manusia dan proses kependidikan dan pendukung

1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu
atau hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani,
philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau hikmah
(wisdom), jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada
kebenaran. Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang
berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan
pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof
Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadangkadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun
pengertian filsafat mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula.
Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari
pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di
dalamnya etika).
Pendidikan secara harfiah berasal kata didik, yang mendapat awalan pen
akhiran an. berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Kata lain
ditemukan peng(ajar)an berarti cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau
mengejarkan. Kata lain yang serumpun adalah mengajar berarti memberi

pengetahuan atau pelajaran. Kata pendidikan berarti education (inggris), kata
pengajaran berarti teaching (inggris). Pengertian dalam bahasa Arab kata
pendidikan (Tarbiyah) – pengajaran (Ta’lim) yang berasal dari ‘allama dan rabba.
Dalam hal ini kata tarbiyyah lebih luas konotasinya yang berarti memelihara,
membesarkan, medidik sekaligus bermakna mengajar (‘allama). Terdapat pula
kata ta’dib yang ada hubungannya dengan kata adab yang berarti susunan.
Secara spesifik ruang lingkup yang mengindikasikan bahwa filsafat
pendidikan Islam adalah sebagai sebuah disiplin ilmu. Pendapat Muzayyin Arifin
yang berkenaan dengan hal ini menyatakan bahwa mempelajari filsafat

2

pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang serba mendasar,
sistematik, terpadu, logis dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang
tidak hanya dilatar belakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, juga
berdasarkan mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Konsep-konsep tersebut
mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan
dan seterusnya.

B. Rumusan


Masalah dalam Buku Karya Prof. H.M. Arifin, M.Ed.

halaman 50-83
Sebagai salah satu sumber buku yang akan diulas, dalam buku Filsafat
Pendidikan Islam ini terdapat beberapa topic bahasan yaitu:
1. Bagaimana pandangan tentang manusia dan proses pendidikan serta
hubungan yang terdapat didalamnya yang meliputi hakikat, factor-faktor,
dan fungsi proses pendidikan yang dipandang secara Islam.
2. Berbagai pandangan yang ada terhadap proses pendidikan, dan bagaimana
perbedaan pandangan Islam dengan pandangan yang lain.
3. Mengulas bagaimana hakikat kemampuan belajar manusia, serta prosesproses belajar yang dipandang secara Islam
4. Pentingnya suatu kurikulum dalam lembaga pendidikan Islam
C. Tujuan Penulisan Resume
Dengan adanya permasalahan diatas, maka tujuan penulisan dari resume
ini adalah untuk menjelaskan tentang manusia dan proses pendidikan serta
hubungan antara keduanya, bagaimana pandangan terhadap proses pendidikan,
bagaimana kemampuan belajar manusia, dan untuk menjelaskan pentingnya suatu
kurikulum dalam kependidikan.


3

PEMBAHASAN RESUME
Manusia dan Proses Pendidikan
Pada masa abad-abad permulaan berdirinya sistem pendidikan klasikal,
tugas kependidikan adalah mencerdaskan intelek (daya pikir) manusia dengan
melalui mata pelajaran “menulis, membaca, berhitung” atau terkenal dengan “3 R’
S” (writing, reading, dan arithmatic). Sesuai dengan perkembangan tuntutan hidup
manusia, maka tugas tersebut semakin bertambah dan luas yaitu kecuali
mencerdaskan otak, yang terdapat didalam kepala juga mendidik akhlak atau
moralitas yang berkembang dari dalam hati atau dada. Semakin meningkatnya
rising demands atau kebutuhan yang meningkat, akhirnya manusia ingin pula
mendidik kecekatan atau ketrampilan tangan untuk bekerja terampil.
Ketrampilan tersebut pada prinsipnya terletak pada kemampuan tangan
manusia. Pada akhirnya proses pendidikan itu berlangsung pada titik kemampuan
berkembangnya tiga hal yaitu head, heart, and hand (3 H’ S). manusia mengalami
proses kependidikan yang bersasaran pokok pada 3H terus berlangsung sampai
mendekati waktu adanya. Fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan
seleksi melalui proses kependidikan atas diri pribadi manusia. Proses seleksi
tersebut menuju kepada dua arah:

