Zhang, LiBo, Guo, ShengHui, dan Chen, Guo, 2013, Optimization of Mesoporous Activated Carbon from Coconut Shells by Chemical Activation with Phosphoric Acid, Coconut Based Activated Carbon, Bioresources, Vol 8_(4), pp 6184 - 6195.
[41] Haimour, M, N dan Emeish, S, 2006, Utilization of Date Stones for Production of Activated Carbon Using Phosphoric Acid, Waste Management, Elsevier, Vol 26, pp 651 - 660.
[42] H. Teng dan L. Y. Hsu. 1999. Carbons Prepared from Bituminous Coal with Potassium Hydroxide Activation. Industrial and Engineering Chemistry Research. Vol 38. pp. 2947 - 2953.
[43] Mustafa, Bin, Shafarul, 2011, Synthesis of Activated Carbon from Waste Raw Material Using "Buluh Lemang" Schizostschyum Brachycladum, Thesis, Faculty of Mechanical Engineering, University Teknikal Malaysia, Melaka.
[44] Pararaja, Arifin, 2008, Karbon Aktif, http://smk3ae.wordpress.com/, Blog SMK Negeri 3 Madiun, Diakses 20 September 2011.
[45] Hsu, Li-Yeh ; Teng, Hsisheng, 2000, Influence of Different Chemical Reagents on The Preparation of Actived Carbon from Bitumnios Coal, Fuel Processing Technology , Vol 64, 155-164.
(1)
LAMPIRAN 1
DATA PERCOBAAN
L1.1 Data Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivator H3PO4
Perbedaan suhu pirolisis, waktu pirolisis, dan variasi konsentrasi aktivator menghasilkan karbon aktif yang berbeda pada data bilangan iodin berikut ini.
Tabel L1.1 Data Pembuatan Karbon Aktif Dengan Aktivator H3PO4 Suhu (oC) Waktu (jam) Konsentrasi (%) Bilangan Iodin
(mg/gr)
300
1 10 15 144,7 175,1
20 215,7
25 213,2
1,5
10 276,6
15 286,8
20 307,1
25 304,6
2
10 312,2
15 314,7
20 342,6
25 340,1
2,5
10 276,6
15 269,0
20 243,6
25 236,0
400
1 10 15 261,4 266,5
20 403,5
25 340,1
1,5 10 15 322,3 390,9
20 395,9
25 370,5
(2)
Suhu (oC) Waktu (jam) Konsentrasi (%) Bilangan Iodin (mg/gr)
400 2,5
10 121,8
15 223,3
20 243,6
25 203,0
500
1 10 15 157,4 337,6
20 163,7
25 128,2
1,5 10 15 81,2 93,9
20 159,9
25 231,0
2
10 126,9
15 154,8
20 213,2
25 203,0
2,5
10 192,9
15 180,2
20 151,0
25 125,6
600
1
10 88,8
15 76,1
20 132,0
25 104,1
1,5 10 15 116,7 149,7
20 203,0
25 198,0
2
10 170,0
15 91,4
20 166,2
25 101,5
2,5
10 91,4
15 86,3
20 76,1
(3)
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN PERHITUNGAN
L2.1 Perhitungan Bahan
1. Larutan H3PO4 10 % M1 x V1 = M2 x V2
10 % x 100 ml = 85 % x V2 ml V2 = 11,764 ml
H3PO4 pekat dengan konsentrasi 85 % sebanyak 11,764 ml ditambahkan dengan air hingga volume 100 ml.
2. Larutan Iodin 0,1 N sebanyak 100 ml BM Iodine = 126,9 gr/mol
Valensi = 1
V 1000 BM
massa
M
massa Iodin =
1000 100 9 , 126 1 ,
0
= 1,269 gram
3. Larutan Amilum 1% sebanyak 100 ml Amilum = 0,01 x 100
= 1 gram
4. Larutan HCl 0,1 M 100 mL
%b HCl = 37,5% ρHCl = 1,18 g/cm3
(4)
12,123 x V1 = 0,1 x 100 V1 = 0,825 mL
L2.2 Perhitungan Bilangan Iodin
x126,9
= 403 mg/g
(5)
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN GAMBAR
L3.1. Persiapan Bahan
Gambar L3.1 Persiapan Bahan
L3.2. Aktivasi dan Pirolisis
(6)