MODUL SOSIOLOGI PERTANIAN SOSIOLOGI PERTANIAN

SOSIOLOGI PERTANIAN
Modul Perkuliahan

ṦỞ ᾎ
Oleh
Dr. Tinjung Mary Prihtanti, SP.MP.

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2014

0

PENGANTAR
Deskripsi
Manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya, sejak bayi hingga tua. Oleh karena itu, manusia butuh
hidup berkelompok, bermasyarakat dengan sesamanya. Ilmu Sosiologi
mampu mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik realitas sosial
yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi pada hakikatnya bukanlah
semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya mengembangkan

ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu
itu sendiri namun sosiologi juga menjadi ilmu terapan (applied science).
Dan Sosiologi Pertanian merupakan mata kuliah yang memberikan
pengetahuan tentang kehidupan masyarakat dalam lingkungan pertanian.
Materi mata kuliah sosiologi pertanian meliputi:
I. Ruang lingkup dan konsep sosiologi dan sosiologi pertanian
II. Interaksi Sosial dan Proses Sosial
III. Pemahaman Desa dan Masyarakat Agraris
IV. Moral Ekonomi Petani
V. Lembaga Sosial Masyarakat dan Pertanian
VI. Perubahan Sosial Masyarakat Pertanian
VII.
Ilmu Sosiologi dan pembangunan pertanian
Modul ini masih banyak kekurangannya. untuk itu diharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan untuk penulisan selanjutnya.

1

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................
Pengantar...................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................
I.
Ruang lingkup dan konsep sosiologi dan sosiologi pertanian.......
II.
Interaksi Sosial dan Proses Sosial.................................................
III.
Pemahaman Desa dan Masyarakat Agraris..................................
IV.
Moral Ekonomi Petani...................................................................
V.
Lembaga Sosial Kemasyarakatan dan Pertanian..........................
VI.
Perubahan Sosial..........................................................................
VII. Keterkaitan interdisipliner ilmu tentang kemasyarakatan, negara,
dan Pembangunan pertanian.......................................................
Daftar Pustaka

2


I. RUANG LINGKUP dan KONSEP SOSIOLOGI dan
SOSIOLOGI PERTANIAN

Tujuan Umum:
 Mahasiswa dapat memahami definisi dan konsep-konsep dasar ilmu
Sosiologi dan Sosiologi Pertanian serta memahami latar belakang
berkembangnya ilmu sosiologi.
Masyarakat pelaku di bidang pertanian juga mengalami interaksi dengan
sesama masyarakat dan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan
usahataninya. Di dalam masyarakat pertanian terdapat kerjasama,
perselisihan, pertikaian, persaingan yang muncul akibat dari tindakan
petani itu sendiri. Setiap tindakan (aksi) petani pasati akan mendapatkan
reaksi, sehingga aksi + reaksi menghasilkan produk interaksi.
Latar Belakang Sosiologi
 Sosiologi pertanian (perdesaan) sebagai suatu bagian dari sosiologi
terapan semakin pesat perkembangannya dewasa ini.
 Hal ini dipicu dengan makin bertambahnya pemahaman bahwa
sosiologi diperlukan bagi perkembangan dan aplikasi ilmu yang lain
kepada masyarakat luas.

 Dengan kata lain sosiologi pertanian merupakan pembuka untuk
diterapkannya suatu ilmu kepada masyarakat.
 Untuk itulah diperlukan pemahaman mengenai Konseptualisasi
sosiologi dan sosiologi Pertanian (Perdesaan).
SOCIUS =
Teman, bersama

LOGOS =
omongan, diskusi
SOCIOLOGY

Lahir ketika Auguste Comte (Bapak Sosiologi) menerbitkan buku Positive
Philosophy (1838) dan Herbert Spencer menerbitkan buku Principles of
Sociology (1876)

3

Definisi Sosiologi
 1928 Pitirin Sorokin = hubungan dan pengaruh timbal balik gejala
sosial budaya dari sudut umum

 1951 FF Cuber = hubungan timbal balik antar manusia
 1955 RM Mc Iver & CH Page = hubungan sosial dan dengan seluruh
jaringan hubungan itu (masyarakat)
 1964 Selo Soemardjan & Soelaiman Soemantri = struktur
(keseluruhan jalinan antara unsur-unsur yang pokok seperti kaidahkaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, dan lapisan sosial)
dan proses-proses sosial (berupa pengaruh timbal balik antara
berbagai kehidupan bersama), termasuk perubahan sosial
 1983 ER Babbie = telaah kehidupan sosial, mulai dari interaksi
sampai hubungan global antar bangsa.
 Roucek & Warren = ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia
dalam kelompok-kelompok.
 Max Weber = sosiologi adalah ilmu tindakan sosial
 William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff = sosiologi adalah penelitian
ilmiah interaksi sosial dan hasilnya.
 JAA van Doorn dan CJ Lammers = sosiologi adalah ilmu tentang
struktur dan proses kemasyarakatan yang stabil.
 Paul B. Horton = sosiologi adalah ilmu kehidupan kelompok dan
produknya
 Sorjono Soekamto = sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan umum
 William Kornblum = sosiologi adalah upaya ilmiah mempelajari

masyarakat dan perilaku sosial anggotanya
 Allan Johnson = sosiologi mempelajari kehidupan dan perilaku
dalam sistem sosial
 Mayor Polak = sosiologi mempelajari masyarakat sebagai
keseluruhan, hubungan antara manusia dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok, baik kelompok formal maupun
material, baik kelompok statis maupun dinamis.
Sosiologi mempelajari pola hubungan dan kehidupan manusia dalam
masyarakat (cummunity, society) dalam berbagai aspek sosialnya  objek
sosiologi: masyarakat.
Perekembangan Ilmu Sosiologi
 Sosiologi Klasik – lahir di Eropa pada saat revolusi industri dan
revolusi Perancis dimana struktur masyarakat mengalami
perubahan dari masyarakatt feodal ke masyarakat kapitalis.
Revolusi diharapkan menghasilkan tatanan sosial yang penuh
keadilan, keterbukaan, persamaan, kebebasan, justru mengundang
kekuatiran ke pola yang lebih buruk yaitu anarkis. Dari kekuatiran
tersebut, ilmuwan berusaha mencari jawaban persoalan agar
perubahan tidak terjerumus ke situasi yang buruk.
 Sosiologi Modern – perkembangan dari sosiologi klasik di Amerika

Serikat dan Kanada. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan industri
4



membawa gejolak kehidupan sosial perkotaan mendorong sosiolog
mencari jalan keluar persoalan tersebut.
Perkembangan Sosiologi di Indonesia
- Dalam sastra Jawa, ajaran “wulang reh” Sri Paduka
Mangkunegoro IV dari Kraton Surakarta mengajarkan pola
hubungan antar anggota masyarakat Jawa dari kelas yang
berbeda
- Ajaran Ki Hajar Dewantoro memberikan sumbangan pemikiran
tentang dasar kepemimpinan dan keluarga dalam konsep ing
ngarsa asung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri
handayani
- Sebelum PD II sosiologi sebagai pelengkap mata kuliah bidang
hukum di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta meski tahun 19341935 justru dihilangkan
- Setelah PD II setelah Proklamasi Kemerdekaan Prof Mr. Soenario
Kolopaking memberikan kuliah sosiologi di Akademi Ilmu Politik di

