PENERAPAN HUKUMAN CAMBUK BAGI SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-URWATUL AL-WUTSQO JOMBANG (Analisis UU No. 23 Tahun 2002 dan Fiqh Jinayah).

PENERAPAN HUKUMAN CAMBUK BAGI SANTRI DI PONDOK
PESANTREN AL-URWATUL AL-WUTSQO JOMBANG
(Analisis UU No. 23 Tahun 2002 dan Fiqh Jinayah)

SKRIPSI

Oleh:
M. Burhanudin
C33211063

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PRODI SIYASAH JINAYAH
SURABAYA
2016

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian mengenai “Penerapan Hukuman Cambuk
di Pondok Pesantren Al-urwatul Al-wutsqo (Analisis Uu No 23 Tahun 2002 dan
Fikih Jinayah)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai 1.
Bagaimana penerapan hukuman cambuk bagi santri di pesantren Al-Urwatul AlWutsqo, 2. Bagaimana Anlisis UU No. 23 tahun 2002 dan Fiqh Jinayah terhadap

penerapan hukum cambuk di pesanteren di Al-Urwatul Al-Wutsqo.
Dalam menjawab permasalahan yang ada, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data, dengan cara (wawancara), observasi dan data dari
perpustakaan, setelah data terkumpul dan kemudian data diolah dengan teknik
editing, organizing. Kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif analisis yaitu
dengan pola pikir induktif untuk memperoleh kesimpulan dan analisis menurut
hukum positif dan islam.
Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa santri junior yang telah di
cambuki oleh santri senior di pondok pesantren Al-urwatul Al-wutsqo dan
hukuman cambuk yang diterapkan di pondok al-urwatul al-wutsqo sngatlah tidak
mendidik, dikarenakan hukuman seperti itu bisa juga sampe menghilangkan
nyawa seseorang sntri. Dan hukuman seperti itu juga sebenarnya sngatlah dilarang
oleh agama terlebih sesama orang muslim. Hukuman bagi seseorang yang
melakukan pencambukan dalam uu no 23 tahun 2002 pelaku akan di hukum
penjara maksimal 5 tahun penjara dan denda 100.000,000.00 (seratus juta rupiah)
Sedangkan menurut hukum islam pelaku akan dikenai hukuman qishas dan diyat,
dan diyatnya 15 ekor unta karena melukai kulit diatas tulang.
Dalam penyimpulkan permasalahan diatas maka penulis memberikan saran
bahwa sanksi-sanksi dalam hukum positif dan fikih jinayah dapat dijadikan acuan
atau menetapkan sanksi terhadap pelaku pencambukan dikalangan santri. Dan

juga yang menerapkan hukuman cambuk agar dalam mempelajari hukum islam
harus benar-benar menelaah secara mendalam dengan berbagai ilmu agar sesuai
tujuan disyariatkannya islam.

iv

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM........................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ iii
ABSTRAK ..................................................................................................................... iv
MOTTO......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN.......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix
DAFTAR TRANSLETRASI......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah........................................................... 6
C. Rumusan Masalah ............................................................................................... 7
D. Kajian Pustaka..................................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian................................................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian............................................................................................... 9
G. Definisi oprasional............................................................................................... 10
H. Metode Penelitian................................................................................................ 10
I. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 15
BAB II KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM LINGKUNGAN PESANTREN
MENURUT UU NO 23 TAHUN 2002 YANG TELAH DIPERBARUI UU NO 35
TAHUN 2014 DAN FIKIH JINAYAH
A. Pengertian kekerasan terhadap Anak.................................................................... 16
1. Definisi kekerasan terhadap anak ................................................................... 16
2. Sebab-sebab terjadinya kekerasan anak.......................................................... 19
ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Kekerasan Terhadap Anak Menurut UU No 23 Tahun 2002 dan Fikih Jinayah .... 21

BAB III PENERAPAN HUKUMAN CAMBUK BAGI SANTRI DI PONDOK
PESANTREN AL-URWATUL AL-WUTSQO
A. Gambaran Umum Tentang Pondok Pesantren Al-urwatul Al-wutsqo ................... 36
B. Praktek Penerapan Hukuman Cambuk di Pondok Pesantren Al-urwatul Al-wutsqo
............................................................................................................................ 41
BAB IV ANALISIS UU NO 23 TAHUN 2002 DAN FIKIH JINAYAH TERHADAP
PENERAPAN HUKUMAN CAMBUK BAGI SANTRI
A. Analisis Uu No. 23 Tahun 2002 Tebtang Penerapan Hukuman Cambuk di Pondok
Pesantren Al-urwatul Al-wutsqo .......................................................................... 50
B. Analisis Fiqh Jinayah Terhadap Penerapan Hukuman Cambuk Bagi Santri.......... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................... 59
B. Saran .................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 61
LAMPIRAN .................................................................................................................. 63

