ekonomi makro dan mikro ekonomi (13)

MAKRO EKONOMI
PENGARUH IMPOR TERHADAP PEREKONOMIAN DI
INDONESIA
Dosen Pengampu : Bhastomi Muslih, S.Pd.,M.M.

Nama

:

Mohamad Mustain

Nim

:

13.01.02.02.0249

Kelas

:


2L /Manajemen

Kelompok :

03

PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2014

Simpang Siur Gula Rafinasi
Entah dari mana asalnya istilah gula rafinasi ini, tapi yang pasti cukup membuat orang awan
menjadi dibingungkan dengan istilah ambigu ini. “Apa beda gula rafinasi dengan gula kristal
putih atau ‘gula pasir’ yang biasa orang kebanyakan menyebutnya?” Inilah satu pertanyaan
sederhana yang agak susah untuk dijelaskan.
Setelah marak dengan kasus-kasus ilegal loging, kini marak lagi kasus ilegal sugar tidak hanya di
Jawa namun juga merebak di beberapa daerah luar Jawa. Selain di Makasar, beberapa hari yang
lalu juga ditemukan kasus perdagangan ilegal gula impor ini di “Kota Cantik” Palangkaraya. Ada
empat kios yang didapatkan menjual dan mengedarkan ‘gula pasir’ bernama gula rafinasi ini.

Seperti dibuat kalang kabut, pihak kepolisian kota setempat langsung memanggil saksi ahli dari
pihak BPOM Palangkaraya, untuk memberikan penjelasan mengenai kasus rafinated sugar.
Secara medis, sebenarnya gula rafinasi yang dilarang oleh pemerintah tidak membahayakan bagi
kesehatan. Hal ini mengingat tidak ada kandungan bahan kimia berbahaya yang dilarang, seperti
formalin, borak, ataupun pemanis buatan. Apabila memang gula rafinasi ini berbahaya, lantas
kenapa diperbolehkan untuk kalangan industri makanan dan minuman yang akhirnya toh juga
sampai di konsumsi oleh masyarakat secara luas? Mengingat dalam prosesnya pun tidak
dilakukan perlakuan khusus, dalam arti dapat langsung digunakan untuk pengolahan industri
makanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gula rafinasi adalah aman bagi kesehatan.
Akan tetapi kenapa gula rafinasi ini dilarang? Nah, inilah yang masih menjadi pertanyaan bagi
yang belum pernah mengetahui secara langsung proses pengolahan gula kristal putih. Di
Indonesia ada beberapa pabrik milik pemerintah maupun swasta yang memproduksi gula kristal
putih (sekitar 70 pabrik) diantaranya PT Madukismo di Yogyakarta yang merupakan anak
perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PTPN serta PT Gulaku di Lampung.
Dari sekian banyak pabrik itu, sebenarnya masih mencukupi kebutuhan gula dari masyarakat.
Hanya saja, mengingat kebutuhan gula oleh industri cukup besar, menyebabkan pemerintaf
berinisiatif untuk membuka kran impor gula mentah (raw sugar) untuk kemudian diproses lagi
menjadi gula putih (rafinated sugar).
Kebijakan ini tentu akan berdampak secara langsung kepada pasar gula nasional, yang mana
ujung pangkal dari persoalan ini ialah kesejahteraan petani tebu lokal yang dirugikan. Oleh karena


itu, pemerintah melalui Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No 61/… th 2004
memutuskan bahwa gula rafinasi import termasuk produk pangan yang dilarang beredar secara
bebas di pasar masyarakat. Hanya saja, satu kebijakan tanpa adanya sosialisasi yang menyeluruh,
menyebabakan banyak masyarakat awam yang tidak tahu persoalan ini, termasuk para pedagang
yang terjerat kasus peredaran gula rafinasi ilegal. Lantas salah siapa?

