STUDY TENTANG UPAYA KONSELING ISLAMI OLEH SEORANG TOKOH AGAMA DALAM MENANGANI ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI DUSUN NGEBRET DESA MOROWUDI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK.

(1)

STUDY TENTANG UPAYA KONSELING ISLAMI OLEH SEORANG TOKOH AGAMA DALAM MENANGANI ANAK KORBAN KEKERASAN

SEKSUAL DI DUSUN NGEBRET DESA MOROWUDI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

RISKA ATIKA SARI NIM. B03213023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Riska Atika Sari (B03213023), Study tentang upaya konseling islami oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasan seksual di dusun Ngebret desa Morowudi kecamatan Cerme kabupaten Gresik.

Penelitian ini dilakukan karena keingintahuan peneliti mengenai study tentang upaya konseling islami oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasan seksual di dusun Ngebret desa Morowudi kecamatan Cerme kabupaten

Gresik. Keingintahuan ini kemudian dikemas dengan fokus masalah ”bagaimana

upaya konseling Islam oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasaan seksual dan hasil pelaksanaan konseling Islam oleh seorang tokoh

agama dalam menangani anak korban kekerasaan seksual?”. Permasalahan ini

tentu membutuhkan jawaban agar lebih jelas dan mudah dipahami.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dengan kata-kata yang objektif dan mendalam tentang upaya seorang tokoh agama dalam memberikan konseling islami kepada anak korban kekerasan seksual yang nantinya data hasil penelitian tersebut dapat disajikan secara deskriptif. Sedangkan dalam mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara mendalam. Setelah data terkumpul, analisa dilakukan untuk mengetahui proses serta hasil dengan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah melakukan konseling.

Dalam penelitian ini tokoh agama menggunakan metode directive counseling, karena dalam proses konseling ini tokoh agama lah yang banyak berperan.Dalam penelitian ini tokoh agama tersebut memberikan ceramah dan pembinaan serta motivasi kepada anak korban kekerasan seksual. Hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam yang dilakukan oleh tokoh agama dikategorikan berhasil, karena anak korban kekerasan seksual mengalami banyak perubahan ke arah yang lebih baik yakni dari 37 dampak negatif kekerasan seksual yang ditangani oleh kyai Bashir, terdapat 26 dampak negatif yang berhasil disembuhkan.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Definisi Konsep... 6

F. Metode Penelitian... 13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 13

2. Subjek Penelitian... 14

3. Tahap-Tahap Penelitian... 14

4. Jenis dan Sumber Data... 15

5. Tehnik Pengumpulan Data... 18

6. Tehnik Analisis Data...19

7. Tehnik Keabsahan Data... 22

G. Sistematika Pembahasan... 23

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA... 26

A. Tokoh Agama... 26

1. Pengertian Pengertian Tokoh Agama... 26

2. Ciri-Ciri Tokoh Agama... 33

3. Peran Tokoh Agama... 34

4. Tugas Tokoh Agama... 37

B. Bimbingan dan Konseling Islam... 39

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam... 39

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam... 43

3. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Islam... 48

4. Peran Konselor... 51

5. Metode Bimbingan dan Konseling Islam...56

6. Tahap-Tahap Bimbingan dan Konseling Islam... 60

C. Kekerasan Seksual... 61

1. Pengertian Kekerasan Seksual... 61

2. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual... 63

3. Faktor-Faktor Timbulnya Kekerasan Seksual... 64

4. Dampak Kekerasan Seksual... 67


(8)

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan... 81

BAB III: PENYAJIAN DATA... 88

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 88

1. Deskripsi Lokasi... 88

a. Letak Geografis... 88

b. Jumlah Penduduk... 90

c. Tata Pemerintahan... 90

d. Keadaan Sosial Masyarakat... 99

1) Potensi Sumber Daya Alam...99

2) Perekonomian atau home industry... 100

3) Kebudayaan... 101

B. Identitas Tokoh Agama dan identitas anak korban kekerasan seksual serta identitas orang tua korban kekerasan seksual... 101

C. Upaya Konseling Islami oleh Seorang Tokoh Agama dalam Menangani Anak Korban Kekerasan Seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik... 103

1. Tahap-Tahap Konseling... 103

D. Hasil Pelaksanaan Konseling Islami oleh Seorang Tokoh Agama dalam Menangani Anak Korban Kekerasan Seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik... 132

BAB IV: ANALISIS TENTANG UPAYA DAN HASIL PELAKSANAAN KONSELING ISLAM OLEH SEORANG TOKOH AGAMA DALAM MENANGANI ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI DUSUN NGEBRET DESA MOROWUDI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK... 140

A. Analisis Upaya Konseling Islam oleh Seorang Tokoh Agama dalam Menangani Anak Korban Kekerasaan Seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik... 140

B. Analisa Hasil Pelaksanaan Konseling Islam oleh Seorang Tokoh Agama dalam Menangani Anak Korban Kekerasan Seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik... 153

BAB V: PENUTUP... 159

A. Kesimpulan... 159

B. Saran... 160 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bimbingan dan konseling Islam sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.1

Menurut Yahya Jaya, bimbingan dan konseling Islam adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangakan dimensi dan potensi keberagamaannya spiritual mungkin, baik secara individu maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis layanandan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaanyang terdapat dalam al-quran dan hadits.2

Selain pengertian-pengertian di atas, Ainur Rohim Faqih juga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.3 Dalam memberikan Bimbingan Konseling Islam harus mempunyai kemampuan atau wawasan mengenai teori dalam konseling islami tersebut,

1

Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Bonseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta :UII Press, 1997), hal. 55

2

Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam (Padang : Angkasa Raya, 2004) hal. 108

3

Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam ( Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 4


(10)

2

selain itu bisa memberikan tauladan yang baik meskipun memiliki berbagai keterbatasan dan kelemahan.

Seseorang yang bertugas memberikan Bimbingan Konseling Islam di sebut Konselor islam. Konselor islam, dalam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah kehidupan, dengan memperhatikan nilai-nilai dan moralitas islami. Membantu mengatasi masalah kehidupan yang dialami oleh klien atau konseli, maka sudah sewajarnya konselor harus menjadi tauladan yang baik, agar klien merasa termotivasi dalam menyelesaikan masalah kehidupannya.4

Konselor islami adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan konsultasi berdasarkan standart profesi. Konselor pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Konselor selalu terikat dengan keadaan dirinya. Dengan kata lain, faktor kepribadian konselor menentukan corak pelayanan konseling yang dilakukannya.

Kepribadian konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara konselor dan konseli, bentuk kualitas penanganan maslah, dan pemilihan alternatif pemecahan masalah. Klien secara psikologis datang kepada konselor karena beberapa alasan diantaranya, keyakinan bahwa diri konselor lebih arif, lebih bijaksana, lebih mengetahui permasalahan, dan dapat juga dijadikan rujukan bagi penyelesaian masalah. Dalam memberikan bimbingan konseling islam

4


(11)

3

tidak hanya diverikan kepada anak remaja atau orang dewasa, anak-anak pun bisa diberikan bimbingan konseling islam.

Salah satu yang termasuk konselor islam adalah tokoh agama atau kyai. Tokoh agama juga tidak jauh beda dengan konselor islami yang juga harus memiliki suri teladan, Tokoh agama menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, sebagai suri tauladan, maka sudah tentu konselor islami atau tokoh agama adalah seorang yang menjadi rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.

Lebih-lebih pada zaman modern ini manusia lebih cenderung memenuhi kebutuhannya secara bebas, yang pada akhirnya dapat terjadi kejahatan yang melanda seperti terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Menurut Rohan, kekerasan berkaitan dengan aturan normatif yang dianut dan dimiliki si penilai pada suatu saat. Kemudian ahli studi sosiologi di Amerika Serikat menghasilkan perumusan bahwa kekerasan seksual adalah jenis perilaku atau tingkah laku yang menyimpang dari norma sosial.5

Sedangkan menurut Imam As’ari dalam bukunya “Patologi Sosial” bahwa

seks patologi sesungguhnya adalah perbuatan maladjustment (yang dimaksudkan individu sebagai anggota masyarakat yang tidak bertingkah laku sesuai dengan nilai sosial (social Value) yang terdapat dalam masyarakat.6 Karena seseorang yang menjadi korban kekerasan seksual akan

5

rohar Collier, Pelecehan Seksual (Yogya: PT Tiara Wacana,1998), hal. 35.

