PROPOSAL EVALUASI PELAKSANAAN MANAJEMEN. docx

PROPOSAL EVALUASI PELAKSANAAN MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH SD NEGERI DI SALATIGA
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
“ Supervisi dan Evaluasi Pendidikan”
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Slameto, M.Pd

Oleh:
Aih Ervanti Ayuningtyas
NIM: 942015018

MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Pendidikan memiliki peran yang penting dalam pembangunan suatu negara. Ali (2009)

menyatakan bahwa untuk membangun suatu negara hal utama yang harus dilakukan adalah
membangun SDM melalui pendidikan, dan kesejahteraan akan mengikuti. Oleh karena itu
pemerintah senantiasa melakukan perubahan-perubahan untuk memperbaiki pendidikan. Salah
satu perubahan yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengubah pengelolaan pendidikan
yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diartikan sebagai penyerahan kewenangan
pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan yang dimaksud dengan daerah otonom menurut UUD 1945 adalah kabupaten dan
kota. Dalam hal pengelolaan pendidikan desentralisasi berarti adanya pelimpahan wewenang
kepada masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder
pendidikan) untuk ikut bertanggung jawab memajukan sekolah.
Usaha nyata yang dilakukan pemerintah mengenai desentralisasi pengelolaan pendidikan
untuk membenahi pendidikan di tanah air adalah dengan menerapkan Manajemen Berbasis
Sekolah. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan partisipasi dari masyarakat untuk
memajukan sekolah. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Bappenas (1999) bahwa “School
Based Management” merupakan suatu bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi
bidang pendidikan, yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat
yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Selain itu pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah sejalan dengan amanat kebijakan pemerintah, antara lain UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 51 Ayat (1)
dinyatakan bahwa: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah...”.
Manajemen Berbasis Sekolah telah diterapkan sejak tahun 1999 di beberapa sekolah yang
menjadi piloting, yaitu di 7 kabupaten pada 4 provinsi. Pada saat itu MBS diprioritaskan pada
tiga pilar yaitu, manajemen, PAKEM, dan peran serta masyarakat. Sejalan dengan Permen
1

Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, maka pelaksanaan MBS dikembangkan menjadi 7 komponen, yaitu : kurikulum
dan

kegiatan

pembelajaran;

kesiswaan;

pendidik


dan

tenaga

kependidikan

serta

pengembangannya; sarana dan prasarana; keuangan dan pembiayaan; peran serta masyarakat dan
kemitraan; budaya dan lingkungan sekolah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional sebagaimana yang telah dijelaskan maka pemerintah daerah kota Salatiga
mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 4 tahun 2009 tentang penyelenggaraan
pendidikan pasal 77 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan mempunyai
kewajiban untuk menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Berdasarkan peraturan
tersebut maka seluruh sekolah dasar di Salatiga mempunyai kewajiban untuk menerapkan
Manajemen Berbasis Sekolah.
Sejak tahun 2010 pendidikan di Salatiga menjadi semakin berprestasi, selain itu mutu

pendidikan semakin merata. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kelulusan siswa yang mencapai
seratur persen. Bahkan sekolah-sekolah pinggiran mendapatkan nilai rata-rata UN yang tidak
kalah dengan sekolah yang ada di perkotaan. Banyak pula sekolah yang menorehkan berbagai
prestasi.
Prestasi itulah yang mendasari untuk dilakukan evaluasi pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah, mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah dan memberi solusi untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah.

1.2. Rumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada evaluasi pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
SD Negeri di Salatiga menggunakan model CIPP. Berdasarkan fokus penelitian sebagaimana
yang telah dikemukakan, maka rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah context, input, process, dan product dari pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga?
2

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
SD Negeri di Salatiga?

