Mitologi Kedung Wali dan Perbedaan Sikap

MITOLOGI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KEDUNG WALI (AIR
BERTUAH) DI DESA KESENENG KECAMATAN SUMOWONO

Laporan Kegiatan Live-in ini Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial 2
Semester Genap 2015

Dosen Pengampu:
Drs. Sugiyarta Stanislaus, M.Si., dan Abdul Haris Fitrianto, S.Psi.
Dosen Pendamping Lapangan: Abdul Haris Fitrianto, S.Psi.

Disusun Oleh:
Yunita Nurzainina
NIM: 1511413088
Rombel: 03

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

1


2

ABSTRAK

Mitologi dan sikap masyarakat Desa Keseneng terhadap Kedung Wali (Air
Bertuah) penulis anggap penting untuk diangkat karena merupakan fenomena yang
unik yang tidak ditemukan oleh semua Desa. Selain itu, Kedung wali merupakan
tema yang jarang diangkat jika mengkaji Desa Keseneng. Tema yang sudah sering
dikaji yaitu Curug Tujuh Bidadari. Mitologi merupakan ilmu yang memperlajari
tentang mite, dalam hal ini mempelajari tentang mite Kedung Wali. Sikap masyarakat
terhadap Kedung Wali merupakan penilaian positif atau negatif masyarakat terhadap
Kedung Wali.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
observasi partisipan, wawancara tak terstruktur dan dokumentasi. Observasi
partisipan dan wawancara dilakukan seiring dengan kegiatan yang dilakukan selama
sembilan hari, yaitu live in.
Mitologi Kedung Wali mencakup kepercayaan masyarakat terhadap khasiat
Air Bertuah yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, memperlancar rezeki,
keselamatan dalam hidup, kelancaran jodoh, dan lain-lain. Kesaktian Air Bertuah ini

tidak terlepas dari peran Mbah Mandung yang merupakan sesepuh Desa Keseneng
yang memiliki kesaktian melebihi manusia biasa. Berbagai pengalaman mistis pernah
dialami oleh pengelola dan pengunjung Kedung Wali.
Sikap masyarakat Desa Keseneng terhadap Kedung Wali berbeda antara
golongan muda dan golongan tua. Perbedaan sikap ini disebabkan oleh perbedaan
pemaknaan terhadap nilai-nilai spiritualitas, pengalaman pribadi yang dirasakan,
pengaruh seseorang yang dianggap penting, dan peran lembaga pendidikan dan
agama. Sikap pengunjung lebih positif terhadap Kedung Wali, ditunjukkan dengan
adanya kunjungan berulang dari pengunjung luar daerah seperti Aceh, Bali, Lampung
dan Sumatera.

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmatnya kegiatan Live in Jurusan Psikologi tahun 2015 di Desa Keseneng
Kecamatan Sumowono dapat berjalan dengan lancar. Teriring syukur penulis
sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung
program Live in serta telah mendukung terselesaikannya laporan ini, sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Fakhrudin, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang
telah memberikan dukungan dan memperlancar perijinan dalam terlaksananya
program live in Psikologi 2015.
2. Dr. Edy Purwanto, M.Si. selaku Kepala Jurusan Psikologi yang telah
mendukung dan menjadi penanggung jawab program live in Psikologi 2015.
3. Abdul Haris Fitrianto, S. Psi. selaku dosen pendamping live in di Kecamatan
Sumowono yang telah memberikan bimbingannya kepada kami.
4. Bapak Supriyanto selaku Camat Sumowono yang telah mengijinkan kami live
in di Kecamatan Sumowono dan memberikan perlindungannya kepada kami
selama live in di Kecamatan Sumowono.
5. Bapak Maskuri selaku Kepala Desa Keseneng yang telah mengijinkan kemi
live in di Desa Keseneng.
6. Bapak Basuki dan Ibu Tonah yang telah menjadi orang tua kami selama live
in. Terimakasih atas sambutannya kepada kami yang begitu tulus.
7. Masyarakat Dusun Keseneng yang telah menyambut kami dan berbagi
pengalaman hidup dengan kami selama live in.
8. Asri yang telah menemani hari-hari saya selama live in.
9. Achmad Nurochman selaku Koordinator Kecamatan Sumowono yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membantu kelancaran acar live in kami.
10. Semua teman-teman yang peserta live in Sumowono, terimakasih atas

kebersamaannya.
Semarang, 02 Juli 2015
Penulis

DAFTAR ISI
Judul

Halaman
4

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
ABSTRAK.................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iv
DAFTAR ISI..............................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
A.
B.
C.
D.


Latar Belakang...............................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................3
Profil Kondisi Sosial, Budaya Dan Psikologis Masyarakat Desa Keseneng. 3
Profil Keluarga Basuki...................................................................................5

BAB 2 KAJIAN TEORITIK......................................................................................7
A. MITOLOGI....................................................................................................7
1. Definisi Mitologi......................................................................................7
2. Mitologi Hindu tentang Air......................................................................8
3. Mitologi dan Psikologi.............................................................................9
B. SIKAP............................................................................................................10
1. Definisi Sikap...........................................................................................10
2. Komponen Sikap......................................................................................11
3. Karakteristik Sikap...................................................................................11
4. Pembentukan Sikap..................................................................................12
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap...............................................13
6. Hubungan Sikap dan Tingkah Laku.........................................................15
BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN.......................................................................17
A. TEMUAN DATA...........................................................................................17

1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah).......................................................17
2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)..........................20
B. PEMBAHASAN............................................................................................21
1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah).......................................................21
2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)..........................24
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................29

5

A. KESIMPULAN..............................................................................................29
B. SARAN..........................................................................................................30
DAFTAR ISI..............................................................................................................31
LAMPIRAN...............................................................................................................32