6


(12)

4

mengalami trauma, apalagi korban kekerasan seksual tersebut adalah anak-anak usia 7 tahun.

Seperti yang dilakukan oleh YL dan IL salah satu warga di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik yang merupakan orang tua SF, seorang gadis belia berusia 8 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual. Pelakunya tak lain adalah tetangganya sendiri, yaitu seorang kakek berusia 63 tahun. Sejak mengetahui SF tidak lagi memiliki gairah dalam menjalani kehidupan, kedua orangtuanya cemas dan memutuskan untuk membawa dan meminta bantuan tokoh agama setempat untuk diberikan bimbingan dan nasehat yang bersifat islami agar SF kembali menjadi seorang anak yang ceria. orang tua SF beranggapan bahwa dengan dibawa ke tokoh agama, selain SF, dirinya juga dapat merasakan kesejukan hati sehingga dapat lebih sabar dan kuat dalam menghadapi masalah yang menimpa anaknya.

Dengan memperhatikan pembahasan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui upaya tokoh agama dalam memberikan konseling kepada anak

tersebut. oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Study tentang upaya konseling islami oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasan seksual di dusun Ngebret desa Morowudi kecamatan Cerme kabupaten Gresik”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya konseling Islam oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasaan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik?


(13)

5

2. Bagaimana hasil pelaksanaan konseling Islam oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasaan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui upaya konseling Islam oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasaan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan konseling Islam oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasaan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini untuk memperkaya referensi bagi penelitian lain yang akan melakukan penelitian mengenai upaya tokoh agama dalam memberikan motivasi kepada anak korban kekerasan seksual melalui konseling islami.

2. Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya kepada para tokoh agama yang akan melakukan konseling islami kepada anak-anak dan kepada orang tua agar lebih waspada dalam menjaga anaknya.


(14)

6

E. Definisi Konsep

1. Tokoh Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tokoh diartikan sebagai orang yang terkemuka/terkenal, panutan.7 Tokoh adalah orang yang berhasil dibidangnya yang ditunjukkan dengan karya-karya monumental dan mempunyai pengaruh pada masyarakat sekitarnya.

Untuk menentukan kualifikasi sang tokoh, kita dapat melihat karya dan aktivitasnya, misalnya tokoh berskala regional dapat dilihat dari segi apakah ia menjadi pengurus organisasi atau pemimpin lembaga ditingkat regional, atau tokoh dalam bidang tertentu yang banyak memberikan kontribusi pada masyarakat regional, dengan pikiran dan karya nyata yang semuanya itu mempunyai pengaruh yang signifikan bagi peningkatan kualitas masyarakat regional.

Disamping itu, ia harus mempunyai keistimewaan tertentu yang berbeda dari orang lain yang sederajat pada tingkat regional, terutama perbedaan keahlian dibidangnya. Dengan kualifikasi seperti itu, maka ketokohan seseorang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.8

Sedangkan Tokoh Agama adalah orang yang memiliki atau mempunyai kelebihan dan keunggulan dalam bidang keagamaan. Dikatakan kelebihan dan keunggulan bidang keagamaan karena ia memiliki pengetahuan dalam keagamaan diatas manusia pada umumnya.

7

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya:Kartika, 1997), hal. 68.

8

Arief furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh (Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2005), hal. 11.


(15)

7

Tokoh agama merupakan barisan terdepan dalam mengatasi kebobrokan sumber daya manusia. Segala kehidupan manusia terutama yang berkaitan dengan masalah moralitas dan religious tokoh agamalah sebagai tiangnya. Maksud dari Tokoh agama disini adalah kyai, ustadz, ulama, dan imam.

Sedangkan Tokoh agama dalam penelitian ini adalah kyai. Kyai adalah orang yang memiliki ilmu agama (Islam) plus amal dan akhlak yang sesuai dengan ilmunya. Menurut Saiful Akhyar Lubis, menyatakan

bahwa “Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kyai di salah satu pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut merosot karena kyai yang menggantikannya tidak sepopuler kyai yang telah wafat

itu”.9

Istilah kyai memiliki makna yang tidak tunggal dalam beberapa hal, nama kyai melekat terhadap berbagai status. Salah satunya adalah sebagai tokoh agama. Dalam pengertian ini, kyai merupakan figur.

Pemahaman semacam ini menunjukkan bahwa, kyai tidak hanya merujuk kepada ahli agama yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab kuning. Lebih dari itu, kyai juga berperan besar dalam melakukan transformasi sosial terhadap masyarakat sekitarnya.10.

9

Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kyai dan Pesantren, (Yogyakarta, eLSAQ Press, 2007), hal. 169.

10

Achmad patoni, Peran Kiai Pesantren dalam Parpol (Jogjakarta: PT. Pustaka Pelajar, 2007), hal. 24.


(16)

8

Dari penjelasan di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa Tokoh Agama adalah orang yang dihormati dikalangan masyarakat, karena takaran taqwa dan wawasan agamanya sangat luas dan mendalam.

Adapun Tokoh Agama dalam penelitian ini adalah orang yang yang memiliki keunggulan dalam ilmu keagamaan yang menjadi pemimpin dalam suatu masyarakat untuk memberikan pengarahan hidup yang baik sesuai ketentuan Allah agar masyarakat tersebut dapat mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Tokoh agama yang dimaksud sesuai pengertian ini ialah Kyai yang ahli dibidang ilmu-ilmu agama islam, tidak memimpin atau memiliki pesantren akan tetapi berperan besar dalam melakukan transformasi sosial terhadap masyarakat sekitar..

2. Upaya Bimbingan dan Konseling Islam

Upaya adalah usaha atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar dan sebagainya.11 Menurut Pius A Purtanto,upaya adalah usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu apa yang hendak dicapai untuk diinginkan.12

Sedangkan Bimbingan dan konseling Islam terdiri dari tiga kata yang masing-masingmemiliki perbedaan arti. Kata Bimbingan dalam kamus bahasa inggris disebut guidence yang dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way),

memimpin (leading), menuntun (conducting), memberikan petunjuk

11

Diknas, Pusat bahasa,(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.html diakses sabtu 19 Nopember 2016)

12


(17)

9

(giving intruction), mengatur (regulating), memberikan nasehat (giving

advice).13

Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu (klien)

untuk mencapai pengertian tentang dirinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya.14

Islam secara etimologis berasal dari bahasa arab (salima) yang artinya

selamat. Sedangkan islam secara terminologis dapat dikatakan agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan Allah SWT kepada nabi yang berlaku bagi seluruh manusia.

Dari ketiga istilah di atas, maka menurut Thohari Musnamar pengertian Bimbingan dan konseling Islam sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.15

Dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat berdasarkan ajaran islam.

Adapun definisi Bimbingan dan konseling islam dalam penelitian ini adalah suatu usaha yang diberikan oleh konselor untuk memberikan

13

W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hal. 65.

14

Rochman Natawidjaja, Penyuluhan di Sekolah (Bandung : Fa. Hasmar, 1969), hal. 32.

15

Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Bonseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta :UII Press, 1997), hal. 55.


(18)

10

bantuan kepada individu untuk bersama-sama memecahkan masalah agar memperoleh kebahagiaan didunia maupun di akhirat.

3. Kekerasan Seksual

Salah satu bentuk dari patologi sosial yaitu seks patologi. Seks patologi sesungguhnya adalah suatu perbuatan yang maladjusment dengan

keadaan lingkungannya. Maladjusment disini dimaksudkan individu

sebagai anggota masyarakat tidak bertingkah laku sesuai dengan nilai sosial (social value) yang terdapat didalam masyarakat.16

Kekerasan seksual merupakan salah satu patologi sosial yang termasuk ke dalam jenis seks patologi. Rohan mengemukakan bahwa kekerasan berkaitan dengan aturan normatif yang dianut dan dimiliki si penilai pada suatu saat. kemudian ahli studi sosiologi di Amerika Serikat menghasilkan perumusan bahwa kekerasan seksual adalah jenis perilaku atau tingkah laku yang menyimpang dari norma sosial.17

Pada penganiayaan seksual bisa terjadi luka memar, rasa sakit, gatal-gatal didaerah kemaluannya, pendarahan dari vagina atau anus, infeksi saluran kencing yang berulang, keluarnya cairan dari vagina. Sering didapati korban menunjukkan gejala sulit berjalan atau duduk dan terkena infeksi penyakit kelamin bahkan bisa terjadi suatu kehamilan yang tidak dikehendaki.18

Dari segi tingkah laku anak-anak yang mengalami penganiayaan sering menunjukkan: penariakn diri, ketakutan atau mungkin tingkah laku

16

Imam Asyari, Patologi Sosial (Surabaya : Usaha nasional, 2001), hal. 70.