Yogyakarta
- Penerbitan buku-buku sosiologi olah Mr. Djody Gondokusumo dan
sosiolog- Indonesia lainnya
Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan

Sosiologi sebagai ilmu memiliki ciri-ciri:
1. Bersifat empiris – didasarkan observasi kenyataan kehidupan
manusia dan akal sehat tidakmengira-ira
2. Bersifat teoritis – berusaha menyusun abstraksi hasil observasi
3. Bersifat kumulatif – teori masing-masing ilmu dibentuk atas dasar
teori yang sudah ada
4. Bersifat non etis – yangdipersoalkan adalah fakta yang menjadi
obyek kajiannya bukan baik dan buruknya fakta tertentu
berdasarkan pola aturan bersifat normatif

5

Perspektif Sosiologi
Adalah asumsi sifat obyek kajian sosiologi, beberapa diantaranya:
1. Perspektif evolusionis – pada pola perubahan dan perkembangan di

masyarakat
2. Perspektif interaksionis – pada interaksi sosial
3. Perspektif fungsionalis – masyarakat sebagai jaringan kelompok
yang bekerja sama secara terorganisir dan memiliki seperangkat
aturan dan nilai
4. Perspektif konflik – pertentangan mdalam masyarakat adalah akibat
produk interkasi itu sendiri
Metode dalam Sosiologi
1. Metode kualitatif dan kuantitatif – berdasar data
2. Metode induktif dan deduktif – mempelajari gejala untuk
mendapatkan kaidah berlaku di lpangan yang lebih luas
3. Metode empiris dan rasional – menyandarkan pada keadaan di
masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan
4. Metode fungsional – meneliti kegunaan lembaga kemasyarakatan
dan struktur sosial
Sumbangan Sosiologi bagi Masyarakat
Sekarang ini sosiolog mulai dipekerjakan sebagai konsultan ahli di
pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, dan badan-badan sosial
lainnya. Di Indonesia, sosiologi telah banyak digunakan sebagai alat untuk
membantu atau memecahkan masalah sosial. Menurut Horton & Hunt

(1984), peran sosiolog terbagi menjadi 5 yang mampu memberikan
alternatif pengembangan karir sosiologi.
1. Sebagai Ahli Riset (Peneliti)
Tugas utama seorang sosiolog adalah mencari dan mengorganisasi
ilmu pengetahuan tentang kehidupan sosial. Melalui penelitian
sosial, seorang sosiolog akan menjelaskan segala hal yang terjadi di
dalam masyarakat dengan metode ilmiah sehingga menjadi lebih
jelas bukan lagi berdasar cerita-cerita fiktif atau tahayul semata.
2. Sebagai Konsultan Kebijakan (Pengamat)
Sosiolog dapat membantu meramalkan pengaruh dari suatu
kebijaksanaan sehingga dapat memberikan sumbangan dalam
pemilihan kebijakan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Termasuk didalamnya pengaruh kebijakan tersebut bagi kehidupan
masyarakat secara luas.
3. Sebagai Teknisi
Sumbangan sosiologi dalam perencanaan dan pelaksanaan program
kegiatan masyarakat, memberi saran-saran dalam hubungan
masyarakat, hubungan antar karyawan, masalah moral atau
hubungan antar kelompok dalam suatu organisasi, penyelesaian
berbagai masalah tentang hubungan antar manusia. Artinya, inilah

saatnya sosiologi sebagai ilmu terapan yang mengkaji bidang

6

khusus antara lain sosiologi pedesaan/perkotaan, sosiologi industri,
psikologi sosial, sampai sosiologi organisasi.
4. Sebagai Guru
Kegiatan mengajar adalah karir utama bagi sosiolog, meskipun
kenetralan nilai versus komitmen nilai masih menjadi perdebatan.
Sosiologi harus mampu keluar dari “indoktrinasi” sebagai
pengembangan kode etik sebagai guru.
5. Sebagai Relawan Sosial
Peran ini berkaitan dengan ciri sosiologi yang bebas nilai, yang
mencoba menuntut peran utama dalam pengambilan keputusan
tentang kebijaksanaan umum dan melibatkan diri dalam masalah
utama masyarakat yaitu sebagai relawan sosial.
Sosiologi Pertanian sering disamakan dengan sosiologi pedesaan. Namun
semakin sedikit khidupan manusia di desa ditandai oleh kegiatan
pertanian, maka sosiologi pertanian dipisahkan dari sosiologi pedesaan.
Sosiologi Pedesaan
 Rural= perdesaan, (karakteristik masyarakat)
 Village= desa (suatu unit teritorial)
 Suatu perdesaan (rural) dapat mencakup satu desa (village) atau
sejumlah desa.
 Konsep berdasarkan waktu:
1. Era sebelum modernisasi
2. Era pada saat modernisasi
3. Era globalisasi
Sosiologi Pedesaan (rural Sociology) berbeda dengan Sosiologi Pertanian
(Agricultural Sociology). Sosiologi pedesaan – pertanian adalah sosiologi
dari kehidupan pedesaan dan masyarakat pertanian ( Smith ).
Definisi Sosiologi Pedesaan:
 1922 John Gillete = mempelajari komunitas–komunitas perdesaan
untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungankecenderungannya dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan
 1942 NL Sims = studi asosiasi antara orang-orang yang hidupnya
banyak tergantung pada pertanian
 1942 Dwight Sanderson = studi tentang kehidupan dalam
lingkungan perdesaan
 1970 Lynn Smith & Paul Zopf = studi masyarakat perdesaan:
organisasi & strukturnya, proses-prosesnya, sistem sosial, dan
perubahan-perubahannya.
Objek Sosiologi Pedesaan:
 Obyek "sosiologi pedesaan" adalah seluruh penduduk di pedesaan
yang terus menerus atau untuk sementara tinggal di sana. Obyek
7