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan adalah pelanggaran
Hak Asasi Manusia terhadap agama, jiwa, harta, akal. Sehingga Negara
melindungi semua warga Negaranya dari segala bentuk kekerasan. Anak-anak
merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anak-anak merupakan
cermin kehidupan bangsa dan Negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai
dengan keceriaan merupakan cermin suatu Negara yang memberikan jaminan
kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak
itu sendiri. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan,
traumatik, sehingga tidak dapat mengembangkan psiko-sosial anak, merupakan
cermin suatu Negara yang tidak peduli pada anak-anak sebagai generasi bangsa
yang akan datang.1
Kekerasan terhadap anak adalah salah satu kasus yang paling dominan
dan banyak dijumpai kapanpun, dimana pun, hampir disetiap profinsi Negara ini.
Hal ini menjadi sangat ironis mengingat anak adalah penerus bangsa seharusnya

mendapat pendidikan yang layak dan penuh perhatian, akan tetapi mereka justru
mengalami sebaliknya. Banyak lembaga pendidikan yang mendidik dengan cara
kekerasan baik itu di sekolah ataupun di pesantren yang termasuk lingkungan
agamis. Seperti halnya kasus yang terjadi pada Ponpes Al-Urwatul Al-Wutsqo, di

1

Darwin, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1997), 99

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Desa Bulurejo Kabupaten Jombang, yang santer dibicarakan baik itu di media
massa, cetak, dan sosial. Kasus kekerasan ini terjadi pada sekitaran tahun 2010
ketika pihak Ponpes melakukan hukuman cambuk kepada ketiga santrinya,
dikarenakan ketiga santri tersebut mengonsumsi minuman keras.2
Hukuman cambuk itu dilakukan dengan cara matanya ditutup kain dan
tanganya diikat di pohon kemudian ada santri yang lebih senior mencambuki tiga
santri tersebut sebanyak 35 kali cambukan. Kasus kekerasan di pondok Jombang

memunculkan keprihatinan Komnas HAM. “Kami mendorong kepolisian untuk
menyelidiki praktek hukum kekerasan di salah satu pondok Jombang itu secara
profesional,” kata Komisioner Komnas HAM Manejer Nasution. Hukuman fisik
yang tergolong berat, tidak bisa diberlakukan kepada siapapun apalagi terhadap
para siswa dengan dalih apapun. Selain tidak mendidik, semua orang memiliki
Hak Asasi Manusia yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Pelanggaran atas
HAM dalam wujud praktek kekerasan hukum urusannya. Nasution menilai,
penerapan hukum cambuk terhadap santri dalam konteks pendidikan tidak tepat.
Ada baiknya dilakukan evaluasi terhadap pola pengasuh siswa di lingkungan
sekolah, madrasah atau pesantren sehingga lebih humanis, berkeadilan dan
berkeadaban, Manejer Nasution juga menegaskan kementrianagama agar
mengharmonisasi regulasi kesiswaan disarana pendidikan yang ada dilingkungan
Kemenag agar lebih bermartabat.3
Pendapat Pengasuh Ponpes Denanyar Jombang, KH. Faruq Menurutnya,
hukum cambuk untuk santri di pesantren yang melakukan pelanggaran sungguh
2

http:\\www.hukum_cambuk_di_pesantren. Diakses pada tanggal 25 maret 2015
http:\\www.hukum_cambuk_di_pesantren. Diakses pada tanggal 25 maret 2015


3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

tidak manusiawi. Sebab untuk menimbulkan efek jera dan bersifat mendidik,
masih banyak hukuman lain ketimbang memukulkan rotan ketubuh santri dan
bagi santri yang mencambuk harus di keluarkan dari pesantren. 4
Kekerasan terhadap anak seringkali diidentikkan dengan kekerasan kasat
mata, seperti kekerasan fisikal atau pencambukkan. Padahal kekerasan yang
bersifat psikis dan sosial juga membawa dampak buruk dan permanen terhadap
anak. Karena istilah child abuse atau perlakuan salah terhadap anak bisa
terentang mulai dari yang bersifat fisik hingga pencambukkan, dari yang
bermatra psikis hingga sosial yang berdimensi kekerasan.
UUD 1945 juga menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup , tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasai”. Maka dapat dipastikan anak mempunyai hak
konstitusional dan negara wajib menjamin serta melindungi pemenuhan hak anak
yang merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Anak sebagai bagian dari warga

Negara juga memiliki hak yang wajib dijamin perlindungannya dan pemenuhan
hak anak. 5

Indonesia sebagai negara yang telah mendedikasikan diri untuk
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia bahkan diakui dalam dasar negara telah
memberikan perlindungan khusus bagi penerus bangsa ini. Selain UU No 39
Tahun 1999 tentang HAM, Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap
anak secara khusus melalui UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
4

KH. Faruq, Wawancara, Pondok Pesantren Al-Bisri Denanyar Jombang, 10 Mei 2015.
Pasal 28B ayat (2) Undang-undang Dasar 1945