17

Rohar Collier, Pelecehan Seksual (Yogya: PT Tiara Wacana,1998), hal. 35.

18


(19)

11

agesif, emosi yang labil. Mereka juga yang sering menunjukkan gejala depresi, jati diri rendah, kecemasan, gangguan tidur,phobia, kelak bisa

tumbuh menjadi penganiaya, menjadi bersifat keras, gangguan stress pascatrauma dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif.19

Gejala depresi sering dilaporkan terjadi pada anak-anak yang mengalami sexual abuse dan biasanya disertai dengan rasa malu, bersalah

dan perasaan-perasaan sebagai korban yang mengalami kerusakan permanen. Sexual abuse sering juga merupakan faktor predisposisi untuk

berkembangnya gangguan dissociative identity (gangguan kepribadian

ganda) . Gangguan kepribadian ambang juga dilaporkan pada beberapa penderita yang mempunyai sejarah pernah mengalami sexual abuse.20

Demikian secara lebih terperinci bahwa anak yang mengalami kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi empat:

a. Kerusakan Fisik

1) Terjadi luka memar, rasa sakit, gatal-gatal di daerah kemaluan. 2) Pendarahan pada vagina atau anus.

3) Infeksi saluran kencing yang berulang. 4) Keluarnya cairan pada vagina.

5) Sering pula didapati korban menujukkan gejala sulit berjalan atau duduk.

6) Terkena infeksi penyakit bahkan bisa terjadi suatu kehamilan. b. Gangguan Psikis (Mental)

19

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 103.

20


(20)

12

1) Sering menunjukkan gejala depresif 2) Jati diri yang rendah

3) Kecemasan

4) Menjadi sifat keras

5) Gangguan stress pasca trauma

c. Gangguan Emosi

1) Ketakutan 2) Emosi yang labil 3) Rasa malu dan bersalah d. Gangguan Perilaku

1) Penarikan diri

2) Gangguan kepribadian ganda) 3) Kepribadian ambang

4) Mungkin juga tingkah laku agresif 5) Gangguan susah tidur\phobia 6) Kelak bisa tumbuh penganiaya

7) Terlibat dalam penggunaan zat adiktif.

Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kekerasan seksual adalah kekerasan yang berupa seks atau jenis kelamin, dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.

Adapun pengertian kekerasan seksual dalam penelitian ini adalah tindakan yang berupa kekerasan pada hubungan seksual yang dilakukan kepada anak dibawah umur.


(21)

13

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, dan diambil kesimpulan.21

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, mulai dari gagasan dan ide penelitian, mengumpulkan data, menjawab permasalahan dan tujuan penelitian melakukan bkategorisasi.

Sedangkan jenis penelitian yang dilakukan ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dengan kata-kata yang objektif dan mendalam yang nantinya data hasil penelitian tersebut dapat disajikan secara deskriptif sehingga temuan hasil penelitian tersaji secara urut, detail dan mendalam.

Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.22

Dalam penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan secara mendalam hasil data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mengenai upaya tokoh agama dalam memberikan konseling islami kepada anak

21

Wardi Bachtiar, Metodologi penelitian ilmu dakwah (Jakarta: Logos, 1999), hal. 1 .

22

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 68.


(22)

14

korban kekerasan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

2. Subjek Penelitian a. Subyek

Subyek dalam penelitian ini adalah tokoh agama dan anak korban kekerasan seksual yang tinggal di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

b. Obyek

Objek dalam penelitian ini sendiri adalah upaya tokoh agama dalam memberikan konseling islami kepada anak korban kekerasan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik. c. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Dusun ngebret RT 02 RW 03 Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Secara umum tahapan penelitian kualitatif dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Tahap Pra-Lapangan

Pada tahap ini peneliti menyusun rancangan penelitian yang berisi penentuan lapangan penelitian, latar belakang, menjajaki atau menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, jadwal penelitian, rancangan pengumpulan


(23)

15

data, rancangan prosedur analisa data, pengecekan kebenaran data, studi pustaka.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini peneliti memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data. Menyesuaikan penampilan fisik serta cara berperilaku peneliti dengan norma-norma, nilai-nilai, kebiasaan, dan adat istiadat tempat penelitian.

Selanjutnya dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menerapkan teknik pengamatan, wawancara, dengan menggunakan alat bantu seperti tape recorder, pulpen, buku tulis, dan sebagainya.

c. Tahap Analisis Data

Analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar penelitian, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainnya. Pekerjaan dalam analisis data dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolahan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya menjadi teori substantif. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

4. Jenis dan sumber data a. Jenis Data


(24)

16

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama atau sumber data primer. Sumber data primer adalah subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung23 atau yang dikenal dengan istilah interview (wawancara).

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak berhubungan secara langsung dengan objek penelitian, akan tetapi memiliki informasi yang berkaitan dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini, ada beberapa sumber data yang digunakan oleh peneliti di antaranya:

1) Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber pertama dilapangan.24

Data Primer, yaitu data utama yang berupa hasil wawancara/ pembicaraan dan tindakan serta diperoleh melalui observasi dan

wawancara dengan informan penelitian dan pihak-pihak terkait

yang mampu memberikan keterangan dalam rangka untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan fokus masalah penelitian.

23

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), hal. 91.

24

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP, 2013), hal. 128.


(25)

17

Sumber data primer dari penelitian ini diambil dari tokoh agama yang tinggal di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kabupaten Gresik.

2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, bukan asli) yang memiliki informasi atau data tersebut. Sumber data sekunder merupakan pendekatan penelitian yang menggunakan data-data yang telah ada, selanjutnya dilakukan proses analisa dan interpretasi terhadap data-data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian.25 Sumber data sekunder diperoleh dari anak korban kekerasan seksual, ayah dan Ibu korban kekerasan seksual yang tinggal di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kabupaten Gresik.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju. Inti observasi

25

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. (Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP, 2013), hal. 128.


(26)

18

adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai.26

b. Wawancara Mendalam (In Depth Interview)

Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih dalam.27

Pada umumnya, wawancara dalam penelitian kualitatif ataupun wawancara lainnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, wawancara tidak terstruktur. Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara berstruktur. Wawancara bentuk ini sangat terkesan seperti interogasi karena sangat kaku dan pertukaran informasi antara peneliti dengan subjek yang diteliti sangat minim. Wawancara ini digunakan peneliti dengan cara terlebhih dahulu mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara.

26

Haris Herdiansyah, Metodologi Peelitian Kualitatif (jakarta : Salemba Humatika, 2011), hal . 131.

27

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 231.


(27)

19

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mencari data sebanyak mungkin melalui wawancara terhadap para informan, terutama informan kunci. Peneliti berupaya mengajukan pertanyaan sedetail mungkin tentang upaya tokoh agama dalam memberikan konseling islami kepada anak korban kekerasan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data menggunakan tehnik analisis bingkai. Tehnik analisis bingkai adalah suatu teknik analisis data dengan melihat dan menemukan frame atau media package yaitu suatu perspektif untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk melakukan pengamatan, analisis, dan interpretasi terhadap sebuah realitas sosial di

masyarakat. Seperti umpamanya frame, reformasi, terorisme,

pembangunan, kondisi rawan, pahlawan, perlawanan, arus bawah dan semacamnya adalah bentuk frame yang sering ditemui dimasyarakat.

Analisis bingkai pada awalnya merupakan aliran lain dalam pendekatan analisis wacana khususnya sebagai alat analisis teks media, namun setelah berkembang. Menurut Sobur, analisis wacana pada awalnya digunakan sebagai alat untuk memaknai struktur konsep atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta untuk mengategorikan realitas. Namun Goffan padatahun 1974 mengembangkan analisis bingkai sebagai strips of behavior yang membimbing individu menganalisis realitas. Dan akhir-akhir ini analisis


(28)

20

bingkai digunakan didalam ilmu komunikasi paradigma multidisipliner untuk mendeskripsikan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus suatu realitas media.28

Analisis terdiri dari 3 alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data

“kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Sebagaimana kita diketahui, reduksi data, berlangsung secara terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, memberian gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo). Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.29

Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah terkumpul. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih, dalam arti menentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Selanjutnya, data yang terpilih disederhanakan, dalam arti mengklasifikasikan data atas dasar tema-tema, memadukan data yang tersebar, menelusuri tema untuk merekomendasikan data tambahan.