"sosiologi pertanian" adalah keseluruhan penduduk yang bertani
tanpa memperhatikan jenis tempat tinggainya
 Dengan kata lain, sosiologi pedesaan seperti juga sosiologi
perkotaan, merupakan sosiologi permukiman. Sosiologi ini
membahas, dalam situasi dan keadaan lingkungan bagaimana
manusia di pedesaan, tak peduli apakah ia petani atau bukan
petani, pekerja atau yang sedang berlibur
hidup dan bergaul
dengan sesama mereka, bagaimana hubungan antara mereka dan
dengan penduduk lainnya diatur, pada nilai, norma dan otoritas apa
tindakan mereka berorientasi, dalam kelompok dan organisasi mana
berlangsung kehidupan mereka, masalah mana yang muncul dan
dengan bantuan proses sosial mana hal ini bisa diselesaikan.
Yang dipelajari dalam Sosiologi Pedesaan antara lain:
1. Struktur & organisasi sosial yang ada.
2. Sistem dasar masyarakat.
3. Proses perubahan sosial.
Latar Belakang Sosiologi Perdesaan:
 Amerika abad 19 terjadi Ketimpangan dalam masyarakat pada masa
industri
 1937 muncul Rural Sociology Society Sosiolog penelitian di Amerika
Selatan
 1957 Asosiasi Sosiologi Perdesaan di Eropa dan Jepang
Sosiologi Pertanian
Definisi SOSIOLOGI PERTANIAN (agricultural sociology): sering disamakan
dgn sosiologi pedesaan (rural sociology). Ini hanya berlaku jika penduduk
desa terutama hidup dari pertanian saja.
Menfokuskan upaya sosiologinya bagi masyarakat desa yang menggeluti
pertanian, meliputi :
1. Pola pertanian dan usaha bertani.
2. Kehidupan dan tingkatannya.
3. Undang-undang pertanian dan masalah sosial pertanian
4. Struktur sosial, adat dan kebiasaan penduduk.
5. Lembaga-lembaga/organisasi sosial pertanian yang ada dll.
Dalam perkembangannya yang dipelajari Sosiologi baru (kapitalis):
 1978 Howard Newby = perubahan- perubahan yang dialami
pertanian di bawah dominasi produksi kapitalis.
 Studi tentang bagaimana masyarakat desa menyesuaikan terhadap
merasuknya sistem kapitalisme modern di tengah kehidupan
mereka.
Kehidupan pertanian sangat ditentukan hubungan antara manusia dengan
tanah (tata tanah), oleh hubungan pekerjaan mereka satu dengan lainnya
8

(tata kerja) dan oleh sistem ekonomi dan masyarakat yg ada di atas
mereka (tata kekuasaan)
Perkembangan Sosiologi Pertanian
 Sejarah sosiologi pertanian dimulai di Prancis dan Jerman pada
akhir abad 18 dan 19 yaitu sejak banyaknya negarawan dan polisi,
penyair dan filsuf serta ahli sosiologi mengeluarkan pendapat
mengenai rakyat desa.
 Di Amerika Serikat, penelitian kehidupan desa secara sistematis
baru dimulai ketika penelitian sosial desa di Jerman telah berlalu.
 1952, didirikan Perhimpunan Peneliti untuk Politik Pertanian dan
Sosiologi Pertanian.
 1953, terbit setahun dua kali majalah sejarah pertanian dan
sosiologi pertanian. Sosiologi pertanian diajarkan di semua fakultas
pertanian di Jerman Barat.
 Setelah Perang Dunia II, sosiologi pertanian bangkit di negaranegara Eropa terutama di Belanda, Prancis, Norwegia, Inggris, Itali.
 Di semua negara-negara Timur, paling lambat sejak tahun 1960-an
sosiologi pertanian naik daun.
 1957, didirikan Perhimpunan Sosiologi Pedesaan Eropa, yang
menyelenggarakan kongres dua tahun sekali dan menerbitkan
majalah Sosiologia Ruralis dalam bahasa Inggris, Perancis dan
Jerman.
 1913, terbit buku pelajaran sosiologi pertanian pertama yang ditulis
oleh John M. Gillette
 Sosiologi pertanian dikenal di Amerika Latin setelah PD II. Muncul
sebagai prodi di Meksiko, Brasilia, dan Chili. Tahun 1969 didirikan
perhimpunan sosiologi pedesaan Amerika Latin
 Pelembagaan sosiologi Pertanian dan Pedesaan yang bersifat
internasional di Asia Tenggara terhambat karena kesulitan bahasa
dan budaya serta kurangnya sarana.
 Konferensi regional Asia untuk penelitian dan pengajaran sosiologi
pedesaan di Los Banos Filipina (1971) merupakan langkah pertama
di Asia Tenggara yang bsifat internasional.
 Di negara-negara kepulauan Pasifik, terutama di Australia kurang
ada keinginan membangun sosiologi pertanian dan pedesaan.
TUGAS 1:
 Amati dan simpulkan proses interaksi antar anggota keluarga
anda, contoh: ayah-ibu, kakak-ayah, kakak-ibu adik-ayah, adikibu, anda-ayah, anda-ibu, dsb.
 Lanjutkan observasi proses interaksi anggota keluarga dengan
masyarakat sekitarnya.
 Adakah masalah yang muncul dalam proses interaksi dalam
keluarga dan masyarakat? Apa penyebab masalah tersebut?

9

II. INTERAKSI SOSIAL dan PROSES SOSIAL

Tujuan Umum:
 Mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dasar interaksi sosial
dan proses sosial serta memahami permasalahan-permasalahan
sosial di komunitas pertanian pada khususnya dan permasalahan
sosial yang lebih luas pada umumnya.
 Kemampuan memahami suatu masyarakat sangat diperlukan dalam
upaya
melakukan
interaksi
dengan
masyarakat
tersebut.
Keberhasilan dalam memahami masyarakat melalui pemahaman
bentuk-bentuk proses sosial dalam masyarakat, baik dalam konteks
masyarakat luas maupun dalam konteks suatu keluarga. Untuk
memahami proses-proses sosial dalam masyarakat dan keluarga
sangat diperlukan dalam upaya memahami suatu masyarakat.

Proses Sosial
 Proses sosial dalam masyarakat merupakan suatu integrasi yang
harmonis antara individu dengan individu dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Individu mencoba menyesuaikan diri dengan
bermacam-macam hubungan sosial.
 Dalam sosiologi pengetahuan akan proses-proses sosial sangat
penting, karena pengetahuan ini memungkinkan seseorang untuk
memperoleh pengertian yang dalam mengenai segi dinamis
masyarakat atau gerak masyarakat.
 Proses-proses sosial berakar pada interaksi sosial. Seperti diketahui,
interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial,
karena tanpa interaksi sosial tidak akan ada kehidupan bersama.
Interaksi sosial merupakan proses dasar dan pokok dalam setiap
masyarakat, dan sifat-sifat masyarakat sangat dipengaruhi oleh
tipe-tipe utama interaksi yang berlangsung di dalamnya. Tipe-tipe
interaksi yang banyak muncul itu sangat ditentukan oleh normanorma dalam masyarakat itu dan ini berkaitan dengan peran-peran
sosial, status dan nilai.
AKSI + REAKSI = PRODUK INTERAKSI

10

Interaksi Sosial
Definisi: Hubungan sosial masyarakat yang bersifat dinamis, dimana
syarat utama didalam masyarakat tersebut terjadi aktivitas sosial.
Syarat terjadinya interaksi :
1. Adanya kontak sosial baik menyangkut hubungan antar
individu, antar kelompok, maupun antara individu dengan
kelompok, bersifat positif, negatif, primer, dan sekunder.
2. Adanya komunikasi antar anggota masyarakat, yakni
seseorang memberi arti pada perilaku/perasaan orang lain,
dan komunikasi menjadi bahan reaksi yang dilakukan.
Faktor mempengaruhi Interaksi Sosial:
1. Imitasi : meniru perilaku dan tindakan orang lain
2. Sugesti : penerimaan pandangan, tingkah laku orang lain
3. Identifikasi : kecenderungan atau keinginan untuk menjadi sama
dengan pihak lain
4. Simpati : perasaan memperhatikan dan memahami pihak lain
Produk interaksi adalah nilai-nilai sosial, norma-norma yang dianut oleh
anggota-anggota masyarakat tersebut. Nilai merupakan sesuatu yang
dianggap baik, patut, layak, pantas yang dicita-citakan dan diinginkan
dalam kehidupan masyarakat bersama. Norma adalah pedoman atau
petunjuk arah perilaku manusia dalam masyarakat yang berkaitan dengan
hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Bentuk Proses sosial akibat Interaksi Sosial:
 Gillin dan Gillin mencoba melakukan penggolongan terhadap bentuk
interaksi sosial. Ada dua macam proses sosial yang timbul akibat
interaksi sosial
 Proses sosial yang asosiatif (processes of association)
1. Kerjasama (cooperation)
2. akomodasi
3. asimilasi dan akulturasi
 Proses yang disosiatif (processes of dissociation)
1. Persaingan (competition)
2. persaingan yang meliputi contravention dan pertentangan
atau pertikaian (conflict).