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

yang secara substansi sudah cukup mengakomodir hak-hak anak. Subtansi kedua

hukum tersebut bertujuan untuk menghapus berbagai macam tindak kekerasan
terhadap anak serta melindungi hak-haknya. Namun realitas yang ada harus lebih
dari sekedar perundang-undangan. Upaya pemerintah tidak akan memperoleh
makna yang berarti jika tidak disertai dengan kesadaran penuh dari masyarakat
serta pemahaman yang utuh terkait hak-hak anak untuk memperoleh pendidikan
dari seorang guru atau kyai. 6
Dalam undang-undang perlindungan anak, khususnya pada pasal 3 dan 4
tentang hak dan kewajiban anak, dijelaskan bahwa anak memiliki untuk hidup,
tumbuh kembang serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan
diskriminasi. Lebih lanjut disebutkan dalam Bab XII ketentuan pidana, pasal 80
ayat (1), dijelaskan bahwa “ setiap orang yang melakukan kekerasan, kekejaman
atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana paling lama
3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah)”. Jelas sekali bahwa kekerasan dalam undang-undang
perlindungan anak, apapun bentuknya adalah hal yang sangat terlarang. Tidak
ada ruang toleransi yang membolehkan perlakuan keras maupun tidak
diskriminasi terhadap anak dalam undang-undang no 23 tahun 2002.7
Tindakah kekerasan baik di luar maupun di dalam pondok pesantren tetap
dapat dikatakan sebagai bentuk kejahatan, termasuk dalam ranah hukum pidana,
dalam hukum islam dikenal dengan fiqh jinayah. Jinayah artinya perbuatan dosa,

perbuatan salah atau jahat. MenurutAbdul Kadir Audah bahwa, jinayah menurut
6

Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Hal 3 dan 12

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan syara’, baik perbuatan
itu mengenai jiwa dan harta benda. Dalam konteks ini pengertian jinayah sama
dengan jarimah. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi dan
dikutipoleh Ahmad Wardi Muslich jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman qishas dan diyat.
Perbuatan yang dilarang yang dimaksud ialah baik berupa mengerjakan
perbuatan yang dilarang, maupun meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.
Perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana adalah suatu
perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan dampak yang
buruk, baik bagi aturan masyarkat, akidah, kehidupan individu keamanan harta,
dan lain-lain.8
Perbuatan kekerasan fisik menurut fiqh jinayah dapat digolongkan pada
jarimah qishas dan diyat karena perbuatan perbuatan tersebut merupakan
kejahatan terhadap nyawa atau badan orang lain, perbuatan itu merupakan bentuk
tindak pidana penganiayaan atas selain jiwa atau dapat juga dikatakan sebagai
pelukaan. Jarimah qishas dan diyat sendiri ada 2 (dua) macam yaitu pembunuhan
dan penganiayaan, namun bila di perluas ada 5 macam :9
a. Pembunuhan sengaja
b. Pembunuhan menyerupai sengaja
c. Pembunuhan tidak sengaja
d. Penganiayaan sengaja
e. penganiayaan tidak sengaja
8

Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah (Bandung: Pustaka Setia 2013), 45

9

Ibid, 143

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

dalam surat Al-hajj ayat 60 juga menjelaskan tentang hukuman qishas sebagai
berikut:

‫ۦﮫ ﱠ ﻰ ْﯿﮫ ﯿ ﺼﺮ ﱠﮫ ٱ ﱠ ۗ◌ إﱠن ٱ ﱠ‬

‫ﻮﻗ‬

‫ﺎ‬

ْ

‫ﺎﻗ‬

ْ ‫ذﻚو‬
‫ﻔﱞﻮ ﻔﻮٌۭر‬

Artinya: Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan
yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan
menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun." (QS. AL HAJJ: 60)10
Hal inilah yang mendorong penulis tertarik untuk mengambil judul tentang
penerapan hukuman cambuk bagi santri di pondok pesantren Al-urwatul Alwutqo (Analisis UU No.23 Tahun 2002 dan Fiqh Jinayah)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Penerapan hukuman cambuk bagi santri di pesanteren Al-Urwatul Al-Wutsqo
2. Anlisis UU No. 23 tahun 2002 dan fiqh jinayah terhadap penerapan hukum
cambuk di pesanteren di Al-Urwatul Al-Wutsqo
3. Pendapat Komnas HAM tentang kekerasan santri.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah
sebagai berikut:
1. Penerapan hukuman cambuk bagi santri di pesanteren Al-Urwatul Al-Wutsqo

10

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Banten: PT. Insan Media Pustaka, 2002),
hlm 275