28

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 159.

29

Ariesto, Terampil Mengolah Data Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 11.


(29)

21

b. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.30 Dengan mencermati penyajian data ini, peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Artinya apakah peneliti meneruskan analisisnya

atau mencoba untuk mengambil sebuah tindakan dengan

memperdalam temuan tersebut.31

c. Kesimpulan

Tahap akhir proses pengumpulan data adalah penarikan kesimpulan, yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah ditampilkan. Pemberian makna ini tentu saja sejauh pemahaman peneliti dan interpretasi yang dibuatnya. Beberapa cara yang dapat dilakukan proses ini adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola-pola dan tema yang sama, pengelompokan.

Dalam kegiatan penelitian kualitatif ini, penarikan kesimpulan dapat saja berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung, data kemudian dilakukan reduksi dan penyajian data. Hanya saja ini perlu disadari bahwa kesimpulan yang dibuat itu bukan sebagai sebuah kesimpulan final. Hal ini karena setelah proses penyimpulan tersebut, peneliti dapat saja melakukan verifikasi hasil temuan ini

30

Ariesto, Terampil Mengolah Data Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 12.

31

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2009) hal. 151.


(30)

22

kembali di lapangan. Dengan begitu, kesimpulan yang diambil dapat sebagai pemicu peneliti untuk lebih memperdalam lagi proses observasi dan wawancaranya.

Tahap ini peneliti akan menarik kesimpulan dari makna yang muncul dari data mengenai upaya tokoh agama dalam memberikan konseling islami kepada anak korban kekerasan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

7. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam hal ini digunakan teknik:

a. Perpanjang keikutsertaan dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjang keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjang keikut sertaan berarti peneliti tinggal dilapngan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.32 Keikutsertaan di lapangan dalam rentang waktu yang panjang, dalam penelitian ini untuk menguji kepercayaan terhadap data yang telah dikumpulkan dari informan utama, maka perlu mengadakan keikutsertaan dalam rentang waktu yang panjang. Adapun maksud utama adanya perpanjangan di lapangan ini untuk mengecek kebenaran

32

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 327.


(31)

23

data yang diberikan baik dari informan utama maupun informan penunjang.

b. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap da ta itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (1978) membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika

pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan, Jadwal Penelitian dan pedoman wawancara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik (menjelaskan tentang teori yang digunakan untuk menganalisis masalah penelitian), dan Penelitian Terdahulu yang Relevan.


(32)

24

Dalam penelitian ini kajian teoritik terdiri dari kajian tentang pengertian tokoh agama, cirri-ciri tokoh agama, peran tokoh agama, tugas tokoh agama, pengertian bimbingan konseling Islam, tujuan bimbingan konseling Islam, prinsip-prinsip bimbingan konseling Islam, peran konselor, metode bimbingan dan konseling Islam, tahap-tahap bimbingan konseling Islam, dan kajian tentang pengertian kekerasan seksual, bentuk-bentuk kekerasan seksual, faktor-faktor timbulnya kekerasan seksual, dan dampak kekerasan seksual.

Sedangkan penelitian terdahulu yang relevan menyajikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan.

BAB III PENYAJIAN DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi umum objek Penelitian meliputi deskripsi lokasi, identitas tokoh agama dan anak korban kekerasan seksual serta gambaran kasus kekerasan seksual pada anak dibawah umur di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

Pada bab ini juga menyajikan deskripsi hasil Penelitian meliputi upaya konseling Islam tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasan seksual serta deskripsi hasil pelaksanaan konseling islami oleh seorang tokoh agama kepada anak korban kekerasan seksual.

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Temuan Penelitian, bagaimana data yang ada itu digali dan ditemukan beberapa hal yang mendukung


(33)

25

penelitian, dan Konfirmasi Temuan dengan Teori, dimana temuan penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.

Pada bab ini membahas tentang analisa upaya dalam hasil pelaksanaan konseling Islam oleh seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasan seksual di Dusun Ngebret Desa Morowudi Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Rekomendasi, yang menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan rekomendasi hasil penelitian itu dapat dipraktikkan terhadap situasi tertentu.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tokoh Agama

1. Pengertian Tokoh Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tokoh diartikan sebagai orang yang terkemuka/terkenal, panutan.1 Tokoh adalah orang yang berhasil dibidangnya yang ditunjukkan dengan karya-karya monumental dan mempunyai pengaruh pada masyarakat sekitarnya.

Untuk menentukan kualifikasi sang tokoh, kita dapat melihat karya dan aktivitasnya, misalnya tokoh berskala regional dapat dilihat dari segi apakah ia menjadi pengurus organisasi atau pemimpin lembaga ditingkat regional, atau tokoh dalam bidang tertentu yang banyak memberikan kontribusi pada masyarakat regional, dengan pikiran dan karya nyata yang semuanya itu mempunyai pengaruh yang signifikan bagi peningkatan kualitas masyarakat regional.

Disamping itu, ia harus mempunyai keistimewaan tertentu yang berbeda dari orang lain yang sederajat pada tingkat regional, terutama perbedaan keahlian dibidangnya. Dengan kualifikasi seperti itu, maka ketokohan seseorang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.2

Secara bahasa pengertian agama (ad-din) adalah “pembalasan”

(al-jaza’). Ad-din (agama) juga berarti ketaatan, loyalitas, dan ketundukan diri. sedangkan secara istilah Ad-din (agama) juga berarti kekuasaan atau

1

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya:Kartika, 1997), hal. 68

2

Arief furchan dan Agus Maimun,Studi Tokoh (Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2005), hal. 11.


(35)

27

aturan seperti raja yang mengikat banyak orang. Nabi Yusuf yang menjebak saudaranya agar terkesan sebagai pencuri hak milik raja “sebenarnya tidak ingin memberlakukan agama (aturan, hukum) Raja Mesir (din- al-Malik) kepada saudaranya kecuali atas kehendak Allah”3

Agama berdasarkan pada iman melalui wahyu, menunjukkan kebenaran “Nan-ilahi” atau kebenaran teologis mutlak atau absolute. Kebenaran penafsiran ajaran agama yang berdasarkan kemampuan manusia terutama mengenai permasalahan yang berhubungan dengan kemasyarakatan masih dapat ditingkatkan derajat ketepatannya sesuai dengan keadaan zaman.4

Tokoh agama merupakan sebutan dari Kyai. Pengertian Kyai adalah orang yang memiliki ilmu agama (Islam) plus amal dan akhlak yang sesuai dengan ilmunya. Menurut Saiful Akhyar Lubis, menyatakan bahwa “Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kyai di salah satu pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut merosot karena kyai yang menggantikannya tidak sepopuler kyai yang telah wafat itu”.5

. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kyai berarti seorang yang dipandang alim, pandai dalam bidag agama Islam. Menurut Abdullah ibnu

3

Rifyal Ka’bah, Partai Allah Partai Setan Agama Raja Agama Allah (Yogyakarta: Suluh Press, 2005), hal 17-19.

4

Jalaluddin, Psikologi Agama (Bandung: Raja Grafindo, 1995), hal. 1. 5

Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kyai dan Pesantren (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007), hal. 169.


(36)

28

Abbas, kyai adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat yang berkuasa atas segala sesuatu.6

Menurut Mustafa al-Maraghi, kyai adalah orang-orang yang mengetahui kekuasaan dan keagungan Allah SWT sehingga mereka takut melakukan perbuatan maksiat. Menurut Sayyid Quthb mengartikan bahwa kyai adalah orang-orang yang memikirkan dan menghayati ayat-ayat Allah yang mengagumkan sehingga mereka dapat mencapai ma`rifatullah secara

hakiki.

Menurut Nurhayati Djamas mengatakan bahwa “kyai adalah sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok pesantren”.7

Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata tergantung kemampuan kepribadian kyainya. Menurut asal-usulnya perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap kramat umpamanya, “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Kraton Yogyakarta.

b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

6

Hamdan Rasyid, Bimbingan Ulama; Kepada Umara dan Umat (Jakarta: Pustaka Beta, 2007), hal. 18.

7

Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca kemerdekaan (Jakarta : PT RajaGrafinda Persada, 2008), hal. 55.


(37)

29

c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri. Selain gelar kyai, ia juga disebut dengan orang alim (orang yang dalam pengetahuan keislamanya). 8

Istilah kyai memiliki makna yang tidak tunggal dalam beberapa hal, nama kyai melekat terhadap berbagai status. Salah satunya adalah sebagai tokoh agama. Dalam pengertian ini, kyai merupakan figur.