Proses Sosial yang Assosiatif (mendekatkan):
a. Kerjasama (cooperation)
Motivasi kerjasama (Chitambar, 1973):
1. kepentingan pribadi,
2. kepentingan umum,
3. altruistik,
11

4.
5.
6.
7.

tuntutan situasi,
gotong-royong,
tolong-menolong
musyawarah

b. Akomodasi
(proses) = menunjuk pada usaha orang atau grup untuk meredakan
pertentangan, mencapai kestabilan atau kelangsungan hubungan
antar grup
(hasil interaksi sosial) = menunjuk pada suatu keadan dimana
terdapat keseimbangan baru setelah pihak yang berkonflik
berbaikan kembali
Bentuk akomodasi (Soekanto) :
1. paksaan,
2. kompromi,
3. mediasi,
4. konsiliasi,
5. toleransi
c. Asimilasi
Syarat : ada kelompok manusia yang berbeda kebudayaan,
anggota kelompok saling bergaul secara langsung dan intensif
dalam waktu yang lama dan kebudayan masing-masing kelompok
berubah dan saling menyesuaikan diri
A

C

B

Proses Sosial yang Dissosiatif (menjauhkan, mempertentangkan)
a. Persaingan
Tipe : persaingan bersifat pribadi dan tidak bersifat pribadi
Bentuk : persaingan di bidang ekonomi, kebudayaan, persaingan
mendapatkan kedudukan dan peranan dalam masyarakat,
persaingan perbedaan ras.

b. Konflik
Sumber : pengusaan tanah atau sumber ekonomi, kedudukan
atau gengsi sosial politik dan perjodohan-perkawinan

12

c. Kontravensi
Bentuk : umum, sederhana, intensif, rahasia dan taktis

Faktor yang mempengaruhi :
1. Toleransi
2. Kesempatan seimbang dibidang ekonomi
3. Sikap saling menghargai antar orang dan budayanya
4. Sikap terbuka antar warga masyarakat
5. Adanya persamaan unsur mengenai kebudayaan
6. Terjadinya proses perkawinan
Perubahan Sosial


Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar
orang, kelompok, organisasi atau komunitas. Ia dapat menyangkut
struktur sosial, atau pola nilai dan norma serta peranan (istilah yang
lebih lengkap mestinya "perobahan nilai sosial-kebudayaan" )



Pola kebudayaan mencakup tiga kesatuan yang terdiri dari :
1. pola bersikap yang mendapat isi dan pengarahan dari nilai-nilai
budaya (pandangan hidup) dan pola berpikir,
2. pola bertindak dan kelakuan dalam kegiatan bermasyarakat dan
3. pola sarana benda-benda (fisik).



Tiga wujud itu berturut-turut lebih sering dikenal dengan sebutan jiwa
(misalnya jiwa sosialisme, jiwa gotong-royong, dsb), dan teknologi
(yaitu "persambungan" anggota badan atau pikiran manusia dalam
menguasai lingkungannya), misal dalam "sarana teknologi" dalam
mengerjakan sesuatu melalui kegiatan gotong-royong (contoh : alat
ani-ani dalam pekerjaan memotong pada secara beramai- ramai).



Tingkat Nilai Budaya Merupakan tingkatan "yang paling abstrak dan
luas, mencakup ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling
bernilai dalam kehidupan masyarakat".
Nilai-nilai utama itu dapat diperjelas menurut orientasi (pengarahan)
masing-masing
jika
kita
membedakan
beragam
bidang
perhatiankehidupan atau masalah pokok (hakiki). Jumlah nilai budaya
dalam suatu pola kebudayaan umumnya tak banyak (contoh 5 dalam
Pancasila).
Kluckhon menunjuk pada 5 masalah pokok masing-masing dengan
beragam pengarahannya (orientasi), yaitu masalah :
a. Hakekat bidang manusia (apa tujuan hidup di dunia ini)





13

b. Hakekat karya manusia (untuk apa berkarya, untuk
nafkahkedudukan, dsb)
c. Hakekat kedudukan manusia dalam ruang waktu (pandangan
masa lampau, kini dan masa mendatang)
d. Hakekat hubungan manusia dengan lingkungan alam (tunduk
atau menguasai alam)
e. Hakekat
hubungan
manusia
dengan
manusia
lain
(keterganngan pada sesama lapisan, pada lapisan atas atau
swa-sembada).


Sistem masyarakat, pola kebudayaan dan struktur sosialnya, lebih
tepat digambarkan dalam keseimbangan dinamik, dimana integrasi
antar unsur-unsurnya tidak pernah tercapai sepenuhnya. Perobahan
yang mengenai sesuatu unsur akan punya pengaruh pada unsur-unsur
lain, dengan demikian pada keseimbangan sistem itu, dan ada kalanya
disertai konflik. Konflik ini mungkin juga hasil suatu proses dimana
suatu golongan justru bersikeras mengikuti norma-normanya sendiri ,
dengan akibat konflik yang sebelumnya mungkin tak terduga itu.
Dapat dikatakan bahwa "masalah sosial" dapat menghasilkan
perobahan sosial, sedangkan yang sebaliknya mungkin : perobahan
sosial menghasilkan "masalah sosial".



Pola kebudayaan mempersatukan segenap warga pendukung pola
itu, yang terdidik dalam pola ajar pada masyarakat itu. Pola ajar itu
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sambil terjadi
pula penyesuaian- penyesuaian baru. Pola kebudayaan itu dapat
mengalami perobahan, karena penemuan sesuatu yang baru, yang
berasal dari dalam masyarakat itu sendiri atau karena menerima unsur
dari luar lewat penularan (difusi).



Jika sesuatu unsur baru telah tampak diterima dalam suatu pola
kebudayaan, dikatakan bahwa hal baru itu telah membudaya: dalam
arti paling jauh, diterima karena dirasa sesuai dengan pandangan
hidup masyarakat itu.
Tapi sering salah satu wujud itu, suatu
kelakuan, atau alat-alat (teknologi) walau tampak diikuti atau dipakai
umum secara meluas, belum sampai diterima atau dihayati benarbenar oleh masyarakat itu.