1. Menseleksi bakat dan kemampuan apa sajakah yang dimiliki manusia
untuk selanjutnya dikembangkan melalui proses kependidikan.
2. Menseleksi sampai dimanakah kemampuan manusia

dapat

dikembangkan guna melaksanakan tugas hidupnya dalam hidup
bermasyarakat.
Proses kependidikan bagi manusia adalah usaha yang sistematis dan berencana
untuk menseleksi kemampuan belajar manusia agar dapat berkembang sampai
pada titik optimal kemampuannya yaitu kemampuan mengembangkan potensi
kapabilitasnya semaksimal mungkin, melalui proses belajar mengajar.

4

Dari segi sosial psikologis, manusia dalam proses pendidikan juga dapat
dipandang sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang dalam
proses komunikasi antara individualitasnya dengan orang lain atau lingkungan
sekitarnya dan proses ini dapat membawanya kearah pengembangan sosialitas dan
kemampuan moralitasnya (rasa kesusilaannya).

Dalam proses tersebut terjadilah suatu pertumbuhan atau perkembangan
secara dialektis atau secara internasional antara individualitas dan sosialitas serta
lingkungan sekitarnya, sehingga terbentuklah suatu proses biologis, psikologis,
dan sosiologis sekaligus dalam waktu bersamaan.
Dalam hubungannya dalam proses kependidikan yang berlaku bagi
manusia itu, menurut ajaran islam dipandang sebagai suatu perkembangan
alamiah manusia yaitu suatu proses yang harus terjadi terhadap diri manusia oleh
karena hal tersebut merupakan pola perkembangan hidupnya yang telah
ditentukan oleh Allah, atau dikatakan sebagai “sunnatullah”.

‫لول للقند لخل لنقلنا ال نطإن نلسالن طمنن سسللال لنة طمنن ططينن‬

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah."(Q.S. Al- mu'minun : 12)

‫ثسممل لجلعل نلناسه ن سنطلفةة طفي لقلرانر لمطكينن‬

"Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim)."(Q.S. Al- mu'minun : 13)


‫خل لنقلنا‬
‫خل لنقلنا ال نلعل للقلة سمنضلغةة لف ل‬
‫عل للقةة لف ل‬
‫ثسممل لخل لنقلنا الن مسنطلفلة ل‬
‫حةما ثسممل أ لن نلشأ نلناسه لخل نةقا‬
‫ال نسمنضلغلة طعلظاةما لفك للسنولنا ال نطعلظالم ل ل ن‬
‫خالططقيلن‬
‫آلخلر لفتللبالرلك الل ملسه أ لنحلسسن ال ن ل‬
"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta
Yang Paling Baik."(Q.S. Al- mu'minun : 14)

5

Ayat

diatas


menunjukkan

bagaimana

manusia

berproses

dalam

pertumbuhan biologisnya sejak alam periode pra-natal, sehingga menjadi bentuk
manusia yang sempurna. Proses demikian adalah dilihat dari segi biologis,
merupakan suatu yang alamiah sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu Biologi modern
sekarang. Salah satu sabda Nabi menunjukkan bahwa secara paedagogis manusia
berkembang melalui proses pendidikan. Meskipun tidak terperinci, sabda Nabi
dapat dijadikan landasan bahwa dalam pembinaan jiwa, manusia diperlukan
proses kependidikan secara bertahap dari mulai sejak mempengaruhi jiwanya
secara psikologis sampai dengan mengamalkan perilaku yang diajarkan.
Berbagai Pandangan tentang Proses Kependidikan
Mengingat proses kependidikan adalah suatu proses pengembangan