PENDAPAT PRIBADI
Sebelum mengomentari berita diatas terlebih dahulu saya akan
menjelaskan tentang apa gula refinasi itu?
Gula rafinasi atau “refined sugar” adalah gula mentah yang sudah
mengalami proses pemurnian sehingga sehingga berkwalitas tinggi karena
kadar abu dan kadar belerang (SO2) yang mendekati nol. Gula rafinasi sangat
memenuhi ketentuan keamanan pangan sehingga sangat sesuai bagi industri
pangan dan farmasi.

Gula rafinasi merupakan gula yang diproduksi dari

bahan baku gula mentah / raw sugar melalui proses rafinasi guna memenuhi
kebutuhan industri makanan dan minuman serta kebutuhan dibidang farmasi.

Peranan gula rafinasi bagi industri adalah sebagai salah satu bahan baku
produksi. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa kelancaran produksi
industri makanan dan minuman yang membutuhkan pemanis, sangat
bergantung pada ketersediaan gula rafinasi. Dengan bertambahnya jumlah
industri makanan dan minuman di Indonesia, berdampak pada meningkatnya
kebutuhan gula rafinasi nasional.
Pada awalnya gula rafinasi belum dapat diproduksi di dalam negeri
sehingga kebutuhan industri dipenuhi melalui impor. Hal tersebutlah yang
menjadi penyebab harga gula local menjadi anjlok, terlebih lagi para pemasok
gula rafinasi mulai memasuki pasar ritel, yaitu pasar – pasar tradisional yang
akirnya

dapat

dikomsumsi

oleh

masyarakat.


Sehingga

menyebabkan

anjloknya harga gula lokal. Masalah ini sebenarnya dapat diatasi dengan
adanya pengurangan stok impor dari luar negeri yaitu stok bahan modal dan
bahan baku penolong pada Industri nasional maka dari itu perlu diimbangi
dengan pengembangan industri hilir. Karena dengan hal itu menandakan
pertumbuhan industri dalam negeri terus tumbuh, selain itu penambahan
atau pembangunan industri baru perlu dilakukan. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah pembukaan lahan baru untuk menanam tebu, terutama
didaerah jawa maupun luar jawa. Dari pembukaaan lahan pertanian baru

diharapkan dapat meminimalisir kebutuhan akan impor gula rafinasi,
sehingga dapat terciptanya swasembada produksi gula nasional secara
penuh. Untuk memenuhi hal tersebut perlu dilakukannya perluasan lahan,
data menyebutkan lahan pertanian tebu kian menyempit Di tahun 2007, luas
lahan pertanian tebu di nusantara tercatat masih 301.000 hektar. Tetapi
jumlah ini terus berkurang hingga di tahun 2010 menjadi 285.779 hektar dan
pada


akhirnya

di

2011,

tersisa

282.349

hektar.

Akibatnya

terjadilah

keterbatasan areal tanam yang bisa semakin bertambah parah apabila
kondisi yang ada dibiarkan berlarut-larut. Belum lagi absennya penemuan
varietas tebu baru unggul turut mendukung lemahnya produktivitas tebu.

Dari sini terlihat masih begitu minimnya sikap konservatif dan inisiatif dari
pemerintah terhadap pertanian tebu dalam negeri.
Selain

masalah-

masalah

diatas,

pemerintah

juga

menghadapi

tantangan pada sektor on-farm. Untuk mengatasi permasalahan degradasi
dan fungsional lahan yang selama ini terjadi, sesungguhnya pemerintah telah
dan terus melakukan pembukaan lahan pertanian tebu baru untuk segera
mendukung pendirian pabrik gula baru. Hal ini dilakukan di beberapa

kawasan potensial dan prospektif di Indonesia, seperti Lampung, Banyuwangi,
Blora, Lamongan, Madura, dan Gorontalo. Tetapi dalam pengembangan areal
tanam tebu, bukan hanya faktor ketesediaan lahan saja yang harus
diperhatikan

oleh

pemerintah.

