Pengaruh Tata Guna Lahan dan Geometrik J

Pengaruh Tata Guna Lahan dan Geometrik Jalan MT. Haryono
terhadap Permasalahan Kemacetan dan Kecelakaan Lalu Lintas
(Studi Kasus: Jalan MT. Haryono dari Pasar Butun sampai Simpang Tiga MT. HaryonoSyarifuddin Yoes, Kota Balikpapan)

Kota Balikpapan dengan luas 843,48 Km2, merupakan salah satu kota besar
yang berkembang pesat di Kalimantan Timur. Terletak di tengah jaringan
transportasi Trans Kalimantan dan Trans Nasional yang mempunyai Pelabuhan Laut
dan Bandara Internasional terbesar di Kalimantan Timur, menjadikan Kota
Balikpapan berada di posisi strategis dan memegang peran sebagai Pintu Gerbang
Kaltim.
Semakin berkembangnya perekonomian Kota Balikpapan yang ditandai
dengan bermunculannya pusat-pusat kegiatan baru berpengaruh langsung terhadap
perkembangan transportasi di Kota Minyak ini.
Salah satu ruas jalan yang terkena pengaruh langsung perkembangan Kota
Minyak adalah ruas Jalan MT. Haryono. Jalan MT. Haryono adalah Jalan Kolektor
Primer yang merupakan jalan alternatif menuju pusat Kota Balikpapan selain Jalan
Soekarno Hatta. Jalan ini banyak dilewati oleh kendaraan-kendaraan dari luar kota
Balikpapan karena lokasinya yang strategis dan menghubungkan berbagai pusatpusat kegiatan, seperti Bandara Internasional Sepinggan, Kawasan PerusahaanPerusahaan di Batakan dan sekitarnya, Objek Wisata di bagian Timur Kota
Balikpapan, Kantor Pemerintahan, Pusat Kota, hingga Pelabuhan Semayang yang
biasanya menjadi tujuan utama penduduk yang berasal dari luar Balikpapan. Dengan
melalui Jalan MT. Haryono maka kendaraan-kendaraan yang berasal dari luar Kota

Balikpapan tidak perlu berputar melalui Jalan Soekarno Hatta karena jaraknya jauh
dan menghabiskan banyak waktu.
Jika dilihat dari urgensitasnya maka volume kendaraan yang lewat di ruas
jalan tersebut tidak lah sedikit, sehingga Jalan MT. Haryono tidak terlepas dari
permasalahan transportasi seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Kedua

1|Page

permasalahan transportasi tersebut difokuskan pada ruas Jalan MT. Haryono
tepatnya dari Pasar Butun sampai Simpang 3 Tak Bersinyal MT. HaryonoSyarifuddin Yoes. Geometrik Jalan MT. Haryono mempunyai ciri khas yaitu jalannya
yang menanjak dan menurun curam.
Ada tiga titik kemacetan di sepanjang ruas jalan tersebut, yaitu titik
kemacetan Pasar Butun, titik kemacetan depan RSUD Kanujoso Djatiwibowo, dan
titik kemacetan di simpang 3 tak bersinyal MT. Haryono-Syarifuddin Yoes.
Penggunaan lahan di ruas jalan ini didominasi oleh aktivitas perekonomian seperti
perdagangan dan jasa, fasilitas umum, dan perumahan. Perdagangan dan jasa yang
ada meliputi pasar, restoran, warung makan, pertokoan, dan hotel. Karena adanya
interaksi antar zona penggunaan lahan maka ruas jalan ini cenderung menghasilkan
banyak pergerakan (bangkitan dan tarikan). Tidak hanya di sepanjang ruas jalan,
namun pergerakan yang ada juga meliputi dari dan menuju pusat-pusat kegiatan

lain di luar ruas jalan yang untuk menuju ke pusat-pusat kegiatan tersebut harus
melewati ruas jalan MT. Haryono ini.
Titik kemacetan yang pertama adalah Pasar Butun. Berdasarkan hasil
observasi, penyebab kemacetan di Pasar Butun adalah banyaknya kendaraan yang
bersinggah di pasar dan pertokoan sekitar parkir on-street sehingga memakan
badan jalan dan mengurangi kapasitas jalan. Pasar Butun merupakan pasar utama
bagi penduduk di bagian Utara Kota Balikpapan, sehingga selalu ramai dikunjungi
namun tidak mempunyai tempat parkir khusus yang terintegrasi dengan pasar, yang
mengharuskan kendaraan parkir on-street. Ruas jalan ini terdiri atas 2 jalur, dimana
masing-masing jalur mempunyai 2 lajur, apabila 1 lajur digunakan untuk parkir on-