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

2. Anlisis UU No. 23 tahun 2002 dan fiqh jinayah terhadap penerapan hukum
cambuk di pesanteren di Al-Urwatul Al-Wutsqo
3. Pendapat Komnas HAM tentang kekerasan santri.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan hukuman cambuk bagi santri di pesanteren Al-Urwatul
Al-Wutsqo?
2. Bagaimana Anlisis UU No. 23 tahun 2002 dan fiqh jinayah terhadap penerapan
hukum cambuk di pesanteren di Al-Urwatul Al-Wutsqo?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka digunakan untuk memberikan informasi tentang penelitian
atau karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti.
Pembahasan tentang “Penerapan Hukuman Cambuk di Pondok Pesantren Alurwatul Al-wutsqo”. Penelitian yang menyangkut pondok pesantren ini belum
pernah ada, akan tetapi penelitian tenang kekerasan anak sudah pernah di teliti
sebelumya,akan tetapi titik pembahasannya berbeda. Adapun skripsi tersebut
adalah:
Pertama, skripsi yang berjudul “Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Menanggulangi Tindakan Kekersan yang dilakukan Guru Terhadap Anak Didik di
Lingkungan Sekolah (Menurut Pasal 351-355 KUHP dan UU No.23 Tahun 2002
Pasal 80 Tentang Perlindungan Anak)” oleh Alex Andoko, dalam penelitianya
membahas tentang kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan khususnya di

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

lingkungan sekolah saat ini , masalah tindak pidana kekerasan di lingkungan
sekolah yang kerap dilakukan oleh guru terhadap anak didik11 .
Kedua, skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Atas Anak Korban
Kekerasan (Analisis Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2002)” oleh Muhamad Wahyudin
Arifin nim 04370029 skripsi ini membahas tentang kekerasan terhadap anak yang
pokok bahasanya tentang efektifitas terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak
kekerasan terhadap anak dan faktor yang melatarbelakanginya terjadinya tindakan
kekerasan terhadap anak.12
Semua penelitian di atas berkaitan dengan penganiayaan terhadap
anak.Akan tetapi yang penyusun dapatkan dari hasil telaah pustaka untuk
sementara ini belum ada satu kariya penelitian yang mengulas tentang kekerasan
terhadap anak di pondok pesantren. Maka dari itu, penyusun ingin meneliti
permasalahaan ini dalam bentuk skripsi yang berjudul pendapat para Kyai tentang
kekerasan terhadap santri di pondok pesantren(Analisis UU No.23 tahun 2002 dan
fiqh jinayah)ini layak di teliti labih lanjut lagi.

11

Alex Andoko, Kekerasan yang diLakukan Guru terhadap Anak Didik di Lingkungan Sekolah (
Analisis Pasal 351-355 KUHP dan UU No,23 Tahun 2002 Pasal 80),Skripsi, IAIN semarang,
2010
12
Muhamad Wahyudin Arifin, “Perlindungan Hukum Atas Anak Korban Kekerasan (Analisis
Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2002)”, Skripsi tidak di terbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Kalijaga
Yogyakarta (2009)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

E. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui penerapan hukuman cambuk bagi santri di pesanteren Al-Urwatul
Al-Wutsqo
2. Mengetahui Tinjauan UU No. 23 tahun 2002 dan Fiqh Jinayah tentang
pencambukan terhadap santri di pondok pesantren Al-Urwatul Al-Wutsqo
F. Manfaat penelitian
Penelitian ini bermanfaat baik dari segi teoritis maupun praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah, memperdalam dan wawasan
keilmuan mengenai kekerasan terhadap anak serta di gunakan sebagai
landasan bagi para mahasiswa yang ingin mengkaji lebih dalam lagi
dimasa yang akan datang.
b. Melengkapi khasanah kajian peenelitian yang berkaitan dengan “kekerasan
terhadap anak”
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan wawasan kepada Kyai dalam membantu tugasnya untuk
menangani maupun menyelasaikan perkara pidan yang terkait dengan
bidang pendidikan di pesantren.
b.

Dapat memotivasi para calon peneliti untuk mengembangkan penelitian
ini lebih lanjut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

G. Definisi oprasional
Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah kunci dalam penelitian
ini, maka penulis memberikan penjelasan sebagai berikut:
a. Fiqh Jinayah : Jarimah qishas yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi
hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukuan oleh pelaku
tersebut (terhadap korban). Pendapat ini menurut jumhur ulama, Hanafiyah,
Malikiyah, Syafi’iyah, dan sebagian riwayat Ahmad.
b. UU No. 23 Tahun 2002 yang telah diperbarui uu no 35 tahun 2014:
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan

hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Karena permasalahan
yang diangkat peneliti adalah permasalahan sosial, sehingga tidak mungkin data
pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif yang
menggunakan angka.
Peneliti ini akandilaksanakan di pondok pesantren Jombang.Adapun
metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Data yang Dikumpulkan
a. Proses terjadinya prilaku kekerasan di dalam pondok pesantren.
b. Proses sebab anak tersebut dikenai hukuman cambuk

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

2. Sumber data
Data dalam penelitian ini berasal dari dua sumber, yakni:
a. Sumber primer:
Berupa data hasil wawancara mengenai kronologi terjadinya kekerasan di
Pondok Pesantren Al-urwatul Al-wutsqo.
b. Sumber sekunder
yaituasal usul dari mana data yang di ambil dan diperoleh dari bahan
pustaka dengan mencari data atau informasi berupa benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dan catatan harian lainya.13 Adapun dalam
penelitian ini penulis menggunakan data sekunder berupa buku-buku yang
terkait dengan pembahasan ini, yaitu:
1. Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah
2. Suryadi, Upaya Perlindungan Anak Darai Kekerasan
3. Anwar Qomari, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa
4. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
5. Sofyan, Sanksi Pidana Atas Tindakan Kekerasan Terhadap Anak
6. Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, Fiqh
Jinayah

13

Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka cipta,
1997), 115.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan
beberapa metode yaitu :

a.