Dua

masalah

lainnya

adalah

soal

kesejahteraan tenaga kerja petani tebu dan pengembangan varietas tanaman

tebu. Sampai sekarang terbukti masih banyak petani tebu yang resah dan
berkeinginan untuk meninggalkan ladang profesinya, dan masih jeleknya
kualitas tebu Indonesia bila dibandingan tebu dari negara lain.
Permasalahan – permaslahan lain terkait pengolahan tebu di pabrik
lebih pelik. Pabrik gula nasional dinilai masih sangat belum maksimal.
Penyebabnya tidak lain jumlah pabrik gula di Indonesia yang kian minim dan
kondisi operasi pabrik yang memprihatinkan. Di tahun 2011, dari 53 pabrik
gula BUMN hanya 20 pabrik yang layak beroperasi. Itu pun masih banyak
pabrik yang menggunakan mesin tua dan teknologi kuno, peninggalan dari
kolonial Belanda. Akibatnya, proses pengolahan pun terhambat oleh berbagai
masalah operasional seperti pemrosesan tebu yang tidak efisien dan

penggunaan bahan bakar yang tinggi. Ujung-ujungnya kapasitas produksi
gula menjadi rendah. Hal ini dapat terlihat dari mencoloknya nilai rendemen
(perbandingan kadar gula terhadap berat tebu giling) pabrik gula Indonesia
yang hanya 6%-7% bila dibandingkan dengan pabrik gula di Thailand, yang
mampu mencapai 11%-12%. Masalah lainnya muncul pada proses pendirian
dan optimalisasi pabrik pengolahan tebu rakyat. Dalam mendirikan pabrik
gula baru, ada dua hal yang harus dihadapi pemerintah, yaitu anggaran dan
lahan. Pemerintah dinilai masih kurang maksimal dan kurang terbuka dalam

pengadaan dana untuk pendirian pabrik baru. Selain itu proses pendirian
sudah dipersulit dari awal, yaitu pada proses pembukaan lahan dan izin
pembangunan oleh sistem yang ada di tempat. Demikian kompleksnya
tantangan di lapangan, membuat proses pembangunan pabrik gula rakyat
berjalan sangat lambat. Di luar itu, pabrik-pabrik yang sudah ada ternyata
banyak yang tidak mengalami kemajuan, baik karena kurangnya perhatian
pemerintah ataupun kurangnya kesiapan dan kemandirian pabrik dalam
menghadapi pasar industri gula. Akibatnya, dapat ditebak. Produktivitas gula
nasional

terasa

statis

dan

lambat

berkembang


sehingga

cita-cita

swasembada gula terasa semakin jauh saja.
Untuk mengatasi keadaan itu semua, kunci utamanya adalah jangan
semakin

memperburuk

keadaan.

Setiap

tindakan

harus

benar-benar

dipikirkan terlebih dahulu agar efeknya tidak memperkeruh suasana.
Sebaliknya, lakukan tindakan-tindakan prosedural dan bersifat inovatif agar
bisa memperbaiki keadaan yang ada. Hal ini wajib dilakukan oleh semuanya,
bukan cuma pemerintah, sesuai dengan potensi dan tanggung jawab masingmasing. Memang ini adalah kondisi ideal yang sulit dicapai. Tetapi untuk bisa
mendekati kondisi tersebut, ada strategi baik yang bisa diterapkan. Strategi
tersebut secara sederhana tertuang dalam lima operasi untuk mewujudkan
swasembada gula nasional
a. Operasi pertama adalah penyamaan pengetahuan. Ini adalah hal paling
dasar

yang

harus

dilakukan

oleh

pemerintah.

