Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaita

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

PROSES PENGEMBANGAN LAHAN DAN KETERKAITAN ANTAR
STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN LAHAN KAWASAN
INDUSTRI KENDAL, JAWA TENGAH
Muhammad Ihsan

(1)

, Delik Hudalah(2)

(1)

Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.

(2)

Abstrak
Makin pesatnya kebutuhan akan lahan perkotaan dan tingginya arus urbanisasi yang tidak terbendung

berujung pada kejenuhan struktur kota yang memicu bangkitnya arus suburbanisasi. Arus
suburbanisasi ini perlu ditunjang dengan pengembangan lahan yang mampu membangkitkan pusatpusat pertumbuhan baru sekaligus menyerap penduduk di wilayah suburban. Namun penelitian yang
dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa peran pemerintah daerah dalam menumbuhkan pusatpusat baru di suburban tidak terlihat di era desentralisasi ini. Sebaliknya peran swasta dalam menyerap
penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan melaui pengembangan lahan skala besar yang dilakukan.
Contohnya pengembangan lahan kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh PT. Jababeka di
Cikarang yang terletak di hinterland Jakarta. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini adalah
Kawasan Industri Kendal (KIK) yang sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di hinterland Semarang.
Namun, berbeda dengan Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada era desentralisasi yang
diduga proses pengembangan lahan akan menjadi semakin rumit. Dari hasil analisis yang dilakukan,
ternyata banyak stakeholder yang terlibat pada tahap perizinan, pembebasan lahan dan penyusunan
rencana dalam proses pengembangan lahan KIK.
Kata-kunci : proses pengembangan lahan, perizinan, pembebasan lahan, Kawasan Industri Kendal

Pengantar
Salah satu karakteristik pada era globalisasi
adalah tidak terprediksinya pertumbuhan area
perkotaan dan terjadi peningkatan arus
urbanisasi, terutama ke kota-kota besar yang
merupakan
kawasan

metropolitan.
Arus
urbanisasi yang tinggi ke kota-kota besar ini
meningkatkan kejenuhan struktur dari kota
tersebut. Kejenuhan struktur kota di metropolitan
menimbulkan kecenderungan yang terbalik yaitu
munculnya arus suburbanisasi ke daerah
hinterland. Dalam penelitian Hudalah et al (2007)
menyatakan bahwa kurang adanya peran
pemerintah dalam fenomena suburbanisasi. Hal
ini ditunjukan dengan peran pemerintah dalam
dekonsentrasi industri skala besar relatif rendah
di era desentralisasi ini. Dekonsentrasi industri di

daerah hinterland merupakan faktor utama
dalam menarik suburbanisasi melalui penyediaan
lapangan pekerjaan yang besar dan berujung
pada dekonsentrasi tenaga kerja di kota besar.
Sebaliknya peran swasta dalam menyerap
penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan

melaui pengembangan lahan skala besar yang
dilakukan. Contohnya pengembangan lahan
kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh
PT. Jababeka di Cikarang yang terletak di
hinterland Jakarta.
Masih terbatasnya penelitian mengenai proses
pengembangan lahan dan rendahnya peran
pemerintah daerah menjadi penting dilakukan
penelitian mengenai proses pengembangan skala
besar. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian
ini adalah Kawasan Industri Kendal (KIK) yang
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 1

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di
hinterland Semarang. Namun, berbeda dengan
Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada
era
desentralisasi

yang
diduga
proses
pengembangan lahan akan menjadi semakin
rumit. Tujuan dari penelitian ini adalah
menjelaskan dinamika proses pengembangan
lahan yang terjadi di kawasan industri Kendal.
Proses pengembangan lahan perubahan bentuk
fisik, hak-hak, material dan nilai yang terkandung
di dalam lahan maupun bangunan dari suatu
keadaan ke keadaan lainnya, melalui upaya yang
dilakukan oleh agen-agen yang berkepentingan
dan
bertujuan
untuk
memperoleh
dan
memanfaatkan sumberdaya yang ada (Healey,
1992). Menurut Yudhono (2011) tahapan proses
pengembangan lahan meliputi; perizinan,

pembebasan
lahan,
pematangan
lahan,
perencanaan dan pembangunan. Hal ini sejalan
dengan Peraturan Mentri Perindustrian No
35/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan
Industri dimana proses pengembangan lahan
meliputi; perizinan, pembebasan lahan, dan
penyusunan DED (Detail Engineering Design).
Stakeholder adalah suatu individu atau kelompok
yang mampu memberikan dampak ataupun
terkena dampak dari tujuan suatu pihak
(Freeman, 1984). Menurut overseas development
administration,
stakeholder
diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat
keterlibatan dan signifikansi peran yang diberikan,
yaitu; stakeholder kunci, stakeholder primer dan

stakeholder sekunder.
Metode
Metodologi
penelitian
dilakukan
dengan
mengelaborasi teori proses pengembangan lahan
yang ada dan pedoman teknis/aturan proses
pengembangan
lahan
dengan
proses
pengembangan lahan yang terjadi di Kawasan
Industri Kendal, Jawa tengah. Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif melakukan penelitian pada
obyek yang alamiah, yaitu obyek yang
berkembang pada adanya, tidak dimanipulasi
oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak

mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut
2 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