6

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedung wali atau yang dikenal dengan air bertuah merupakan salah

satu objek wisata di Dusun Keseneng. Kedung wali terletak di sekitar wisata
alam Curug Tujuh Bidadari (C7B). Kedung wali menjadi salah satu objek
yang dapat dikunjungi ketika berwisata ke Curug Tujuh Bidadari. Kedung
wali ditemukan ketika warga sedang melakukan kerjabakti pada saat
pembukaan Curug Tujuh Bidadari. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti
kapan kedung wali itu terbentuk.
Kedung wali berupa sumur kecil yang menghasilkan air. Selanjutnya
air dari kedung wali disebut sebagai air bertuah. Air di kedung wali tidak
pernah surut meski musim panas datang. Ketika musim hujan pun air di
kedung wali tidak tampak meluap, tetapi tetap berada pada volume yang ideal.
Air di kedung wali keluar dari celah-celah bebatuan dan tidak dari mata air
langsung.
Konon katanya air bertuah ini memiliki banyak manfaat. Banyak
warga yang berdatangan untuk menikmati manfaat dari air bertuah
ini.berbagai alasan melatarbelakangi kedatangan mereka. Diantaranya adalah
untuk pelarisan dalam perdagangan, mendapatkan keturunan, menyembuhkan
penyakit, mencari jodoh dan untuk keselamatan.
Kemampuan air bertuah mendatangkan menfaat ini dipercaya karena
letaknya yang tidak jauh berada di sekitar makam Mbah Mandung. Mbah
mandung merupakan sesepuh Desa Keseneng. Beliau merupakan pengikut

Pangeran Diponegoro yang kemudian membuka daerah baru yang sekarang
dikenal dengan Desa Keseneng. Mbah Mandung dipercaya sebagai seorang
yang sakti mandraguna. Bahkan terbentuknya Curug Tujuh Bidadari pun
dipercaya tidak terlepas dari berkah yang didapatkan dari Mbah Mandung.
Demikian banyak kepercayaan yang berkembang terhadap Kedung
wali sehingga menggugah penulis untuk mengetahui secara lebih dalam
mengenai Kedung Wali. Selain itu, Kedung Wali merupakan objek yang
1

jarang

dibahas

dalam

penelitian-penelitian

sebelumnya.

Kebanyakan


penelitian di Desa Keseneng tertuju pada objek Curug Tujuh Bidadari.
Berdasarkan data yang penulis temukan di lapangan Kedung Wali memiliki
nilai historis yang lebih mendalam dibandingkan dengan Curug Tujuh
Bidadari dan menimbulkan efek kepercayaan tertentu di kalangan masyarakat.
Hal ini menjadi penting untuk dikaji mengingat belum banyak tulisan
mengenai Kedung Wali.
Sikap masyarakat Desa Keseneng terhadap Kedung Wali antara satu
orang dengan orang yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh
beberapa hal yang berkaitan dengan keterlibatan orang tersebut di dalam
pengelolaan dan manfaat yang dirasakan dari Kedung Wali. Sementara itu
masyarakat dari daerah lain justru lebih antusias untuk merasakan manfaat
dari Kedung Wali. Hal ini berbeda dengan masyarakat di Desa Keseneng yang
cenderung tidak begitu antusias dengan Kedung Wali. Ada beberapa hal yang
menyebabkan perbedaan sikap ini. Tulisan ini akan membahas lebih dalam
mengapa perbedaan ini dapat terjadi dan perbedaan seperti apa yang
sesungguhnya terjadi di masyarakat Desa Keseneng.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang penulis temukan di lapangan, maka
rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mitologi Kedung Wali atau Air Bertuah?
2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap Kedung Wali atau air bertuah?
3. Apa yang menyebabkan perbedaan sikap masyarakat terhadap Kedung
Wali atau Air Bertuah?
C. Profil Kondisi Sosial, Budaya dan Psikologis Masyarakat Desa Keseneng
Kecamatan Sumowono
Kajian penulis terfokus pada Dusun Keseneng Desa Keseneng.
Masyarakat Dusun Keseneng mayoritas bermata pencaharian sebagai petani
dan pembuat gula aren. Komoditas pertanian yang dikembangkan berupa
kopi, padi, palawija dan aren. Sebagian besar komoditas pertanian dijual
dalam bentuk bahan jadi atau setengah jadi. Biji kopi diolah sampai menjadi
bahan setengah jadi baru kemudian dijual. Sementara padi diolah menjadi
beras kemudian dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok. Aren manjadi
2

komoditas yang tidak hanya menghasilkan satu produk saja. Di Dusun
Keseneng aren dimanfaatkan bijinya untuk diolah menjadi kolang-kaling dan
sari bunganya untuk diolah menjadi gula aren.
Secara ekonomi sebagian besar masyarakat Dusun Keseneng berada
pada tataran menengah ke bawah. Tidak ada kesenjangan sosial yang berarti

di kalangan masyarakat. Hal ini terlihat dari bangunan rumah yang tidak
berbeda jauh keadaanya, mata pencaharian yang cenderung homogen dan
kepemilikan aset lain yang jumlahnya hampir seimbang.
Homogenitas ini yang menjadikan masyarakat Dusun Keseneng
memiliki kohesivitas yang tinggi sehingga aman terkendali dan memiliki
kekeluargaan yang erat. Kohesivitas warga menimbukan rasa memiliki dan
loyalitas terhadap dusun. Keadaan ini terlihat ketika ada banyak warga yang
datang untuk menghadiri pertemuan warga di rumah kepala dusun. Keamanan
yang terjamin ini diungkapkan pula oleh Kepala Dusun Keseneng yang
menyatakan bahwa Dusun Keseneng merupakan wilayah yang aman, jauh
dari konflik sosial. Kekeluargaan ini terlihat dari keadaan masyarakat yang
saling mengenal satu sama lain. Iklim prososial pun terlihat di sini dengan
adanya budaya saling memberi antar warga, seperti ibu-ibu yang saling
bertukar bumbu dan sayuran unruk memasak.
Masyarakat Dusun Keseneng merupakan masyarakat yang religius.
Kegiatan-kegiatan keagamaan berjalan dengan baik. Kegiatan itu berupa
shalat berjamaah dan tadzarus Al-Qur’an baik oleh ibu-ibu maupun anakanak. Tadzarus Al-Qur’an pada bulan Ramadhan ini dilaksanakan setelah
shalat subuh dan setelah shalat ashar. Namun demikian pelaksana kegiatan
keagamaan ini didominasi oleh orang tua dan anak-anak. Tidak tampak
adanya pemuda yang turut serta mengikuti kegiatan keagamaan.
Perbedaan lain antara ornag tua dan pemuda Dusun Keseneng terletak
pada parktik-praktik kepercayaan terhadap objek tertentu. Seperti kepercayaan
terhadap Air Bertuah. Golongan tua memiliki kepercayaan yang cukup tinggi
terhadap Air Bertuah, sementara itu golongan muda cenderung tidak percaya

3

terhadap Air Bertuah. Perbedaan ini disebabkan salah satunya oleh
pemahaman mereka terhadap nilai-nilai spiritualitas.
Keadaan psikologis masyarakat Dusun Keseneng cukup baik. Interaksi
antar warga berjalan dengan lancar sehingga menimbulkan hubungan sosial
yang hangat. Budaya saling menyapa masih berkembang dengan baik. Selain
itu juga adanya budaya saling mengunjungi ke rumah warga yang lain ketika
tidak ada kegiatan di rumah. Tidak jarang juga penulis melihat tetangga
datang ke rumah Pak Bas untuk meminta bumbu masak, sayuran, atau sekedar
menimbang benda. Keadaan ini membuat masyarakat lebih sejahtera baik
secara psikologis maupun secara sosial ekonomi.
Masalah psikologis yang berkembang di Dusun Keseneng yaitu berupa
empty nest syndrome. Dari 168 kepala keluarga Dusun Keseneng 8
diantaranya hanya tinggal berdua dalam satu rumah, istri dan suami yang
berusia senja. Ditambah 8 warga usia senja yang lain hidup sendiri di dalam
rumahnya. Keadaan ini terjadi karena mereka ditinggal pergi oleh anakanaknya dan bahkan ada yang sudah ditinggal pergi oleh pasangannya.
Sebagian besar anak mereka sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri.
Kondisi ini menimbulkan kekosongan dalam diri individu yang ditinggal,
dimana sebelumnya tempat ini terisi. Dalam perkembangannya individu akan
berusaha memnuhi kekosongan ini. Untuk mengisi kekosongan ini sering kali
seorang ibu yang sudah senja bermain-main dengan anak tetangga bahkan
tidak jarang anak itu dibawa ke rumahnya. Subjective wellbeing mereka dapat
dikatakan kurang terpenuhi karena adanya sarang yang kosong ini.
D. Profil Keluarga Basuki
Rumah keluarga Bapak Basuki merupakan tempat di mana penulis
tinggal selama live in di Desa Keseneng. Kediaman Bapak Basuki terletak di
Dusun Keseneng, RT 02 RW 01. Anggota keluarga Bapak Basuki terdiri dari
dua orang, yaitu suami dan istri yang bernama Ibu Tonah. Keluarga ini tampak
harmonis meskipun usia pernikahan mereka sudah tidak muda lagi.
Komunikasi di antara mereka berdua sangatlah lancar, ditambah dengan
bantuan alat komunikasi elektronik yang memudahkan komunikasi mereka.

4

Bapak Basuki memiliki dua orang anak yang berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan. Kedua anak Pak Basuki telah menikah dan tinggal di
rumahnya masing-masing. Anak pertama Pak Basuki berjenis kelamin lakilaki. Saat ini anak pertama Pak Basuki berprofesi sebagai tentara yang
bertugas di Papua. Sedangkan anak kedua yang berjenis kelamin perempuan
adalah seorang pemilik toko di sebuah perumahan di daerah Banyumanik,
Semarang. Keluarga Pak Basuki memiliki dua orang cucu, masing-masing
satu cucu dari keluarga anaknya. Keberadaan cucu ini yang berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan semakin menambah lengkap keanggotaan keluarga
Pak Basuki.
Kepala dusun Keseneng merupakan jabatan yang sudah Pak Basuki
emban selama 26 tahun. Jabatan ini akan berakhir seiring berjalannya usia,
tepatnya ketika Pak Basuki memasuki usia 60 tahun. Selama menjalani
tugasnya sebagai kepala dusun, Pak Bas begitu ia biasa disapa mendapat
kepercayaan yang penuh dari warganya. Berdasarkan wawancara yang penulis
lakukan kepada warga Dusun Keseneng, mereka mengungkapkan bahwa Pak
Bas merupakan pemimpin yang sigap memenuhi tugas dan tanggung
jawabnya. Selain itu, Pak Bas juga mampu mengayomi masyarakat sehingga
sampai dengan saat ini Pak Bas masih diberikan kepercayaan oleh warga
untuk memimpin mereka.
Selain sebagai kepala dusun, Pak Bas kerap kali melakoni pekerjaanya
sebagai petani. Pak Bas memiliki ladang dan sawah yang menghasilkan
banyak hasil alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan
keluarganya. Salah satu hasil alam itu adalah kopi yang dipanen dalam waktu
dua tahun sekali. Sering kali Pak Bas dan Bu Tonah melakukan pekerjaan di
ladang atau di sawah secara bersama-sama.
Pak Bas dipercaya oleh warga sebagai kepala pengelola Curug Tujuh
Bidadari. Amanah ini diterima Pak Bas sejak dibukanya Curug Tujuh Bidadari
sebagai tempat wisata pada tahun 2010. Pak Bas merupakan penggagas
dibukanya Curug Tujuh Bidadari sebagai tempat wisata. Ketika itu beliau dan
Pak Mursalin sebagai sekretaris yang mengurus perijinan Curug Tujuh

5

Bidadari ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Semarang. Dilihat
dari jasa beliau maka tidak mengherankan jika saat ini Pak Bas dipercaya
sebagai pengelola objek wisata Curug Tujuh Bidadari.
Keluarga Pak Bas secara ekonomi termasuk dalam ekonomi
menengah. Berbagai profesi yang dijalani Pak Bas membuat penghasilannya
seimbang dengan pengeluarannya. Apalagi sekarang Pak Bas sudah tidak
memiliki tanggungan anak yang harus dibiayai membuat ekonomi keluarga ini
cukup stabil. Kadangkala ketika ada lebihan Pak Bas membelanjakan uangnya
untuk membeli barang-barang untuk cucunya.
Keluarga Pak Bas merupakan keluarga yang ramah lingkungan, baik
lingkungan alam maupun lingkungan. Hal ini terlihat dari tanaman-tanaman
yang berada di sekitar rumah Pak Bas. Jenis tanaman itu bervariasi mulai dari
tanaman hias, buah-buahan dan sayuran. Tidak jarang ada tetangga yang
datang untuk meminta sayuran dan Bu Tonah atau Pak Bas dengan senang hati
memberikannya.

6

BAB 2
KAJIAN TEORITIK
A. MITOLOGI
1. Definisi Mitologi
Kata mitologi secara etimologi berasal dari kata myth. Myth berasal
dari kata mitos dalam bahasa Yunani yang bermakna cerita atau sejarah
yang dibentuk dan diriwayatkan sejak dan tentang masa lampau (Zeffry
dalam Hayyu, 2009). Di samping itu, mitologi juga dapat dilihat dari
perpaduan dua kata yaitu mythos dan logos. Mythos adalah hal-hal yang
berhubungan dengan asal-usul kejadian gejala alam yang belum diberikan
bobot pengetahuan dan pemahaman yang bersifat rasional. Sedangkan
logos adalah ilmu pengetahuan. Maka mitologi juga berarti ilmu yang
mempelajari tentang mitos. Pengertian lain juga menyebutkan bahwa
mitologi merupakan ilmu yang mempelajari mite-mite, asal-usulnya dan
refleksi tentang realitas di dalamnya (Hayyu, 2009).
Istilah mitologi berarti kajian tentang mitos (misalnya mitologi perbandingan), maupun sebuah himpunan atau koleksi mitos-mitos. Dalam
folkloristika, suatu mitos adalah kisah suci yang biasanya menjelaskan
bagaimana dunia maupun manusia dapat terbentuk seperti sekarang ini,
meskipun, dalam pengertian yang sangat luas, istilah tersebut dapat
mengacu kepada cerita tradisional (https://id.wikipedia.org).
Pendapat Holman (dalam Supriyatin, 2010) menyebutkan bahwa
mite adalah cerita anonym yang menyajikan episode adikodrati sebagai
cara menafsirkan kejadian alam. Sementara itu Emile Durheim
mengungkapkan bahwa mite sebagai sesuatu yang mengandung proyeksi
pola-pola sosial ke atas tataran manusia yang unggul yang mengandung
sanksi dan mengukuhkan ideology sekuler (Supriatin, 2010). Berkaitan
dengan mitologi, Zaidan (dalam Supriatin, 2010) menyatakan bahwa
mitologi adalah pengetahuan tentang dunia mite atau cerita mite yang
dianggap benar oleh pendukungnya. Berikutnya, mite searti dengan mitos

7

yang sengaja dikembangkan untuk pengesahan dan pengukuhan ideologi,
kekuasaaan, dan kewibawaan termasuk ke dalamnya ideologi nilai-nilai
budaya yang berlaku.
Di Indonesia, berdasarkan asal-usulnya, ada dua macam mite yang
tersebar di kalangan masyarakat. Yang pertama adalah mite yang asli
berasal dari Indonesia sendiri. Mite Indonesia biasanya mengisahkan
tentang terjadinya alam semesta, susunan para dewa, dunia dewata,
terjadinya manusia pertama, dan tokoh pembawa kebudayaan, serta
terjadinya makanan pokok seperti beras. Contohnya, Dewi Sri, Nyai Roro
Kidul, Joko Tarub, dan Dewi Nawangwulan. Yang kedua adalah mite yang
berasal dari luar negeri, terutama dari India, Arab, dan negara sekitar Laut
Tengah. Mite yang berasal dari luar negeri biasanya sudah diolah,
sehingga mite itu tidak lagi terasa asing. Contohnya Ramayana,
Mahabarata, Oedipus, dan Romulus. (https://anakaseliindonesia.word
press.com).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
mitologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang mitos. Mitos sendiri
merupakan cerita-cerita mengenai kejadian alam, asal-usul, dan proyeksi
sosial yang belum disertai unsur-unsur rasional.
2. Mitologi Hindhu tentang Air
Ajaran agama Hindhu memandang air sebagai unsur alam yang
maha besar peranan dan arti pentingnya bagi kehidupan manusia dan
mahkluk hidup lainnya. Pandangan tersebut sesungguhnya bersifat
universal, sebab dalam budaya dan agama apapun air menjadi kebutuhan
pokok dan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia serta
segala aktivitasnya.
Secara garis besar, pandangan budaya Hindhu, air mempunyai
beberapa sifat utama, yakni: air memiliki kekuatan penyembuhan
(supranatural power), memberi kehidupan, membersihkan, mensucikan,
dan memiliki ke-bijaksanaan (E. Washburn Hopkins, dalam Ponimin,
2005).

8

Ponimin (2005) menambahkan bahwa air membersihkan manusia
dari kotor dan dosa. Dalam suatu upacara pembabtisan (permandian) air
memegang peranan penting. Seorang pendeta utama, dalam menyatakan
penghapusan dosa dengan menyiramkan air suci dari tangannya. (E.
Washburn Hopkins, dalam Ponimin, 2005).
3. Mitologi dan Psikologi
Mitologi sendiri berasal dari kata mitos (mitos, cerita lisan yang
sakral) dan logos (ilmu) atau Ilmu yang mempelajari tentang mitosmitos. Pada tahun 1867, Max Muller, seorang philologist (ahli bahasabahasa), memperkenalkan apa yang disebut dengan “Mitologi Komparatif” dimana menggunakan kajian mitologi sebagai pendekatan situasi.
Psikologi sebagai ilmu berkembang pesat pada akhir abad 19 juga
mengadopsinya. Salah satu penggunaan pendekatan mitologi ini pertamakali adalah dalam buku “Tafsir Mimpi” Freud. Selain itu tokoh
Psikoanalisa lain, yakni Carl Jung, juga membuat pendekatan ini semakin
dikenal, menurutnya “Pembentukan mitos merupakan struktur paling
sederhana dalam alam ketidaksadaran jiwa.” (www.muslimpsikologi.
blogspot.com)
Lebih dari itu peran mitologi sebagaimana dikatakan Jung,
merupakan representasi pikiran manusia terhadap sebuah karakter atau
sifat yang tidak disadari ada pada diri manusia.
Di Indonesia sendiri kita mengenal wayang, wayang merupakan
bayang-bayang, bayangan atau cermin manusia, karena itu ada karakter
baik, buruk, bijak, curang maupun patriotik, dsb. Di Jawa orang zaman
dulu sering menggambarkan perilaku atau sosok manusia dengan
pepindhan (pengandaian) karakter wayang. Misalnya, Gagah prakosa
koyo Raden Werkudara (gagah perkasa seperti Bima), Pethakilan koyo
Buta Cakil (banyak tingkah/ polah seperti Cakil), atau Mbranyake kaya
Dewi Srikandhi (wanita orang yang tangkas cekatan seperti Srikandi).
Rupanya leluhur kita zaman dahulu, walaupun belum mengenal
istilah psikologi, secara cerdik mampu menyisipkan pelajaran tentang
perilaku manusia, bahkan menciptakan seni budaya yang bukan hanya
9

bersifat hiburan semata, tapi juga dijadikan cermin nilai moral, sosial dan
relgiusitas.
B. SIKAP
1. Definisi Sikap
Myers (1996) mendefinisikan sikap sebagai suatu reaksi nilai yang
bisa disukai atau tidak disukai untuk melindungi sesuatu atau seseorang,
yang ditunjukkan dalam perasaan atau keinginan bersikap. Sementara itu
Azjen (1998) menyatakan bahwa sikap adalah sebuah kecenderungan
utnuk merespon secara suka atau tidak suka kepada sebuah objek, orang,
lembaga atau kejadian. Definisi lain diungkapkan oleh Eagly dan Chaiken
(1997) bahwa sikap adalah sebuah kecenderungan prikologi yang
diekspresikan dengan penilaian sebuah identitas tertentu dengan beberapa
tingkatan yang disukai atau tidak disukai.
Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau
afek negatif terhadap suatu objek

psikologis (dalam Azwar, 2007).

Ditambahkan oleh LaPierre yang mendefinisikan sikap sebagai suatu pola
perilaku,

tendensi,

atau

kesiapan

antisipatif,

predisposisi

untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap
adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi
Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum
yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isuisu (dalam Azwar, 2007). (http://repository.usu.ac.id)
Berdasarkan definisi yang diungkapkan oleh para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan psikologi untuk
menilai objek secara positif atau negatif, merujuk pada dimensi suka atau
tidak suka yang ditunjukkan dengan pola perilaku dalam rangka
menyesuaikan diri dalam situasi sosial.
2. Komponen Sikap
Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen
yaitu:
a. Komponen kognitif

10

Komponen

kognitif

merupakan

komponen

yang

berisi

kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang
benar bagi objek sikap.
b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut
masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.
Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur
sikap

menunjukkan

bagaimana

perilaku

atau

kecenderungan

berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapinya.
(http://repository.usu.ac.id)
3. Karakteristik Sikap
Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada
beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu :
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
b. Sikap ditujukan mengarah kepada objekpsikologis atau kategori,
dalam hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana
individu mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan.
c. Sikap dipelajari.
d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang
mengarah pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku
mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu.
4. Pembentukan Sikap
Sikap dibentuk oleh beberapa proses yang dialami individu
sepanjang hidupnya melalui beberapa cara. Cara-cara pembentukan sikap
adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran sosial
Pembelajaran sosial merupakan proses dimana kita mengadopsi
informasi baru, bentuk tingkah laku, atau sikap dari orang lain.
pembelajaran sosial terjadi melalui beberapa proses sebagai berikut:
1. Classical conditioning merupakan bentuk dasar dari pembelajaran
dimana satu stimulus yang awalnya netral, menjadi memiliki

11

kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui pemasangan yang
berulang kali dengan stimulus lain. Dengan kata lain, satu stimulus
menjadi sebuah tanda bagi kehadiran atau terjadinya stimulus yang
lain.
2. Instrumental conditioning merupakan bentuk dasar dari pembelajaran dimana respons yang menimbulkan hasil positif atau
mengurangi hasil negatif diperkuat.
3. Pembelajaran melalui observasi merupakan salah satu bentuk dasar
belajar dimana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran
baru melalui observasi terhadap orang lain.
4. Perbandingan sosial merupakan proses dimana kita membandingkan
diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita
terhadap kenyataan sosial benar atau salah.
b. Faktor Genetik
Berdasarkan beberapa penemuan menghasilkan kesimpulan bahwa
faktor genetic dapat berperan dalam pembentukan sikap, walaupun sedikit
(Arvey dkk.; Keller dkk., dalam Baron & Byrne, 2003). Sikap kembar
identic berkorelasi lebih tinggi daripada sikap pada kembar nonidentik
(Keller, dkk., dalam Baron & Byrne, 2003). Hal ini bahkan terjadi pada
kembar yang dipisahkan pada awal kehidupannya dan dibesarkan dalam
lingkungan yang sangat berbeda satu sama lain. Sikap yang cenderung
diturunkan ini lebih sulit diubah daripada sikap yang tidak diturunkan.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi

pembentukan

sikap

adalah

pengalaman

pribadi,

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu.
a. Pengalaman Pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa tidak
adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek
psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami

12

seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang
lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang
yang dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat
menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam
membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku
yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement)
yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 2007). Kebudayaan
memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat.
Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu
terhadap berbagai masalah.
d. Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam
pembentukan

opini

dan

kepercayaan

individu.

Media

massamemberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu
sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
13

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep
moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan
sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian
konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu
terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat
kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk
memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak
mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang
diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali
menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan
sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang
akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan
bertahan lama.
Menurut Bimo Walgito (2003), pembentukan dan perubahan sikap
akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam
menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang
datang akan diterima atau ditolak.
b. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaanyang ada di luar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.
b. Karakter kepribadian individu
c. Informasi yang selama ini diterima individu
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan
sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu
dan faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu.
6. Hubungan Sikap dan Tingkah Laku
14

Sikap tidak memiliki korelasi yang tinggi dengan tingkah laku. Ada
beberapa faktor yang menentukan sejauh mana sikap mempengaruhi
tingkah laku, diantaranya sebagai berikut:
a. Aspek situasi, hambatan situasi (situational constraint) menengahi
hubungan antara sikap dan tingkah laku, situasi ini mencegah sikap
diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak (Ajzen & Fishbein;
Fazio & Roskos-Ewoldsen, dalam Baron & Byrne, 2003). Secara
umum, kita cenderung lebih menyukai situasi yang memungkinkan
kita untuk mengekspresikan sikap kita dalam tingkah laku. Dengan
kata lain, kita sering kali memilih tempat dimana apa ynag ingin kita
katakana dan lakukan dapat sejalan (Snyder &Ickes dalam Baron &
Byrne, 2003).
b. Aspek dari sikap itu sendiri. Aspek-aspek dari sikap yang mem
pengaruhi adalah sebagai berikut:
 Sumber suatu sikap (attitude origins). Sikap yang terbentuk
berdasarkan pengalaman langsung sering kali memberikan
pengaruh yang lebih kuat pada tingkah laku daripada sikap
yang terbentuk berdasarkan pengalaman tidak langsung atau


pengalaman orang lain.
Kekuatan sikap (attitude strength). Semakin kuat sikap tersebut, semakin kuat pula dampaknya pada tingkah laku. Kata
kekuatan melibatkan beberapa faktor: kesktreman atau



intensitas, kepentingan, pengetahuan, dan kemudahan diakses.
Kekhususan sikap (attitude specificity) yaitu sejauh mana sikap
tersebut terfokus pada objek atau situasi tertentu dibandingkan
hal yang umum.