3. Bagaimana solusi untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan Manajemen Berbasis
Sekolah SD Negeri di Salatiga?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini ialah mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga. Sedangkan, tujuan khusus penelitian
ialah:
1. Mengetahui context,

input, process, dan product dari pelaksanaan Manajemen

Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga;
2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga;
3. Memberikan solusi untuk menanggulangi faktor penghambat pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga
2. Memberikan rekomendasi dan solusi kepada sekolah dalam menanggulangi faktor
penghambat pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga

3. Sebagai referensi peneliti lain yang hendak mengembangkan atau memperbarui hasil
penelitian mengenai pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah dasar.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Model evaluasi
Evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui relevansi,
efisiensi, efektivitas dan dampak dari pelaksanaan program dengan tujuan yang telah ditetapkan,
selanjutnya digunakan untuk menyampaikan informasi tentang pelaksanaan program tersebut

3

kepada pengambil keputusan untuk menentukan alternatif kebijakan. (Tyler dan Stufflebeam
(Arikunto dan Cepi, 2009), Arikunto (2007)).
Pada penelitian evaluasi terdapat beberapa beberapa model evaluasi yang dapat
digunakan sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program, diantaranya model
evaluasi CIPP, UCLA, Brinkerhoff dan Stake. Model penelitian evaluasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah model CIPP. Menurut Stufflebeam lingkup evaluasi program yang lengkap
pada umumnya meliputi empat tingkatan, yaitu evaluasi konteks, input, proses, dan produk.
Evaluasi konteks merupakan tahap pertama dalam model CIPP. Pada tahap ini akan
dievaluasi kesesuaian program dengan visi, misi, dan tujuan suatu lembaga atau kesesuaian

dengan anggaran yang tersedia. Selain itu akan dievaluasi tujuan program, perumusan tujuan
program dan kesesuaian tujuan program tersebut dengan kebutuhan lapangan.
Evaluasi input terkait dengan berbagai input yang akan digunakan untuk terpenuhinya
proses yang selanjutnya dapat digunakan mencapai tujuan. Tahap ini digunakan untuk
mengetahui kualitas input dalam mencapai tujuan, asal dan harga dari input. Selain itu untuk
mengetahui subyek yang terlibat dalam pelaksanaan proses serta kualifikasi dan kompetensinya.
Evaluasi proses terkait dengan kegiatan melaksanakan rencana program dengan input
yang telah disediakan. Evaluasi ini digunakan untuk mengetahui waktu dan prosedur
pelaksanaan program, performa atau kinerja orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan
program dan kesesuaian pelaksanaan program dengan jadwal yang telah ditetapkan. Selain itu
pada tahap evaluasi proses juga digunakan untuk mengetahui keterlibatan semua input dalam
mendukung pelaksanaan program serta kelemahan-kelemahan program tersebut.
Evaluasi produk terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari suatu program.
Evaluasi tahap ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program tercapai, rendah
atau tingginya capaian program, tingkat kepuasan orang-orang yang dikenai sasaran pelaksanaan
programdan ketepatan waktu pelaksanaan program. Pada tahap ini juga akan diketahui dampak
positif dan negatif dari pelaksanaan program dan resivisi jika program dilanjutkan. (Sugiyono,
2014).
2.2. Manajemen Berbasis Sekolah
Konsep Manajemen Berbasis sekolah (MBS) pertama kali muncul di Amerika Serikat.

Latar belakangnya ketika itu masyarakat mempertanyakan tentang relevansi dan korelasi
4

pendidikan yang diselenggarakan di sekolah dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Bertitik
tolak dari kondisi tersebut, dipandang perlu membangun suatu sistem persekolahan yang mampu
memberikan kemampuan dasar bagi peserta didik. Muncullah penataan sekolah melalui konsep
MBS yang diartikan sebagai wujud dari reformasi pendidikan yang meredesain dan
memodifikasi struktur pemerintah ke sekolah dengan pemberdayaan sekolah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan nasional. (Sagala, 2004).
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu
Manajemen, Berbasis, dan Sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara
efekif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas.
Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan
pelajaran. Berdasarkan makna leksil tersebut, maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan
sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran dan
pembelajaran (Nurkolis, 2003).
Pada 1999 MBS diprioritaskan pada tiga pilar yaitu, manajemen, PAKEM, dan peran
serta masyarakat. Selanjutnya pada berdasarkan Permen Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pelaksanaan MBS
dikembangkan menjadi 7 komponen, yaitu : kurikulum dan kegiatan pembelajaran; kesiswaan;

pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; sarana dan prasarana; keuangan dan
pembiayaan; peran serta masyarakat dan kemitraan; budaya dan lingkungan sekolah. Secara
lebih jelas, berikut merupakan visualisasi tujuh pilar MBS oleh Direktur Jenderal Pendidikan
Dasar.