Seluruh

elemen

masyarakat, baik konsumen ataupun yang terlibat langsung dalam
industri produksi gula, harus memiliki wawasan yang sama tentang
kondisi industri gula nasional yang terjadi. Pengetahuan tersebut paling

tidak meliputi masalah-masalah yang terjadi, perkembangan terkini,
serta

rencana

pemerintah

ke

depannya

untuk

meningkatkan

produktivitas gula nasional. Tujuan penyamaan pengetahuan ini adalah
untuk menyatukan pandangan dan visi akan industri gula yang
dihadapi. Dengan begitu, setiap individu dari masyarakat Indonesia
akan mengerti dan terikat dengan urgensi yang ada dan diharapkan
mereka

mengerti peran dan tanggung jawab masing-masing di

dalamnya. Sebab pada dasarnya, setiap diri dari rakyat memiliki andil
untuk berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita swasembada gula
nasional. Menyadari posisi dan kebutuhan orang lain akan keterlibatan
dirinya adalah bekal utama dalam bekerja sama dan tidak bertindak
yang tidak kooperatif.
b. Operasi kedua adalah revolusi pertanian tebu. Tak dapat dipungkiri,
pengembangan sektor on-farm menjadi kunci paling utama untuk
mewujudkan swasembada nasional untuk bahan pangan apapun. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan produktivitas gula nasional hingga
berswasembada perlu adanya perubahan besar-besaran terhadap
pertanian tebu yang ada. Ini pula yang telah dilakukan oleh negaranegara pengekspor gula raksasa dunia, seperti Kuba dan Thailand.
Revolusi terhadap pertanian tebu berarti meliputi revolusi lahan,
revolusi varietas, dan revolusi tenaga kerja. Sebab ketiga hal inilah
yang

mempengaruhi

produktivitas

pertanian

tebu

nasional.

Dan

sesungguhnya untuk mengembangkan ketiganya, Indonesia telah
dianugerahi peluang yang sangat besar. Indonesia memiliki wilayah
begitu luas yang bisa difungsikan secara maksimal sebagai lahan
produktif tanaman tebu. Bahkan bukan hanya luas, tetapi lahan yang
digunakan juga sangat potensial untuk pertumbuhan tanaman secara
optimal karena didukung kekayaan unsur hara, penyinaran matahari
yang melimpah, dan iklim yang sangat baik. Dan untuk menggarap dan
mengembangkannya, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang
besar dan berkualitas.

PTPN X adalah salah satu pihak yang telah

memberikan dominasi dan kontribusi besar untuk mengembangkan itu
semua. Sebagai contoh, dalam rencana pengembangan areal tanam

tebu dan pembangunan pabrik gula di Madura, PTPN X telah melakukan
banyak hal untuk merealisasikan rencana itu. Dimulai dengan ekspansi
lahan secara sangat intensif, penelitian terhadap potensi lahan dan
varietas tanaman tebu yang sesuai, pelatihan dan peningkatan
keterampilan bercocok tanam bagi petani tebu, hingga kajian bisnis
yang terkait. Selain itu PTPN X juga melakukan pendekatan kepada
masyarakat Madura hingga berhasil meyakinkan beberapa pemilik
tanah dan petani tebu untuk menanam tebu di lahannya. Dan untuk
mempersiapkan pembangunan pabrik gula di sana, selain sudah
mendapatkan izin, PTPN X juga telah menyiapkan rancangan pabrik
terintegrasi yang sangat modern.
c. Operasi ketiga adalah modernisasi dan revitalisasi pabrik gula. Dilihat
dari kondisi sekarang, pabrik-pabrik gula yang ada di Indonesia sangat
perlu

melakukan

dilaksanakan

untuk

pembaharuan

besar.

memaksimalkan

Hal

kerja

ini

begitu

pabrik-pabrik

penting
tersebut.

Pembaharuan yang dimaksud bukan hanya modernisasi mesin dan
teknologi proses yang digunakan, tetapi juga revitalisasi sistem dan
organisasi di dalam pabrik. Sebab dua hal inilah yang sangat
menentukan kinerja dan hasil produksi pabrik, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas, serta kelanjutan dari pabrik tersebut ke depannya.
Untuk melakukan modernisasi, pihak pabrik harus mengevaluasi
efisiensi dan efektivitas proses pengolahan yang terjadi terhadap input
(tebu giling, bahan bakar, energi, biaya), enjineer yang terlibat,
ketahanan mesin dan teknologi, serta output (angka rendemen, mutu
produk,

dan

pendapatan

bersih).

Kemudian

dalam

melakukan

revitalisasi manajemen internal pabrik, untuk menciptakan sistem dan
lingkungan kerja yang kondusif, solid, dan tangguh, pihak pabrik harus
melakukan

beberapa

hal

mendasar

sebagai

fondasinya.

Yaitu

menciptakan tatanan struktur yang baik dan kuat, menempatkan para
pemimpin dan tenaga ahli sesuai dengan potensi dan karakternya,
serta memanfaatkan tenaga kerja secara efektif dan efisien.
d. Operasi keempat adalah reformasi dan rigiding sistem. Sistem yang
dimaksud menyangkut kebijakan, peraturan, dan tatalaksana sepanjang

aliran produksi dan distribusi gula yang melibatkan pihak-pihak terkait
seperti pemerintah dan instansi yang terkait, investor, pabrik gula tebu,
pabrik gula rafinasi, para petani tebu, dan pihak-pihak lainnya. Oleh
karena itu, sistem ini adalah faktor x yang sangat menentukan.
e. Operasi yang terakhir adalah inovasi dan further planning. Operasi ini
adalah pilihan jika keempat operasi di atas telah berhasil dan kondisi
swasembada gula nasional telah tercapai. Operasi ini sangatlah penting
untuk mempertahankan prestasi swasembada dari penurunan atau
bahkan kejatuhan, dan mengembangkannya menjadi lebih baik dan
lebih besar lagi. Berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi, baik di
negeri ini maupun di negara lain, terbukti bahwa operasi ini sangat
diperlukan untuk kasus swasembada bahan pangan apapun. Contohnya
dalam sejarah, Indonesia telah dua kali mengalami kehancuran pada
prestasi swasembada beras dan gula. Hal ini disebabkan karena kurang
tangguhnya

further

planning

untuk

mempertahankan

kondisi

swasembada tersebut dari berbagai macam faktor pengganggu yang
bisa meruntuhkan. Oleh karena itu belajar dari pengalaman ini,
pemerintah sebagai pemimpin motor industri harus dapat berpikir
secara holistik dan inovatif guna melihat dan menangkis kemungkinankemungkinan yang dapat mengikis swasembada gula nasional saat
sudah tercapai nanti.

LANDASAN TEORI
Banyak orang atau lembaga yang membeli barang dari luar negeri
untuk dijual lagi di dalam negeri. Kegiatan ini disebut dengan impor, dan
orang

atau

melakukan

lembaga
kegiatan

yang
impor

melakukan impor
karena

disebut

menginginkan

importir. Importir

laba. Kegiatan

impor

dilakukan jika harga barang yang bersangkutan di luar negeri lebih murah.
Harga yang lebih murah tersebut karena antara lain:
1. negara penghasil mempunyai sumber daya alam yang lebth banyak,
2. negara penghasil bisa memproduksi barang dengan biaya yang lebih
murah, dan
3. negara penghasil bisa memproduksi barang dengan jumlah yang lebih
banyak.
Kegiatan

impor mempunyai dampak

positif

dan

negatif terhadap

perekonomian dan masyarakat. Untuk meliridungi produsen di dalam negeri,
biasanya suatu negara membatasi jumlah (kuota) impor. Selain untuk
melindungi produsen dalam negeri, pembatasan impor juga mempunyai
dampak yang lebih luas terhadap perekonomian suatu negara. Dampak
positif pembatasan impor tersebut secara umum sebagai berikut:
a. Menumbuhkan rasa cinta produksi dalam negeri.