Wawancara
Menurut Esterberg, wawancara merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik. Ia jugamengemukakan
beberapa

macam

wawancara,

yaitu

wawancara

terstruktur,

semiterstruktur dan tidak terstruktur.14 Dalam wawancara ini peneliti
menggunakan wawancara semiterstruktur. Tujuannya adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. 15 Dalam wawancara
ini peneliti langsung melakukan tanya jawab dengan narasumber yaitu
para Kyai yang ada di pondok pesantren Jombang.
b

Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa baik berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental. Metode ini digunakan untuk
menguatkan data-data yang telah didapatkan.

14

Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D
(Bandung: CV. Alfabeta, 2008), 317.
15
Ibid, 320

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

4. Teknik Pengolahan Data
Untuk memudahkan analisis, data yang sudah diperoleh perlu
diolah. Adapun teknik yang digunakan dalam pengelolahan data antara
lain: 16
1. Editing, yaitu: memeriksa kelengkapan, dan kesesuaian data. Teknik
ini digunakan untuk memeriksa kelengkapan data yang sudah penulis
dapatkan.
2. Analizing, yaitu melakukan analisis lanjutan secara kualitatif terhadap
hasil pengorganisasian dengan menggunakan kaidah, teori dan dalil
yang sesuai, sehingga diperoleh kesimpulan pemecahan dari rumusan
masalah yang ada.
3. Organizing, yaitu: menyusun dan mensistematiskan data yang
diperoleh

dalam

karangan

paparan

yang

telah

direncanakan

sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas
tentang bagaimana kronologi kekerasan yang terjadi di Ponpes AlUrwatul Wutsqo Jombang.
5. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik deskriptif dan
naratif. Teknik deskriptif yaitu suatu teknik yang memberikan gambaran
terhadap masalah yang dibahas dengan menyusun fakta-fakta sedemikian
rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat dipahami
16

Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, (Yokyakarta: Andi Offset, 1991), 193

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

dengan mudah. Dalam hal ini akan mendeskripsikan tentang prilaku
kekerasan terhadap santri di dalam pondok pesantren. 17
Menurut Bogdan dalam Sugiyono. “Analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain”.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data
deskriptif, yaitu suatu analisis yang bersifat mendeskripsikan makna data
atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan menunjukkan
bukti-buktinya.18
Metode deskriptif analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan secara jelas mengenai penerapan hukuman cambuk
terhadap santri dipondok pesantren. Setelah itu melakukan analisis
terhadap UU No. 23 Tahun 2002 Dan Fiqih Jinayah dengan polapikir
deduktif, yaitu diawali dengan mengemukakan bunyi UU No. 23 Tahun
2002 dan fiqih jinayah. Kemudian hukum-hukum tersebut digunakan
untuk menganalisis mengenai penerapan hukuman cambuk terhadap santri
dipondok pesantren, dari hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus.

17

Ibid, 329
Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan(Bandung: Angkasa, 1993), 161.

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

I. Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan suatu tulisan yang teratur dan terarah, peneliti
menguraikan penelitian ini dalam lima bab sebagai berikut:
Bab pertama berupa pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab dua berfungsi sebagai kajian teori permasalahan yang ada dipenelitian
ini. Dalam bab ini dibahas mengenai UU No. 23 Tahun 2002. Hal ini merupakan
setudi literature yang didapat dari berbagai refrensi dan Fiqh Jinayah.
Dalam bab tiga dimuat deskripsi data yang berkenaan dari variable yang
diteliti secara objektif, meliputi pandangan para kyai tentang kekerasan terhadap
santri dalam pondok pesantren.
Kemudian bab empat berisi analisis hasil penelitian yangdilakukan oleh
peneliti yang mengacu pada rumusan masalah. Pertama, Menganalisis tentang
penerapan hukuman cambuk di dunia pondok pesantren. Kedua, Menganalisis
tinjauan fiqh jinayah tentang kekerasan terhadap santri dipondok

pesantren.