Gelar kyai diberikan oleh masyarakat kepada seseorang ahli dibidang ilmu-ilmu agama islam. Selain itu kyai harus memiliki pesantren, serta mengajarkan kitab kuning pembagian atau kategorisasi. Kyai yang dilakukan Dhofier ternyata tidak mampu sepenuhnya mewadai luasnya penggunaan kyai. Dalam perkembangan sosial sekarang ini gelar kyai ternyata tidak hanya diletakkan kepada pemimpin pesantren, tetapi juga sering dianugerahkan kepada figur ahli agama, ataupun ilmuan islam yang tidak memimpin atau memiliki pesantren. Dari figur kyai pun berbeda-beda level atau tingkatan karismanya.

Pemahaman semacam ini menunjukkan bahwa, Kyai tidak hanya merujuk kepada ahli agama yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab kuning. Lebih dari itu, Kyai juga berperan besar dalam melakukan transformasi sosial terhadap masyarakat sekitarnya.9

8

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 55.

9

Achmad patoni, Peran Kiai Pesantren dalam Parpol (Jogjakarta: PT. Pustaka Pelajar, 2007), hal. 24.


(38)

30

Tokoh agama juga merupakan sebutan dari ulama, pengertian Ulama, yaitu Ulama berasal dari bahasa Arab, jama’ (plural) dari kata „alim yang berarti orang yang mengetahui, orang yang berilmu. Ulama berarti para ahli ilmu atau para ahli pengetahuan atau para ilmuan. Pemakaian perkataan ini di Indonesia agak bergesar sedikit dari pengertian aslinya dalam bahasa arab. Di Indonesia, alem diartikan seorang yang jujur dan tidak banyak bicara. Perkataan ulama’ dipakai dalam arti mufrad

(singular), sehingga kalau dimaksud jama’, ditambah perkataan para

sebelumnya, atau diulang, sesuai dengan kaedah bahasa Indonesia, sehingga menjadi para ulama atau ulama-ulama10.

ulama-ulama yaitu orang-orang yang tinggi dan dalam pengetahuannya tentang agama islam dan menjadi contoh ketauladanan dalam mengamalkan agama itu dalam kehidupannya.11

Dalam masyarakat buat dewasa ini, pengaruh ulama masih besar dan dalam beberapa hal menentukan. Partisipasi masyarakat didesa dalam pembangunan dirasakan sangat tergantung kepada ikut sertanya ulama masing-masing. Tanpa partisipasi para ulama’ jalannya pembangunan tampak tertegun-tegun atau kurang lancar.

Gelar ulama’ diperoleh seseorang dengan dua syarat :

1. Mempunyai pengetahuan agama islam

2. Pengakuan masyarakat. 12

10

Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial ( Jakarta: CV Rajawali, 1983), hal: 3.

11

Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial ( Jakarta: CV Rajawali, 1983), hal: 308.

12


(39)

31

Syarat pertama dapat dipenuhi seseorang sesudah ia menempuh masa belajar yang cukup lama. Syarat kedua, baru dapat dipenuhi sesudah masyarakat melihat ketaatannya terhadap ajaran islam disamping pengetahuannya tentang ajaran itu. Mengetahui saja tanpa mengamalkan pengetahuan itu, tidak cukup untuk menarik pengakuan dari masyarakat. Hal ini disebabkan, karena pengakuan sebagai ulama, diiringi dengan penghormatan terhadap orang yang diakui itu. Sedang terhadap orang yang mengetahui saja tanpa mengamalkan, tidak ada penghormatan itu, bahkan sebaliknya akan mendapat celaan, lebih dari celaan terhadap orang yang tidak mengamalkan, sedang ia pun tidak mengetahui.

Selanjutnya tokoh agama juga merupakan sebutan dari Pengajar agama (Guru agama), golongan ini berasal dari rakyat biasa. Tetapi karena ketekunannya belajar, mereka memperoleh berbagai ilmu pengetahuan. Tentu ada perbedaan antara satu dengan lainnya tentang dalam dangkalnya pengetahuan yang mereka miliki masing-masing, sebagai juga berbeda tentang banyak sedikitnya bidang pengetahuan yang mereka kuasai. Dahulu sebelum diperintah oleh Belanda, pegajar agama selain dari menguasai ilmu pengetahuan bidang agama, juga banyak diantara mereka yang menguasai pula bidang-bidang lain.13

Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pengertian Tokoh Agama adalah orang yang memiliki atau mempunyai kelebihan dan keunggulan dalam bidang keagamaan.

13


(40)

32

Dikatakan kelebihan dan keunggulan bidang keagamaan karena ia memiliki pengetahuan dalam keagamaan diatas manusia pada umumnya. Tokoh Agama merupakan orang yang dihormati dikalangan masyarakat, karena takaran taqwa dan wawasan agamanya sangat luas dan mendalam.

Adapun Tokoh Agama dalam penelitian ini adalah orang yang yang memiliki keunggulan dalam ilmu keagamaan yang menjadi pemimpin dalam suatu masyarakat untuk memberikan pengarahan hidup yang baik sesuai ketentuan Allah agar masyarakat tersebut dapat mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Tokoh agama yang dimaksud sesuai pengertian ini ialah Kyai yang ahli dibidang ilmu-ilmu agama islam, tidak memimpin atau memiliki pesantren akan tetapi berperan besar dalam melakukan transformasi sosial terhadap masyarakat sekitar.

2. Ciri-Ciri Tokoh Agama

Menurut Munawar Fuad Noeh menyebutkan ciri-ciri kyai di antaranya yaitu:

a. Tekun beribadah, yang wajib dan yang sunnah.

b. Zuhud, melepaskan diri dari ukuran dan kepentingan materi duniawi. c. Memiliki ilmu akhirat, ilmu agama dalam kadar yang cukup.

d. Mengerti kemaslahatan masyarakat, peka terhadap kepentingan umum e. Dan mengabdikan seluruh ilmunya untuk Allah SWT, niat yang benar

dalam berilmu dan beramal. 14

14

Munawar Fuad Noeh dan Mastuki HS, Menghidupkan Ruh Pemikiran KH. Ahmad


(41)

33

Menurut Imam Ghazali membagi ciri-ciri seorang Kyai diantaranya yaitu:

a. Tidak mencari kemegahan dunia dengan menjual ilmunya dan tidak memperdagangkan ilmunya untuk kepentingan dunia. Perilakunya sejalan dengan ucapannya dan tidak menyuruh orang berbuat kebaikan sebelum ia mengamalkannya.

b. Mengajarkan ilmunya untuk kepentingan akhirat, senantiasa dalam mendalami ilmu pengetahuan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, dan menjauhi segala perdebatan yang sia-sia.

c. Mengejar kehidupan akhirat dengan mengamalkan ilmunya dan

menunaikan berbagai ibadah. d. Menjauhi godaan penguasa jahat.

e. Tidak cepat mengeluarkan fatwa sebelum ia menemukan dalilnya dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.

f. Senang kepada setiap ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Cinta kepada musyahadah (ilmu untuk menyingkap kebesaran Allah SWT), muraqabah (ilmu untuk mencintai perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya), dan optimis terhadap rahmat-Nya, di antaranya:

1) Berusaha sekuat-kuatnya mencapai tingkat haqqul-yaqin.

2) Senantiasa khasyyah kepada Allah, takzim atas segala kebesaran-Nya, tawadhu`, hidup sederhana, dan berakhlak mulia terhadap Allah maupun sesamanya.


(42)

34

3) Menjauhi ilmu yang dapat membatalkan amal dan kesucian hatinya. 4) Memiliki ilmu yang berpangkal di dalam hati, bukan di atas kitab. Ia

hanya taklid kepada hal-hal yang telah diajarkan Rasulullah saw. 15

Menurut Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya

An-Nashaihud Diniyah mengemukakan sejumlah kriteria atau ciri-ciri

kyai di antaranya ialah: Dia takut kepada Allah, bersikap zuhud pada

dunia, merasa cukup (qana`ah) dengan rezeki yang sedikit dan

menyedekahkan harta yang berlebih dari kebutuhan dirinya. Kepada masyarakat dia suka memberi nasehat, ber amar ma`ruf nahi munkar dan

menyayangi mereka serta suka membimbing ke arah kebaikan dan mengajak pada hidayah.