Analisis Proses sosial
( Van Doorn & Lammers (1959)
1. satuan analisis: kejadian sosial, interaksi sosial antara 2 org atau
lebih
2. Dalam interaksi sosial perlu membedakan 3 hal, yaitu: orang-orang
yg bertindak (status & peranannya), masyarakat dan pola
kebudayaan.

14

3. Sejumlah interaksi sosial dapat diglongkan dalam beragam jenis
hubungan sosial yang dibina oleh sejumlah orang, pelaku dari 1 atau
2 group
4. Beragam hubungan sosial tersebut dapat digolongkan dalam
beragam proses sosial, yaitu: yang mendekatkan orang (solodaritas)
dan menjauhkan orang (antagonistik).

15

III. DESA DAN MASYARAKAT AGRARIS

Tujuan Umum:
 Mahasiswa dapat memahami konsep-konsep interaksi sosial
masyarakat desa dan petani, serta memahami permasalahanpermasalahan sosial di komunitas pertanian pada khususnya dan
permasalahan sosial masyarakat desa yang lebih luas pada
umumnya.
Desa
 1948 Paul Landis :
1. statistik = < 2.500 orang,
2. sosio-psikologik = penduduknya memiliki hubungan yang akrab
dan serba informal
3. ekonomik = pendapatan tergantung pada pertanian
 1955 Egon Bergel = pemukiman para petani, desa perdagangan
Ciri : tempat tinggal kelompok masyarakat kecil (ada keterikatan
warga dengan tempat tinggal)
 1977 Koentjaraningrat = komunitas kecil yg menetap di suatu
tempat
 UU No. 5 th 1979, UU No 22 th 1999: Desa = suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
Camat dan berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri
dalam ikatan NKRI
Karakteristik desa :
1. Peranan kelompok primer sangat besar.
2. Hubungan bersifat intim/awet.
3. Homogen.
4. Mobilitas rendah.
5. Keluarga sebagai unit ekonomi.
6. Faktor geografis sebagai dasar pembentukan keluarga.
7. Populasi anak > dari kota.

Masyarakat
Definisi masyarakat menurut Selo Soemardjan: Orang yang hidup
bersama dan menghasilkan suatu kebudayaan.
16

Unsur-unsur mengenai masyarakat :
1. Masyarakat yang hidup bersama
2. Bersama untuk waktu yang cukup lama
3. Sadar merupakan suatu kesatuan
4. Merupakan suatu sistem hidup bersama dengan segala
konsekwensinya
Karakteristik Masyarakat Desa
Karaktersitik kehidupan masyarakat desa terutama nampak dengan
adanya tata masyarakat dan ekonomi pertanian yang membedakan
dengan tata masyarakat kota. Secara umum dapat dikemukakan bahwa
perbedaan utama antara kehidupan masyarakat kota dengan masyarakat
desa adalah dalam tuntutan kebutuhan dalam usaha-usaha memenuhi
kebutuhan hidup.
Pada umumnya keluarga petani dapat memenuhi kebutuhan sendiri
dalam melengkapi keperluan hidupnya. Mereka memproduksi pangannya
sendiri, sekaligus memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang esensiil lainnya
seperti sandang, peralatan dan lain-lain. Di daerah pedesaan kegiatan
masyarakat sangat didominir oleh kegiatan pertanian atau perikanan.
Dengan kata lain susunan masyarakatnya merupakan satuan yang
bersifat lebih homogen dibanding dengan masyarakat di daerah
perkotaan yang bersifat heterogen.
Pada umumnya keadaan masyarakat di desa bila dilihat dari segi sosial
mempunyai sifat yang statis. Apabila menemukan suatu masalah mereka
menyelesaikannya dengan cara ,musyawarah, karena mereka masih
memiliki rasa kekeluargaan yang kuat.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat sesama anggota warga desa sehingga seseorang merasa
dirinya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
tempat ia hidup serta rela berkorban demi masyarakatnya, saling
menghormati, serta mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama di
dalam masyarakat terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama.
Adapun yang dijadikan cirri- cirri masyarakat pedesaan antara lain
sebagai berikut.
a. Setiap warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan
erat bila dibandingkan dengan warga masyarakat di luar batas- batas
wilayahnya.
b. System
kehidupan
umumnya
berkelompok
dengan
dasar
kekeluargaan (gemeinschaft atau Paguyuban).
c. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Adapun pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan
sambilan sebagai pengisi waktu luang.
d. Masyarakatnya homogen, seperti dalam hal mata pencaharian,
agama, adat istiadat, dan sebagainya.
Ciri-ciri kebudayaan tradisional masyarakat desa:
1. Adaptasi yang kuat terhadap lingkungan alamnya.
17

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Rendahnya tingkat inovasi masyarakat.
Kepribadian masyarakat dengan filsafat hidup organis.
Pola kebiasaan hidup yang lamban.
Tebalnya kepercayaan terhadap takhayul.
Kebudayaan material yang bersahaja.
Rendahnya kesadaran akan waktu.
Bersifat praktis.
Standar moral yang kaku.
Pola Pertanian dan Bertani

Pola pertanian dipengaruhi oleh bentuk desa al:
1. Pra – desa, pemukiman sementara ( berpindah).
2. Swadaya ( sedenter ), sudah ada keluarga tertentu yang menetap,
tetapi: Masih tradisional, Teknologi pertanian rendah, Pendidikan
belum berkembang
3. Swakarya, tatanan kehidupan sudah mulai mengalami perubahan.
4. Swasembada,
merupakan
pola
desa
yang
paling
baik,
masyarakatnya sudah maju.
Salah satu pola pertanian adalah pola pertanian daerah rawa dengan
sifat:
-. Perkampungan berpusat ditepi sungai.
-. Sumber kehidupan utama perikanan.
-. Bentuk perkampungan.
-. Tipe sawah pasang surut.
Peasant dan Subsistensi
Peasan diidentikan dengan petani kecil.
Definisi :
1. Eric R. Wolf : peasan adalah petani yang mengerjakan tanah
pertanian secara efektif bukan sebagai bisnis.
2. Raymond Firth : Peasan adalah petani yang mengusahakan
usahatani dengan skala kecil, teknologi sederhana, subsisten dan
nafkah hidup utamanya dari mengolah tanah.
Ciri-ciri umum peasan :
1. Petani produsen subsisten.
2. Cenderung pedesaan dan tradisional.
3. Jarang yang kebutuhannya sendiri sepenuhnya tercukupi.
Subsistensi :
1. Cara hidup yang minimalis ( utk tk. Hidup ).
2. Usaha yang dilakukan cenderung untuk sekedar hidup ( utk.
produksi).
3. Derajat komersialisasi rendah.
4. Semua produksi yang dihasilkan utk. dikonsumsi
18

5. Tidak ada pengguna, penghasil dan pelayanan dari luar.
Studi tentang peasan masih menarik karena ;
1. Jumlah peasan didunia masih sangat banyak dibandingkan dengan
petani modern (agricultural entrepreneur).
2. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat.
3. Revolusi
dan
ketidakstabilan
yang
berpangkal
pada
peranan/pengaruh peasan.
Peasan dapat dilihat dari sudut pandang :
1. Fenomena kultural : peasan sebagai way of life.
2. Fenomena struktural :
-. Sempitnya pemilikan & penguasaan lahan.
-. Tingkat kemiskinan & kebodohan yg tinggi.
-. Struktur politik dan ekonomi yang kurang
pertanian.