terhadap kemampuan dasar atau bakat manusia, maka dengan sendirinya proses
tersebut akan berjalan sesuai dengan hukum-hukum perkembangan yaitu hukum
kesatuan organis yang menyatakan bahwa perkembangan manusia berjalan secara
menyeluruh dalam seluruh organ-organnya, baik organ tubuhnya maupun organ
rohaninya, bukan perkembangan organis yang satu sama lain berdiri sendiri.
Sedangkan “hokum tempo” menyatakan bahwa perkembangan manusia itu
menurut tempo (waktu) yang satu sama lain berbeda baik dilihat dari segi
individual seperti pada saat tertentu mengalami perkembangan cepat, akan tetapi
pada saat lainnya mengalami perkembangan yang lambat. Hukum konvergensi
adalah suatu pandangan bahwa perkembangan manusia itu berlangsung atas
pengaruh dari factor-faktor bakat/kemampuan dasar dan factor lingkungan sekitar/
factor disengaja.
Menurut

ahli paedagogik

Prof. Drs. A. Sigit, manusia dalam

perkembangannya mengalami proses dalam 3 faktor perkembangan yang salaing
mempengaruhi yaitu pembawaan, lingkungan sekitar dan factor dialektis. Jadi

disinilah nampaknya bahwa para ahli didik selalu menilai bahwa selain factor
pembawaan manusia sendiri, factor lingkungan pun mempunya dampak besar
bagi proses perkembangan manusia. Lain halnya dalam pandangan Nativisme

6

yang menganggap bahwa hanya factor pembawaan atau bakat serta kemampuan
dasar sebagai penentu dari proses perkembangan manusia.
Berbeda dengan pelbagai pandangan diatas, Islam yang penuh dengan
ajaran etis dan normative yang berpangkal tolak dari asas hidup prikeseiambangan sepenuhnya mengahargai potensi rohaniah dan jasmaniah manusia
bagi kehidupan di alam nyata ini. Islam telah memberikan konsep pandangan
bahwa perkembangan manusia diletakkan pada dua titik lingkaran yaitu sebagai
makhluk pribadi yang selalu mempererat hubungan dengan Tuhan dan sekaligus
menjalin hubungan dengan masyarakat. Dengan ikatan dua titik inilah manusia
menempuh rangkaian proses perkembangan yang menuju kea rah martabat hidup
manusiawi sesuai kehendak Tuhan. Pandangan Islam yang demikian lebih
bercorak konvergensist daripada Empiris dan Nativist, karena mengakui adanya
pengaruh internal berupa keimanan dalam pribadi dan pengaruh eksternal yang
berupa kegiatan sosialitas dalam bermasyarakat.
Dalam pandangan Islam tersebut diatas jelaslah bahwa manusia tidak bisa

dipandang sebagai makhluk ideal dan struktural, akan tetapi juga diletakkan pada
posisi potensial dalam proses perkembangannya, dimana nilai etis dan normatif
sangat menentukan keberhasialan proses tersebut. Pendidikan yang berlangsung
melalui proses bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia, dilihat dari prinsip
pandangan Islam, adalah bersifat Tabi’iyah artinya sesuai dengan tabiat hidup
manusia tidak bertentangan dengan “sunnatullah”. Dari sisi lain pandangan Islam
bahwa segala kejadian manusia diberlakukan oleh Tuhan. Maka tak dapat
diingkari bahwa implikasi pandangan Islam demikian mengandung pemikiran
progressivisme. Firman Allah dalam surah Nuh ayat 13-14 menjadi sumber
pandangan progressivisme. Akan tetapi progessivisme dalam Islam berbeda
dengan progessivisme dalam aliran pragmatism Jon Dewey yang menghilangkan
nilai-nilai absolut, bahkan lebih bercorak sekularitis dalam nilai-nilai, sehingga
nilai-nilai

kultural

relativisme

menjadi


dasar

pegangan

dalam

proses

kependidikan. Sedangkan Islam mendasari proses tersebut dengan nilai-nilai
absolut yang bersifat membimbing pikiran atau kecerdasan dan kemampuan dasar