Ketiga, Menganalisis UU No. 23 tahun 2002 terhadap kekerasan santri di pondok
pesantren.
Bab lima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan hasil penelitian
dan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi banyak pihak, khususnya mengetahui
mengenai kekerasan pada santri di pondok pesantren yang dianalisis dengan UU
No. 23 Tahun 2002 dan Fiqih jinayah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

BAB II
KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM LINGKUNGAN PESANTREN
MENURUT UU NO 23 TAHUN 2002 DAN FIKIH JINAYAH
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak
1. Definisi Kekerasan Terhadap Anak
Penganiayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia memeiliki arti sebagai
berikut, perilaku yang sewenang-wenang. Pengertian tersebut diartikan dalam arti
luas, yakini termasuk yang menyangkut, perasaan atau batiniah.Penganiayaan yang
dimaksud dalam ilmu hokum pidana adalah yang berkenakan dengan tubuh
manusia.19Kekerasan

terhadap

anak

adalah

segala

bentuk

prilaku

yang

mengakibatkan ketidak nyamanan fisik dan non fisik pada peserta didik atau pendidik
bentuk yang menyebabkan ketidak nyamanan fisik seperti memukul, menendang,
melempar barang ketubuh orang, menginjak dan melukai dengan tangan kosong atau
menggunakan suatu benda. Sedangkan bentuk kekerasan yang menyebabkan ketidak
nyamanan non fisik atau mental antara lain berteriak, menghina, mengancam,
merendahkan, mengatur, menguntit dan memata-matai. Definisi kekerasan terhadap
anak buku ini memiliki sudut pandang bahwa tidak ada definisi tunggal yang jelas
mengenai kekerasan. Bahkan, kami mengira maknanya akan beragam, menurut
perorangan, komunitas dan kultur bersangkutan. Bahkan, terdapat kesadaran yang
lebih besar akan kebutuhan untuk menerima keanekaragaman definisi kekerasan di
19

Leden Marapung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika,2000), 5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

pendidikan. definisi definisi ini berasal dari persepektif, termasuk definisi milik anakanak dan kaum muda. Dalam menyimak definisi di pendidikan dan kebringasan pada
saat ini, pertama tama kami mempertimbangkan. David Gill (dalam Sudaryono,
2007) mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan,
penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku
manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak
hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun
perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis,
maupun kekerasan religi.20
Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk
tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan
meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual,
serta trafficking atau jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk
kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung
jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang
seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru. Kekerasan
sebagai digunakanya daya atau kekuatan fisik, baik berupa ancaman atau sebenarnya,
terhadap diri sendiri, atau orang lain, atau terhadap klompok atu komunitas yang
berakibat atau memiliki kemungkinan mengakibatkan cedera, kematian, bahaya fisik,
perkembanngan atau kehilangan. Definisi ini mencakup ide akan kesengajaan dan
20

Muhamad Joni,Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 1999), 2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

digunakanya kekuatan, dan meliputi rangkaian akibat yang mencakup bahaya
kejiwaan dan fisik. Hanya terdapat riset kecil tentang kekerasan di pesantren terhadap
anak anak dan kaum muda, walupun sudah terdapat sudah terdapat sejumlah riset
mengenai definisi dari pelecehan, yang dianggap sebagai bagian dari perilaku
kekerasan, yang mencakup pengulangan dan ketidak seimbangankekuatan. Setudi
setudi ini menemukan bahwa pandangan anak anak tentang hal yang merupakan
pelecehan itu, tidak selalu cocok dengan pandangan orang dewasa. Bahkan, definisi
anak anak yang lebih kecil tidak harus cocok dengan anak anak yang lebih besar. Hal
ini memperlihatkan bahwa kita semua perlu menyadari bahwa memang ada
beranekaragaman definisi.21
Menurut Moeljatno bahwa tindak pidana atau perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu
aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa
larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan oleh tindakan seseorang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan
kepada orang yang menimbulkannya kejadian tersebut.2223

21

Bambang Sarwiji, SE. penanganan kekerasan di sekolah (Pt, Indeks:2009), hlm 14
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet 6, 2000, hlm. 54
23
Lyle E. Bourne, JR., psycology its principles and meaning, second edition (USA: University of
colorado), hlm. 115
22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

2. Sebab Sebab Terjadinya Kekerasan Pada Anak
Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap
anak (chilid abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai factor.24
a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergeneration transmission of
violence)
Banyak anak belajar kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh
jadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya.
Dengan

demikian,

perilaku

kekerasan

diwarisi

dari

generasi

kegenerasi. Setudi setudi menunjukanbahwa lebih kurang 30% anak
anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang
bertindak keras kepada anak anaknya. Sementara itu, hanya 2 sampai 3
persen dari semua indevidu menjadi orangtua yang memperlakukan
kekerasan kepada anak anaknya. Anak anak yang mengalami
perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai
model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian
besar anak anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi
orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak anaknya
b. Setres Sosial (social stress)
Setres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi social meningkatkan
resiko kekerasan terhadap anak. Kondisi kondisi social ini mencakup:
pengangguran, penyakit, kondisi perumahan buruk, ukuran keluarga
24

http://www.Chapter II.pdf-Foxit Reader. Diakses pada tanggal 2 Desember 2015

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

besar dari rata rata. Kelahiran bayi baru, orang cacat di rumah, dan
kematian seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan
tentang tindakan kekerasan trhadap anak berasal dari keluarga yang
hidup dari kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi
dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang
dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa
alasan.25
c. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap anak cenderung terisolasi social. Sedikit sekali orangtua yang
bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan
kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau
kerabat.
d. Struktur Keluarga
Tipe tipe keluarga tertentu memiliki resiko yang meningkat untuk
melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya,
orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan
terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga
keluarga di mana baik suami istri memdominasi di dalam membuat
keputusan penting, seperti di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa
yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa
keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga keluarga yang suami istri
sama sama bertanggung jawab atas keputusan keputusan tersebut.