mendukung sektor

Penyebab rendahnya tingkat inovasi peasant :
1. Kurang berani mengambil resiko.
2. Penerapan teknologinya kurang tepat guna.
3. Rendahnya pengetahuan teknis dan sumberdaya.
Ciri2 peasantry menurut Everett M. Rogers :
1. Tidak mudah percaya satu dg yang lain.
2. Terbatasnya pandangan segala sesuatu didunia mengenai phisik
dan non phisik.
3. Sikapnya kontroversial tetapi juga tergantung terhadap pemerintah.
4. Familiisme : ikatan keluarga yang erat.
5. Rendahnya inovasi.
6. Fatalisme
:
rendahnya
kemampuan
perorangan
untuk
mengendalikan masa depan
7. Tingkat aspirasi rendah.
8. Kurang terbiasa menangguhkan kepuasan
9. Pandangan yang sempit terhadap dunia.
10. Empati yang rendah.
Ciri no.1 untuk Indonesia tidak berlaku, karena kuatnya sifat gotong
royong.
Peasan dan pola budaya masyarakat desa di Indonesia
Petani Indonesia terbagi menjadi :
1. Petani Jawa, merupakan petani sawah dan banyak memenuhi
kriteria peasan.
2. Petani Luar Jawa, merupakan petani ladang dan perkebunan.
Petani perkebunan terdiri dari ;
1. Petani tradisional, perkebunan rakyat.
2. Petani modern, orientasi usaha pada keuntungan, pekerja bukan
peasan tetapi buruh.

19

Petani sawah di Jawa pedalaman peasantrynya lebih kelihatan karena:
1. Tanahnya subur.
2. Eksistensi kraton sebagai pusat kekuasaan yang kuat, sehingga
kadang2 menciptakan sistem feodalisme.
3. Eksisnya budaya subsistensi.
4. Hubungan yang intensif antara peasan dan kekuatan supra desa.
Dualisme ekonomi Indonesia menurut Boeke :
Pertanian Indonesia dibagi menjadi dua :
1. Perkebunan, yang merupakan jalur kapitalisme dan modern.
2. Petani
sawah,
ciri2
peasan
melekat,
tidak
mengalami
perkembangan, dan jumlah penduduk bertambah pesat.
Aspek kultural :
1. Peasan dominan di Jawa.
2. Cultural focus dengan agama/kepercayaan sebagai elemen pokok.
3. Adat istiadat atau tradisi diidentikkan dengan budaya bagi
masyarakat kelompok kecil.

Pola budaya desa ( Wartheim )
1. Sebagian besar Jateng dan Jatim, pola desanya adalah petani
dengan lahan sawah. Petani disini mempunyai sifat tertutup, statis
dan kurang berorientasi pada keuntungan.
2. Sepanjang pantai, daerah berkembang dan kota pelabuhan.
Penduduk daerah pantai lebih terbuka dan cenderung berkembang.
3. Daerah pedalaman dengan pertanian ladang, masyarakatnya
kurang dapatmengadopsi program dengan baik.
Pola kebudayaan masyarakat desa berdasar faktor integrasi :
1. Ikatan darah, sifat-sifatnya :
-. Adat-istiadat/tradisi jelas dan kuat.
-. Sistem kekerabatan yang jelas.
-. Masyarakat desanya disebut masyarakat seturunan.
2. Ikatan daerah, sifat-sifatnya :
-. Adat-istiadat kurang kuat.
-. Tidak terjalin hubungan kekerabatan.
-. Lebih banyak terdapat di Jawa.

Suatu hari seorang ayah dari keluarga yang sangat kaya membawa
anaknya ke desa untuk menunjukkan kepadanya kehidupan orang-orang
miskin. Mereka tinggal beberapa hari di rumah seorang petani miskin.
Sekembalinya di desa, sang ayah bertanya kepada anaknya, “Bagaimana
munurutmu perjalanan kita ini?” “Hebat, Ayah.” Kata anaknya. “Apakah
kau melihat bagaimana orang-orang miskin itu hidup?” “Ya.” “Lalu
20

pelajaran apa yang dapat kau ambil dari perjalanan itu?” Tanya ayahnya
cengan bangga. “Aku sadar bahwa kita punya dua anjing sedang mereka
punya tempat. Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah
kebun, sedang mereka mempunyai sungai yang tak memiliki bintangbintang di malam hari. Teras kita sampai ke halaman depan, sedang
mereka memiliki seluruh horizon. Kita memiliki tanah tempat tinggal yang
kecil, mereka memiliki halaman sejauh mata memandang. Kita
mempunyai pembantu-pembantu yang melayani kita, sedang mereka
memberikan pelayanan kepada orang lain. Kita membeli makanan kita,
mereka memetik sendiri makanan mereka. Kita memiliki pagar yang
mengelilingi dan melindungi kekayaan kita, mereka memiliki teman yang
melindungi
mereka.”
Sampai di sini, sang ayah tak bisa berkata apa-apa. Kemudian anaknya
menambahkan, “Ayah terima kasih engkau telah menunjukkan betapa
miskinnya kita.”

21

TUGAS 2:
Buat kelompok, amati dan simpulkan kehidupan masyarakat pertanian di
suatu tempat, antar kelompok mahasiswa mengobservasi jenis usahatani
yang berbeda satu dengan yang lain.
Metode studi sosiologi masyarakat pertanian adalah metode kuantitatif
yakni pendekatan yang berhubungan dengan angka-angka statistik dan
dalam pengolahan datanya menggunakan tabel frekuensi sederhana.
Penggalian informasi melalui wawancara kepada petani antara lain:
a. Identitas/karakteristik petani dan keluarganya
b. Pola bertani dan status sosial ekonomi petani (pola penguasaan
lahan pertanian, produktivitas, pendapatan, dsb)
c. interaksi sosial (assosisatif dan dissosiatif)
d. adat dan kebiasaan penduduk, termasuk tradisi pertanian
e. stratifikasi sosial (orang-orang/kelompok yang paling berpengaruh
terhadap kegiatan sosial dan pertanian, faktor-faktor penentu
kekayaan/pengaruh di desa)
f. Lembaga-lembaga sosial yang ada (jenis, intensitas kegiatan, dan
fasilitas yang diberikan pada masyarakat petani)
Pemaparan hasil observasi mengunakan dokumentasi gambar disarankan.

22

Contoh acuan pertanyaan (keusioner):
Tanggal pengisian & pewawancara :
Kelompok responden
Desa ...........................Kec................................ Kabupaten .............................
Identitas Responden (Petani)
No
Nama
Usia
Pekerjaan
keluarga
sampingan

Pendidika
n formal

Pengalaman
bertani

Kursus/
ketrampilan/penyuluhan

Pengusahaan lahan sawah dan Produksi
MT 1

Luas rata-rata
MT 2

Jenis tanaman/ varietas
MT 3

Lahan/sawah milik sendiri
Lahan/sawah sewa
Lahan/Sawah dengan sistem bagi
hasil
Produksi
Jumlah
produksi

Terkena
serangan
OPT

Jumlah
yang
dijual

Dijual
kemana?