Kepada mereka ia juga bersikap tawadhu`, berlapang dada dan

tidak tamak pada apa yang ada pada mereka serta tidak mendahulukan orang kaya daripada yang miskin. Dia sendiri selalu bergegas melakukan ibadah, tidak kasar sikapnya, hatinya tidak keras dan akhlaknya baik.16

3. Peran Tokoh Agama

Kyai memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat. Segala keputusan baik hukum, sosial, agama maupun politik harus sesuai dengan anjuran para kyai. Berangkat dari fenomena itu, peran kyai untuk

15

Hsubky Badruddin, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal: 57.

16

A. Mustofa Bisri, Percik-percik Keteladanan Kyai Hamid Ahmad Pasuruan (Rembang:

Lembaga Informasi dan Studi Islam (L‟ Islam) Yayasan Ma`had as-Salafiyah. 2003), hal.


(43)

35

menghidupkan kembali spirit nasionalisme Indonesia sangat penting. Dalam konteks keIndonesiaan, dilihat dari segi kepemimpinan kyai sejajar dengan pemerintah dalam ruang sosial politik, dan militer dalam hal ini keamanan negara. Peran kyai sangat dibutuhkan untuk mengangkat jiwa nasionalisme yang lemah. Sebagai tokoh sentral dalam masyarakat, tentunya peran kyai dalam membangkitkan jiwa nasionalisme yang lemah. Sebagai tokoh sentral dalam masyarakat, tentunya peran kyai dalam membangkitkan jiwa nasionalisme kaum muda sangat urgent.17

Dominannya peran kyai dalam sistem sosial pada masyarakat Indonesia membuat posisi para kyai sangat penting sehingga masyarakat sering menjadikan kyai sebagai rujukan dalam masalah kehidupan sehari- hari seperti urusan ibadah, pekerjaan, urusan rumah tangga bahkan urusan politik.18

Secara umum peran dari seorang kyai adalah sebagai penuntun dan pengarah dalam segi keilmuan agama kepada masyarakat atau umat, oleh karena perannya dalam masyarakat yang sangat aktif, ini menjadi sangat rawan dalam percaturan politik, eksistensi seorang kyai dalam memobilisasi masyarakat dalam segi keilmuan sering kali dimanfaatkan oleh partai poitik sebagai partner dalam pemenangan partainya, dengan alasan kyai sebagai elit agama dapat menjadi tolak ukur masa yang ada di sekitarnya. Beberapa dimensi keterlibatan kyai dalam politik dalam konteks

17

Ali Maskhan Moesa, Kiai NU dan Spirit Nasionalisme (Jogjakarta: LKJS, 2007), hal. 65.

18

Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikiran


(44)

36

sosial maupun ekonomi yang diperkirakan berpengaruh hingga

mengakibatkan lahirnya variasi respon kyai dalam politik itu sendiri, ada yang dengan tegas menyatakan tidak mau terlibat dengan politik, ada pula yang terang-terangan mendukung salah satu partai politik dengan berbagai macam alasan. Karena partisipasi lebih memberikan nuansa aktif dan dilakukan dengan kesengajaan.19

Kita membedakan antara status kyai dan peranan kekyaiannya misalnya, kita dapat mengatakan bahwa status kyai terdiri atas sekumpulan kewajiban tertentu , seperti kewajiban mendidik santri, melayani umat dan sebagainya. Sebagai kyai juga ada sekumpulan hak, seperti mendapat penghormatan dari santri dan umat, memperoleh legimitasi sosial, memiliki pengikut dan menerima atas jasanya.20

Di Indonesia yang kebanyakan menganut agama Islam kyai merupakan salah satu prioritas utama yang mempunyai kedudukan sangat terhormat dan berpengaruh besar pada perkembangan masyarakat tersebut. Kyai sebagai salah satu tokoh strategis dalam masyarakat karena ketokohannya sebagai figur yang mempunyai pengetahuan luas dan mendalam mengenai ajaran agama Islam.21

19

Imam Suprayogo, Kyai Dan Politik Membaca Citra Politik (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hal. 44.

20

Achmad Patoni, Peran Kyai Pesantren dalam Parpol (Jogjakarta: PT Pustaka pelajar, 2007), hal:41

21

Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikiran


(45)

37

Peran kyai semakin kuat dalam masyarakat, ketika kehadirannya diyakini membawa berkah misalnya tidak jarang kyai diminta mengobati orang sakit, memberikan ceramah agama.22

4. Tugas Tokoh Agama

Di samping kita mengetahui beberapa kriteria atau ciri-ciri seorang kyai diatas, adapun tugas dan kewajiban kyai menurut Hamdan Rasyid di antaranya adalah:

a. Melaksanakan tablikh dan dakwah untuk membimbing umat.

Kyai mempunyai kewajiban mengajar, mendidik dan membimbing umat manusia agar menjadi orang-orang yang beriman dan melaksanakan ajaran Islam.

b. Melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar.

Seorang kyai harus melaksanakan amar ma`ruf dan nahi munkar,

baik kepada rakyat kebanyakan (umat) maupun kepada para pejabat dan penguasa Negara (umara), terutama kepada para pemimpin, karena sikap dan perilaku mereka banyak berpengaruh terhadap masyarakat.

c. Memberikan contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat.

Para kyai harus konsekwen dalam melaksanakan ajaran Islam untuk diri mereka sendiri maupun keluarga, saudara-saudara, dan sanak familinya. Salah satu penyebab keberhasilan dakwah Rasulullah

22


(46)

38

SAW, adalah karena beliau dapat dijadikan teladan bagi umatnya. Sebagaimana difirmankan dalam surat Al-Ahzab ayat 21:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”.(QS. Al-Ahzab: 21).11

d. Memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap berbagai macam ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al- Sunnah.

Para kyai harus menjelaskan hal-hal tersebut agar dapat dijadikan pedoman dan rujukan dalam menjalani kehidupan.

e. Memberikan Solusi bagi persoalan-persoalan umat.

Kyai harus bisa memberi keputusan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat secara adil berdasarkan al-Qur`an dan al-Sunnah.

f. Membentuk orientasi kehidupan masyarakat yang bermoral dan berbudi luhur.

Dengan demikian, nilai-nilai agama Islam dapat terinternalisasi ke dalam jiwa mereka, yang pada akhirnya mereka memiliki watak mandiri, karakter yang kuat dan terpuji, ketaatan dalam beragama, kedisiplinan dalam beribadah, serta menghormati sesama manusia. Jika masyarakat telah memiliki orientasi kehidupan yang bermoral, maka mereka akan mampu memfilter infiltrasi budaya asing dengan mengambil sisi positif dan membuang sisi negatif.

g. Menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Yaitu terutama pada masa-masa kritis seperti ketika terjadi ketidak adilan, pelanggaran terhadap akhlak asasi manusia (HAM), bencana


(47)

39

yang melanda manusia, perampokan, pencurian yang terjadi dimana-mana, pembunuhan, sehingga umatpun merasa diayomi, tenang, tenteram, bahagia, dan sejahtera di bawah bimbingannya. 23

B. Bimbingan dan Konseling Islam

1. Pengertian Bimbingan Dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam terdiri dari tiga kata yang masing-masingmemiliki perbedaan arti. Kata Bimbingan dalam kamus bahasa inggris disebut guidence yang dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way),

memimpin (leading), menuntun (conducting), memberikan petunjuk

(giving intruction), mengatur (regulating), memberikan nasehat (giving

advice).24

Dalam buku Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling karya Prayitno dan Erman Amti, crow&crow mengatakan Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang laki-laki atau perempuan yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.25

23

Hamdan Rasyid, Bimbingan Ulama; Kepada Umara dan Umat (Jakarta: Pustaka Beta,

2007), hal. 22. 24

W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997) hal. 65.

25

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal. 94.


(48)

40

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: a. Mengenal diri sendiri dan lingkungannya

b. Menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis

c. Mengambil keputusan

d. Mengarahkan diri e. Mewujudkan diri26

Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan pencegahan munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan kata lain bimbingan sifat atau fungsinya preventif (pencegahan), sedangkan konseling sifatnya kuratif dan korektif. Namun bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek yang sama yaitu “problem” sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan perlakuan masalah.

Sedangkan arti counseling dalam kamus bahasa inggris dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat ( to abtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel), dengan demikian counseling dapat diartikan sebagai pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.27

Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu (klien)

26

Prayitno, Profesionelisasi Konseling dan pendidik Konseling ( Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek PLTK, 1983) hal : 35.