25

Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, cet ke-1 (Bandung: Nuansa, 2006), 14.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

B. Kekerasan Terhadap Anak Menurut UU No 23 Tahun 2002 Dan Fikih
Jinayah
Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,
yang senantiasa kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan
hak hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak
merupakan sebagaian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang
Undang tentang perlindungan anak dan Konvensi Persrikatan Bangsa Bangsa
tentang hak hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak
adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita cita bangsa, sehingga
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakan kekerasan dan
diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.26
Meskipun Undang Undang nomer 39 tahun 1999 tentang hak asasi
manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kweajiban
orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara untuk memberikan
perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang undang mengenai
perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan
tanggung jawab tersebut. Dengan demikian pembentukan undang undang ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala

26

UU RI Nomor 23 tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak. Bagian Penjelasan Umum

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

aspeknya merupakan sebagian dari kegiatan pembangunan nasional,
khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.27
Orang tua keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan
memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh
hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaran perlindungan anak,
Negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan
aksebilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembanganya secara optimal dan terarah.28
Undang undang ini menegaskan bahwa bahwa pertanggungjawaban
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian
kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindungnya hak
haknya anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah
demi guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik,
mental, sepiritual maupun social. Tindakan ini di maksudkan untuk
mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus
bangsa yang potensial, tangguh memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh
ahlak mulia dan nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa dan Negara.29
Menanggapi fenomena kekerasan terhadap anak yang terjadi di tanah
air, pemerintah telah mengaluarkan UU RI No. 4 tahun 1999 tentang
27

Undang-Undang Perlindungan Anak, (Surabaya: Media Centre, 2006), 118
Citra Umbara, undang-undang Perlindungan Anak, (Bandung, 2012), 113
29
Ibid, hlm. 116

28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Kesejahteraan Anak dan kemudian diperbaharui dengan UU No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan anak, yang salah satunya mengatur hak-hak anak
dan memberikan sanksi bagi setiap pelaku penganiayaan. Sebagimana yang
ada dalam UU RI No. 23 tahun 2002 Pasal 80.Hak tersebut merupakan wujud
upaya pemerintah dalam memberikan jaminan hak-hak anak sekaligus
pemberantasan bagi setiap kejahatan terhadap anak.Penganiayaan adalah
sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka.
Menurut Sudarsono dalam bukunya kamus hukum memberikan arti bahwa
penganiayaan adalah perbuatan menyakiti, menyiksa atau bengis terhadap
manusia atau dengan sengaja mengurangi atau merusak kesehatan orang
lain.30
Dalam Pasal 54 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak mengatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan
sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru,
pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan,
atau lembaga pendidikan lainnya, selain itu dalam Pasal 72 mengatakan
masyarakat dan lembaga pendidikan untuk berperan dalam perlindungan anak,
termasuk di dalamnya melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak
di lingkungannya.31 Dari kedua pasal tersebut sangat jelas bahwa anak
dilindungi dari kekerasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di
30
31

Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), 34.
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 109.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

dalam sekolah, dan dalam hal ini yang melindungi anak dari perbuatan
kekerasan di sekolah adalah lembaga pendidikan itu sendiri, akan tetapi pada
kenyataannya di masyarkat dan lembaga pendidikan masih banyak anak yang
mengalami kekerasan fisik maupun psikis. Kasus kekerasan terhadap anak
seharusnya penanganannya tidak hanya bertumpu pada UU tentang
Perlindungan anak, tetapi juga dikaitkan dengan UU lainnya seperti UndangUndang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU
tentang Sistem Pendidikan nasional hanya menekankan 25 pada mutu
pendidikan dan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua
jenjang dan jenis pendidikan. Seharusnya dalam Undang-Undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pihak sekolah wajib memberikan pengawasan
tidak hanya berkaitan dngan mutu pendidikan tetapi juga melakukan
pengawasan terhadap segala hal perilaku anak didik dan lingkungan sekolah
sehingga aman untuk anak didik.32 Dalam undang undang perlindungan anak
khususnya dalam pasal 3 dan 4 tentang hak dan kewajiban anak, di jelaskan
bahwa anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh kembang serta perlindungan
dari segala macam bentuk kekerasan dan diskriminasi. Lebih lanjut dijelaskan
dalam bab XII ketentuan pidana, pasal 80 ayat 1, dijelaskan bahwa setiap
orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana tiga tahun enam
bulandan denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
32