Interaksi Sosial
No
Interaksi Sosial
Assosiatif
1. Kerjasama
2.
Dissosiatif
1. Persaingan konflik
2.

Harga
jual

Jumlah
yang tidak
dijual

Uraian

Konsums
i RT

Untuk apa saja yang tidak dijual
benih
Sumstok
bangan

Jumlah petani

%

Dan seterusnya, daftar pertanyaan dikembangkan oleh kelompok
mahasiswa secara mandiri sehingga tergali informasi selengkaplengkapnya.

23

lainnya

IV. MORAL EKONOMI PETANI

Tujuan Umum:
Mahasiswa memahami moral ekonomi yang melatarbelakanhi tindakan
ekonomi masyarakat pertanian.
Deskripsi
Moral ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarik
akhir-akhir ini seiring dengan semakin derasnya arus globalisasi. Dalam
kajian sosiologi, Moral Ekonomi adalah suatu analisa tentang apa yang
menyebabkan seseorang berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam
kegiatan perekonomian. Hal ini dinyatakan sebagai gejala sosial yang
berkemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap tatanan kehidupan
sosial. James C. Scott mengajukan sebuah analisa tentang kehidupan
petani sedangkan H.D. Evers mengemukaakn teori tentang moral ekonomi
pedagang.
Terdapat dua alasan mendaar yang menyebabkanisu moral
ekonomi menjadi pusat perhatian banyak kalangan.
1. Berkaitan dengan semakin intensifnya praktik fair trade yang
menurut komitmen moral tinggi, baik di kalangan produsen maupun
kalangan konsumen.
2. Praktik kehidupan sehari-hari, tidak terbatas di dunia bisnis, semakin
menjauhkan sisi-sisi moralitas dalam kalkulasi ekonomi.
Perspektif ini memegang teguh prinsip ekonomi yang melandasi setiap
tindakan ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan pengorbanan biaya yang serendah-rendahnya. Persoalan yang
menyentuh moral berkaitan dengan tindakan ekonomi yang di ambil
menjadi biaya eksternal. Komitmen moral konsumen adalah dalam
penggunaan hak-hak konsumen jika terdapat pelanggaran hukum
maupun moral yang berkaitan dengan produksi barang.[4]
J.C. Scott menyatakan moral ekonomi sebagai pengertian petani
tentang keadilan ekonomi dan defenisi kerja mereka tentang eksploitasi
pandanga mereka tentang pungutan –pungutan terhadap hasil produksi
mereka mana yang dapat ditolerir mana yang tidak dapat. Dalam
mendefinisikan moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika
subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat
mereka. Etika subsistensi merupakan perspektif dari mana petani yang
tipikal memandang tuntutan-tuntutan yang tidak dapat di letakkan atas
sumber daya yang dimilikinya dari pihak sesama warga desa,tuan tanah
atau pejabat.


Etika subsistensi tersebut, menurut james Scott (1976), muncul dari
kekhawatiran akan mengalami kekurangan pangan dan merupakan
konsekuensi dari suatu kehidupan yang begitu dekat dengan garis
batas dari krisis subsistensi. Oleh karena itu kebanyakan rumah
24



tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas substensi dan
menjadi sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan dari pihak
luar maka mereka meletekkan landasan etika subsistensi atas dasar
pertimbangan prinsip safety first (dahulukan selamat).
Norma resiprositas merupakan rumus moral sentral bagi perilaku
antarindivindu: antara petani dengan sesama warga desa, antara
petani dengan tuan tanah, antara petani dengan negara.prinsip moral
ini berdasarkan gagasan bahwa orang harus membantu mereka yang
pernah membantu atau paling tidak jangan merugikan. Prisip moral ini
mengandung arti bahwa satu hadiah atau jasa yang diterima
menciptakan, bagi si penerima, satu kewajiban timbal balik untuk
membalas satu hadiah atau jasa dengan nilai yang setidak-tidaknya
membanding di kemudian hari. Ini berarti bahwa kewajiban untuk
membalas budi merupakan satu prinsip moral yang paling utama yang
berlaku bagi hubungan baik antara pihak-pihak sederajat. James scott
(1976) telah meletakkan dasar stratifikasi sosial masyarakat petani
atas tingkat keamanan subsistensi mereka, bukan pada penghasilan
mereka. Keamanan subsistensi mereka di jamin oleh tuan tanah yang
menjadi patron mereka.sedangkan lapisan terbawahnya adalah buruh.
kewajiban timbal balik untuk membalas satu hadiah atau jasa dengan
nilai

James C. Scott menambahkan bahwa para petani adalah manusia yang
terikat sangat statis dan aktivitas ekonominya. Mereka dalam aktivitasnya
sangat tergantung pada norma-norma yang ada. Penekanan utama adalah
pada moral ekonomi petani yang dikemukakan oleh James C.Scott yang
menekankan bahwa petani cenderung menghindari resiko dan
rasionalitas.
Pasar Kapitalistik di Asia Tenggara mengacaukan “Moral
Ekonomi”
Dalam Moral Ekonomi Petani: Pergerakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara, Scott mengemukakan pertama kali teorinya tentang bagaimana
“etika subsistensi” (etika untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal)
melandasi segala perilaku kaum tani dalam hubungan sosial mereka di
pedesaan, termasuk pembangkangan mereka terhadap inovasi yang
datang dari penguasa mereka. Itulah yang disebut sebagai “moral
ekonomi”, yang membimbing mereka sebagai warga desa dalam
mengelola kelanjutan kehidupan kolektif dan hubungan sosial resiprokal
saat menghadapi tekanan-tekanan struktural dari hubungan kekuasaan
baru yang mencengkam. Tekanan struktural dari pasar kapitalistik,
pengorganisasian negara kolonial dan paskakolonial, dan proses
modernisasi di Asia Tenggara mengacaukan “moral ekonomi” itu dan
menyebabkan kaum tani berontak.