5

Gambar 1 Konsep Dasar MBS

Secara umum tujuan Manajemen Berbasis Sekolah berkaitan dengan manajemen
pendidikan. Manajemen sendiri bertujuan untuk melakukan usaha terencana secara sistematis
untuk mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif, dan efisien (Engkoswara (2010).
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (2013) membagi tujuan MBS menjadi dua, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Berikut penjelasan tujuan umum dan tujuan khusus tersebut.
a. Tujuan umum
MBS bertujuan meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan
yang lebih besar dalam mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong keikutsertaan
semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan
keputusan untuk peningkatan mutu sekolah.
b. Tujuan khusus

Secara khusus, MBS bertujuan untuk:
1. Membina

dan

mengembangkan

komponen

manajemen

kurikulum

dan

pembelajaran;
2. Membina dan mengembangkan komponen manajemen peserta didik;
3. Membina dan mengembangkan komponen manejemen pendidik dan tenaga
kependidikan;
6


4. Membina dan mengembangkan komponen manajemen sarana dan prasarana;
5. Membina dan mengembangkan komponen manajemen pembiayaan;
6. Membina dan mengembangkan komponen manahemen hubungan sekolah dan
masyarakat;
7. Membina dan mengembangkan komponen manahemen budaya dan lingkungan
sekolah.
Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (2013) juga menyatakan prinsipprinsip MBS yang meliputi kemandirian, keadilan, keterbukaan, kemitraan, partisipatif, efisiensi,
dan akuntabilitas. Penjelasan untuk masing-masing prinsip adalah sebagai berikut:
a. Kemandirian
Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola sumberdaya dan mengatur
kepentingan warga sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dan peraturan
perundangan. Kemandirian suatu sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan
sekolah

dalam

mengambil

keputusan,

demokratis,

mobilisasi

sumberdaya,

berkomunikasi yang efektif, memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif terhadap
inovasi pendidikan, sehingga dapat bersinergi, berkolaborasi, dan memenuhi
kebutuhan sekolah sendiri.
b. Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia
yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya sekolah, dan dalam pembagian sumber
daya untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah.
c. Keterbukaan
Pengelolaan sumber daya sekolah dilakukan secara terbuka atau transparan sehingga
seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme
pengelolaan sumber daya sekolah. Hal itu dilakukan agar sekolah memperoleh
kepercayaan dari publik. Tumbuhnya kepercayaan publik merupakan langkah awal
dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah.
d. Kemitraan

7

Kemitraan yaitu sekolah menjalin kerja sama dengan masyarakat, baik individu,
kelompok/organisasi, maupun dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Dalam prinsip
kemitraan, pihak-pihak yang melakukan kerja sama berada dalam posisi sejajar,
artinya saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
e. Partisipatif
Patisipatif dapat diartikan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang
terkait dengan sekolah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sekolah serta
pengambilan keputusan terbaik. Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan tenaga,
dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis dalam rangka pengembangan
sekolah.
f. Efisiensi
Efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya, baik dana, sarana
prasarana, dan tenaga dengan jumlah tertentu untuk memperoleh hasil seoptimal
mungkin. Efisiensi juga berarti hemat terhadap pemakaian sumber daya namun tetap
dapat mencapai sasaran peningkatan mutu sekolah.
g. Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di
sekolah

utamanya

pencapaian

sasaran

peningkatan

mutu

sekolah.

Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen
sekolah. Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis disertai
bukti-bukti administratif yang sah dan bukti fisik.

8

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara
ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah merupakan kegiatan penelitian yang didasarkan
pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Data diperoleh melalui penelitian
dan mempunyai kriteria valid, reliabel, dan obyektif. Secara umum penelitian terdapat empat
macam tujuan, yaitu mendeskripsikan, pembuktian, pengembangan dan penemuan. Sehingga
penelitian secara umum dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi
masalah. (Sugiyono, 2014)
3.1. Jenis dan pendekatan penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian
evaluasi dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk
mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah SD Negeri di Salatiga. Selain itu juga
digunakan untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan MBS di SD
Negeri di Salatiga.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan angket,
observasi, dokumentasi, dan wawancara. Data tersebut kemudian dilakukan validitas data
menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah
dengan membandingkan data dari sumber lain. Data angket yang dikumpulkan selanjutnya dicek
dan dibandingkan dengan data wawancara dan observasi dan seterusnya. Dengan demikian dapat
diketahui keadaan yang sebenarnya di sekolah yang diteliti.

3.3. Subjek penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru, tenaga pendidik dan murid di SD
Negeri di Salatiga. Melalui subjek tersebut akan dicari informasi tentang pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah yang telah diterapkan SD Negeri di Salatiga.
9

3.4. Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dengan cara diperbandingkan antara kenyataan atau
penerapan dengan standar-standar yang ada. Kemudian data diolah dengan analisis deskriptif,
yaitu dengan cara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data
dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data hasil penelitian yang kemudian digolongkan
dan diatur sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Kemudian data yang telah
dikumpulkan tersebut diolah dan dipertegas serta dibuang hal-hal yang tidak penting agar data
lebih terfokus sehingga tidak menyimpang dari rumusan masalah. Setelah itu dilakukan
penyajian data, yaitu menyusun, mengorganisasi dan mendeskripsikan data yang telah diolah
secara sistematis dan logis. Penarikan kesimpulan didasarkan dari sajian data dengan tujuan
memperoleh kesimpulan tentang pelaksanaan MBS di SD Negeri di Salatiga, faktor pendukung
dan penghambatnya, serta solusi untuk menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan MBS di SD
Negeri di Salatiga (Moleong, 2013).

10

DAFTAR PUSTAKA
---. 2013. Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sekolah Dasar: Bahan Bimbingan
Teknis Manajemen Berbasis Sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat
Pembinaan Sekolah Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Unicef Dan
Universitas Negeri Malang
---.

2013.

Tingkat

Kelulusan

SD

Seratus

Persen.

Diakses

http://salatigakota.go.id/InfoBerita.php?id=448&, pada 1 Desember 2015
Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Abdul Jabar, Safrudin. (2009). Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta : Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Effendi, Usman. (2009). Evaluasi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi. Evaluatif. Dipublikasikan.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, diakses http://repository.upi.edu/8853/
pada1 Ddesember 2015
Engkoswara, dkk. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung. Alfabeta.
Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurkolis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah; Teori, Mode, dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia
Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 4 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
Sagala, Syaiful., dan Anwar Q. 2004. Kependidikan dan Guru sebagai Upaya Menjamin Kualitas
Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta
Sumiati, Ni Putu. (2014). Studi Evaluasi Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Sekolah
Dasar Negeri di Kecamatan Payangan. Evaluatif. Dipublikasikan. Singaraja: Universitas
Pendidikan

Ganesha,

diakses

http://pasca.undiksha.ac.id/e-

journal/index.php/jurnal_ep/article/view/1258, pada 1 Desember 2015
11

Tim Penyusun Panduan Nasional MBS-SD. (2013). Buku 1 - Panduan Pembinaan Manajemen
Sekolah di Sekolah Dasar. Diakses http://mbscenter.or.id/sources/44Panduan%20MBS
%201%20Grand%20Design%20Pola%20Pembinaan%20MBS%20di%20SD.pdf,
24 November 2015
Tim Teknis BAPPENAS. (1999). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: BAPPENAS.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

12

pada