27


(49)

41

untuk mencapai pengertian tentang dirinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya.28

Dulu istilah konseling di Indonesia menjadi penyuluh (nasehat), akan tetapi istilah penyuluhan banyak digunakan pada bimbingan lain, misalnya dalam penyuluhan pertanian dan penyuluhan keluarga berencana, yang sama sekali berbeda isinya dengan yang dimaksud konseling. Maka agar tidak menimbulkan salah paham istilah counseling tersebut langsung diserap menjadi konseling.29

Islam secara etimologis berasal dari bahasa arab (salima) yang artinya selamat. Sedangkan islam secara terminologis dapat dikatakan agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan Allah SWT kepada nabi yang berlaku bagi seluruh manusia.

Dari ketiga istilah di atas, maka menurut Thohari Musnamar pengertian Bimbingan dan konseling Islam sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.30

Ada beberapa definisi tentang bimbingan dan konseling islam, yaitu sebagai berikut:

Menurut Yahya Jaya, bimbingan dan konseling Islam adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia

28

Rochman Natawidjaja, Penyuluhan di Sekolah (Bandung : Fa. Hasmar, 1969), hal. 32.

29

Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam ( Yogyakarta UII, 2001), hal. 1.

30

Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Bonseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta :UII Press, 1997), hal. 55.


(50)

42

yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangakan dimensi dan potensi keberagamaannya spiritual mungkin, baik secara individu maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis layanandan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam al-quran dan hadits.31

Menurut Ainur Rohim Faqih, bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketetntuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup diudnia dan di akhirat.32

Farid Mashudi dalam bukunya menyebut Bimbingan dan Konseling Islam dengan istilah konseling religius, yaitu proses bantuan yang diberikan kepada individu agar memperoleh pencerahan diri dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama (aqidah, ibadah dan akhlak mulia). Hal ini dilakukan melalui uswah hasanah, pembiasaan atau

pelatihan, dialog, dan pemberian informasi yangt berlangsung sejak usia dini sampai dewasa.33

Menurut Zulkifli Akbar dikutip dari buku karangan Drs. Shahudi Siradj, Msi mengemukakan bahwa Bimbingan dan Konseling Islami merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh konselor (yang

31

Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam (Padang : Angkasa Raya, 2004) hal.108.

32

Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam ( Yogyakarta UII, 2001), hal. 4.

33


(51)

43

kompeten) dengan individu yang bertujuan untuk membantu dalam memecahkan masalahnya sendiri dengan menggunakan ajaran-ajaran islam dan pemikiran logis yang dikaitkan dengan ajaran islam agar memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.34

Bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagian didunia dan akhirat.35

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat berdasarkan ajaran islam.

Adapun definisi Bimbingan dan konseling islam dalam penelitian ini adalah suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada individu untuk bersama-sama memecahkan masalah agar memperoleh kebahagiaan didunia maupun di akhirat.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Secara umum dan luas, program bimbingan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Membantu individu dalam mencapai kebahagiaan hidup pribadi.

34

Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling (PT. Revka Petra Media, 2012), hal. 236.

35


(52)

44

b. Membantu individu dalam mencapai kehidupan yang efektif dan produktif dalam masyarakat.

c. Membantu individu dalam mencapaihidup bersama dengan individu-individu yang lain.

d. Membantu individu dalam mencapai harmoni antara cita-cita dan kemampuan yang dimilikinya. 36

Bimbingan dapat dikatakan berhasil apabila individu yang mendapatkan bimbingan itu berhasil mencapai keempat tujuan tersebut secara bersama-sama.

Secara lebih khsusus, sebagaimana diuraikan Minalka (1971). Program Bimbingan dilaksanakan dengan tujuan agar anak bimbing dapat melaksanakan hal-hal berikut:

a. Memperkembangkan pengertian dan pemahaman diri dalam kemajuan dirinya.

b. Memperkembangkan pengetahuan tentang dunia kerja, kesempatan kerja, serta rasa tanggung jawab dalam memilih suatu kesempatan kerja tertentu.

c. Memperkembangkan kemampuan untuk memilih, mempertemukan

pengetahuan tentang dirinya dengan informasi tentang kesempatan yang ada secara bertanggung jawab.

d. Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain. 37

36


(53)

45

Menurut Drs. H. M. Arifin, M.ED., tujuan Bimbingan agama adalah sebagai berikut.

Bimbingan dan penyuluhan agama dimaksudkan untuk membantu si terbimbing supaya memiliki religious reference (sumber pegangan

keagamaan) dalam memecahkan problem. Bimbingan dan penyuluhan agama yang ditujukan kepada membantu si terbimbing agar dengan kesadaran serta kemampuannya bersedia mengamalkan ajaran agamanya.38

Secara garis besar atau secara umum. Tujuan bimbingan dan konseling islami membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.39

Selain itu,tujuan yang hendak dicapai dalam pelayanan bimbingan dan konseling kepada anak bimbing juga memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut:

a. Membantu anak bimbing agar dapat membuat pilihan pendidikan dan jabatan secara bijaksana.

b. Membantu anak bimbing agar dapat melalui tahap-tahap transisi di lingkungannya kedalam dunia kerja dengan baik.

c. Membantu anak bimbing agar memperoleh penyesuaian kepribadian yang baik.

37

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 39.

38

Arifin, Pokok-Pokok Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 29.

39

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,2001), hal. 35.


(54)

46

d. Membantu anak bimbing agar memperoleh penyesuaian diri dengan baik dalam menghadapi perubahan-perubahan yang kepribadian yang terjadi dalam masyarakat. 40

Disamping tujuan sebagaimana tersebut diatas, bimbingan dan konseling dalam islam juga memiliki tujuan secara rinci dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan

pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).

b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manafaat, baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.

c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang.

d. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.

40


(55)

47

e. Untuk menghasilkan potensi Ilahiah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.

f. Untuk menghasilkan potensi Ilahiah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya. 41

Menurut Anwar Sutoyo tujuan yang ingin dicapai melalui bimbingan dan konseling islami adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga menjadi

pribadi kaaffah, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang

diimaninya itu dalam kehidupan sehari-hari, yang tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum-hukum Allah dalam melaksanakan tugas kekhalifahan dibumi, dan ketataan dalam beribadah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya. Dengan kata lain, tujuan konseling model ini adalah meningkatkan iman,islam, dan ikhsan individu yang dibimbing hingga menjadi pribadi yang utuh. Dan pada akhirnya diharapkan mereka bisa hidup didunia dan akhirat. 42

Tujuan jangka pendek yang diharapkan bisa dicapai melalui konseling model ini adalah terbinanya fitrah-iman individu hingga membuahkan amal saleh yang dilandasi dengan keyakinan yang benar bahwa:

41

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 43.

42

Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hal. 207.


(56)

48

a. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh pada segala aturan-Nya.

b. Selalu ada kebaikan (hikmah) dibalik ketentuan (taqdir) Allah berlaku atas dirinya.

c. Manusia adalah hamba Allah, yang harus beribadah hanya kepada-Nya sepanjang hayat.

d. Ada fitrah iman yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia, jika fitrah itu dipelihara dengan baik akan menjamin kehidupan selamat didunia dan akhirat.

e. Esensi iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah membenarkan dengan hati, dan mewujudkan dalam amal perbuatan.

f. Hanya dengan melaksanakan syari’at agama secara benar, potensi yang

dikaruniakan Allah kepadaNya bisa berkembang secara optimal dan selamat dalam kehidupan didunia dan akhirat.

g. Agar individu bisa melaksanakan syari’at islam dengan benar, maka ia harus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk memahami dan mengamalkan kandungan kitab suci al-Qur’an dan sunnah rasul-Nya.

3. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Islam

Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling islam sebagai berikut: a. Prinsip Dasar Bimbingan dan Konseling Islam

1) Manusia ada didunia ini bukan ada dengan sendirinya, tetapi ada yang menciptakan yaitu Allah SWT, ada hukum-hukum atau ketentuan


(57)

49

(sunnatullah) yang pasti berlaku untuk semua manusia sepanjang masa. Oleh sebab itu setiap manusia harus menerima ketentuan Allah itu dengan ikhlas.

2) Manusia adalah hamba Allah yang harus selalu ber-ibadah kepada-Nya sepanjang hayat. Oleh sebab itu, dalam membimbing individu perlu diingatkan, bahwa agar segala aktivitasyang dilakukan bisa mengandung makna ibadah, maka dalam melakukannya harus sesuai dengan cara Allah dan diniatkan untuk mencari ridha Allah.