25

Ekonomi Moral dengan Ciri Khas “Desa” dan “Ikatan PatronKlien”
Pendekatan ekonomi-moral menunjuk “desa” dan “ikatan patronklien” sebagai dua institusi kunci yang berperan dalam menjamin
terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan
anggota
komunitas.
Fungsi
operasional desa adalah menjamin suatu ‘pendapatan minimum’, dan
meratakan kesempatan serta resiko hidup warganya dengan jalan
memaksimumkan keamanan dan meminimalkan resiko warganya. Dalam
fungsinya itu desa menerapkan aturan dan prosedur bagi terciptanya
sebuah kondisi di mana warga desa yang miskin (siapa medapatkan apa)
akan tetap memperoleh jaminan pemenuhan kebutuhan subsisten
minimum dengan cara menciptakan mekanisme kedermawanan dan
bantuan dari warga desa yang kaya (siapa memberi apa). Desa akan
memberikan jaminan kebutuhan subsisten minimum kepada seluruh
warga desa sejauh sumber-sumber kehidupan yang dimiliki desa
memungkinkan untuk melakukan itu. Institusi yang menjadi pasangan
desa adalah ikatan patron-klien. Insitusi ini tercipta dalam kondisi sosialekonomi yang timpang: ada sebagian orang yang menguasai sumbersumber kehidupan, sementara yang lainnya tidak. Ikatan patron-klien
bersifat rangkap, yang meliputi hubungan timbal-balik antara dua orang
yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling menguntungkan,
serta saling memberi dan menerima (Legg, 1983:10). Dalam ikatan ini
pihak patron memiliki kewajiban untuk memberi perhatian kepada
kliennya layaknya seorang bapak kepada anaknya. Dia juga harus
tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan kliennya. Sebaliknya, pihak klien
memiliki kewajiban untuk menunjukkan perhatian dan kesetiaan kepada
patronnya layaknya seorang anak kepada bapaknya.
Langgeng tidaknya sebuah ikatan patron-klien bergantung pada
keselarasan antara patron dan kliennya dalam menjalankan hak dan
kewajiban yang melekat pada masih-masing pihak dengan terjalinnya
hubungan yang saling menguntungkan, serta saling memberi dan
menerima. Desa dan ikatan patron-klien ibarat dua sisi mata uang yang
tidak terpisahkan. Desa berperan dalam mengatur distribusi sumbersumber kehidupan yang tersedia di dalam desa untuk menjamin
tersediannya sumber-sumber kehidupan yang dibutuhkan warganya,
sementara ikatan patron-klien menjadi institusi yang memungkinkan
terjadinya distribusi kekayaan, sumber-sumber kehidupan di dalam desa,
dari si kaya kepada si miskin melalui praktik-praktik ekonomi dan
pertukaran-pertukaran sosial di antara warga desa. Jaminan yang
diberikan desa dan ikatan patron-klien tertuju pada pemenuhan
kebutuhan subsisten warga desa.
Secara agak kasar, Scott (1983:4) menggambarkan perilaku
subsisten sebagai usaha untuk menghasilkan beras yang cukup untuk
kebutuhan makan sekeluarga, membeli beberapa barang kebutuhan
seperti garam dan kain, dan untuk memenuhi tagihan-tagihan yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi dari pihak-pihak luar. Intinya, perilaku ekonomi
subsisten adalah perilaku ekonomi yang hanya diarahkan untuk
26

memenuhi kebutuhan hidup paling minimal. Perilaku seperti itu tidak lahir
dengan sendirinya atau sudah demikian adanya (taken for granted),
melainkan dibentuk oleh kondisi kehidupan, lingkungan alam dan sosialbudaya, yang menempatkan petani pada garis batas antara hidup dan
mati, makan dan kelaparan.
Kondisi yang Membentuk Etika Subsistensi
Sebagai kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada
sumber agraria, petani sangat rentan terhadap gangguan yang berasal
dari alam, bencana, ancaman hama, cuaca dan sebagainya. Sementara
sebagai warga komunitas desa, petani memiliki kewajiban untuk
memenuhi tuntutan yang datang dari kekuatan supradesa, pungutan
pajak, upeti dan sebagainya. Kondisi yang sudah melingkupi kehidupan
petani selama berabad-abad lamanya itu pada akhirnya membentuk
pandangan hidup mereka tentang dunia dan lingkungan sosialnya.
Pandangan hidup inilah yang memberi arah kepada petani tentang
bagaimana menyiasati, bukan mengubah kondisi dan tekanan yang
datang dari lingkungan alam dan sosialnya melalui prinsip dan cara hidup
yang berorientasi pada keselamatan prinsip mengutamakan selamat dan
menghindari setiap resiko yang dapat menghancurkan hidupnya.
Kondisi yang membentuk karakter dan ciri khas petani pedesaan
sebagaimana terurai di atas telah melahirkan apa yang oleh Scott
(1983:3) dinamakan “etika subsistensi”, yakni kaidah tentang “benar dan
salah”, yang membimbing petani dan warga komunitas desa mengatur
dan mengelola sumber-sumber kehidupannya (agraria) dalam rangka
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di dalam komunitas. Dalam
pilihan tindakan secara kolektif, prinsip moral menekankan : (1)
Pengorbanan yang harus dikeluarkan termasuk risikonya, (2) Hasil yang
mungkin diterima, bila menguntungkan maka mereka akan ikut bila tidak
mereka bersikap pasif (3) Proses aksi yaitu dipertimbangkan tingkat
keberhasilannya apakah lebih bermanfaat secara kolektif atau tidak, (4)
Kepercayaan pada kemampuan pemimpin atau dapatkah sang pemimpin
dipercaya atau tidak. Dengan demikian aksi-aksi kolektif yang dapat
dinilai mendatang keuntungan bagi mereka saja yang diikuti atau
didukung.
Ada dua perilaku ekonomi terkait penulisan scott yang dikritik popkin,
yaitu:
1. perilaku ekonomi subsisten (Scott)
Perilaku ekonomi subsisten adalah perilaku ekonomi yang hanya
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup paling minimal. Perilaku
seperti itu tidak lahir dengan sendirinya atau sudah demikian adanya
(taken for granted), melainkan dibentuk oleh kondisi kehidupan
lingkungan alam dan sosial-budaya yang menempatkan petani pada
garis batas antara hidup dan mati, makan dan kelaparan.
2. perilaku ekonomi rasional (Popkin).
27

Perilaku ekonomi rasional kecenderungan masyarakat petani untuk
menganut pemikiran rational peasant. Seorang petani pemilik tanah
yang rasional tentu akan lebih suka memperkerjakan tetangganya
sendiri dengan dasar pertimbangan hubungan tolong menolong dan
patron client, daripada mengambil buruh tani di pasar bebas. Akan
tetapi, tidak berarti bahwa seorang pemilik tanah akan selalu tunduk
kepada norma dan moral pedesaan. Semua tergantung pada situasi
dan kondisi pada masa dan tempat tertentu. Meski mendapat kritik,
tulisan Scott tetap menjadi sumber khas dalam penelitian moral
ekonomi petani di kawasan Asia Tenggara khususnya untuk melihat
etika subsistensi, sehingga mendapatkan perhatian besar dari peneliti
lain (seperti: Samuel Popkin dan Sairin dkk) untuk mengkaji ulang
penelitian Scott.
Moral ekonomi pedagang
Dalam moral ekonomi ini setuju dengan pendapat james scott (1976176) yang menyatakan bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan
dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai yang
menekan kan tolong menolong, pemilikan bersama sumber daya dan
keamanan subsistensi. Hak terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip
moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Dalam kondisi seperti ini
pedagang menghadapi dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban
moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati
bersama pendapatan yang di perolehnya sendiri di satu pihak dan untuk
mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain.di
luar desa para pedagang di hadapkan dengan tuntunan anonim yang
sering bersifat anarkis dan berasal dari pasar terbuka dengan fluktuasi
harga yang liar. Pedagang cendrung terperangkap ditengah dan dalam hal
ini bisa disebut sebagai tengkulak karena mereka tidak hanya menaggung
resiko kerugian secara ekonomi tetapi juga resiko terhadap diskriminasi
dan kemarahan petani.
Para pedagang dalam masyarakat petani telah mencoba
mengatasinya dengan cara-ca