(Sugiyono, 2013). Proses pendekatan metode
penelitian kualitatif yang dipilih adalah studi
kasus. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus dimaksudkan untuk menggambarkan
secara jelas fenomena proses pengembangan
lahan skala besar yang dilakukan PT Jababeka
dalam mendirikan Kawasan Industri Kendal, Jawa
Tengah.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik pengumpulan data
primer dan sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan melalui survey primer dengan
melakukan wawancara. Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi terstruktur, dimana pertanyaan yang

menjadi acuan wawancara telah disusun, namun
pertanyaan-pertanyaan
tersebut
dapat
berkembang sesuai dengan temuan dan kondisi
wawancara
yang
dilakukan.
wawancara
dilakukan untuk memperoleh data sebagai
berikut.
Tabel 1. Data Wawancara Semi Terstruktur
Responden
• PT. Jababeka, Tbk
• Pemilik Lahan
• Tokoh Masyarakat

Pemerintah Pusat;
• Badan Pertanahan
Nasional, Kantor

Pertanahan Kab. Kendal
dan Kantor Wilayah
Provinsi Jawa Tengah
Pemerintah Daerah;
• Bappeda Kab. Kendal
• BPMPT Kab. Kendal
• DISTARU Kab. Kendal
• DISPERINDAG Kab.
Kendal

Lingkup Pertanyaan
• Tahapan dan Proses
pengembangan
lahan KIK
• Perizinan
• Pembebasan Lahan
• Penyusunan
perencanaan DED
• Tahapan dan Proses
pengembangan

lahan KIK
• Perizinan
• Pembebasan Lahan
• Penyusunan
perencanaan DED
• Peran kelembagaan
dan keterkaitan antar
stakeholder dalam
proses
pengembangan
lahan KIK

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
survey sekunder yang memilih data-data
berkenaan dengan penelitian. Dalam penelitian
ini data sekunder yang digunakan berupa

Muhammad Ihsan

dokumen yang terkait perencaaan dan perizinan

pengembangan lahan kawasan industri juga
dilihat dengan kesesuaian wilayahnya, dokumen
tersebut meliputi:
a. Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 35/M-IND/PER/3/2010
tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri
b. Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor
20 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten
Kendal Tahun 2011-2031
c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Kawasan Industri
d. Peraturan terkait tugas pokok dan fungsi
kelembagaan yang terlibat dalam proses
pengembangan lahan KIK
e. Dokumentasi (riset, fact book, profil) yang
dimiliki PT. Jababeka, Tbk terhadap
pengembangan Kawasan Industri Kendal
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam dalam
penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang
terdiri dari tiga analisis yaitu analisis isi (content
analysis) terhadap transkrip wawancara, analisis
deskriptif terhadap data sekunder dan analisis
pemetaan stakeholder (stakeholder mapping).

Analisis isi dan analisis deskriptif digunakan untuk
menarik
interpretasi
mengenai
proses
pengembangan lahan KIK dengan melihat
kesesuaian antara peraturan dengan dinamika
yang terjadi di lapangan. Sedangkan analisis
stakeholder
digunakan
untuk
pemetaan
memetakan keterkaitan antar stakehoder yang
terlibat dalam proses pengembangan lahan KIK.
Proses Pengembangan Lahan KIK
Untuk mengetahui proses pengembangan lahan
kawasan industri Kendal perlu diidentifikasi
tahapan-tahapan pengembangan lahan yang
dilakukan. Tahapan pengembangan lahan yang
dilakukan melihat fenomena yang terjadi di
lapangan dengan mengacu pada Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor
35 tahun 2010 tentang pedoman teknis kawasan
industri yaitu perizinan, pembebasan lahan dan
perencanaan DED (Detail Engineering Design).
Gambar 1 adalah gambar proses pengembangan
lahan yang terjadi di lapangan dari hasil analisis
isi terhadap transkrip wawancara.
Tahap pertama dalam proses pengembangan
lahan KIKi adalah memperoleh izin prinsip. Izin

Gambar 1. Proses Pengembangan Lahan Kawasan Industri Kendal
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 3