UU RI Nomor 20 tahun 2003, Tentang sistem pendidikan nasional. Bagian Penjelasan Umum

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

rupiah). Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam,
namun juga sebagai upaya rehabilitasi, konsep itu di Indonesia disebut
pemasyarakatan.33

Jinayata dalah pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang terhadap
hak Allah atau larangan Allah, hak-hak manusia dan hak binatang, dimana
orang yang melakukan wajib mendapat atau diberi hukuman yang sesuai baik
di dunia maupun di akhirat dengan mendapat hukuman yang berat dari Allah
SWT. Dalam rumusan lain disebutkan bahwa jinayah yaitu perbuatan dosa
besar atau kejahatan pidana atau kriminal seperti membunuh, melukai
seseorang atau membuat cacat anggota badan seseorang.
Larangan-larangan tersebut adakalanya berupa:
1. Mengerjakan perbuatan yang dilarang
2. Meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.34
Namun kebanyakan ulama menggunakan istilah jinayah ini untuk
perbuatan-perbuatan atau tindak pidana. Akan tetapi kebanyakan fuqaha
memakai kata-kata jinayah hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa atau
anggota badan, seperti membunuh, memukul, menggugurkan kandungan dan
sebagainya. Ada juga golongan fuqaha yang membatasi pemakaian kata-kata
33
34

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,(Jakarta : Sinar Grafika, 2000), 12
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, hlm, 527.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

jarimah kepada jarimah hudud dan qisash saja. Pengertian jarimah juga sama
dengan peristiwa pidana, atau sama dengan tindak pidana atau delik dalam
hukum positif. Hanya bedanya hukum positif membedakan antara kejahatan
atau pelanggaran mengingat berat ringannya hukuman, sedangkan syari’at
Islam tidak membedakannya semuanya disebut jarimahatau jinayatmengingat
sifat pidananya. Suatu perbuatan juga dianggap sebagai jarimahapabila dapat
merugikan kepada tata aturan masyarakat, atau kepercayaankepercayaannya,
atau merugikan kehidupan anggota masyarakat, baik benda, nama baik dan
perasaan perasaannya dengan pertimbangan pertimbangan yang lain yang
harus dihormati dan diplihara35.
Sumber atau dasar hukum Islam pada umumnya ada empat, yaitu Qur’an,
Sunnah (hadits), Ijma’, dan Qiyas. Hukum-hukum yang diambil dari sumber
sumber tersebut wajib diikuti. Urutan urutan penyebutan menunjukan urutan
urutan kedudukan dan kepentinganya. Yakni apabila tidak terdapat hukum
suatu peristiwa dalam Qur’an baru dicari dalam Sunnah, kalau tidak terdapat
atau belum jelas hukumnya dalam Sunnah maka dicari melalui Ijma’, dan
kalau tidak terdapat dalam Ijma’, baru dicari dalam Qiyas.36
Adapun dalam hal ini, yakni dasar hukum Islam mengenai larangan
melakukan tindak piadana kekerasan, terutama kekerasan dalam pendidikan.
35

Abdul Djamali, Hukum Islam , (Bandung: Manadar Maju, 1992), hlm. 182
Suparman Usman, Hukum Islam Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hlm. 37

36

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Kekerasan fisik, melakukan kekerasan fisik kepada siapapun, dilarang Islam.
Karena hal itu bertentangan dengan prinsip ajaran islam sebagai rahmatan lial’alamin.

Tujuan

diturunkannya

syariat

Islam

adalah

tercapainya

kemaslahatan, dan kemaslahatan sebagai substansi. Maqosid Asy-Syar'iyah
dapat terealisasi apabila lima pokok dapat diwujudkan dan dipelihara, kelima
pokok itu adalah agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.37
Penganiayaan atau pembunuhan, mendapat ancaman berat dalam Islam,
sebagaimana dijelaskan dalam surat Al- Maidah ayat 45:












































     








 
Artinya:

37

Muhamad Abu Zahra, Ushul Fiqih,terjemah. Saeful Ma'sum,( Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995),
hlm. 553

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.38
Dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian antara
lain:
1. jarimah hudud, Secara etimologis, hudud berarti larangan. Sedangkan secara

terminologis, hudud berarti hukuman yang telah ditentukan, sebagai hak
Allah. Dengan demikian, tidak ada kemungkinan penyelesaian secara maaf
(ampunan). Pengertian ketentuan atau hak Allah ialah bahwa hukuman
tersebut tidak biasa dihapuskan baik oleh perseorangan (yang menjadi korban
jarimah), ataupun oleh masyarakat yang diwakili oleh Negara.39 Hukuman
yang termasuk hak Tuhan ialah setiap hukuman yang dikehendaki oleh
kepentingan umum (masyarakat), seperti untuk memelihara ketenteraman dan
keamanan masyarakat, dan manfaat penjatuhan huk