street maka jalan yang dapat berfungsi hanya 1 lajur, sedangkan volume kendaraan
yang lewat tinggi. Kapasitas jaringan jalan yang ada sudah sangat terbatas ditambah
dengan tingginya gangguan samping dan penggunaan sebagian badan jalan untuk
keperluan sektor informal dan kegiatan perparkiran dapat menyebabkan kapasitas
operasional ruas jalan menurun menjadi sekitar 30-40% saja dari kapasitas
seharusnya (LP-ITB, 1998). Tidak seimbangnya kapasitas jalan dan volume
kendaraan yang lewat membuat ruas jalan di sepanjang Pasar Butun mengalami
kemacetan. Berada di dekat persimpangan Soekarno Hatta-MT. Haryono juga
2|Page


menjadikan kemacetan di Pasar Butun berpengaruh langsung terhadap kondisi lalu
lintas di Jalan MT. Haryono sendiri maupun di Jalan Soekarno Hatta Km. 4-5 karena
persimpangan yang ada merupakan simpang tak bersinyal.
Titik kemacetan kedua adalah di depan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kanujoso Djatiwibowo. Kemacetan di ruas jalan ini disebabkan adanya hambatan
samping yang berasal dari RSUD dan posisi U-Turn yang tepat berada di depan
RSUD Kanujoso Djatiwibowo. Pergerakan keluar masuk RSUD ini lah yang jadi
penghambat arus lalu lintas. Tidak adanya petugas yang mengatur membuat
kendaraan-kendaraan yang keluar masuk cenderung seenaknya dan tidak mau
mengalah sehingga mengganggu arus jalan utama. Terlebih lagi kondisi geometrik
jalan yang merupakan tanjakan tinggi dapat membahayakan kendaraan yang
berkecepatan tinggi untuk menaiki tanjakan namun harus tiba-tiba berhenti karena
pergerakan keluar masuk RSUD yang menghambat. Tidak jarang pula terjadi
kecelakaan lalu-lintas di ruas jalan ini.
Titik kemacetan ketiga adalah Simpang 3 MT. Haryono-Syarifuddin Yoes.
Simpang 3 ini merupakan simpang tak bersinyal. Arah kiri menuju Jalan Syarifuddin
Yoes, dimana pusat-pusat kegiatan yang mempunyai bangkitan dan tarikan yang
besar pada arah ruas jalan ini meliputi perumahan (Sepinggan Pratama, Perumahan
Regency, dll), Kantor Kapolda Provinsi Kalimantan Timur, DOME, Rumah Jabatan

Walikota Balikpapan, Bandara Internasional Sepinggan, Objek Wisata di bagian
Timur

Balikpapan,

serta

Kawasan

Perusahaan-Perusahaan

di

Batakan

dan

sekitarnya. Arah lurus merupakan lanjutan Jalan MT. Haryono yang menuju ke
Ringroad, DAM, Balikpapan Baru, dan Pusat Kota Balikpapan. Dilihat dari tujuan atau
arah pergerakan, maka simpang 3 ini memegang peran penting dan menjadi pusat

kepadatan lalu-lintas. Menurut Abubakar, dkk. (1995) sasaran yang harus dicapai
pada

pengendalian

persimpangan

adalah

mengurangi

atau

menghindari

kemungkinan terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh adanya titik-titik konflik
seperti berpencar (diverging), bergabung (merging), berpotongan (crossing), dan
bersilangan (weaving), menjaga agar kapasitaas persimpangan operasinya dapat
optimal sesuai dengan rencana, serta harus memberikan petunjuk yang jelas dan
pasti serta sederhana dalam mengarahkan arus lalu lintas yang menggunakan

3|Page

persimpangan. Arus kendaraan yang lewat terbilang padat, lokasi simpangan yang
sangat berbahaya karena tepat di atas puncak jalan, tidak adanya petugas yang
mengatur, dan tidak ada petunjuk yang jelas di jalan dalam mengarahkan arus lalu
lintas menjadikan simpang 3 MT. Haryono-Syarifuddin Yoes bermasalah. Tidak
hanya kemacetan, tetapi juga kecelakaan lalu lintas merupakan dampak dari kondisi
simpangan tersebut, pasalnya dalam praktiknya hanya mengandalkan pengertian
dan rasa saling mengalah dari para pengendara.
Selain kemacetan, masalah yang urgent di ruas Jalan MT. Haryono dari Pasar
Butun sampai Simpang 3 MT. Haryono-Syarifuddin Yoes adalah kecelakaan lalu
lintas. Secara umum Kota Balikpapan mempunyai kontur wilayah yang berbukit
(85%) dengan ketinggian antara 0 sampai dengan lebih dari 100 meter diatas
permukaan laut (mdpl). Kondisi topografi ini lah yang membuat banyak ruas jalan di
Kota Balikpapan memiliki geometrik jalan yang menanjak dan menurun. Ruas Jalan
MT. Haryono merupakan salah satu ruas jalan yang mempunyai geometrik jalan
menanjak curam dengan elevasi melebihi standar. Beberapa titik di ruas Jalan MT.
Haryono mempunyai geometrik cukup berbahaya dengan tingkat elevasi jalan
mencapai diatas 30 persen. Padahal untuk ukuran jalan dalam kota elevasinya
antara 4 sampai 7 persen. Jika diatas 7 persen maka sudah termasuk melebihi