b. Mengurangi keluamya devisa ke luar negeri.
c. Mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor.
d. Memperkuat posisi neraca pembayaran.
Negara yang melakukan pembatasan impor juga menerima dampak
yang tidak diinginkan.Dampak negatifnya sebagai berikut:
1) Jika terjadi aksi balas-membalas kegiatan pembatasan kuota impor,
maka perdagangan internasional menjadi lesu. Dampak selanjutnya
adalah, terganggunyapertumbuhan perekonomian negara-negara yang
bersangkutan.
2) Karena produsen dalam negeri merasa tidak mempunyai pesaing,
mereka cenderung kurang efisien dalam produksinya. Bahkan tidak
hanya itu, produsen juga kurang tertantang untuk meningkatkan mutu
produksinya. Kegiatan pembatasan kuota impor oleh suatu negara
dapat mengakibatkan tindakan balasan bagi negara yang merasa
dirugikan.
Manfaat Kegiatan Impor
Kegiatan Impor juga Memiliki Manfaat seperti dibawah ini...
a. Memperoleh Barang dan Jasa yang Tidak Bisa Dihasilkan
Setiap negara memiliki sumber daya alam dan kemampuan sumber
daya manusia yang berbeda-beda. Misalnya, keadaan alam Indonesia tidak
bisa menghasilkan gandum dan Amerika tidak bisa menghasilkan kelapa
sawit. Perdagangan antarnegara mampu mengatasi persoalan tersebut.
Perdagangan antarnegara memungkinkan Indonesia untuk memperoleh
gandum dan Amerika memperoleh minyak kelapa sawit. Perdagangan
antarnegara akan bisa mendatangkan barang-barang yang belum dapat
dihasilkan di dalam negeri. Misalnya Indonesia belum mampu memproduksi
mesin-mesin berat. Oleh karena itu, Indonesia melakukan perdagangan
dengan Amerika, Jepang, Cina dan Korea Selatan dalam pengadaan alat-alat
tersebut.
b. Memperoleh Teknologi Modern
Proses produksi dapat dipermudah dengan adanya teknologi modern.
Misalnya, penggunaan mesin las pada pabrik perakitan sepeda motor. Mesin

ini mempermudah proses penyambungan kerangka motor. Contoh lainnya
adalah mesin fotokopi laser. Mesin ini bisa menggandakan dokumen dengan
lebih cepat dan jelas. Tingkat teknologi di negara kita umumnya masih
sederhana.

Pengembangan

teknologi

masih

lambat

karena

rendahnya

kualitas sumber daya manusia. Untuk mendukung kegiatan produksi, kita
dapat mengimpor teknologi dari luar negeri.
Dalam perdagangan biasanya terjadi pertukaran informasi. Dari saling
bertukar informasi ini, Indonesia dapat belajar teknik produksi baru dan
pemanfaatan teknologi modern.
c. Memperoleh Bahan Baku
Setiap

kegiatan

usaha

pasti

membutuhkan

bahan

baku.

Untuk

memproduksi mobil dibutuhkan besi dan baja. Untuk memproduksi ember,
mangkuk, dan kursi plastik dibutuhkan plastik. Tidak semua bahan baku
produksi tersebut dihasilkan di dalam negeri. Mungkin ada yang diproduksi di
dalam negeri, tetapi harganya lebih mahal. Pengusaha tentu lebih menyukai
bahan baku yang harganya lebih murah. Demi kelangsungan produksi,
pengusaha harus menjaga pasokan bahan bakunya. Salah satu caranya
dengan mengimpor bahan baku dari luar negeri.

DAFTAR RUJUKAN
(Sumber : IPS, Hal : 166-169, Penerbit : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional, Penulis : Sutarto)
Sukirno Sadono. 2004. Makroekonomi edisi 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada