Pembuatan biokomposit dari pati sagu dan plasticizer gliserol

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pati Sagu
Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) merupakan tanaman asli Asia Tenggara.

Penyebarannya meliputi Melanesia Barat sampai India Timur dan dari
Mindanao Utara sampai Pulau Jawa dan Nusa Tenggara bagian Selatan. Sekitar
50% tanaman sagu dunia atau 1.128 juta ha tumbuh di Indonesia (Flach, 1983
dalam Limbongan 2007), dan 90% dari jumlah tersebut atau 1.015 juta ha
berkembang di Provinsi Papua dan Maluku (Lakuy, 2003 dalam Limbongan
2007). Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika,
industri kimia dan pengolahan kayu (Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Industri Sumatera Barat, 2001). Salah satu hasil perkebunan yang banyak terdapat
di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) adalah sagu. Batang sagu merupakan
gudang penyimpanan pati atau karbohidrat, yang lingkup pemanfaatannya dalam
industri sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol, dan bermacammacam industri kimia lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
2.1.1 Penggunaan Sagu Sebagai Sumber Pati
Komposisi komponen yang terkandung didalam pati sagu secara
mikroskopis struktur batang sagu dari arah luar terdiri dari lapisan sisa-sisa

pelepah daun, lapisan kulit luar yang tipis dan berwarna kemerah-merahan,
lapisan kulit dalam yang keras dan padat berwarna coklat kehitam-hitaman,
kemudian lapisan serat dan akhirnya empelur yang mengandung pati dan
serat-serat (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sifat atau kualitas pati sagu
dipengaruhi oleh faktor genetik serta proses ekstraksinya, seperti peralatan dan air
yang digunakan, cara penyimpanan potongan batang sagu dan penyaringan
(Flach, 1983 dalam Limbongan 2007). Pati sagu umumnya berwarna putih.
Menurut Purwani. dkk (2006), derajat putih pati sagu bervariasi dan dapat
berubah selama penyimpanan.

5

6

Menurut Knight (1986) suhu gelatinasi pati sagu sekitar 60-72 ⁰C, tetapi
menurut Wirakartakusumah (1986) sekitar 72-90 ⁰C (Hasibuan, 2009). Pati sagu
selama ini hanya digunakan sebagai bahan makanan sumber energi dan belum
diketahui manfaat lainnya. Konsentrasi pati terhadap air akan mempengaruhi
kekentalan larutan pembentuk lapisan plastik dan ketebalan dari film yang
terbentuk. Semakin kental larutan pati semakin tebal lapisan film yang

terbentuk. Semakin tebal lapisan yang terbentuk menghasilkan lebih
banyak gugus hidrofilik yang sangat mudah untuk berinteraksi dengan air.
Dalam aplikasinya didalam plastik biodegradable, pati dicampurkan dengan
butiran alaminya yang dijaga tetap utuh, atau dilelehkan dan dicampur didalam
sebuah level molekular dengan polimer yang sesuai. Komposisi kimia pati sagu
tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pati Sagu Dalam 100 g Bahan
Komponen

Satuan

Jumlah

Protein

G

0.7

Lemak


G

0.2

Karbohidrat

G

84.7

Air

G

14

Fosfor

Mg


13

Kalsium

Mg

11

Besi

Mg

1.5

Kalori

Kal

353


Sumber: Direktorat Gizi, Dep. Kes. RI (1979)
Pati

sagu

mengandung

27%

amilosa

dan

73%

amilopektin

(Wirakartakusumah. 1986). Butiran pati dapat disertakan sebagai pengisi
biodegradable ke dalam polimer sintetik non-biodegradable. Secara prinsip, pati

sesuai untuk proses sebagai termoplastik. Sifat pati tidak larut dalam air
namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinasi setelah mencapai
suhu tertentu (suhu gelatinasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik
molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antara

7

molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk kedalam pati tersebut dan
pati akan membengkak. Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah
sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang
disebut gelatinasi. Untuk lebih meningkatkan nilai ekonomi dari batang sagu, pati
sagu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable.
2.1.2 Pati Polimer Biodegradable Alami
Polimer biodegradable adalah bidang yang masih baru. Sejumlah polimer
biodegradable telah disintesa baru-baru ini dan beberapa mikroorganisme dan
enzim yang mampu untuk menguraikannya telah diidentifikasi. Biopolimer adalah
polimer yang terbentuk didalam alam selama lingkaran pertumbuhan semua
organisme, sehingga disebut dengan polimer alami. Sintesanya melibatkan
katalisa enzim, reaksi pertumbuhan rantai polimerisasi dari monomer aktif, yang
biasanya terbentuk didalam sel oleh proses metabolik kompleks (R Chandra and

R. Rustgi, 1998). Untuk aplikasi bahan, perhatian sering ditujukan terhadap
polisakarida yaitu selulosa dan pati. Konsentrasi pati terhadap air akan
mempengaruhi kekentalan larutan pembentuk lapisan plastik dan ketebalan
dari film yang terbentuk. Semakin kental larutan pati semakin tebal lapisan
film yang terbentuk. Semakin tebal lapisan yang terbentuk menghasilkan
lebih banyak gugus hidrofilik yang sangat mudah untuk berinteraksi dengan
air. Gambar 2.1 merupakan gambar struktur beberapa polisakarida (R Chandra
and R. Rustgi, 1998).

Gambar 2.1 Gambar Struktur Beberapa Polisakarida

8

Selulosa dan pati terbentuk dari ratusan ribu unit berulang dglucopyranoside. Unit-unit ini dihubungkan bersama-sama oleh ikatan asetal
yang terbentuk antara karbon atom hemiasetal, C1 dari struktur siklik glukosa
dalam satu unit dan sebuah gugus hidroksil pada atom C 3 (untuk selulosa dan
amilase) atau C6 (untuk unit cabang pada amilopektin) pada unit yang
berdekatan. Jenis struktur ini terjadi karena didalam larutan aqeous. Glukosa
dapat hadir baik didalam bentuk aldehid asiklik maupun hemisetal siklik, dimana
bentuk yang terakhir adalah struktur yang dimasukkan kedalam polisakarida.

Bentuk siklik juga dapat hadir sebagai satu dari dua isomer, isomer-a dengan
gugus OH aksial pada cincin atau isomer-b dengan gugus OH equatorial. Pada
pati, cincin glucopyranoside hadir dalam bentuk a sementara didalam selulosa
unit berulang hadir dalam bentuk b. Karena perbedaan ini, enzim yang
mengkatalis reaksi hidrolisa setal selama biodegradasi dari masing-masing kedua
sakarida ini adalah berbeda dan tidak dapat dipertukarkan.
2.1.3 Pati sebagai Biofilm
Pati telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan film dikarenakan harga
yang meningkat dan penurunan tersedianya resin pembentukan film konvensional.
Film dari pati memiliki permebilitas yang rendah sehingga menarik digunakan
sebagai pengemas makanan. Meskipun pati adalah polimer, kestabilannya
dibawah tekanan tidak tinggi.
Dalam aplikasinya didalam plastik biodegradable, pati dicampurkan dengan
butiran alaminya yang dijaga tetap utuh, atau dilelehkan dan dicampur didalam
sebuah level molekular dengan polimer yang sesuai. Didalam kedua bentuk
tersebut, fraksi pati didalam campuran yang dapat diakses oleh enzim, dapat
didegradasi dengan amilase atau glukosidasae. Molekul pati mempunyai dua
gugus fungsional penting, gugus OH yang mudah mengalami reaksi-reaksi
pengganti dan ikatan C-O-C yang mudah mengalami rantai terpecah. Gugus
hidroksil dari glukosa mempunyai karakter nukleofilik. Dengan reaksi gugus OH

nya, modifikasi dari beberapa sifat dapat diperoleh.

9

Pati acetilated mempunyai beberapa keuntungan sebagai fiber struktural
atau polimer pembentukan film dibandingkan dengan pati alami. Asetilasi pati
adalah reaksi yang sangat dikenal dan sangat mudah disintesa. Pati asetat lebih
hidrophobic daripada pati dan telah ditunjukkan mempunyai tahanan terhadap
sifat tensile yang lebih baik didalam keadaan aqueous. Keuntungan yang lain
adalah pati asetat mempunyai solubilitas yang lebih baik dibandingkan dengan
pati dan sangat mudah untuk dicetak menjadi film dari solven yang sederhana.
Pati asetat disiapkan dengan asetilasi pati dengan piridin/asetat anhidrida dan
dicetak menjadi film dari larutan 90% asam format. Film ini dapat digunakan
untuk membran didalam bioreaktor yang kemudian dapat didegradasi dengan
penambahan enzim kedalam sistem.
Pati telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai aditif untuk plastik
dengan berbagai macam tujuan. Pati ditambahkan sebagai filler kepada berbagai
macam sistem resin untuk membuat film yang kedap air tetapi tidak kedap uap air.
Pati sebagai filler biodegradable didalam LDPE telah dicoba. Polyetilen film yang
diisi dengan pati menjadi berpori setelah ekstraksi pati. Film yang berpori ini

dapat langsung diserbu oleh mikroorganisme dan dengan cepat jenuh dengan
oksigen, sehingga meningkatkan degradasi polimer dengan cara biologi dan
oksidasi.
Kemungkinan mengkombinasikan pati secara kimia atau produk turunan
pati dengan resin komersial dimana pati akan bertindak sebagai filler dan agen
cross linking mungkin memberikan pendekatan yang layak untuk menggabungkan
pati kedalam plastik. Dikarenakan isosianat sangatlah reaktif dengan gugus
hidroksil, isosianat dapat digunakan untuk mempersiapkan sejumlah resin reaktif
yang akan ber cross link dengan pati. Penambahan pati kepada resin isosianat
akan mengurangi biaya dan meningkatkan tahanan pelarut dan memperbaiki sifatsifatnya. Pati dapat dimodifikasi dengan gugus non polar, seperti asam lemak
ester, sebelum reaksi isosianat untuk meningkatkan derajat kereaktifitasnya.
Sebuah metode dikembangkan untuk memasukkan pati sebagai filler dan agen
cross link didalam poliester termodifikasi diisosianat untuk menghasilkan
elastomer. Disamping itu pati dapat ditambahkan kedalam sistem uretan untuk

10

menghasilkan foam penyerap. Metode-metode itu menunjukkan bahwa produk
pati menyebabkan foam menjadi lebih tahan api dan mudah diserang oleh
mikroorganisme tanah (R Chandra and R. Rustgi, 1998).