3) Manusia sejak lahir dilengkapi dengan fitrah berupa iman,iman amat penting bagi keselamatan hidup manusia didunia dan akhirat. Oleh sebab itu, kegiatan konseling seyogyanya difokuskan pada pembantu individu memelihara dan menyuburkan iman.

b. Prinsip yang berhubungan dengan konselor

1) Konselor dipilih atas dasar kualifikasi keimanan, ketaqwaan, pengetahuan tentang konseling dan syariat islam, keterampilan dan pendidikan.

2) Ada peluang bagi konselor untuk membantu individu

mengembangkan dan atau kembali pada fitrahnya. Namun diakui bahwa hasuil akhirnya masih tergantung pada “izin Allah”. Oleh sebab itu pembimbing tidak perlu menepuk dada jika sukses dan berkecil hati ketika gagal.


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian, pembahasan dan analisis mengenai upaya

seorang tokoh agama dalam menangani anak korban kekerasan seksual

adalah :

1. Kyai Bashir memberikan treatmen untuk anak korban kekerasan seksual

yaitu menggunakan terapi cerita motivasi, melakukan hal-hal positif,

mengajarkan Indah mengaji , melatih Indah agar sholat lima waktu dan

dibarengi dengan membaca istighfar, shalawat nabi, hamdalah serta surat

Al-Fatihah setelah selesai sholat fardhu serta memberikan dukungan kepada

Indah. Selain itu memberikan treatmen untuk orang tua korban kekerasan

seksual yaitu meminta orang tua Indah agar memberikan rasa aman kepada

Indah, meminta agar memastikan bahwa lingkungan pergaulan Indah harus

aman, tidak boleh menjauhkan Indah dari dunia luar atau Indah tetap harus

bersosialisasi, memberikan pekerjaan rumah kepada orang tua korban

kekerasan seksual.

2. Hasil pelaksanaan konseling Islam yang dilakukan oleh Kyai Bashir dapat

dikatakan berhasil karena terjadi perubahan dalam diri indah ke arah yang

lebih baik yakni Indah kini sudah lebih ceria dari sebelumnya, bisa bermain


(2)

160

B. Saran

1. Kepada tokoh agama hendaknya tetap mengontrol perkembangannya baik

mengontrol melalui korban secara langsung atau melalui oran tuanya agar

untuk menghindari adanya prilaku-prilaku yang negative yang timbul

akibat kekerasan seksual kemarin.

2. Kepada korban kekerasan seksual hendaknya tetap istoqomah dan

menjalankan pengajaran dan bimbingan yang diberikan oleh kyai Bashir

agar tetap sehat selalu dan terhindar dari gangguan-gangguan kejiwaan

yang pernah dialami.

3. Kepada orang tua korban kekerasan seksual hendaknya tetap selalu

memberikan pengawasan, perlindungan yang efektif terhadap anaknya

serta tetap itiqomah dalam menjalankan saran dan arahan yang diberikan

oleh kyai bashir sehingga anaknya kejadian yang menimpa anaknya tidak

terulang kembali.

4. Kepada peneliti hendaknya lebih mendalami keilmuan tentang bimbingan

dan konseling Islam sebagaimana tema dalam penelitian ini agar dapat

mengaplikasikan dan membantu masyarakat Desa Morowudi yang


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Agama dan Perubahan Sosial . Jakarta: CV Rajawali, 1983.

Achmad patoni, Peran Kiai Pesantren dalam Parpol. Jogjakarta: PT. Pustaka `

Pelajar, 2007.

Ainur Rohim Faqih. Bimbingan dan Konseling dalam Islam.

Yogyakarta:UII,2001.

Al-Banna, Hasan. Departeman Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special for

Woman. Bandung: PT. Sygma Examedia Arkeenlema, 2010.

A Mustofa, Bisri. Percik-percik Keteladanan Kyai Hamid Ahmad Pasuruan

Rembang :Lembaga Informasi dan Studi Islam (L‟ Islam) Yayasan Ma`had

as-Salafiyah. 2003.

Amti, Erman, dan Prayitno. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta :

Rineka Cipta, 2004.

Arifin. Pokok-Pokok Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: Bulan

Bintang,1979.

Arifin. Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia. Jakarta:

Bulan Bintang, 2011.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.

Arief furchan dan Agus Maimun. Studi Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005.

Ariesto. Terampil Mengolah Data Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010.

Asyari,Imam. Patologi Sosial. Surabaya : Usaha nasional, 2001.

Badruddin, Hsubky. Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema

Insani Press, 1995.

Bisri, A. Mustofa, Percik-percik Keteladanan Kyai Hamid Ahmad Pasuruan.

Rembang: Lembaga Informasi dan Studi Islam (L‟ Islam) Yayasan Ma`had as-Salafiyah. 2003.


(4)

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP, 2013.

Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika

Aditama, 2010.

Collier, Rohar. Pelecehan Seksual. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1998.

Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : PUSTAKA SETIA.

2002.

Djamas, Nurhayati. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca kemerdekaan Jakarta : PT RajaGrafinda Persada, 2008.

Djubaedah, Neng. Perzinaan. Jakarta : Prenada Media Group, 2010.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai Jakarta: LP3ES, 1982.

Faizah. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2012.

Faqih, Ainur Rohim. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta UII,

2001.

Furchan, Arief. Studi Tokoh .Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2005.

Hamdani. Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta: CV Pustaka Setia, 2012.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Peelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humatika, 2011.

Hartono. Psikologi Konseling. Jakarta : Prenada Media Group, 2012.

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : PT Gelora Aksara

Pratama, 2009.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Bandung: Raja Grafindo, 1995.

Jaya, Yahya. Bimbingan dan Konseling Agama Islam. Padang : Angkasa Raya,

2004.

Ka’bah, Rifyal. Partai Allah Partai Setan Agama Raja Agama Allah. Yogyakarta: Suluh Press, 2005.


(5)

kartono, Kartini. Psikologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: CV Rajawali,

1992.

Lubis, Saiful Akhyar. Konseling Islami Kyai dan Pesantren. Yogyakarta, eLSAQ

Press, 2007.

Marliani, Rosleny. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: CV

Pustaka Setia, 2016.

Mashudi, Farid. Psikologi Konseling. Jogjakarta : IRCiSoD, 2011.

Moleong J, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2009.

Moesa, Ali Maskhan. Kiai NU dan Spirit Nasionalisme. Jogjakarta: LKJS, 2007.

Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan

Pemikiran Politik Radikal Dan Akomodatif . Jakarta: LP3eS, 2004.

Muhid, Abdul. “Play Therapy dalam Identifikasi Kasus Seksual Terhadap Anak”,

Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 4, No. 01 April, 2011.

Munir, Samsul. Bimbingan dan Konseling islam. Jakarta: Amzah, 2010.

Musnamar, Thoha. Dasar-Dasar Bonseptual Bimbingan dan Konseling Islam.

Yogyakarta :UII Press, 1997.

Natawidjaja, Rochman. Penyuluhan di Sekolah. Bandung : Fa. Hasmar, 1969.

Noeh, Munawar Fuad. Menghidupkan Ruh Pemikiran KH. Ahmad Shiddiq.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Patoni, Achmad. Peran Kiai Pesantren dalam Parpol. Jogjakarta: PT. Pustaka

Pelajar, 2007.

Prayitno. Profesionelisasi Konseling dan pendidik Konseling. Jakarta:

Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek PLTK, 1983.

Pulih, Yayasan. Untuk Pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikosial. Jakarta:

Yayasan Sosial Indonesia, 2010.

Purwanto, Yadi. Pendekatan Psikoprofetik dalam Penanganan Masalah

Kejiwaan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2000.


(6)

Siradj, Shahudi. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Revka Petra

Media, 2012.

Sobur, Alex. psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Sukamto. Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren. Jakarta : LP3ES, 1999.

Suprayogo, Imam. Kyai Dan Politik Membaca Citra Politik. Malang:

UIN-Malang Press, 2007.

Sutoyo, Anwar. Bimbingan dan Konseling Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2014.

Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana, 2010.

Terjemahan Buku Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, oleh Kathur Suhardi, Madarijus

Salikin(Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Kongkret “Iyyaka Nabudu waiyyaka Nasta`in” Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

W.A. Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung :Refika Aditama, 2002.

W.S Winkel. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.

Yusuf LN, Syamsu. Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Bandung: