Materi 2 Arti Penting Pend. Moral

Hand out 2

PENDIDIKAN MORAL
PRODI KP
FIP UNY
Dosen:
Dr. Rukiyat
HP. 085743975283

Pentngnya Pendidikan Moral
Dalam dunia profesional dan interaksi
sosial ada tngkah laku yang dikendalikan
oleh aturan-aturan tertentu (rule guided
behavior).
Bagian terpentng dari aturan tsb erat
kaitannya dg dimensi keadilan dan
kewajiban.

Immanuel Kant membedakan kewajiban yang
perfect dan imperfect.
Perfect  bernuansa negatf, misalnya:

Tidak boleh berbohong
Tidak boleh mencuri
Tidak boleh membunuh, dsb.
Imperfect  bersifat positf, misalnya:
Membantu orang miskin
Merawat orang sakit
Menemani orang yang kesepian, dsb.

Dua tpe kewajiban tsb umumnya telah
dimengert oleh masyarakat manusia di
manapun juga.
Pandangan umum  anak-anak sudah
pada
tempatnya
untuk
mampu
mengadopsi aturan-aturan umum, baik
yang berupa kewajiban-kewajiban dalam
artan pertama (perfect) maupun kedua
(imperfect).


Jadi,
dapat
dimengert
bahwa
“kebutuhan” merupakan salah satu
alasan pokok dari perlunya pendidikan
moral.
Anak-anak perlu belajar menggunakan
akal dan penalarannya, terutama di
dalam menghadapi pelbagai situasi
pengambilan keputusan yang serba
mendua (ambiguous)  kontrol pribadi.

Tujuannya agar anak/seseorang memiliki
pengalaman berkenaan dengan masalah
kebebasan sekaligus mengatribusikan hakikat
tindakan untuk dirinya sendiri.
Ada kemungkinan gagal, namun dapat
belajar dari kegagalannya.

Kewajiban perfect lebih mendapat banyak
perhatian.
Kewajiban imperfect  dipertahankan oleh
guru-guru altruistis dan prososial.

Emile Durkheim  masyarakat harus
melindungi nilai-nilai moral dan sosial, tidak
meninggalkannya
demi
kebebasan
rasionalitas semata.
Asumsi dasar:
Tidak seorangpun sepanjang ia tetap ingin
menjadi anggota masyarakat, dapat menolak
tuntutan masyarakat dan tuntutan moral
fundamental yg secara jelas memancarkan
kepercayaan fundamental masyarakat ybs.

• Kirchensbaum:
Pendidikan moral harus dilaksanakan

komprehensif
Artinya  Pendidikan moral bersifat menyeluruh
atau komprehensif, menyangkut banyak aspek
yang terkait menjadi satu kesatuan.
Mencakup berbagai aspek: isi, metode, proses,
subjek, evaluasi

1) Isi pendidikan moral harus komprehensif, meliputi
semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan
nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaanpertanyaan etika secara umum.
2) Metode pendidikan nilai moral juga harus
komprehensif, termasuk di dalamnya inkulkasi
(penanaman) nilai, pemberian teladan dan penyiapan
generasi muda agar dapat mandiri dengan
mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan keputusan
moral secara bertanggung jawab dan ketrampilanketrampilan hidup yang lain.

 
• 3). Proses pendidikan nilai moral
• Pendidikan nilai hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses

pendidikan di kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler, dalam
proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara-upacara
pemberian penghargaan, dan semua aspek kehidupan.
• Beberapa contoh:
• Kegiatan belajar berkelompok; penggunaan bahan-bahan
bacaan dan topik-topik tulisan mengenai kebaikan;
penggunaan strategi klarifikasi nilai dan dilema moral;
pemberian teladan: tidak merokok, tidak korup, tidak
munafik, dermawan, menyayangi sesama makhluk Allah, dan
sebagainya.

• 4) Subjek pendidik nilai moral
• Pendidikan nilai hendaknya terjadi melalui
kehidupan dalam masyarakat. Orang tua,
lembaga keagamaan, penegak hukum, polisi,
organisasi kemasyarakatan, semua perlu
berpartisipasi dalam pendidikan nilai.
Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan
pendidikan nilai memengaruhi kualitas moral
generasi muda.


5) Evaluasi pendidikan nilai moral
• Di samping keempat aspek di atas (isi, metode,
proses dan pendidik), pendidikan nilai juga
memerlukan evaluasi yang komprehensif. Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan.
Tujuan pendidikan nilai meliputi tiga kawasan, yakni
penalaran nilai/moral, perasaan nilai/moral dan
perilaku nilai/moral. Maka, evaluasi pendidikan nilai
juga mencakup tiga ranah tersebut. berupa evaluasi
penalaran moral, evaluasi karakteristik afektif, dan
evaluasi perilaku (Darmiyati, 2010: 51).

a) Evaluasi penalaran moral
• Supaya tujuan pendidikan nilai yang berwujud perilaku
yang diharapkan dapat tercapai, subjek didik harus
sudah memiliki kemampuan berpikir/bernalar dalam
permasalahan nilai/moral sampai dapat membuat
keputusan secara mandiri dalam menentukan tindakan
apa yang harus dilakukan. Dalam hal ini, Kohlberg

berdasarkan penelitian longitudinal, telah berhasil
meredefinisi pemikiran Dewey mengenai reflective
thinking dan memvalidasi karya Piaget mengenai
perkembangan berpikir, menyusun tingkat-tingkat
perkembangan moral

b) Evaluasi karakteristik afektif
• Dupon (Darmiyati, 2010: 54) telah menemukan tahaptahap perkembangan afektif sebagai berikut:
• Impersonal, egocentric: tidak jelas strukturnya.
• Heteronomous: berstruktur unilateral, vertikal.
• Antarpribadi: berstruktur horizontal, bilateral.
• Psychological-personal: menjadi dasar keterlibatan
orang lain atau komitmen pada sesuatu yang ideal.
• Autonomous: didominasi oleh sifat otonomi.
• Integritous: memiliki integritas, mampu mengontrol
diri secara sadar.

• Selain itu, ada juga pengukuran dengan
menggunakan skala sikap  dikembangkan
oleh Likert atau Guttman dan semantic

differential yang dikembangkan oleh Nuci, dan
peneliti lainnya. Walaupun dinamakan skala
sikap, karakteristik afektif yang dievaluasi
dapat pula mencakup minat, motivasi,
apresiasi, kesadaran akan harga diri dan nilai.

c) Evaluasi perilaku
• Perilaku moral sangat sulit untuk dievaluasi.
Perilaku moral hanya mungkin dievaluasi
secara akurat dengan melakukan observasi
(pengamatan) dalam jangka waktu yang relatif
lama dan secara terus-menerus. Dari
pengamatan tersebut dapat ditarik kesimpulan
apakah perilaku orang yang diamati telah
menunjukkan watak atau kualitas akhlak yang
akan dievaluasi.

• Misalnya, apakah orang tersebut benar-benar
jujur, adil, memiliki komitmen, beretos kerja,
tanggung jawab, dan sebagainya. Pengamat

harus orang yang sudah mengenal orangorang yang diobservasi agar penafsirannya
terhadap perilaku yang muncul tidak salah
(Darmiyati, 2010: 55).

• COMPONENTS OF GOOD CHARACTER

MORAL KNOWING
1. Moral awareness
2. Knowing moral
values
3. Perspectve-taking
4. Moral Reasoning
5. Decision-making
6. Self-knowledge

MORAL ACTION
1. Competence
2. Will
3. Habit


MORAL FEELING
1. Conscience
2. Self-esteem
3. Empathy
4. Loving the good
5. Self-control
6. Humility

COMPREHENSIVE APPROACH
TO VALUES AND CHARACTER EDUCATION

• Classroom Strategies
1. Teacher as caregiver, model
and mentor
2. A moral classroom community
3. Moral discipline
4. A democratc classroom
environment
5. Teaching values through the
curriculum

6. Cooperatve learning
7. Conscience of craf
8. Moral reflecton
9. Teaching conflict resoluton

Schoolwide Strategies
1. Caring beyond the classroom
2. Creatng positve moral
culture in the school
3. School,parents, and
communites as partner

Character
1. Moral Knowing
2. Moral Feeling
3. Moral Acton