2.2

Komposit
Komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat

dengan serat yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan bahan-bahan
pembentuknya. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat
(fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut matrik. Didalam
komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya polimer yang
mudah dibentuk. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah menentukan
karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta sifat mekanik
lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang
bekerja pada bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan mengikat serat
agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu
untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan
matrik dipilih bahan-bahan yang lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.
Material komposit tersusun atas dua tipe material penyusun yakni matriks
dan fiber (reinforcement). Keduanya memiliki fungsi yang berbeda, fiber
berfungsi sebagai material rangka yang menyusun komposit, sedangkan matriks
berfungsi untuk merekatkan fiber dan menjaganya agar tidak berubah posisi.
Campuran keduanya akan menghasilkan material yang keras, kuat, namun ringan.
Gambar 2.2 merupakan material komposit.

Gambar 2.2 Material komposit

11

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau
lebih material sehingga dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat
mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Komposit
memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari logam, kekakuan jenis (modulus
Young/density) dan kekuatan jenisnya lebih tinggi dari logam. Beberapa lamina
komposit dapat ditumpuk dengan arah orientasi serat yang berbeda, gabungan
lamina ini disebut sebagai laminat. Komposit terdiri dari dua bagian utama yaitu:
1.

Matriks, berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung filler (pengisi)
dari kerusakan eksternal. Matriks yang umum digunakan: polimer.

2.

Filler (pengisi), berfungsi sebagai penguat dari matriks. Filler yang umum
digunakan: serat karbon.

2.2.1 Komposit Serat
Unsur utama komposit adalah serat yang mempunyai banyak keunggulan,
oleh karena itu bahan komposit serat yang paling banyak dipakai. Bahan komposit
serat terdiri dari serat-serat yang terikat oleh matrik yang saling berhubungan.
Bahan komposit serat ini terdiri dari dua macam, yaitu serat panjang (continous
fiber) dan serat pendek (short fiber dan whisker). Penggunaan bahan komposit
serat sangan efisien dalam menerima beban dan gaya. Karena itu bahan komposit
serat sangan kuat dan kaku bila dibebani searah serat, sebaliknya sangat lemah
bila dibebani dalam arah tegak lurus serat.
Komposit serat dalam dunia industri mulai dikembangkan dari pada
menggunakan bahan partikel. Bahan komposit serat mempunyai keunggulan yang
utama yaitu strong (kuat), stiff (tangguh), dan lebih tahan terhadap panas pada saat
didalam matrik (Schwarts, 1984). Dalam pengembangan teknologi pengolahan
serat, membuat serat sekarang semakin diunggulkan dibandingkan materialmaterial yang digunakan. Cara yang digunakan untuk mengkombinasi serat
berkekuatan tarik tinggi dan bermodulus elastisitas tinggi dengan matrik yang
bermassa ringan, berkekuatan tarik rendah, serta bermodulus elastisitas rendah
makin banyak dikembangkan guna memperoleh hasil yang maksimal. Komposit
pada umumnya menggunakan bahan plastik yang merupakan material yang paling

12

sering digunakan sebagai bahan pengikat seratnya selain itu plastik mudah didapat
dan mudah perlakuannya, dari pada bahan dari logam yang membutuhhkan bahan
sendiri. Pada tabel 2.2 merupakan sifat mekanis yang terdapat pada serat alam.
Tabel 2.2 Serat Alam dan Sifat Mekanisnya
Serat
Diameter Ultimate tensil stress
Wood
15-20
160
Bamboo
15-30
550
Jute
10-50
580
Cotton
15-40
540
Wool
75
170
Sumber: Vasiliev & Morozov (2001)

Modulus
23
36
22
28
5,9

Berat Jenis
1,5
0,8
2,5
1,5
1,32

1. Tipe Komposit Serat
Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan serat
dengan benar, berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada
komposit. Pada gambar 2.3 merupakan tipe komposit serat berdasarkan
penempatannya.
a. Continuous Fiber Composite
Continuous atau uni-directional, mempunyai serat panjang dan lurus,
membentuk laminna diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering
digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan.
Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya.
b. Woven Fiber Composite
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena
susunan seratnya juga mengikat serta antar lapisan. Akan tetapi susunan
serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekauatan dan
kekakuan akan melemah.
c. Discontinuous Fiber Composite
Dicsontinuous fiber composite adalah tipe komposit dengan serat pendek.

13

Gambar 2.3 Tipe komposit serat. (a) Continuous Fiber Composite (b) Woven
Fiber Composite (c) Discontinuous Fiber Composite
2.2.2 Matrik
Matrik adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi
volume terbesar (dominan). Matrik mempunyai fungsi untuk mentransfer
tegangan ke serat secara merata, melindungi serat dari gesekan mekanik,
memegang dan mempertahankan serat pada posisinya, melindungi dari
lingkungan yang merugikan, tetap stabil setelah proses manufaktur.
Sifat-sifat matrik:
1. Sifat mekanis yang baik.
2. Kekuatan ikatan yang baik.
3. Ketangguhan yang baik.
4. Tahan terhadap temperatur.
Matrik yang digunakan dalam penelitian pembuatan komposit ini adalah
recycled polypropylene (RPP). Matrik dalam struktur komposit dapat dibedakan
menjadi:
1. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composite-PMC)
Bahan ini merupakan bahan komposit yang sering digunakan, biasa disebut
polimer berpenguat serat (FRP-Fibre Reinforced Polymers or Plastics). Bahan ini
menggunakan suatu polimer berbahan resin sebagai matriknya, dan suatu jenis
serat seperti kaca, karbon dan aramid sebagai penguatannya.
Komposit ini bersifat:
a. Biaya pembuatan lebih rendah.
b. Dapat dibuat dengan produksi massal.
c. Ketangguhan baik.

14

d. Tahan simpan.
e. Siklus pabrikasi dapat dipersingkat.
f. Kemampuan mengikuti bentuk.
g. Lebih ringan.
Jenis polimer yang sering digunakan:
1. Thermoplastic
Thermoplastic adalah plastik yang dapat dilunakkan berulang kali (recycle)
dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan polimer yang akan
menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic akan meleleh pada suhu
tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik
(reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan. Contoh
dari thermoplastic yaitu Poliester, nylon 66, PP, PTFE, PET, Polieter sulfon, PES,
dan Polieter eterketon (PEEK).
2. Thermoset
Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel), bila sekali
pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan
yang tinggi tidak akan melunakkan thermoset melainkan akan membentuk arang
dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel,
seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis thermoset tidak begitu menarik dalam
proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih
sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat thermoplastic.
Contoh dari thermoset yaitu Epoksida, Bismaleimida (BMI), dan Poli-imida (PI).
2.

Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composite-MMC)
Bahan ini menggunakan suatu logam seperti aluminium sebagai matrik dan

penguatnya dengan serat seperti silikon karbida. Kelebihan MMC dibandingkan
dengan PMC adalah transfer tegangan dan regangan yang baik, ketahanan
terhadap temperature tinggi, tidak menyerapa kelembapan, tidak mudah terbakar,
kekuatan tekan dan geser yang baik serta ketahanan aus dan muai termal yang
lebih baik sedangkan kekurangan MMC biayanya mahal dan standarisasi material
dan proses yang sedikit. Contohnya Almunium beserta paduannya, titanium

15

beserta paduannya, magnesium beserta paduannya. MMC sering digunakan pada
komponen automotif (blok silinder mesin, dll), Aircraft (rak listrik pada pesawat
terbang) dan peralatan elektronik.
3.

Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composite-CMC)
Bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat

pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau
boron nitride. Matrik yang sering digunakan pada CMC adaah gelas anorganik,
keramik gelas, alumina dan silikon nitrida. Keuntungan dari CMC diantaranya
dimensinya stabil bahkan lebih stabil dari pada logam, sangat tanggung bahkan
hampir sama dengan ketangguhan dari cast iron, mempunyai karakteristik
permukaan yang tahan aus, unsur kimianya lebih stabil pada temperature tinggi,
tahan pada temperatur tinggi, kekuatan dan ketangguhan tinggi serta ketahanan
pada korosi. Kerugian dari CMC adalah sulit untuk diproduksi dalam jumlah
besar, relatif mahal hanya untuk aplikasi tertentu. CMC biasanya digunakan pada
proses kimia yaitu filter, membran seals, liners, piping, hangers. Power
generation yaitu combustorrs, vanrs, nozzles, recuperators, heat exchanger tubes,
liner. Wate inineration yaitu furnace part, burners, heat pipes, filters, sensors.
Kombinasi dalam rekayasa wisker SiC/alumina polikristalin untuk perkakas
potong. Serat grafit/gelas boron silikat untuk alas cermin laser. Grafit/keramik
gelas untuk bantalan, perapat dan lem. SiC/litium aluminosilikat (LAS) untuk
calon material mesin panas.
2.3

Biokomposit
Komposit terdiri dari dua penyusun utama yaitu reinforcement dan matriks.

Biokomposit adalah material komposit dengan salah satu penyusunnya bersifat
natural, misalnya menggunnakan reinforcement serat alam atau matriks alam.
Komposit dari serat alam merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk tetap
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Komposit serat alam diharapkan menjadi
suatu material yang bersifat dapat diperbaharui sehingga mengurangi dan
mencegah dampak kerusakan lingkungan dari bahan polimer seperti plastik yang

16

tidak dapat diperbaharui. Disamping itu, komposit dari serat alam juga bertujuan
untuk memanfaatkan limbah dari bahan serat alam seperti serat dari serbuk kayu.
Material biokomposit tentu memiliki beberapa keunggulan apabila
dibandingkan dengan material dasar seperti logam, keramik dan polimer atau
material komposit lainnnya. Keunggulan tersebut antara lain:
1. Mengurangi berat.
2. Dapat didaur ulang.
3. Merupakan material yang berfungsi sebagai langkah untuk bumi hijau
(green movement).
4. Biaya produksi yang lebih kompetitif.
5. Sifat material yang lebih baik.
6. Mudah dibentuk.
7. Konsumsi energi pembuatan yang rendah.
8. Terbuat dari bahan yang dapat diperbarui.
Oleh karena biokomposit memiliki banyak keunggulan dibandingkan
dengan material lainnya, maka pada saat ini penggunaan material biokomposit
sudah sangat banyak digunakan, contohnya seperti interior-interior pada bidang
otomotif, peralatan rumah tangga dan sebagainya.
2.4

Serbuk Gergaji Kayu Jati
Serbuk gergaji adalah serbuk kayu berasal dari kayu yang dipotong dengan

gergaji. Kayu jati memiliki nama botani Tectona grandits L.f. Serbuk gergaji
mempunyai mandaat yaitu mempermudah pembentukan pori-pori. Pohon jati
dapat tumbuh mencapai tinggi 45 m dengan panjang batang bebas cabang 15-20
m dan diameter batang 50-220 mm dengan bentuk batang beralur dan tidak
teratur. Kayu jati memiliki serat yang halus dengan warna kayu mula-mula sawo
kelabu. Kemudian berwarna sawo matang apabila lama terkena cahaya matahari
dan udara. Serat kayu memiliki arah yang lurus dan kadang-kadang terpadu,
memiliki panjang serat rata-rata 1316μ dengan diameter 24,8μ dan tebal dinding
3,3μ. Struktur pori sebagian besar soliter dalam susunan tata lingkaran, memiliki
diameter 20-40μ dengan frekuensi 3-7 per-mm².