7

untuk berkembang. Dengan nilai-nilai absolut itulah proses kependidikan akan
berlangsung secara tetap dan konstan kea rah tujuan yang tidak berubah-ubah.
Kemampuan Belajar Manusia
Kemampuan belajar manusia sangat berkaitan dengan kemampuan
manusia untuk mengetahui dan mengenal terhadap obyek-obyek pengamatan
melalui panca indera. Pengetahuan manusia terbentuk karena adanya realita
sebagai obyek pengamatan indera. Yang dibahas oleh flsafat dalam berbagai aliran
adalah pertanyaan apakah realita itu merupakan suatu kebenaran hakiki atau
hanya refleksi dari kebenaran tersebut. Filsafat yang beraliran idealism
memandang bahwa realita itu bukan hakikat kebenaran yang ditangkap oleh panca
indera manusia. Ia hanyalah merupakan gambaran (refleksia) dari kebenaran
hakiki berada dalam alam “ide”. Paham idealis yang murni tersebut diatas tercetus
dari pikiran-pikiran ahli filsafat kuno di Yunani yaitu Plato, Aristoteles, dan Rene
Decartes.
Panca indera manusia merupakan alat kelengkapan yang dapat membuka
kenyataan alam sebagai sumber pengetahuannya yang memungkinkan dirinya
untuk menemukan hakikat kebenaran yang diajarkan oleh agamanya atau oleh
Tuhannya. Panca indera manusia adalah pintu gerbang dari pengetahuan yang
makin berkembang. Oleh karenanya Tuhan mewajibkan panca indera manusia
untuk digunakan menggali pengetahuan. Firman Allah:

‫ل ل أأ ق‬
‫ق‬
‫قو ق‬
‫ق ل‬
50. ‫ول‬
‫دي أ‬
‫م د‬
‫ن الل ل د‬
‫عن ل د‬
‫خأزائ د ق‬
‫ل ل أك ق ل‬
‫ه أ‬
‫أ‬
‫مل أ ك‬
‫ول أ أ ق‬
‫قو ق‬
‫ع دإل‬
‫م ال ل أ‬
‫أأ ل‬
‫ك إد ل‬
‫ن أت لب د ق‬
‫غي ل أ‬
‫م إ دنني أ‬
‫ل ل أك ق ل‬
‫عل أ ق‬
‫ب أ‬
‫ي ق‬
‫ه ل‬
‫ق ل‬
‫صيقر‬
‫وي ال ل‬
‫ل أ‬
‫وال لب أ د‬
‫ما قيو أ‬
‫ل يأ ل‬
‫ع أ‬
‫أ‬
‫مى أ‬
‫حى إ دل أ ل‬
‫ست أ د‬
‫ت أت أ أ‬
‫أأ أ‬
‫ن‬
‫فل‬
‫فك لقرو أ‬
Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada
padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan

8

kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang
diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang
melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkannya?

Ayat yang bersifat motivativ dan persuasive kepada manusia untuk
menggunakan kejiwaan dan panca inderanya dalam menggali ilmu tidak kurang
telah disebut 300 kali di dalam Al-Qur’an. Islam lebih cenderung untuk
menegaskan bahwa perpaduan antara kemampuan kejiwaan dan kenyataan materi
sebagai realita merupakan sumbernya proses “mengetahui” manusia yang
keduanya merupakan “kebenaran” menurut ukuran proses hidup manusiawi dan
bukan Ilahi. Kebenaran yang hakiki hanyalah Tuhan sendiri, dan kebenaran hakiki
inilah yang menciptakan segala kenyataan alami dan manusiawi dengan diberi
mekanisme hukum-hukumnya sendiri.
Dilihat dari segi mental psikologis, dalam diri pribadi manusia telah
diberikan suatu kekuatan/kemampuan rohaniah untuk memilih alternative mana
yang baik dan mana yang buruk. Akan tetapi Tuhan akan memuji hamba-Nya
yang mampu memilih yang baik. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa
pandangan dasar Islam tentang kemungkinan manusia untuk memperoleh
kemajuan hidupnya adalah terletak pada kemampuan belajarnya. Sedang
kemampuan belajar seseorang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai suatu
kemampuan ikhtiarahnya sendiri melalui proses belajar mengajar dalam pelbagai
cara dimulai dari sejak lahir sampai meninggal dunia. Alaah memerintahkan umat
manusia untuk mempelajari/menyelidiki gejala alam kehidupan ini (bukan
perintah kepada binatang). Oleh karenanya Ia telah memberikan kemampuan
mengetahui, mengenal, dan kemampuan belajar dalam jiwa manusia, terutama
melalui akal dan kecerdasannya, terpadu dengan kemampuan mengamati dengan
indera, ingatan, kemauan/kehendak, nafus dan ghodob, merasakan. Kemampuankemampuan itu bekerja secara mekanistis sesuai dengan hukum-hukum Allah.
Proses mengenal dan mengetahui melalui belajar seseorang tidak bisa
terlepas dari masalah axiology (nilai-nilai) mengingat semua aspek dari proses
kehidupan manusia begaimanapun kecilnya, senantiasa bergerak dalam sistem

9

nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut mengandung prinsip yang tetap, karena bersifat
mengarahkan dan menuntun. Jadi belajar dan mengajar harus berproses dalam
sistem nilai-nilai yang sudah ditunjukan oleh Allah.
Kurikulum dalam Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu tugas pokok dari Filsafat pendidikan Islam adalah memberikan
kompas atau arah dari tujuan pendidikan Islam. Suatu tujuan kependidikan yang
hendak dicapai harus direncanakan (diprogramkan) dalam apa yang disebut
“kurikulum”. Oleh karena itu kurikulum adalah merupakan factor yang sangat
penting dalam proses kependidikan dalam suatu lembaga kependidikan Islam.
Dengan demikian dalam kurikulum tergambar jelas secara berencana bagaimana
dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan
oleh pendidik dan anak didik. Jadi, kurikulum menggambarkan kegiatan belajarmengajar dalam suatu lembaga kependidikan.
Pengertian secara harfiah dari kata “kurkulum” berasal dari Bahasa Latin
“a little racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan
olahraga) yang kemudian dialihkan ke dalam pendidikan menjadi “circle of
instruction” yaitu suatu lingkarang pengajaran, dimana guru dan murid terlibat di
dalamnya. Istilah kurikulum kemudian digunakan untuk menunjukan tentang
segala mata pelajaran yang dipelajari dan juga semua pengalaman yang harus
diperoleh serta semua kegiatan yang harus dilakukan anak.

10

KESIMPULAN RESUME
Proses kependidikan bagi manusia adalah usaha yang sistematis dan
berencana untuk menseleksi kemampuan belajar manusia agar dapat berkembang
sampai pada titik optimal kemampuannya yaitu kemampuan mengembangkan
potensi kapabilitasnya semaksimal mungkin, melalui proses belajar mengajar.
Dalam pandangan Islam tersebut diatas jelaslah bahwa manusia tidak bisa
dipandang sebagai makhluk ideal dan struktural, akan tetapi juga diletakkan pada
posisi potensial dalam proses perkembangannya, dimana nilai etis dan normatif
sangat menentukan keberhasialan proses tersebut. Pendidikan yang berlangsung
melalui proses bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia, dilihat dari prinsip
pandangan Islam, adalah bersifat Tabi’iyah artinya sesuai dengan tabiat hidup
manusia tidak bertentangan dengan “sunnatullah”
Kemampuan belajar manusia sangat berkaitan dengan kemampuan
manusia untuk mengetahui dan mengenal terhadap obyek-obyek pengamatan
melalui panca indera. Pengetahuan manusia terbentuk karena adanya realita
sebagai obyek pengamatan indera.
kurikulum adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
kependidikan dalam suatu lembaga kependidikan Islam