Hakikat Manusia dan Pengembangannya PP

MAKALAH
PENGANTAR PENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

DISUSUN OLEH :

1.
2.
3.
4.

CENRI SENTURA
FAKHRUDDIN AR RAZI
FACHRIAN BACHRI
LILA SUSANTI

(NIM : 170384204032)
(NIM : 170384204033)
(NIM : 170384204039)
(NIM : 170384204046)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Pengantar Pendidikan dengan baik.
Penyusunan makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
mengenai Hakikat Manusia dan Pengembangannya pada mata kuliah pengantar
pendidikan serta untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pengantar
pendidikan.
Makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari semua
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada :
1. Ibu Inelda Yulita, selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
“Pengantar Pendidikan”.
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberi masukan
untuk makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca terutama Mahasiswa Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Tanjungpinang, 13 September 2017

Penulis

1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...…...1
1.1.

Latar Belakang......…....…………………..
…………………………1


1.2. Rumusan Permasalahan……....……………………………….……3
1.3. Tujuan Penulisan Makalah...…….……………………………...….3
1.4.

Metode Penulisan…….………………………….…………..
………3
Manfaat Penulisan…….………………………………….….

1.5.

………3
BAB II PEMBAHASAN…...…………………………….……………………4
2.1. Pengertian Hakikat Manusia…………………………….….....…...4
2.2. Sifat Hakikat Manusia…………..………………………….…….....7
2.2.1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia……………………………..7
2.2.2. Hakikat Manusia dan Wujud dan Sifatnya…………………....8
2.2.3. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan,
dan Dinamikanya………………………………………….…10
2.3. Hubungan Antara Sifat Hakikat Manusia dengan Kebutuhan
Akan Pendidikan………..………………………….……..………..13

2.3.1. Hubungan Hakikat Manusia Dan Pendidikan…………….…..15
BAB II PENUTUP…….…...…………………………….……………….….17
3.1. Kesimpulan…….…...…………………………….………………...17
3.2. Saran….…...…………………………….……………….…...….…17
DAFTAR PUSTAKA….…...…………………………….………………….18

2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia

dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi
apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan. Pendidikan diambil
dari kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti
memelihara atau memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari
pengertian ini didapat beberapa hal yang berhubungan dengan Pendidikan. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mengubah
sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha
manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam penididkan terdapat dua subjek
pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik.
Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat
pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek
didik guna mencapai tujuan pendidikan.
Menurut wadah yang menyelenggarakan pendidikan, pendidikan dapat dibedakan
menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal adalah segala
bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik
bersifat umum maupun bersifat khusus. Contohnya adalah pendidikan SD, SMP, SMA
dan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Pendidikan Informal dalah jenis pendidikan
atau pelatihan yang terdapat di dalam keluarga atau masyarkat yang diselenggarakan
tanpa ada organisasi tertentu (bukan organisasi). Pendidkan nonformal adalah segala
bentuk pendidikan yang diberikan secara terorganisasi tetapi diluar wadah pendidikan
formal.
Pada makalah ini, akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan
formal yang diselenggarakan di Indonesia. Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan
akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan. Kedua dampak itu

adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah segala sesuatu yang
merupakan harapan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain dapat disebut
sebagai ’Tujuan’. Sedangkan dampak negatif adalah segala sesuatu yang bukan
merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga dapat disebut sebagai

1

hambatan atau masalah yang ditimbulkan. Jika peristiwa di atas dihubungkan dengan
pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang
disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila
disebut sebagai permasalahan Pendidikan. Istilah permasalahan pendidikan diterjemahkan
dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah adalah segala sesuatu yang harus
diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata permasalahan berarti sesuatu yang
dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Jadi Permasalahan pendidikan adalah segalasesuatu hal yang merupakan masalah dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Pendidikan Indonesia
adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program pendidikan di
negara Indonesia. Seperti yang diketahui dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993
dijelaskan bahwa program utama pengembangan pendidikan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan

b. Peningkatan mutu pendidikan
c. Peningkatan relevansi pendidikan
d. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas pendidikan
e. Pengembangan kebudayaan
f.

Pembinaan generasi muda

Adapun masalah yang dipandang sangat rumit dalam dunia pendidikan adalah
sebagai berikut.:
a. Pemerataan
b. Mutu dan Relevansi
c. Efisiensi dan efektivitas
Setiap masalah yang dihadapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukungnya
adapun faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya 4 masalah di atas adalah
sebagai berikut:
a. Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
b. Laju Pertumbuhan penduduk
c. Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani tugas yang
dihadapinya

d. Ketidakfokusan

peserta

didik

(Permasalahan Pembelajaran)

2

dalam

menjalani

proses

pendidikan

1.2.


Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diajukan penulis pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Pengertian hakikat manusia
2. Sifat hakikat manusia
3. Hubungan antara sifat hakikat manusia dengan kebutuhan akan
pendidikan

1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari hakikat manusia
2. Mengetahui sifat hakikat manusia
3. Menemukan hubungan antara sifat hakikat manusia dengan kebutuhan
akan pendidikan
1.4.

Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, kami menggunakan metode pengumpulan
data, yaitu metode dengan mengumpulkan data dan mencari data tersebut di

buku-buku maupun internet. Kemudian memahami data-data yang telah
didapatkan dan menyusun menjadi sebuah makalah.

1.5.

Manfaat Penulisan
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat baik
secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:
a. Secara teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca khususnya
mahasiswa dalam hal yang berkaitan dengan Hakikat Manusia dan
Pengembangannya.

b. Secara praktis
Melalui pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
berfikir dan kemampuan menganalisis suatu hal yang terkait dan juga
sebagai salah satu syarat penilaian mata kuliah pengantar pendidikan.

3


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hakikat Manusia
Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatuan integral dari potensipotensi esensial yang ada pada diri manusia, yakni manusia sebagai makhluk
pribadi, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk susila dan
manusia sebagai makhluk religius. Dengan kata lain yang mudah dipahami,
bahwa ” manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai makhluk sosial,
manusia

sebagai

makhluk

susila,
4

dan

manusia

sebagai

makhluk

religius ” adalah status atau peran yang ditempatinya, pada hal yang seperti
demikian dituntut ada fungsi atau tugas yang dijalankannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Sesungguhnya juga itu adalah tanggung jawab yang
harus diembannya.
Jika kita mengatakan hakikat

manusia sebagai makhluk sosial

misalnya, maka hakikat-nya akan hilang jika ia berada di suatu tempat
pertapaan (dalam keadaan sendirian). Demikian pula halnya jika seorang lakilaki berzina dengan seorang perempuan, pada saat itu juga hilanglah hakikatsusilanya. Sejatinya hakikat manusia tidak demikian. Hakikat manusia akan
dapat hilang hanya jika ia sudah mati. Hakikat itu tidak terikat dengan peran
atau fungsi. Hakikat adalah sesuatu yang ada dan wajib ada.
Berikut Jalius menjelaskan pengertian tentang hakikat ini. Hakikat
adalah berupa apa yang membuat sesuatu terwujud. Dengan kata lain dapat
dirumuskan, hakikat adalah unsur utama yang mewujudkan sesuatu. Hakikat
mengacu kepada faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut
wajib ada dan merupakan suatu kemestian. Hakekat selalu ada dalam keadaan
sifatnya tidak berubah-rubah. Tanpa faktor utama tersebut sesuatu tidak akan
bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan. Karena hakekat merupakan
faktor utama yang wajib ada, maka esensi-nya itu tidak dapat dipungkiri atau
dinafikan. Keberadaannya eksistensi-nya itu di setiap tempat dan waktu tidak
berubah. Dengan kata lain hakikat itu adalah pokok atau inti dari yang ada.
Tidak akan pernah ada sebuah atribut jika tidak ada hakikat.
Hakikat manusia adalah pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia
dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam
hakikatnya manusia mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga
manusia melakukan berbagai cara. Dimana memiliki peran ataupun fungsi yang
harus dijalankan oleh setiap manusia. Sesungguhnya hakikat manusia adalah
makhluk yang bertanggung jawab atas tindakannya dan manusia diberi naluri.
Naluri adalah semacam dorongan alamiah dari dalam diri manusia untuk
memikirkan serta menyatakan suatu tindakan. Setiap makluk hidup memiliki
dorongan yang dapat diekspresikan secara spontan sebagai tanggapannya kepada
stimulus yang muncul dari dalam diri atau dari luar dirinya. Naluri ini tidak setiap

5

waktu muncul yang baik tetapi kadang muncul naluri kejahata. Namun pada
hakikatnya atas tindakan kebaikan maupun kejahatan manusia memiliki tanggung
jawab.
Hakikat manusia adalah sebagai berikut:
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas
tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan
dirinya ke tujuan yang positif sehingga mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
c. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai selama hidupnya.
d. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam
usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan
membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung
kemungkinan baik dan jahat.
g. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan
martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
2.2. Sifat Hakikat Manusia
Menurut ahli psikologi menyatakan bahwa hakikat manusia adalah rohani,
jiwa. Jasmani dan nafsu merupakan alat atau bagian dari rohani. Sifat hakikat
manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan
manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak
kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya.
Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia,
berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan, menyusui
anaknya dan pemakan segala. Bahkan carles darwin dengan teori evolusinya
telah berjuang menemukan bahwa manusia berasal dari primata atau kera tapi

6

ternyata gagal karena tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa
manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primata atau kera.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya
dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Karena manusia
mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang
tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang
mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan.
Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan
otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan dan kemauan inilah yang
membedakan antara manusia dengan binatang.
2.2.1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang
secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara
manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi
biologisnya.
Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu
Zoon

Politicon

(hewan

yang

bermasyarakat),

Max

Scheller

menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit)
yang selalu gelisah dan bermasalah.
Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang
keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara
gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat dibuat
menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur
lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa
pendidikan orang utan dapat dijadikan manusia. Padahal kita tahu
bahwa manusia mempunyai akal dan pikiran yang dapat dijadikan
sebagai perbedaan manusia dengan hewan.
2.2.2. Hakikat Manusia dan Wujud dan Sifatnya

7

Mengenai wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh
hewan), akan dipaparkan oleh paham eksistensialisme dengan tujuan
agar menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu:
1. Kemampuan Menyadari Diri
Menurut kaum rasionalis kunci perbedaan manusia dengan
hewan pada adanya kemampuan adanya menyadari diri yang
dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri
yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya
(akunya)

memiliki

ciri

khas

atau

karakteristik

diri.

Drijarkara menyebut kemampuan tersebut dengan istilah “mengAku”, yaitu kemampun mengeksplorasi potensi-pontensi diri yang
ada pada diri, dan memehami potensi-potensi tersebut sebagai
kekuatan yang dapat dikembangkan sehingga aku dapat berkembang
kearah kesempurnaan diri.
2. Kemampuan Bereksistensi
Yaitu kemampuan menempatkan diri, menerobos, dan
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Karena inilah
manusia mempunyai kebebasan yaitu manusia bukan “ber-ada”
melainkan “meng-ada”
3. Kata Hati
Sering disebut hati nurani, pelita hati menunjukan bahwa
hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi
penerangan tentang baik buruknya perbuatan sebagai manusia.
4. Moral
Moral juga disebut sebagai etika adalah perbuatan sendiri.
Moral yang singkron dengan kata hati yang tajam yaitu benar-benar
baik manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau
moral yang tinggi (luhur)
5. Tanggung Jawab
Yaitu keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu
perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dengan demikian

8

tanggung

jawab

dapat

diartikan

sebagai

keberanian

untuk

menentukan bahwa suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat
manusia.
6. Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang
sesuai dengan kodrat manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan
kata hati dan moral. Yaitu kata hati yang sesuai dengan kodrat
manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.
7. Kewajiban dan Hak
Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh
manusia. Sedangkan hak adalah merupakan sesuatu yang patut
dituntut setelah memenuhi kewajiban.
8. Kemampuan Menghayati Kebahagian
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan
manusia. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya sebagai
himpunan saja, tetapi merupakan integrasi dari segenap kesenangan,
kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman pahit dan penderitaan.
Manusia adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat,
lingkungan, diri sendiri dan Tuhan. Dalam krisis total manusia
mengalami

krisis

hubungan

dengan

masyarakat

dengan

lingkungannya, dengan diri sendiri dan dengan Tuhan. Kebahagiaan
hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas
hubungannya sebagai mahluk yang memiliki kondisi serba
terhubung dan dengan memahami kelebihan dan kekurangan diri
sendiri.
Kebahagian itu rupanya tidak terletak pada keadaan diri
secara faktual tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semua
itu dengan keheningan jiwa, dan mendudukan hal-hal tersebut
didalam rangkaian tiga hal yaitu: usaha, norma-norma, dan takdir.
Manusia yang menghayati kebahagiaan adalah pribadi manusia
dengan segenap keadaan dan kemampuannya.

9

2.2.3. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan, dan
Dinamikanya
Berikut ini ada 4 dimensi yang akan dibahas, yaitu:
1. Dimensi Keindividuan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang
merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi . Selanjutnya
individu diartikan sebagai pribadi. Setiap anak manusia yang
dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang
lain, atau menjadi seperti dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang
identik di muka bumi. Demikian kata M.J. Langeveld (seorang pakar
pendidikan yang tersohor di negeri Belanda) yang mengatakan bahwa
setiap orang memiliki individualitas. Bahkan anak kembar yang
berasal dari satu telur pun, yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah
dua, serupa dan sulit dibedakan satu dari yang lain, hanya serupa tetapi
tidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik dari sifat-sifat fisiknya
maupun

hidup

kejiwaannya

(kerohaniannya).

Karena

adanya

individualitas itu setiap oarang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
2. Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata
M.J. Langeveld. Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak
dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang
dapat saling berkomunikasi yang pada hakekatnya didalamnya
terkandung unsur saling memberi dan menerima. Bahkan menurut
Langeveld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu
dipandang sebagai kunci sukse pergaulan. Adanyta dorongan untuk
menerima dan memberi itu sudah menggejala mulai pada masa bayi.
Seorang bayi sudah dapat menyambut atau menerima belaian ibunya
dengan rasa senang kemudian sebagia balasan ia dapat memberikan
senyuman kepada lingkungannya, khususnya pada ibunya.

10

Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul,
setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuatnya
dorongan tersebut sehingga bila dipenjarakan merupakan hukuman
yang paling berat dirasakan oleh manusia. Karena dengan diasingkan
di dalam penjara berarti diputuskannya dorongan bergaul tersebut
secara mutlak. Immanuel Kant seorang filosofis tersohor bangsa
jerman menyataknan: Manusia hanya menjadi manusia jika berada di
sekitar manusia. Kiranya tidak ada seorang pun yang bisa hidup sendiri
tanpa bantuan orang lain.
3. Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang
lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang
tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau
sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu
pengertian susila berkembangsehingga memiliki perluasan arti menjadi
kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua
macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket
(persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan).
Kedua hal tersebut biasanya dikaitkan dengan persoalan hak dan
kewajiban. Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat yaitu:
a. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup
kedua-duanya. Etiket tidak bisa dibedakan dari etika karena
sama-sama dibutuhkan dalam kehidupan.
b. Golongan yang memandang bahwa etiket dan etika perlu
dibedakan, karena masing-masing mengandung kondisi
yang

tidak

merupakan

selamanya
minyak

selalu

pelincir

berjalan.

dalam

Kesopanan

pergaulan

hidup,

sedangkan etika merupakan isinya.
Di dalam uraian ini kesusialaan diartikan mencakup etika dan
etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai.
Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil

11

keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu
adalah makhluk susila. Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai
manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakn nilainilai tersebit dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan sesuatu yang
dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan,
keluhuran, kemuliaan, dan sebagainya, sehingg adapat diyakini dan
dijadikan pedoman dalam kehidupan.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu
kala, sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa
di luar alam yang dapat dijangkau dengan perantara alat indranya,
diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup
alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri
kepada kekuatan tersebut diciptakanlah mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama manusia mulai menganutnya.
beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah
makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa
agama menjadi sandaran vertikal manusia. Ph. Khonstam berpendapat
bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orang tua dalam
lingkungan keluaraga, karena pendidikan agama adalah persoalan afektif
dan kata hati.
Pemerintah

dengan

berlandaskan

GBHN

memasukkan

pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai
dengan perguruan tinggi. Di sini perlu ditekankan bahwa meskipun
pengkajian agama melalui mata pelajaran agama ditingkatkan, namun
harus tetap disadari bahwa pendidikan agama bukan semata-mata
pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama.
Jadi dari segi-segi afektif harus diutamakan.
2.3. Hubungan Antara Sifat Hakikat Manusia dengan Kebutuhan Akan
Pendidikan

12

Sifat hakikat manusia memberikan tempat kedudukan pada manusia
sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan dan
sekaligus menguasai hewan. Salah satu sifat hakikat manusia yang istimewa
ialah adanya kemampuan menghayati kebahagiaan pada manusia. Semua
sifat hakekat manusia dapat dan harus ditumbuhkembangkan melalui
pendidikan,

berkat

pendidian

maka

sifat

hakekat

manusia

dapat

ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi
manusia yang utuh.
Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik,
mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu
usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaanya,
kegiatan tadi harus berjalan secara serempak dan terpadu, berkelanjutan,
serta serasi dengan perkembangan anak didik serta lingkungan hidupnya dan
berlangsung seumur hidup.
Pekerjaan mendidik mencakup banyak hal, yaitu segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkembangan manusia. Mulai dari perkembangan fisik,
kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai pada
perkembangan iman, semuanya ditangani oleh pendidik. Berarti pendidikan
bermaksud

membuat

manusia

lebih

sempurna,

membuat

manusia

meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiyah menjadi berbudaya.
Memdidik adalah membudayakan manusia.
Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan telah melahirkan
berbagai teori mengenai apakah sebenarnya pendidikan itu. Pendidikan
adalah usaha untuk memanusiakan manusia. Subyek, obyek atau sasaran
pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu manusia
untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Oleh
karena keberadaan manusia yang tidak dapat terlepas dari lingkungannya
maka berlangsungnya proses pendidikan itu selamanya akan berkaitan erat
dengan lingkungan dan akan saling mempengaruhi secara timbal balik.
Potensi-potensi manusia dapat dikembangkan melalui pengalaman.
Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi secara efektif dan efisien
antara manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun

13

lingkungan sosial manusia. Interaksi manusia dengan lingkungannya secara
efektif

dan

efisien

mengembangkan

yang

memberikan

potensi-petensi

pengalaman

kemanusiaan

itulah

yang
yang

dapat
disebut

pendidikan.
Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah
tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau
caracara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada
suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan,
para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya.
Mengingat

hakikat

pendidikan

adalah

humanisasi,

yaitu

upaya

memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat
manusia sebagai salah satu landasannya.
Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi
terhadap konsep dan praktek pendidikannya. Sasaran pendidikan adalah
manusia.

Pendidikan

bermaksud

membantu

peserta

didik

untuk

menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Wujud sifat
hakikat manusia mencakup: kemampuan menyadari diri, kemampuan
bereksistensi, pemilikan kata hati, moral, kemampuan bertanggung jawab,
rasa kebebasan (kemerdekaan), kesediaan melaksanakan kewajiban dan
menyadari hak, kemampuan menghayati kebahagiaan. Sedangkan dimensidimensinya meliputi: dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keberagamaan.
Sifat hakikat manusia dan segenap dimensinya hanya dimiliki
manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut
membedakan secara prinsipil dunia hewan dari dunia manusia. Adanya sifat
hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian
rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan dan sekaligus
menguasai hewan, terutama kemampuan menghayati kebahagiaan pada
manusia.
Korelasi antara manusia dan pendidikan dapat terlihat pada
pernyataan:

semua

sifat

hakikat

manusia

dapat

dan

harus

ditumbuhkembangkan melalui pendidikan dan berkat pendidikan, maka sifat

14

hakikat dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga
menjadi manusia yang utuh.
2.3.1. Hubungan Hakikat Manusia Dan Pendidikan
1. Asas-Asas keharusan atau perlunya pendidikan bagi manusia. Asas keharusan
pendidikan ada 3 asas yaitu:
a. Manusia sebagai makhluk yang belum selesai, artinya manusia harus
merencanakan, berbuat, dan menjadi. Dengan demikian setiap saat manusia
dapat menjadi lebih atau kurang dari keadaanya. Contoh manusia belum
selesai: manusia lahir dalam keadaaan tidak berdaya sehingga memerlukan
bantuan orang tuanya atau orang lain dan selain itu manusia harus mengejar
masa depan untuk mencapai tujuannya.
b. Tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia, yaitu aspek potensi
untuk menjadi apa dan siapa, merupakan tugas yang harus diwujudkan oleh
setiap orang.
c. Perkembangan manusia bersifat terbuka, yaitu manusia mungkin
berkembang sesuai dengan kodratnya dan martabat kemanusiaanya,
sebaliknya mungkin pula berkembang kearah yang kurang sesuai. Contoh:
manusia memiliki kesempatan memperoleh kepandaian, sehat jasmani rohani,
tata krama yang baik, tujuan hidupnya.
2. Asas-asas Kemungkinan Pendidikan
Ada lima asas antropologi yang mendasari kesimpulan bahwa manusia
mungkin di didik atau dapat di didik yaitu:
a. Azas Potensial, yaitu manusia akan dapat didik karena memiliki potensi
untuk dapat menjadi manusia.
b. Azas Dinamika, yaitu manusia selalu menginginkan dan mengejar segala
yang lebih dari apa yang telah dicapainya.
c. Azas Individualitas, yaitu manusia sebagai mahluk individu tidak akan
pasif, melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.
d. Azas Sosialitas, yaitu manusia butuh bergaul dengan orang lain.

15

e.

Azas Moralitas, yaitu manusia memiliki kemampuan untuk membedakan
yang baik dan tidak

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

16

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia
dengan segenap dimensinya hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat
pada hewan. Ciri-ciri khas tersebutlah yang membedakan secara prinsipil
dunia hewan dan dunia manusia. Adanya hakikat tersebut memberikan tempat
dan kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga derajat manusia lebih
tinggi daripada hewan. Salah satu hakikat yang istimewa adalah kemampuan
menghayati kebahagian pada manusia dapat dan harus ditumbuhkembangkan
melalui pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat
ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga membuat kita
menjadi manusia yang seutuhnya.

3.2. Saran
Manusia sebagai makhluk yang derajatnya lebih tinggi dari makhluk hidup
lainnya seharusnya memanfaatkan potensi dirinya demi keberlangsungan
umat di dunia. Hakikat manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai
makhluk sosial, manusia sebagai makhluk susila dan manusia sebagai
makhluk religius hanya dapat dijalankan oleh manusia itu sendiri sebagai
andil dari kehidupan di dunia. Akhir kata hakikat yang dimiliki oleh manusia
harus sejalan dengan tujuan hidupnya dan membedakan dirinya dari makhluk
hidup lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Norma (ed.). 1997. Hakikat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadari Nawawi. 1993. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Arif, A. 2010. Manusia dan Pendidikan Hakikat Manusia dan
Pengembangannya. http://m-arif-am.blogspot.com. Diakses pada tanggal
09 September 2017.

17

Miranda,

Dian.
2008. Hakekat
Manusia
dan
pengembangannya. http://dianmiranda.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 09 September 2017.

Oddi. 2009. Wujud Hakekat Manusia. http://oddy32.wordpress.com. Diunduh
pada tanggal 09 September 2017.
Rojib.

2009. Hakekat
Manusia
dan
Pengembangan
Dimensinya. http://blog.beswandjarum.com. Diakses pada tanggal 09
September 2017.

Tirtaharja, Umar dan La Sula. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

18