17

Karena sifat-sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling
banyak dipakai untuk berbagai keperluan. Sifat-sifat kayu jati secara lengkap
dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada industri pengolahan kayu, jati diolah menjadi
kayu gergajian, plywood, blackbord, particleboard, mebel air dan sebagainya.
Pada tabel 2.3 merupakan sifat-sifat kayu jati.
Tabel 2.3 Sifat-sifat Kayu Jati
No
Sifat
1 Berat jenis
2 Tegangan pada batas patah
3 Modulus elastisitas
4 Tegangan tekan sejajar serat
5 Kadar selulosa
6 Kadar lignin
7 Kadar pentose
8 Kadar abu
9 Kadar silica
10 Serabut
11 Kelarutan dalam NaOH 1%
12 Nilai kalor
13 Kerapatan
Sumber: Anonim (1991)

Nilai
0,62-0,75
1031
127700
550
47,5
29,9
14,4
1,4
0,4
66,3
19,8
5081
0,44

Satuan
Kg/cm3
Kg/cm3
Kg/cm3
Kg/cm3
%
%
%
%
%
%
%
Cal/gram
Cal/gram

Kandungan kimia kayu adalah selulosa ±60%, lignin± 28% dan zat lain
±12%. Dinding sel tersusun sebagian besar oleh selulosa. Lignin adalah suatu
campuran zat-zat organik yang terdiri dari zat karbon (C), zat air, dan oksigen.
Serbuk gergaji kayu mengandung komponen utama selulosa, hemiselulosa, lignin
dan zat ekstraktif kayu. Lignin mempunyai ikatan kimia dengan hemiselulosa
bahkan ada indikasi mengenal adanya ikatan-ikatan antara lignin dan selulosa.
Kompoen kimia didalam kayu mempunyai arti penting, karena menentukan
kegunaan sesuatu jenisa kayu juga dengan mengetahuinya kita dapat membedakan
jenis kayu. Komponen kimia kayu jati yaiyu:
1. Karbon terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
2. Ion karbohidrat terdiri dari lignin kayu
3. Unsur yang diendapkan:
a. Karbon

: 50%

18

b. Hidrogen

: 6%

c. Nitrogen

: 0,04% - 0,10%

d. Abu

: 0,20% - 0,50%

Sifat higroskopik serbuk gergaji kayu jati merupakan air yang keluar dari
rongga sel dan dinding sel, kayu akan menyusut dan sebaliknya kayu akan
mengembang apabila kadar airnya bertambah. Sifat kembang susut kayu
dipengaruhi oleh kadar air, angka rapat kayu dan kelembaban udara.
2.4.1

Potensi dan Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk

keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di
Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata
sebesar 14,2% per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya
sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan
alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek
pemanenan yang tidak efisien dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh
perambahan hutan, kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan
bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping
meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan
produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia
masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar (Purwanto, 1994) menyatakan
komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah
sebagai berikut:
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai
66,16%.

19

2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6%
dan sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar
50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk
gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa
kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3% dari jumlah bahan baku
yang digunakan.
2.5

Polypropylene (PP)
Polipropilena pertama kali dipolimerisasikan oleh Dr. Karl Rehn di Hoechst

AG, Jerman, pada 1951, yang tidak menyadari pentingnya penemuan itu.
Ditemukan kembali pada 11 maret 1954 oleh Giulio Natta, Polipropilena pada
awalnya diyakini lebih murah daripada polietilena. Polimer adisi yang terbuat dari
propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resisten yang
tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena
biasanya didaur ulang, dan symbol daur ulangnya adalah nomor “5”.
Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam
polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena berasal
dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Struktur
molekul propilena CH2=CH-CH3.
Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik ringan, densitasi 0,900,92 kg/m2, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang tinggi dan bersifat kurang
stabil terhadap panas dikarenakan adanya hydrogen tersier. Penggunaan bahan
pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik
sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stresscracking) walaupun pada temperature tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah
0°C dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi dengan bantuan pengisi
dan penguat akan terdapat adhesi yang baik.
Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilena
(konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju
pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk

20

barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat
daripada bagian luar yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya akan
terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.
Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan
(impact strength) yang tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut organik.
Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat
tahan terhadap air karena sedikit menyerap air dan sifat kekakuan yang tinggi.
Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahanan yang sangat baik
terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan
sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti
asam nitrat dan hidrogen peroksida.
2.6

Termoplastik
Termoplastik membutuhkan panas untuk membuat nya menjadi dapat

terbentuk dan setelah pendinginan akan berubah kembali kepada bentuk semula.
Bahan-bahan ini dapat dipanaskan ulang dan membentuk bentuk baru beberapa
kali tanpa adanya perubahan yang berarti pada sifatnya. Perilaku ini adalah akibat
ketidakhadiran crosslink kimia pada polimer ini, bahkan setelah dilelehkan. Film
didefinisikan sebagai lembaran yang fleksibel yang tidak megandung bahan
metalik, dengan ketebalan tidak lebih dari 0.01 inchi atau 250 mikron. Film
terbuat dari turunan selulosa dan sejumlah resin termoplastik, terdapat dalam
bentuk gulungan lembaran dan tabung yang dapat digunakan sebagai
pembungkus, kantong, tas dan sampul (Wiwik dkk, 2012). Film dari campuran
pati dan plasticizer dapat digunakan sebagai kemasan, namun harus memenuhi
standar sifat mekanik tertentu. Sifat fisik dan mekanik dari beberapa jenis plastik
berdasarkan ASTM D638 diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut.

21

Tabel 2.4 Sifat Fisik dan Mekanik dari Beberapa Jenis Plastik
Sifat Mekanik
Tensile strength (MPa)
Elongation (%)
Sumber: Dayanti, 2009

LDPE
10
620

HDPE
10-40
500

Film Pati Kulit

Film Pati

Singkong
0.406
1.27

Sorgum
6.9711
16.48

2.6.1 Pengembangan Teknologi Plastik Termoplastik
Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegradable dewasa ini
berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman,
Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk
menggali berbagai potensi bahan baku biopolimer. Aktivitas penelitian lain yang
dilakukan adalah bagaimana mendapatkan kemasan termoplastik degradable yang
mempunyai masa pakai yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah
serta perbaikan sifat-sifat fisik dan penggunaan bahan pemlastis. Kemasan plastik
biodegradable ini penggunaannya masih terbatas pada produk farmasi dan
kosmetik. Masalah yang seringkali muncul pada plastik jenis ini terutama untuk
kemasan makanan adalah biaya produksi yang mahal dan sifat mekanik/fisik
serta sifat barrier yang lebih rendah dibandingkan dengan polimer sintetik. Oleh
sebab itu sampai saat ini masih dipakai polimer sintetis (PP, PE, PS dan PVS)
(Wiwik dkk, 2012).
Beberapa penelitian dibidang plastik dengan menggunakan pati dan
poliuretan telah dilakukan. Ferrer et al, 2008 melakukan karakterisasi jaringan
poliueretan yang berasal dari poliol berbasis tumbuhan membandingkannya
dengan jaringan poliueretan yang berbasis sintesis. Hasil yang diperoleh adalah
poliueretan berbasiskan poliol tumbuhan memiliki kekuatan tarik semakin rendah
sesuai dengan kenaikan berat molekul poliuretan (Ferrer et al, 2008).
Campuran film transparan dari PU berbahan dasar minyak jarak (castor oil)
dan p-phenylene diamine soy protein (PDSP) telah disiapkan oleh Liu et al 2008.
Miscibility, morfologi dan sifat dari film campuran diuji dengan FTIR, DSC,
DMA, SEM, adsorbsi kelembaban, degradasi termal dan uji tensil. Kedua
komponen tersebut sesuai untuk sejumlah besar rasio sebagai hasil dari ikatan

22

hydrogen kuat atau cross-link kimia yang terjadi antara PU dan PDSP. Elongasi,
stabilitas termal, dan daya tahan air dari film PU/PDSP meningkat dengan
penambahan PU (Liu et al, 2008). Lu et al, 2005 mengembangkan PU dari poliol
yang berbasis minyak lobak, dan kemudian menggunakannya untuk memodifikasi
pati gliserol terplastisasi (glycerol plasticized starch/PS) untuk mengatasi
kelemahan dari bahan pati yaitu sifat mekanis yang buruk dan sensitifitas terhadap
air. Hasil penelitian menunjukkan pati gliserol terplastisasi dapat dicampur dengan
PU berbasis minyak lobak pada kandungan PU dibawah 20% dan terjadi
pemisahan fasa ketika kandungan PU meningkat. Penambahan PU kedalam
matrik pati juga meningkatkan resistensi film terhadap air (Lu et al, 2005).
Wu et al, 2008 mensintesa TPS termodifikasi menggunakan pati jagung
dengan PUP yang dibuat dari Difenilmetana Diisosianat dan Poliol yang berasal
dari minyak jarak. Modifikasi ini menghasilkan bahan pengisi yang membentuk
mikropartikel sehingga diperoleh bahan mirokomposit pati sagu. Proses yang
dilakukan oleh Wu adalah memperkuat termoplastik pati jagung dengan
menggunakan PUP yang berikatan dengan matrik pati melalui ikatan uretan. PUP
dicampurkan kedalam matrik pati sebagai pengisi dan pada keadaan tersintesa
secara terpisah (Wu et al, 2008). Pembuatan kemasan makanan dari polimer
nanokomposit berbasis polimer termoplastik (Polietilen,PE dan Polipropilen, PP)
dengan filler CaCO dan tapioka berukuran nanopartikel dengan penambahan
plasticizer dan aditif telah dilakukan. Pembuatan kemasan berupa kantong plastik
dilakukan dengan metoda ekstrusi blow molding. Hasil analisa yang meliputi uji
sifat fisik/mekanik, sifat barrier, biodegradabilitas dan keamanan pangan
menunjukkan polimer yang dihasilkan telah memenuhi syarat (Wiwik dkk, 2012).
2.7

Perlakuan Serat
Serat memiliki sifat alami yaitu hydrophilic, artinya suka terhadap air.

Sedangkan polimer bersifat hydrophobic. Penelitian efek perlakua alkali terhadap
morfologi permukaan serat alam selulosa menunjukkan bahwa kandungan
optimum air mampu direduksi sehingga sifat alami hydrophilic serat dapat
memberikan ikatan interfacial dengan matriks secara optimal (Hartanto, 2009).

23

Sifat mekanis komposit sangat dipengaruhi oleh perikatan antara matriks dan
serat. Penelitian lain juga memberi perlakuan kimia pada serat dengan
menggunakan NaOH. Perlakuan dengan NaOH memiliki efek tertinggi pada
kekuatan tarik dan modulus tarik, menghasilkan komposit dengan sifat tarik
terbaik.
NaOH merupakan larutan basa yang tergolong mudah larut dalam air dan
termasuk basa kuat yang dapat terionisasi dengan sempurna. Basa adalah zat yang
dalam air menghasilkan ion OH negatif dan ion positif. Larutan basa memiliki
sifat rasa pahir, dan jika mengenai tangan terasa licin (seperti sabun). Sifat licin
terhadap kulit itu disebut sifat kaustik basa.
Perlakuan alkali yang biasa dikenal dengan nama merserisasi merupakan
salah satu perlakuan kimia yang banyak digunakan pada serat alam apabila serat
akan digunakan sebagai penguat pada matriks, baik matriks termoplastik maupun
thermoset. Modifikasi perlakuan alkali akan membuka ikatan hidrogen sehingga
akan membuat permukaan serat menjadi lebih kasar. Adanya perlakuan alkali pada
serat akan menghilangkan sejumlah lignin, lilin, maupun kotoran-kotoran lainnya
yang terdapat pada permukaan serat, sehingga terjadi depolimerisasi pada selulosa
dan membuat rantai selulosa pada serat menjadi lebih pendek. Dalam hal ini
penambahan NaOH akan membuat ionisasi gugus OH pada serat sehingga akan
menjadi alkalisasi. Dalam komposit polimer, metode perlakuan alkali pada serat
selulosa merupakan modifikasi kimia yang telah dilakukan untuk meningkatkan
adhesi antara permukaan serat selulosa dan matriks polimer karena menghasilkan
ikatan yang baik.
Perlakuan alkali pada serat akan memberikan dua efek terhadap serat yaitu:
1. Meningkatkan kekasaran permukaan serat sehingga akan menghasilkan
interlocking yang lebih baik.
2. Meningkatkan jumlah selulosa yang terlepas (Mohanty, 2005).
Perlakuan NaOH ini bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai
lilin di permukaan serat, lignin, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya lapisan
lilin ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi lebih kuat, sehingga
kekuatan tarik komposit menjadi lebih tinggi. Namun demikian, perlakuan NaOH

24

yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan pada unsur selulosa. Padahal,
selulosa itu sendiri sebagai unsur utama pendukung kekuatan serat. Akibatnya,
serat yang dikenal perlakuan alkali terlalu lama mengalami degradasi kekuatan
yang signifikan. Sebagai akibatnya, komposit yang diperkuat serat dengan
perlakuan alkali yang lebih lama memiliki kekuatan yang lebih rendah.
2.8

Mekanisme Perikatan Serat Matriks
Perikatan antara serat dengan matriks memiliki efek pada sifat mekanik

komposit diperkuat serat. Secara khusus, kekuatan tarik komposit dipengaruhi
oleh efisiensi transfer beban dari matriks ke serat melalui geser pada antarmuka.
Oleh karena itu, sejumlah tes mekanik telah dikembangkan untuk mengukur
kapasitas antarmuka untuk mentransfer tegangan dari matriks ke serat dalam
komposit. Beberapa metode pengujian yang telah digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan perikatan antara serat dengan matriks antara lain: pull out,
microtension,

microcompression,

dan

fragmentasi.

Perikatan

antarmuka

(interfacial) serat dengan matriks terdiri dari beberapa model perikatan yaitu:
1. Ikatan kimia merupakan ikatan antar elektron donor dan elektron penerima.
Ikatan kimia terdiri dari ikatan ion, ikatan kovalen dan Van der Waals. Serat
yang diberi perlakuan permukaan dengan cara pelapisan (sizing) dengan
coupling agent akan mengalami interaksi dengan matriks akan melalui
mekanisme ikatan kimia ini.
2. Ikatan interdifusi merupakan ikatan interaksi antara molekul-molekul matrik
polimer yang membentuk rantai-rantai molekul yang bersifat mampu saling
tukar. Hal ini terjadi bila polimer bertemperatur di atas temperatur transisi
gelas dan kompatibel.
3. Ikatan mekanis atau interlocking terjadi antara permukaan serat dengan
matriks yang memiliki morpologi tidak teratur atau tidak rata.
Ketidakteraturan atau ketidakrataan permukaan serat akan menghasilkan
kemampuan rekat serat-matriks yang dikenal perilaku lock and key
(Marsyahyo, 2009).

25

2.9

Plasticizer
Plasticizer adalah bahan yang mempunyai titik didih yang tinggi dan

biasa digunakan sebagai bahan didalam pembuatan pernis dan plastik
tertentu. Plasticizer bersifat tidak menguap akan tetapi hanya menjaga
fleksibilitas dan daya rekat dari selulosa film dari pernis atau fleksibilitas
lembar plastik dan film (David, 1982). Plasticizer berfungsi pada polimer
polar untuk mengurangi ikatan hidrogen.
2.9.1 Gliserol
Salah satu alkil trihidrat yang penting adalah gliserol (propa- 1,2,3 -triol)
CH2OHCHOHCH2OH. Senyawa ini kebanyakan ditemui hamper semua lemak
hewani dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat
(Austin, 1985). Gliserin, atau juga sering dikenal sebagai gliserol, merupakan
unsur kimiawi yang bersifat organik. Gliserin dapat larut sempurna dalam air dan
alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya, banyak zat dapat lebih mudah
larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserin
merupakan jenis pelarut yang baik (Yusmarlela, 2009).
Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik, seperti
film berbahan dasar pati, gelatin, pektin, dan karbohidrat lainnya termasuk
kitosan. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan
halus. Gliserol adalah molekul hidrofilik yang relatif kecil dan dapat dengan
mudah disisipkan di antara rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen dengan
amida. Gliserol dapat meningkatkan pengikatan air pada edible film. Gliserol
merupakan cairan yang memiliki kelarutan tinggi, yaitu 71 g/100 g air pada suhu
25°C. Biasanya digunakan untuk mengatur kandungan air dalam makanan dan
mencegah kekeringan pada makanan.
Gliserol merupakan plasticizer yang bersifat hidrofilik, dan dapat
meningkatkan penyerapan molekul polar seperti air. Peran gliserol sebagai
plasticizer dan konsentrasinya dapat meningkatkan fleksibilitas film (Austin, 1985
dalam Ginting, 2012). Bertambahnya jumlah gliserol dalam campuran pati-air

26

mengurangi nilai tegangan dan perpanjangan (elongation). Kandungan gliserol
yang rendah juga mengurangi kuat tarik film (Larotonda, et., all. 2004).
2.10 Sintesa Poliol
Poliol dapat dihasilkan dari minyak-minyak nabati, yaitu dari minyak kelapa
sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak kelapa, minyak jarak, dll.
Dengan kandungan trigliserida dan asam lemak tidak jenuh, minyak jarak dapat
diubah menjadi poliol melalui proses-proses epoksidasi dan hidroksilasi.
2.10.1 Polyurethane
Polyurethane dihasilkan dengan mereaksikan poliol dan isosianat dengan
kehadiran blowing agent dan aditif. Isocianate yang umum digunakan adalah
Diphenylmethylene Diisocyanates (MDI) dan Toluene Diisocyanates (TDI).
Sekarang ini, sumber penghasil poliol adalah bahan berasas minyak bumi. Dengan
menurunnya cadangan minyak bumi, sangatlah penting untuk mencari bahan yang
dapat diperbaharui untuk menghasilkan poliol dengan karakteristik yang dapat
dibandingkan dengan karakteristik poliol berasas minyak bumi. Struktur dan
karakteristik polyurethane yang unik umumnya disebabkan karena tiga reaksi
penting dari isosianat dengan poliol, isosianat dengan air dan isosianat dengan
amina. Pada gambar 2.4 merupakan reaksi pembentukan polyurethane

Gambar 2.4 Reaksi pembentukan Polyurethane
Reaksi tersebut adalah reaksi dasar untuk pembentukan kelompok uretan
dan dapat dikatakan sebagai reaksi propogasi rantai. Reaksi kedua adalah
pembentukan uretan polimer. Isosianat bereaksi dengan air untuk membentuk
asam karbamik yang tidak stabil yang akan terdekomposisi menjadi amina dan
karbon dioksida. Karbon dioksida yang dihasilkan dijebak didalam jaringan

27

polimer yang menghasilkan pembentukan gelembung-gelembung pada sel, yang
akan memberikan busa poliurethane.
2.10.2Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI)
Isosianat yang digunakan untuk menghasilkan polyurethane harus memiliki
dua atau lebih gugus isosianat pada masing-masing molekulnya. Isosianat yang
umum digunakan adalah aromatic diisocyantes,Toluene Diisocyanate (TDI) dan
Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI). TDI and MDI lebih murah dan lebih
reaktif dibandingkan isosianat yang lain. TDI and MDI dengan grade industri
adalah campuran isomer dan MDI sering mengandung bahan polimerik. TDI dan
MDI digunakan untuk membuat busa fleksibel (untuk membuat busa slabstock
untukk kasur atau busa untuk kursi mobil), busa rigid (untuk busa insulasi untuk
lemari pendingin/refrigerator), elastomer (untuk tapak sepatu), dan lain-lain.
Isosianat dapat dimodifikasi dengan meraksikannya sebagian dengan poliol atau
mencampurkan dengan beberapa bahan lain untuk mengurangi volatilitas
polyurethane (meningkatkan toksisitasnya), mengurangi poin freezing untuk
membuat penanganannya lebih mudah atau untuk meningkatkan sifat akhir
polimer. Struktur dari isosianat dapat dilihat pada Gambar 2.5 dibawah ini.

Gambar 2.5 Struktur MDI
Formula molekular MDI adalah C15H10N2O2, berbentuk padatan berwarna
putih atau kuning pucat. MDI mempunyai densitas 1.230 g/cm 3, mempunyai titik
leleh pada suhu 30 oC dan titik didih pada suhu 314 oC. MDI lebih kurang
berbahaya dibandingkan dengan golongan isosianat yang lainnya. Tekanan uapnya
yang sangat rendah mengurangi bahayanya selama penanganan dibandingkan

28

dengan TDI dan HDI. Tetapi sebagaimana layaknya isosianat yang lain, MDI
adalah pemicu alergi dan sensitif.