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

prinsip diterbitkan oleh BPMPT (Badan
Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu)
Kabupaten Kendal yang disahkan oleh Bupati.
Untuk memperoleh izin prinsip tersebut
dibutuhkan serangkaian proses dari permohonan
izin prinsip hingga penerbitan izin prinsip. Dalam
permohonan izin prinsip, PT. Jababeka harus
memiliki izin penanaman modal dari BKPM Pusat
dikarenakan dalam mengembangkan KIK PT.
Jababeka bekerjasama dengan perusahaan
Singapur yaitu Sembcorp. Selain izin penanaman
modal, dokumen yang harus dipenuhi dalam
permohonan izin prinsip adalah proposal, akta
pendirian perusahaan, NPWP-PT (Nomor Pokok
Wajib Pajak), copy dari KTP direktur perusahaan,
serta pengesahan akta PT (perseroan terbatas)
dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Setelah PT. Jababeka memenuhi semua itu,
dokumen permohonan izin prinsip tersebut
dimasukan kepada bidang pengelolaan perizinan
BPMPT Kabupaten Kendal. Permohonan izin
prinsip yang diserahkan PT. Jababeka kepada
BPMPT Kabupaten Kendal digabung dengan para
pemohon lain, kemudian BPMPT mengadakan
rapat untuk membahas permohonan izin prinsip
tersebut. Setelah itu PT. Jababeka diundang
untuk melakukan presentasi di BPMPT Kabupaten
Kendal dihadapan BKPRD (Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah), dari situ BKPRD
memelakukan peninjauan langsung ke lapangan

dan melihat kesesuaiannya dengan
kemudian baru diterbitkan izin prinsip.

Setelah memiliki izin prinsip, PT. Jababeka
menindaklanjuti dengan perolehan izin lokasi.
Untuk penerbitan izin lokasi PT. Jababeka harus
memiliki PTP (Pertimbangan Teknis Pertanahan)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala
Badan Pertanahan (PERKABAN) nomor 2 tahun
2011. PTP berisi pertimbangan-pertimbangan
tentang penguasaan tanah, penggunaan tanah
dan keadaan hak tanah yang sesuai dengan
tanah yang akan dikembangkan di suatu daerah.
PTP dibuat oleh kantor pertanahan Kabupaten
Kendal yang mana merupakan BPN tingkat
Kabupaten/Kota. Setelah pengurusan dan
perolehan PTP, PT. Jababeka menyertakan PTP
tersebut beserta permohonan izin lokasi kepada
BPMPT Kabupaten Kendal. Permohonan izin
lokasi meliputi: akta pendirian berbadan hukum,
SK NPWP, gambar kasar sketsa tanah yang
dimohon, proposal rencana proyek, surat
pernyataan kesanggupan ganti rugi kepada
pemilik tanah, dan surat izin prinsip. Kemudian
BPMPT Kabupaten Kendal akan menerbitkan izin
lokasi yang disahkan oleh Bupati. Setelah
memiliki izin lokasi, PT. Jababeka diwajibkan
untuk segera melakukan pembebasan lahan
dengan para pemilik lahan mengingat izin lokasi
tersebut memiliki batas waktu yang ditentukan

Tokoh
Masyarakat

PT. JABABEKA, TBK

RTRW

PEMILIK LAHAN

CEK NJOP

Izin
Lokasi
Terbit

PEMETAAN
BLOK

Harga
NJOP per
Blok

NEGOSIASI

Pemilik
Luas
Jenis
surat

BUDGET

Pagu-Pagu
Acuan
Negosiasi

Gambar 2. Proses Pembebasan Lahan Kawasan Industri Kendal
Sumber: Hasil Analisis, 2015
4 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

KESEPAKATAN

Kondisi
Tanah
Prioritas
Lokasi
: Proses
: Data

Legalisa
si akta
tanah

Muhammad Ihsan

yaitu 6 bulan. Rincian proses pembebasan lahan
akan dijelaskan pada gambar 2.2.

namun akhirnya berujung pada kesepakatan
antara pemilik lahan dengan PT. Jababeka.

Pembebasan lahan yang dilakukan PT. Jababeka
dimulai dengan pemetaan lahan-lahan yang akan
dibebaskan. Pemetaan lahan tersebut dilakukan
dengan untuk mencari informasi mengenai
pemilik lahan yang akan dibebaskan, luas lahan
yang akan dibebaskan dan jenis surat tanah yang
akan dibebaskan. Jenis surat tanah dapat berupa
SHM (Sertifikat Hak Milik) ataupun girik (letter c).
Tanah yang memiliki jenis surat SHM berarti
tanah tersebut telah didaftarkan pada BPN dan
memiliki sertifikat, sedangkan girik atau letter c
adalah surat tanah ketika tanah tersebut belum
didaftarkan pada BPN dan masih berupa catatancatatan di desa bahwa tanah tersebut dimiliki dan
digarap oleh seseorang. Setelah pemetaan lahan,
PT. Jababeka melakukan cek terhadap NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak) lahan yang akan
dibebaskan, pengecekan NJOP dilakukan per blok
lahan. Selanjutnya PT. Jababeka menyusun
budget. Budget yang disusun bernilai lebih besar
dari NJOP karena pemilik lahan biasanya
meminta harga lebih tinggi dari NJOP. Sehingga
untuk membebaskan lahan tersebut PT.
Jababeka memasang pagu-pagu sebagai acuan
dalam proses negosiasi