15

BAB 3
DATA DAN PEMBAHASAN
A. TEMUAN DATA
Data yang penulis gunakan merupakan data yang dihimpun dari hasil
wawancara dengan beberapa narasumber. Salah satunya merupakan Kepala
Pengelola Objek Wisata Curug Tujuh Bidadari sekaligus penemu Kedung
Wali, beliau adalah Pak Basuki. Beliau juga termasuk salah satu tokoh
masyarakat Dusun Keseneng, saat ini beliau menjabat sebagai Kepala Dusun
Keseneng. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara kepada tokoh agama
dusun setempat yang merupakan salah satu pengelola Kedung Wali. Pedagang
di Objek Wisata Curug Tujuh Bidadari dan Kedung Wali pun menjadi salah
satu interviewee. Sebagai pelengkap, penulis melakukan wawancara kepada
beberapa warga mulai dari yang berusia dewasa muda hingga manula.
1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah)
Kedung wali merupakan sebuah sumur kecil yang terletak di sekitar
objek wisata Curug Tujuh Bidadari. Sumur ini berupa cekungan yang terisi air
yang keluar dari celah-celah bebatuan. Cekungan pada sumur Kedung Wali
memiliki kedalaman sekitar 45 cm dan berdiameter 50 cm. Air yang keluar
dari sumur Kedung Wali dikenal dengan nama Air Bertuah. Ketika Kedung
wali ini ditemukan terdapat 9 buah batu kecil warna-warni yang bertuliskan
kalimat berbahasa Arab.
Volume Air Bertuah selalu stabil dalam segala musim. Menurut
keterangan Pak Bas, Air Bertuah tidak pernah surut meskipun pada musim
panas. Begitu pula ketika musim hujan melanda, Air Bertuah tidak pernah
meluap ke permukaan.
Kapan Air Bertuah muncul tidak ada yang mengetahuinya. Waktu di
mana warga menemukan Air Bertuah adalah pada saat dimulainya kerjabakti
pembangunan Curug Tujuh Bidadari yaitu pada Jum’at malam tanggal 1
Februari 2010. Ketika itu warga menyusuri daerah sekitar Curug Tujuh
Bidadari. Saat penyusuran itu ditemukan Kedung Wali. Selama ini tempat di
mana terdapat Kedung Wali tersebut sudah dikenal oleh warga sebagai Daerah
16

Kedung wali tanpa pernah tahu jika di tempat tersebut memang ada sebuah
kedung yang didalamnya terdapat Air Bertuah.
Konon keberadaan Air Bertuah ini salah satunya karena faktor
keberadaan makam Mbah Mandung. Mbah Mandung merupakan sesepuh
Desa Keseneng. Beliau merupakan orang yang pertama kali membuka hutan
untuk dijadikan pemukiman yang kini diberi nama Keseneng. Mbah Mandung
berasal dari Mojokerto dan memiliki seorang istri yang merupakan orang
Minang. Mbah Mandung merupakan salah satu pengikut Pangeran
Diponegoro yang kemudian membuka daerah pemukiman sendiri. Mbah
Mandung dipercaya sebagai wali yang memiliki kekuatan sakti mandraguna.
Di daerah sekitar Kedung Wali terdapat makam Mbah Mandung.
Banyak peziarah dari luar daerah berdatangan untuk menziarahi makam Mbah
Mandung ini. Sebelum daerah ini dibuka sebagai Objek Wisata Curug Tujuh
Bidadari pun sudah banyak peziarah yang mendatangi tempat itu. Rangkaian
acara ziarah yang dilakukan tidak terlepas dari kunjungan ke Kedung Wali.
Peziarah inilah yang mengungkapkan bahwa Kedung Wali ini memiliki air
yang bermanfaat dan kemudian diberi nama Air Bertuah. Hal ini dipercaya
oleh warga setempat dan informasinya menyebar ke warga di beberapa
daerah.
Berbagai kepentingan melatarbelakangi hadirnya wisatawan dari
daerah lain ke Kedung Wali. Air Bertuah memiliki daya tarik yang luar biasa
sehingga memancing wisatawan untuk berkunjung ke sana dan menikmati
manfaatnya. Wisatawan yang pernah datang ke sana diantaranya berasal dari
Bali, Lampung, Aceh, dan Sumatera. Diantara kepentingan yang melatarbelakangi hadirnya mereka adalah pelarisan untuk dagang, penyembuhan
penyakit,

mendapatkan

keturunan,

memperlancar

jodoh

dan

untuk

keselamatan dalam hidup.
Beberapa kisah tentang manfaat Air Bertuah membuat warga percaya
dengan khasiat Air Bertuah. Seorang warga Keseneng yang sudah membina
rumah tangga tujuh tahun dan belum memiliki anak berhasil mendapatkan
keturunan setelah melakukan ritual di Kedung Wali dan meminum Air

17

Bertuah. Kisah lain terjadi pada warga Kendal, Jawa Tegah yang mengalami
stroke kemudian meminum Air Bertuah, setelah beberapa kali meminum air
bertuah kemudian penyakit itu sembuh. Adapun kisah mengenai kelancaran
jodoh dialami oleh warga Desa Lanjan Kecamatan Sumowono. Warga
Keseneng sendiri pernah mengalami kisah terkait khasiat yang dirasakan dari
Air Bertuah. Kisah ini terjadi pada warga yang tidak dapat berjalan karena
mengalami kelumpuhan. Setelah beberapa kali dimandikan di Kedung Wali
dan meminum Air Bertuah keadaanya mulai membaik.
Berbagai cara ritualisasi dilakukan di Kedung Wali atau Air Bertuah
ini. Ritual itu salah satunya dilakukan dengan mandi menggunakan Air
Bertuah pada pukul 00.00 WIB. Kabarnya malam tangga 15 Bulan Ramadhan
ini pejabat Polda Semarang akan melakukan ritual ini. Acara yang paling
sederhana adalah dengan meminum air tersebut.
Beberapa pengalaman mistik kerap kali dialami oleh warga yang
berkunjung ke Kedung Wali. Bagi pengunjung yang dipercaya memiliki jiwa
bersih kerap melihat penampakan sosok Sunan Kalijaga, Nyai Ratu Kidul,
atau sosok yang tidak dapat dikenali. Pengalaman berbeda dialami oleh
pengunjung yang konon jiwanya kurang bersih. Bagi mereka yang ditemui
adalah sosok makhluk yang mengerikan. Sosok itu kadang muncul dalam foto
yang diambil di Kedung Wali. Pengalaman mistik lain dialami oleh penjaga
Kedung Wali yang notabene seorang tokoh agama Dusun Keseneng. Beliau
menyaksikan sendiri ada pengunjung yang mengaku merasakan perbedaan
rasa Air Bertuah meskipun air itu terletak dalam satu wadah dan diambil dari
tempat dan waktu yang sama.

18

2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)
Warga Dusun Keseneng memiliki sikap yang beragam terhadap
Kedung Wali. Perbedaan ini dapat digolongkan antara warga yang berusia tua
dan usia muda. Perbedaan lain dapat digolongkan pada warga yang terlibat
langsung dalam pengelolaan Kedung Wali dan tidak. Manfaat yang dirasakan
pun turut menyebabkan perbedaan sikap warga.
Informasi yang didapatkan dari Kadus Keseneng, Pak Bas
menunjukkan sikap positif terhadap Kedung Wali. Beliau sendiri mengajak
penulis untuk ke Kedung Wali dan mengambil airnya guna kebaikan hidup
penulis di kemudian hari. Pak Bas juga pernah menjadi salah satu penjaga di
Kedung Wali dan menyaksikan langsung warga yang merasakan manfaat Air
Bertuah. Adapun terhadap sosok Mbah Mandung, Pak Bas percaya bahwa
Mbah Mandung sampai saat ini menjadi penjaga Dusun Keseneng sehingga
Dusun Keseneng menjadi dusun yang damai. Selain itu, adanya rezeki yang
tak terhingga yang bersumber dari pemasukan Curug Tujuh Bidadari pun
dipercaya oleh Pak Bas tidak terlepas dari peran Mbah Mandung.
Sebagai tambahan informasi, air yang didapatkan dari Curug Tujuh
Bidadari sebagian besar digunakan untuk membangun masjid di Dusun
Keseneng. Ini merupakan sumber pendapatan yang tidak terduga sebelumnya
oleh masyarakat Dusun Keseneng. Konon sesepuh Desa Keseneng pernah
berbicara bahwa suatu saat aka nada rezeki tak terduga untuk masyarakat
Desa Keseneng.
Hal yang sama diungkapkan oleh tokoh agama Dusun Keseneng.
Beliau mengatakan bahwa beliau percaya dengan adanya khasiat yang
terkandung dalam Air Bertuah. Kepercayaan itu bukan berarti beliau musyrik,
tetapi beiau percaya bahwa semua kesembuhan dan keberhasilan itu
sumbernya dari Allah. Air Bertuah merupakan perantara dari Allah dalam
kesembuhan dan keberhasilan yang dirasakan warga.
Sementara itu ada yang berbeda yang diungkapkan oleh Ibu Usliyati.
Ibu Usliyati merupakan ibu muda beranak satu. Ibu Usliyati berusia sekitar 27
tahun. Ia menyatakan awalnya percaya dan mengikuti warga lain untuk
mengambil Air Bertuah. Namun lama kelamaan kebiasaan itu tidak dilakukan
19

lagi karena merasa tidak ada manfaat yang didapatkan dari Air Bertuah.
Manfaat yang diceritakan orang-orang tidak dirasakan pula oleh Ibu Usliyati.
Ia menambahkan bahwa kemurnian Air Bertuah sekarang sudah berkurang,
tidak lagi seperti waktu pertama ditemukan.
Selain itu, secara kepengurusan sudah tidak sebagus dulu. Diceritakan
oleh Ibu Usliyati bahwa dalam kepengurusan Kedung Wali pernah ada
penyalahgunaan wewenang oleh pengurus. Waktu itu dana yang didapat dari
wisatawan Kedung Wali tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam uang
pemasukan, tetapi sebagian besar diambil oleh pengelola. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh tokoh agama Dusun Keseneng yang menyatakan bahwa
pernah ada penyalahgunaan kekuasaan pada pengelola sebelumnya. Saat ini
pengelolaan Kedung Wali sudah diserahkan kepada pengurus masjid.
Penyerahan kekuasaan ini dilatarbelakangi oleh rasa tidak enak yang dirasakan oleh pengelola sebelumnya karena kelemahannya sudah diketahui oleh
orang lain. Kejadian ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap Kedung
Wali berkurang, terutama bagi warga yang masih muda seperti Ibu Usliyati.
Dua wanita berusia senja mengungkapkan sikapnya terkait Kedung
Wali dan Air Bertuah. Salah satu diantara mereka adalah pedagang di Objek
Wisata Curug Tujuh Bidadari. Pada dasarnya mereka percaya dengan Kedung
Wali dan segala manfaat yang konon ada meskipun mereka sendiri tidak
merasakan manfaatnya secara langsung. Mereka tidak merasakan manfaatnya
secara langsung karena memang mereka tidak pernah mengalami sakit yang
parah sehingga harus meminum Air Bertuah. Air Bertuah tetap mereka
manfaatkan untuk keperluan sehari-hari seperti minum dan memasak.
B. PEMBAHASAN
1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah)
Mitos Kedung Wali yang berkembang di masyarakat Keseneng
merupakan cerita yang berpusat pada kejadian gejala alam. Fokus cerita
mengenai Kedung Wali yang merupakan sumur kecil yang darinya mengalir
air yang dinilai memiliki khasiat yang disebut Air Bertuah. Unsur mitos
terdapat pada kepercayaan warga bahwa Air Bertuah memiliki manfaat
diantaranya untuk penyembuhan penyakit, kelancaran jodoh, mendapatkan
20

ketrunan, kelancaran rezeki dan kemudahan dalam urusan tertentu. Selain itu,
warga percaya bahwa ada sosok yang kerap kali muncul di Kedung Wali.
Sosok itu diantaranya adaah Sunan Kalijaga dan Nyai Ratu Kidul.
Penampakan sosok ini kerap kali disertai dengan cahaya yang menyala terang
di saat malam hari. Kondisi pengunjung pun tidak lepas dari objek mitos,
bahwa jika pengunjung yang dinilai bersih jiwanya akan mendapatkan
kebaikan tetapi jika pengunjung dinilai kotor jiwanya maka kesialan yang
akan didapat.
Hal ini sejalan dengan mitologi Hindu mengenai air. Dalam mitologi
Hindu, air dipercaya dapat membersihakan manusia dari kotor dan dosa.
Dalam suatu upacara pembabtisan (permandian) air memegang peranan
penting. Seorang pendeta utama, dalam menyatakan penghapusan dosa
dengan menyiramkan air suci dari tangannya. (E. Washburn Hopkins, dalam
Ponimin, 2005). Ritual mandi pada jam-jam tertentu di Kedung Wali
merupakan salah satu upaya pembersihan manusia dari kotor dan dosa. Ritual
ini dilakukan oleh orang-orang yang ingin sembuh dari penyakit, mendapat
keturunan, mendapat kewibawaan dan keberhasilan dalam hidup.
Cerita ini tidak mempunyai bobot pengetahuan dan pemahaman
rasional. Kepercayaan yang berkembang merupakan jenis kepercayaan
dinamisme, dimana benda atau objek tertentu dipercaya memiliki kemampuan
magis. Dalam cerita Kedung Wali warga percaya bahwa Kedung wali
memiliki manfaat dalam berbagai kepentingan. Objek kepercayaan warga
dalam hal ini yaitu sumur kecil. Kepercayaan ini diperkuat dengan adanya
makam Mbah Mandung yang merupakan sesepuh Desa Keseneng.
Mitos merupakan cerita yang berkembang dai mulut ke mulut tanpa
diketahui siapa pengarang cerita tersebut. Mitos tentang Kedung Wali
disampaikan oleh warga dari satu warga ke warga lain. Penyebar utama ialah
pengelola Kedung Wali yang kemudian menyebar ke warga lain. Penyebaran
cerita ini bahkan sampai pada warga yang berasal dari daerah lain seperti Ach,
Bali, Lampung dan Sumatera. Selanjutnya cerita itu berusaha mereka buktikan

21

dengan datang langsung ke Kedung Wali untuk menikmati manfaat Air
Bertuah.
Dilihat dari macamnya mite tentang Kedung Wali termasuk ke dalam
jenis mite yang berasal dari Indonesia sendiri. Mite yang berasal dari
Indonesia mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, susunan para dewa,
dunia dewata, terjadinya manusia pertama, dan tokoh pembawa kebudayaan,
serta terjadinya makanan pokok seperti beras. Mite Kedung Wali mengisahkan
tentang terjadinya alam semesta dan tokoh pembawa kebudayaan. Alam
semesta yang dikisahkan ialah Kedung Wali itu sendiri. Sedangkan tokoh
pembawa kebudayaan yang dimaksud ialah Mbah Mandung yang dipercaya
sebagai pendiri Desa Keseneng.
Keagamaan orang-orang desa (yang masih melestarikan budaya
primitif) ditentukan oleh kepercayaan bahwa apa saja yang ada berhayat dan
berjiwa, kekuatan-kuatan rohani; kepercayaan terhadap eksistensinya jiwa
pribadi manusia yang sesudah kematiannya tetap tinggal di dekat desa dan
tetap memperhatikan kehidupannya. Oleh karenanya penghormatan terhadap
nenek moyang mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan masyarakat
desa (Bernhard H.M. Vlekke, dalam Ponimin, 2005). Warga Desa Keseneng
percaya bahwa sosok Mbah Mandung meskipun telah tiada namun ia masih
melindungi dan menjaga Desa Keseneng. Hal ini dibuktikan dengan
ketenteraman yang dirasakan warga Desa Keseneng karena Desa Keseneng
jauh dari masalah sosial, baik konflik antar warga, tindak kriminal, dan lainlain. Selain itu, warga juga percaya bahwa adanya Curug Tujuh Bidadari yang
memberikan rezeki berlimpah tidak terlepas dari peran Mbah Mandung.
Mitologi tidak terlepas dari kajian psikologi. Kajian psikologi yang
berasal dari mitologi sudah dilakukan oleh Freud dan Jung. Mitologi
merupakan representasi pikiran manusia terhadap sebuah karakter atau sifat
yang tidak disadari ada pada diri manusia. Warga percaya hanya sosok yang
bersih jiwanyalah yang

mendapat manfaat dari Kedung Wali. Hal ini

merepresentasikan kepercayaan warga bahwa sifat-sifat baik yang ada di
dalam diri manusia akan memudahkannya dalam menjalani kehidupan.

22

Sebaliknya sifat yang tidak baik membuat menusia terhambat dalam urusan
hidupnya.
2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)
Sikap yang merupakan dimensi evaluatif suka dan tidak suka terhadap
suatu objek ditemukan berbeda-beda kadarnya di kalangan warga Keseneng.
Warga yang berusia tua cenderung memberikan sikap yang positif sedangkan
warga yang berusia muda cenderung menilai negatif atau netral. Kadar
kesukaan ini juga bermacam-macam. Ada warga yang memang menilai sangat
positif tetapi ada pula yang menilai positif saja. Sementara jika dilihat dari
asal daerah, warga di luar Keseneng cenderung menunjukkan sikap yang lebih
positif dibandingkan dengan warga Keseneng.
Perbedaan sikap ini tentunya diikuti oleh perbedaan komponen sikap.
Komponen kognitif warga yang memiliki sikap positif berupa kepercayaan
penuh akan adanya manfaat yang terkandung dalam Air Bertuah. Sementara
komponen afeksinya ditunjukkan dengan keadaan emosi yang positif atau
bahagia karena keberadaan Kedung Wali dianggap memiliki manfaat.
Komponen konasinya ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku yang
sejalan dengan mitos-mitos yang ada. Perilaku itu diantaranya dengan
melakukan ritual mandi pada jam 00.00 WIB dan meminum airnya.
Sikap positif dengan kadar tinggi ditunjukkan dengan turut melakukan
segala ritual yang ada. Sedangkan sikap positif yang tidak terlalu ting