standar.
Kondisi tersebut lah yang menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu
lintas yang terjadi. Banyak kendaraan-kendaraan besar atau alat berat yang tidak
kuat menanjak sehingga termundur bahkan terguling yang dapat membahayakan
pengguna jalan lainnya. Dari data unit laka Lantas Polres Balikpapan tercatat
setidaknya ada satu kendaraan alat berat yang terbalik di Jalan MT. Haryono. Sejak
awal tahun sampai Oktober 2015 ada 30 kejadian truk terbalik di ruas jalan ini.
Rencana pemangkasan tanjakan curam di Jalan MT. Haryono sudah menjadi
perbincangan, namun belum ada tindak lanjut dari Pemerintah. Pemangkasan
tanjakan sendiri membutuhkan dana yang besar, pemangkasan satu tanjakan saja
membutuhkan dana Rp 10 Miliar. Sehingga diperkirakan terkendala anggaran dana.
Pada tahun 2015 status Jalan MT. Haryono berubah dari Jalan Provinsi menjadi jalan

4|Page

kota yang berarti menjadi tanggungjwab Pemerintah Kota Balikpapan dan apabila
ada pemangkasan maka akan dibebankan ke APBD Kota.
Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem
pergerakan adalah pada aksesibilitas dan mobilitas, pembangkit lalu lintas, sebaran
penduduk, pemilihan moda transportasi, dan pemilihan rute (Tamin, 1997).

Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai
cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain yang pencapaiannya melalui
sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Ukuran aksesibilitas tidak hanya
berdasarkan jarak, tetapi juga waktu tempuh. Jalan MT. Haryono dari segi
aksesibilitas dapat dikategorikan dalam aksesibilitas menengah karena jalan ini
merupakan jalan alternatif untuk menuju pusat-pusat kegiatan di bagian Timur dan
Selatan Kota Balikpapan tanpa harus berputar melalui pusat kota. Aksesibilitas
menengah dilihat dari segi jarak yang dekat dan efisiensi waktu serta kondisi
prasarana yang tidak terlalu baik (karena beberapa permasalahan lalu lintas yang
sudah disebutkan sebelumnya).
Jalan MT. Haryono menjadi ruas jalan yang berperan sebagai pembangkit lalu
lintas karena pergerakan yang dihasilkan dari tata guna lahan yang ada di sepanjang
ruas jalan serta pergerakan dari dan menuju pusat-pusat kegiatan di luar ruas jalan
yang mengharuskan melewati jalan tersebut.
Waktu tempuh sangat dipengaruhi oleh kapasitas rute yang ada dan arus lalu
lintas yang menggunakan rute tersebut. Walaupun kondisi geometrik Jalan MT.
Haryono yang berbahaya dan terdapat beberapa titik kemacetan, jalan ini tetap
menjadi pilihan para pengendara. Dibandingkan harus berputar melewati pusat kota,
para pengendara lebih memilih melewati beberapa titik kemacetan di Jalan MT.
Haryono karena akan lebih banyak memakan waktu jika berputar lewat pusat kota

yang juga tentu akan ada lebih banyak titik-titik kemacetan lain.
Pesatnya perkembangan suatu kota berpengaruh pada permasalahan
transportasi

perkotaan.

Karena

perkembangan

transportasi

lebih

lambat

dibandingkan perkembangan kota, maka dalam perencanaan transportasi harus
memperhatikan berbagai aspek serta memprediksikan keadaan di tahun-tahun
5|Page


kedepan. Dalam hubungan transportasi dan tata guna lahan misalnya, yang harus
diperhatikan adalah sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan. Sistem
kegiatan meliputi pengaturan/perencanaan tata guna lahan, sistem jaringan meliputi
kapasitas dan lokasi dari sarana dan prasarana transportasi. Jika keduanya
digabungkan maka akan diketahui sistem pergerakan yang berperan pada proses
perencanaan selanjutnya.

6|Page

Daftar Pustaka

Dinas Perhubungan Kota Balikpapan. Bidang Perhubungan Darat. Dipetik Oktober 16, 2015, dari
Data Kecelakaan Lalu Lintas: dishub.balikpapan.go.id
e-journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta. (2015). Tinjauan Pustaka Simpangan. http://ejournal.uajy.ac.id/.
Kaltim Pos Group. (2015, Maret 22). Balikpapan Pos. Jalan MT. Haryono Berubah Status.
Pemerintah Kota Balikpapan. Profil Kota. Dipetik Oktober 15, 2015, dari Fakta Geografis:
balikpapan.go.id
Tamin, O. Z. (1997). Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.
Materi MK. Perencanaan Transportasi Institut Teknologi Kalimantan Tahun 2015


7|Page