Setelah melakukan pembebasan lahan yang
berujung pada kesepakatan dan PT. Jababeka
melakukan pembayaran, PT. Jababeka akan
melakukan sertifikasi akta kepemilikan tanah
yang telah dibebaskan kepada PPAT (Pejabat
Pembuat Akta Tanah). Setelah akta tanah
dilegalisasi, PT. Jababeka memprosesnya kepada
BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal
beserta catatan-catatan pajaknya yang sudah
diselesaikan.
Kemudian
BPN
melakukan
pengukuran peta bidang berdasarkan luasan
tanah yang dibebaskan. Jika hasil pengukuran
dari blok-blok lahan yang dibebaskan tersebut
diantara luasan 0 ha–10 hektar, maka PT.
Jababeka mengajukan permohonan hak kepada
Kantor pertanahan Kabupaten Kendal. Namun
jika luasan lahan dari hasil pengukuran blok-blok
lahan yang dibebaskan diselang luasan 10 ha1000 ha, maka PT. Jababeka harus mengajukan
permohonan hak kepada Kantor wilayah
pertanahan Provinsi Jawa Tengah. Dari
permohonan hak tersebut PT. Jababeka akan
memperoleh HGB (Hak Guna Ganungan) yang
dikeluarkan
oleh
BPN
baik
tingkat
kabupaten/kota maupun tingkat provinsi.

Menuju proses negosiasi, PT. Jababeka
membutuhkan pihak ketiga dalam menjembatani
mereka dengan pemilik lahan. Pihak ketiga ini
dapat berupa pejabat daerah maupun tokoh
masyarakat yang dipandang di daerah tersebut.
Dalam proses negosiasi yang dilakukan dengan
pemilik lahan, ada dua hal yang dipertimbangkan
oleh PT. Jababeka, yaitu prioritas lokasi dan
kondisi tanah. Prioritas lokasi dan kondisi tanah
ini penting dalam artian PT. Jababeka dapat
mengusahakan budget tinggi ketika lokasi lahan
yang akan dibebaskan berada di lokasi yang
penting dan dijual dengan harga yang sangat
tinggi oleh pemilik lahan. Ataupun PT. Jababeka
dapat memikirkan kembali lokasi nya ketika lahan
yang akan dibebaskan berada di lokasi yang tidak
begitu penting namun pemilik lahan meminta
harga yang tinggi. Dalam proses negosiasi ini
intinya adalah kesepakatan, pada akhirnya NJOP
atau pagu-pagu harga acuan hanya disusun
untuk memberikan gambaran dalam negosiasi

SERTIFIKAT
HGB
BPN
(Kantor Pertanahan/ Kantor
Wilayah)
MASTER
PLAN

SITE
PLAN A

SITE
PLAN B

SITE
PLAN C

Konsultan
Teknis yang
disewa oleh
PT. Jababeka

DED

PEMATANGAN
LAHAN

INFRASTRUK
TUR

LEGALISASI DAN
PENGECEKAN RENCANA

UTILITAS

: Proses
: Data

Dinas Tata Ruang
Kab Kendal

Gambar 3. Penyusunan DED Kawasan Industri Kendal
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 5

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

Setelah PT. Jababeka memiliki sertifikat HGB,
maka dilanjutkan untuk memperoleh IMB (Izin
Mendirikan Bangunan) kepada BPMPT Kabupaten
Kendal. IMB dapat diperoleh PT. Jababeka
setelah memiliki masterplan dan DED (Detail
Engineering Design) dari pengembangan
kawasan industri Kendal serta melakukan
pembayaran retribusi IMB kepada BPMPT
Kabupaten Kendal. DED merupakan rencana
detail pembangunan kawasan industri yang
dilakukan pihak pengembang yang meliputi
penetapan batas tapak, pengembangan lahan,
perancangan detail prasarana dan sarana,
perancangan detail kaveling dan bangunan siap
pakai serta perancangan fasilitas dan sarana
penunjang kawasan industri tersebut. DED
merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi
oleh PT. Jababeka dalam memperoleh izin
mendirikan bangunan (IMB), dimana DED ini
akan dilegalisasi bersama masterplan dan
gambar teknik oleh Dinas Tata Ruang Kabupaten
Kendal untuk memperoleh IMB tersebut.
Penyusunan DED untuk kawasan industri Kendal
tidak
dilakukan
secara
langsung
oleh
pengembang yaitu PT. Jababeka melainkan
dilakukan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang
dimaksud adalah konsultan teknis yang disewa
oleh PT. Jababeka. Penyusunan DED kawasan
industri Kendal dilakukan oleh pihak ketiga
dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki PT.
Jababeka.
Perhitungan besaran etribusi IMB diatur dalam
Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2011 tentang
Retribusi dan Perizinan Tertentu. Dalam
peraturan daerah tersebut dihitung rumus
besaran retribusi IMB yang disusun berdasarkan
fungsi dan klasifikasi bangunan. Parameter dari
fungsi bangunan yang mempengaruhi besaran
biaya retribusi IMB untuk kawasan industri
Kendal adalah fungsi hunian. Sedangkan
parameter dari klasifikasi bangunan yang
mempengaruhi biaya retribusi IMB adalah;
kompleksitas, permanensi, risiko kebakaran,
zonasi gempa, kepadatan gedung, ketinggian
bangunan
dan
kepemilikan.
Setelah
menyelesaikan kewajiban membayar retribusi
IMB, PT. Jababeka melakukan pembangunan
produk yang akan dipasarkan. Produk dari
kawasan industri Kendal yang dipasarkan oleh PT.
6 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

Jababeka terdiri dari 2 jenis, yaitu bangunan
pabrik (factory building) dan kavling kawasan
industri. Umumnya produk jenis kavling kawasan
industri memiliki pasar perusahaan-perusahaan
besar seperti Samsung, SOA, dan perusahaan
besar lainnya diakarenakan standar teknis dari
perusahaan besar spesifikasinya berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.
Sedangkan bangunan pabrik memiliki pasar
perusahaan industri menengah kebawah yang
merupakan vendor dari perusahaan besar.
Keterkaitan Antar Stakeholder
Tabel 2. Stakeholder Terkait Proses Pengembangan
Lahan KIK
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Pemerintah
Pusat
Badan Koordinasi
Penanaman Modal
(BKPM)
Kementrian
ATR/BPN, Kantor
Pertanahan
Kabupaten Kendal
Kantor
Wilayah
Provinsi
Jawa
Tengah

Pemerintah
Daerah
Badan Perencanaan
dan Pembangunan
Daerah Kabupaten
Kendal
Badan Penanaman
Modal dan Perizinan
Terpadu Kabupaten
Kendal
Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang
Kabupaten Kendal
Dinas Perindustrian
dan
Perdagangan
Kabupaten Kendal
Badan Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Kendal

NonPemerintahan
PT. Jababeka,
Tbk

Konsultan
Teknis

Pemilik Lahan

Proses pengembangan lahan kawasan industri
Kendal melibatkan berbagai lembaga baik dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan non
pemerintahan di Kabupaten Kendal. Berdasarkan
kondisi beragamnya kelembagaan yang terlibat
dalam kerjasama ini, dilakukan identifikasi
kelembagaan yang terlibat dalam proses
pengembangan lahan kawasan industri Kendal.
Identifikasi ini didasarkan pada tugas pokok dan
fungsi serta regulasi yang mengatur pembagian
kewenangan dalam proses pengembangan lahan
kawasan industri.
Pemetaan keterkaitan antar stakeholder dibagi
berdasarkan empat jenis keterkaitan, yaitu:
koordinasi, pemberian rekomendasi, monitoring
dan pengawasan serta pengajuan izin. Koordinasi

Muhammad Ihsan

BKPM Pusat

BPN

BPMPT
Kab Kendal

Masyarakat
(Pemilik Lahan)

PT. Jababeka,
Tbk

BAPPEDA
Kab Kendal

DISPERINDAG
Kab Kendal

BLH
Kab Kendal

Koordinasi
Pemberian Rekomendasi
Monitoring dan Pengawasan
Pengajuan izin

DISTARU
Kab Kendal

TERLIBAT/KEANGGOTAAN
DALAM BKPRD KAB KENDAL

Gambar 4. Keterkaitan Antar Stakeholder dalam Proses Pengembangan Lahan KIK
Sumber: Hasil Analisis, 2015

antar stakeholder dalam proses pengembangan
lahan KIK secara umum diwadahi oleh BKPRD
Kabupaten Kendal. Koordinasi yang dilakukan
terjadi dalam dua kelompok kerja yang terdapat
dalam BKPRD Kabupaten Kendal, yaitu:
kelompok kerja perencanaan tata ruang dan
kelompok kerja pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Koordinasi yang terjadi di
luar BKPRD Kabupaten Kendal adalah koordinasi
antara Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya dengan
BPN Kantor Pertanahan dalam hal memberikan
rekomendasi PTP dan analisa keruangan kepada
PT. Jababeka, Tbk. PTP yang diberikan Kantor
Pertanahan harus adanya kesesuaian dengan
analisa keruangan yang diberikan Dinas Tata
Ruang sehingga dibutuhkan koordinasi.
Pemberian
rekomendasi
dalam
proses
pengembangan lahan kawasan industri Kendal
dilakukan oleh tiga stakeholder kepada PT.
Jababeka, Tbk. Tiga stakeholder tersebut adalah
BPN Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal, BLH
Kabupaten Kendal dan Dinas Tata Ruang
Kabupaten Kendal. Monitoring dan pengawasan
dilakukan oleh empat stakeholder kepada PT.
Jababeka, Tbk dalam proses pengembangan

lahan kawasan industri Kendal. Monitoring dan
pengawasan
dilakukan
oleh
Disperindag
Kabupaten Kendal, Dinas Tata Ruang Kabupaten
Kendal, Bappeda Kabupaten Kendal dan BPMPT
Kabupaten Kendal. Disperindag Kabupaten
Kendal
melakukan
monitoring
kegiatan
perindustrian terkait perubahan dan peningkatan
pekerjaan dalam tahap pematangan lahan
terhadap regulasi.
Pengajuan izin dalam proses pengembangan
lahan kawasan industri Kendal dilakukan oleh PT.
Jababeka, Tbk selaku pengembang kepada tiga
stakeholder yaitu BKPM RI, Kantor Pertanahan
Kabupaten Kendal, dan BPMPT Kabupaten Kendal.
Pengajuan izin dilakukan PT. Jababeka kepada
BPMPT Kabupaten Kendal untuk memperoleh izin
prinsip, izin lokasi, izin HO, dan Izin mendirikan
Bangunan (IMB). Izin yang diajukan PT.
Jababeka kepada BKPM RI adalah izin
penanaman modal sebagai syarat mendapatkan
izin prinsip dikarenakan PT. Jababeka melakukan
JVA (Joint Venture Agreement) dengan
Sembcorp
yang
merupakan
perusahaan
pengembang dari Singapur. Pengajuan izin juga
diajukan PT. Jababeka kepada BPN Kantor
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 7

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

Pertanahan maupun Kantor Wilayah sesuai
dengan luasan pembebasan lahan dalam
mengajukan
permohonan
hak
untuk
mendapatkan HGB (Hak Guna Bangunan) untuk
mendirikan factory building maupun kavling di
kawasan industri untuk dipasarkan.
Kesimpulan
Dalam
konteks
desentralisasi,
proses
pengembangan lahan kawasan industri Kendal
memerlukan segenap perizinan yang harus
ditempuh PT. Jababeka selaku pengembang
untuk memperoleh hak dan izin membangun
kawasan industri tersebut. Perizinan tersebut
secara garis besar adalah izin prinsip, izin lokasi,
Izin HO, AMDAL, HGB dan IMB. Izin prinsip
diperoleh dengan mengajukan permohonan izin
prinsip kepada BPMPT Kabupaten Kendal yang
disertai izin penanaman modal dari BKPM Pusat
dan persyaratan permohonan izin prinsip lainnya.
Setelah segala persyaratan izin prinsip dipenuhi,
berkas permohonan izin prinsip dan persyaratan
tersebut masuk pada bidang pengelolaan
perizinan BPMPT Kabupaten Kendal yang
kemudian akan dilakukan presentasi oleh PT.
Jababeka dihadapan BKPRD Kabupaten Kendal.
Setelah itu BKPRD akan melakukan tinjauan
lokasi dan RTRW, kemudian izin prinsip akan
disahkan oleh Bupati dan diterbitkan. Setelah
mendapatkan izin prinsip, tahap selanjutnya PT.
Jababeka masuk kepada perolehan izin lokasi.
Izin lokasi membutuhkan dokumen PTP
(Pertimbangan Teknis Pertanahan) yang dibuat
oleh BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal.
PTP tersebut merupakan syarat untuk penerbitan
izin lokasi yang diatur dalam Peraturan Kepala
Badan Pertanahan nomor 2 tahun 2012. Setelah
memperoleh PTP dari BPN Kantor Pertanahan
Kabupaten Kendal, PT. Jababeka mengajukan
dokumen permohonan izin lokasi disertai PTP
tersebut kepada BPMPT Kabupaten Kendal yang
kemudian izin lokasi akan disahkan oleh Bupati
dan diterbitkan. Setelah izin lokasi diterbitkan, PT.
Jababeka diwajibkan untuk segera melakukan
pembebasan lahan dikarenakan izin lokasi
tersebut memiliki masa berlaku 6 bulan. Pada
tahap ini proses pengembangan lahan yang
dilakukan oleh PT. Jababeka lebih rumit dari
prosedur perizinan secara umum dikarenakan
8 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

adanya keterlibatan BKPRD yang tidak berlaku di
semua daerah sehingga menambah alur proses
birokrasi dalam memperoleh izin lokasi.
Proses pembebasan lahan dimulai dengan
pemetaan mengenai informasi luas, pemilik dan
jenis surat lahan yang akan dibebaskan. Setelah
melakukan pemetaan, PT. Jababeka melakukan
cek terhadap harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
per blok lahan yang akan dibebaskan dan
menyusun budget. Setelah itu PT. Jababeka
menghubungi pihak ketiga yang berupa tokoh
masyarakat untuk menjembataninya dengan
pemilik lahan, disanalah terjadi proses negosiasi
hingga mencapai kesepakatan dan pembayaran.
Tanah yang sudah dibebaskan dan dibayar
dilanjutkan dengan sertifikasi dan legalisasi akta
tanah kepada PPAT. Setelah akta dilegalisasi, PT.
Jababeka memprose ke BPN Kantor pertanahan
kabupaten Kendal untuk dilakukan pengukuran
atas tanah yang sudah dibebaskan untuk
mengajukan permohonan hak dan penerbitan
HGB. Jika hsail pengukuran di rentang 0-10
hektar maka permohonan hak diajukan pada BPN
Kantor pertanahan Kabupaten Kendal, namun
jika hasil pengukuran dalam rentang 10-1000
hektar maka permohonan hak harus diajukan PT.
Jababeka kepada BPN Kantor Wilayah Provinsi
Jawa tengah. Bersamaan dengan pengajuan
permohonan hak, PT. Jababeka juga mengurusi
izin HO (Hinder Ordonantie) atau izin gangguan
kepada BPMPT Kabupaten Kendal dengan
membayar biaya retribusi atas gangguan yang
ditimbulkan.
Setelah
itu
PT.
Jababeka
melanjutkan kepada pembuatan dokumen
AMDAL untuk diserahkan dan dinilai oleh BLH
Kabupaten Kendal. Setelah dokumen AMDAL
dinilai oleh tim teknis di BLH Kabupaten Kendal,
dokumen AMDAL itu dikembalikan kepada PT.
Jababeka dan harus segera dilakukan revisi
dalam kurun waktu 3 tahun. Permohonan hak
dan AMDAL merupakan prasyarat terbitnya HGB
(Hak Guna Bangun) yang diterbitkan oleh BPN
baik kantor wilayah Provins Jawa Tengah
maupun kantor pertanahan di Kabupaten Kendal.
Setelah HGB diterbitkan BPN, PT. Jababeka
melanjutkan proses untuk memperoleh IMB (Izin
Mendirikan Bangunan) kepada BPMPT Kabupaten
Kendal. Untuk memperoleh IMB, PT. Jababeka
harus sudah memiliki masterplan, DED (Detail

Muhammad Ihsan

Engineering Design), HGB, dan membayar biaya
retribusi IMB kepada Pemerintah. Setelah
memiliki IMB, PT. Jababeka melakukan
pembangunan dari produk yang akan dipasarkan.
PT. Jababeka memiliki dua jenis produk yang
dipasarkan, yaitu bangunan pabrik (factory
building) dan kavling. Pasar dari kavling adalah
perusahaan besar yang memiliki spesifikasi
bangunan tersendiri untuk kegiatan pabrik atau
perusahannya, sedangkan pasar dari produk
factory building biasanya merupakan vendorvendor dari perusahaan besar, dalam artian
perusahaan-perusahaan menengah kebawah
yang men-support sebuah perusahaan besar.
Dalam segenap proses pengembangan lahan
kawasan industri Kendal (KIK) terdapat banyak
stakeholder yang terlibat, yaitu pada proses
perizinan, pembebasan lahan, dan penyusunan
dokumen perencanaan. Dalam perolehan hak
dan perizinan untuk melakukan pengembangan
lahan KIK, PT. Jababeka berinteraksi dengan
Pemerintah Pusat (BKPM RI, Kementrian Agraria
dan Tata Ruang/BPN) dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kendal yang tergabung dalam BKPRD
(Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah).
Dalam
perolehan lahan melalui proses
pembebasan lahan PT. Jababeka berinteraksi
dengan masyarakat baik pemilik lahan ataupun
tokoh masyarakat yang dipandang untuk
menjembatani PT. Jababeka dengen pemilik
lahan. Dalam penyusunan dokumen perencanaan
(master plan, feasibility study) ataupun dokumen
prasyarat untuk perolehan perizinan (AMDAL,
Detail Engineering Design) PT. Jababeka
berinteraksi
dengan
konsultan
teknis.
Keterlibatan banyak stakeholder baik dari
pemerintahan,
non-pemerintahan,
dan
masyarakat tersebut dipetakan melalui empat
jenis hubungan keterkaitan, yaitu; koordinasi,
monitoring dan pengawasan, rekomendasi, dan
pengajuan izin. Dari hasil pemetaan keterkaitan
stakeholder pada GAMBAR 4.5, stakeholder yang
terlibat dikategorikan kedalam tiga kelompok
berdasarkan klasifikasi overseas development
administrations (ODA, 1995) yaitu: stakeholder
kunci, stakeholder primer dan stakeholder
sekunder. Stakeholder primer adalah kelompok
stakeholder yang memiliki peran signifikan
terhadap keberhasilan proses pengembangan
lahan KIK, yaitu PT. Jababeka dan BPMPT

Kabupaten Kendal. Stakeholder primer, adalah
kelompok stakeholder yang berperan langsung
dari proses pengembangan lahan KIK yaitu Dinas
Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten kendal,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Kendal, BLH Kabupaten Kendal, BAPPEDA
Kabupaten Kendal, BKPM Pusat dan BPN Kantor
pertanahan Kabupaten Kendal maupun BPN
Kantor wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan
stakeholder sekunder adalah kelompok yang
memiliki kemungkinan terkena dampak dari
proses pengembangan lahan KIK, yaitu
masyarakat baik pemilik lahan ataupun tokoh
masyarakat yang menjembatani PT. Jababeka
dengan pemilik lahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai
identifikasi proses pengembangan lahan kawasan
industri dengan studi kasus kawasan industri
Kendal, Jawa Tengah, terdapat beberapa
rekomendasi untuk para stakeholder terkait,
terutama pemerintah daerah dan PT. Jababeka,
Tbk. Dalam proses pengembangan lahan KIK,
dibutuhkan kapasitas kelembagaan, pengalaman
dan sistem kerja yang baik dari Pemerintah
Daerah dalam mendampingi swasta untuk
berinvestasi di daerahnya. Maka dari itu,
beberapa rekomendasi yang dapat penulis
berikan terkait proses pengembangan lahan
kawasan industri Kendal adalah sebagai berikut.
a.

Perlu adanya rotasi di pemerintahan daerah
sehingga terjadinya kesetaraan kualitas
dalam menghadapi persoalan yang ada di
daerahnya. Hal ini direkomendasikan karena
terjadinya ketidakjelasan prosedur perizinan
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kepada PT. Jababeka. Ketidakjelasan
prosedur
perizinan
yang
diberikan
Pemerintah daerah ini diduga karena
Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal baru
pertama
kali
menghadapi
investor
pengembangan kawasan indsutri skala besar.

b.

Perlu penataan kembali wadah koordinasi
antar pemerintah daerah di Kabupaten
Kendal yang saat ini diselenggarakan oleh
BKPRD Kabupaten Kendal, mengingat
keterlibatannya masih kurang dalam proses
pengembangan lahan KIK.
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 9

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

c.

BPMPT

Kabupaten

Kendal

merupakan

stakeholder kunci dalam perizinan proses
pengembangan
lahan
KIK
karena
merupakan perizinan satu pintu di
Kabupaten Kendal. Namun, masih adanya
keluhan yang muncul dari PT. Jababeka
berupa
ketidakjelasan
prosedur
pengembangan lahan, sehingga dari
pengalaman
pertama
pengembangan
kawasan industri ini dibutuhkan semacam
produk baru dari BPMPT Kendal yang dapat
berupa
info
grafis/
skema
yang
menggambarkan urutan perizinan yang
harus
ditempuh
dalam
proses
pengembangan lahan atau pemanfaatan
lahan secara keseluruhan di Kabupaten
Kendal.
d.

PT. Jababeka membutuhkan peningkatan
sumberdaya perusahaan khususnya terkait
tenaga ahli dalam melakukan proses
pengembangan lahan. Hal ini dikarenakan
PT. Jababeka masih menyewa jasa konsultan
teknis dalam melakukan penyusunan
dokumen perencanaan yaitu masterplan, FS,
DED dan AMDAL. Jika PT. Jababeka memiliki
tenaga
ahli,
penyusunan
dokumen
perencanaan dan prasyarat perizinan
tersebut dapat dilakukan sendiri. Sehingga
akan berkurangnya biaya yang dikeluarkan
dalam melakukan proses pengembangan
lahan kedepannya.

Daftar Pustaka
Gar-On Yeh dan Wu, F. (1996) The New Land
Development
Process
and
Urban
Development in Chinese Cities, Joint editors
and Blackwell publishers, 331-353
Healey, P (1991) Model of the Development
Journal of Property
Process: a review,
Research 8, 219-238.
Healey, P. dan S.M. Barrett (1990) Structure and
agency in land and property development
processes: some ideas for research, Urban
Studies 27, 89-103.
Hudalah, D et all. (2007) Industrial Land
Development
and
Manufacturing
Deconcentration in Greater Jakarta, Urban

Geography, vol 34, No 7, 950-971
10 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

Hudalah, D dan Firman, T. (2011) Industrial
Estate and Post-Suburban Transformation in
Jakarta Metropolitan Region, Elsevier, Cities,

40-48
Karyoedi, Moch. (2006) Eksternalitas dan
Transaction Cost dalam Mekanisme Pasar
pada Pengemangan Lahan dan Properti di
Kawasan
Perkotaan
Bandung,
Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.17/No.2,
1-20
Winarso, H, dkk. (2006) Studi Pengembangan
Lahan Informal Di Perkotaan, Studi Kasus:
Cirebon Dan Palangkaraya, Research Series
UPDRG 01-2006, Urban Planning and Design
Research Group, ITB.
Yudono, A. (2011) Pengembangan, Pengadaan
dan Kebijakan Lahan perkotaan, slide mata
kuliah pengembangan lahan, jurusan PWK
Universitas Brawijaya.
Ranotra, Cindie (2011): Evaluasi Kesiapan

Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal dalam
Mewujudkan Rencana Kawasan Ekonomi
Khusus. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah
dan Kota UGM
Sasongko, Adryan (2014): Peran Kepemimpinan

dalam kerjasama Pengendalian Banjir di
Kawasan Metropolitan JABODETABEK. Tugas
Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota ITB
Talitha, Tessa (2014): Model Kerja Sama Antar

Daerah
dalam
Perencanaan
Sistem
Transportasi Wilayah Metropolitan Bandung
Raya. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan
Kota ITB.
Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 9
Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan
Tertentu Di Kabupaten Kendal
Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 7
Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 9
Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan
Tertentu Di Kabupaten Kendal
Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia
Nomor
35/M-Ind/Per/3/2010
Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri
Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rtrw Kabupaten Kendal
Tahun 2011-2031