Komponen 3 Log (Penyimpulan)

(1)

PENYIMPULAN

Kegiatan manusia yang bertitik tolak dari

pengetahuan yang telah dimiliki bergerak

ke pengetahuan baru.

Pengetahuan yang telah dimiliki = titik

pangkal atau antecedens atau premis

(yang mendahului)

Pengetahuan baru = kesimpulan.


(2)

Penyimpulan dapat dibedakan menjadi 2:

1. Penyimpulan langsung  titik pangkal satu putusan kemudian dibuat kesimpulannya dengan memakai subjek dan predikat yang sama.

2. Penyimpulan tidak langsung menggunakan term tengah/medium (M) untuk menghubungkan subjek (S) dan predikat (P).


(3)

Macam-macam penyimpulan langsung:

1. Ekuivalensi  menyatakan hal yang sama dengan perumusan yang berlainan

Contoh:

Ada orang pintar yang kurus

Menjadi


(4)

Tak ada mahasiswa yang fakir (premis)

Disimpulkan menjadi:

Tak ada orang fakir yang mahasiswa

(kesimpulan)


(5)

2

. Pembalikan

Menyusun suatu putusan baru dengan mengganti posisi subjek menjadi predikat dan predikat menjadi subjek.

Aturan pembalikan:

a) Putusan A hanya boleh dibalik menjadi putusan I

Contoh: Semua ikan berenang

Kesimpulan  Sebagian yang berenang adalah ikan


(6)

b). Putusan I dapat dibalik menjadi putusan I lagi. Contoh:

Sebagian ikan berharga mahal Kesimpulannya:

Sebagian yang berharga mahal adalah ikan Sebagian orang desa bergelar sarjana

Kesimpulannya:


(7)

c). Putusan E selalu boleh dibolak balik Contoh: Anjing bukan kucing

Menjadi  kucing bukan anjing. Segitiga bukan lingkaran

Menjadi  lingkaran bukan segitiga d). Putusan O tidak dapat dibalik

Contoh: Sebagian manusia bukan dokter


(8)

3. OBVERSI (Negasi ganda)

Penyimpulan langsung dengan cara mengganti bentuk afirmasi menjadi negasi ganda untuk menegaskan pendapat atau menyatakan kekurangsetujuan

terhadap suatu pendapat. Contoh:

Kekuasaan kepala negara terbatas  ditegaskan menjadi:


(9)

Ibu sayang kamu

Bukannya ibu tidak sayang kamu. 4. KONTRAPOSISI

Menukar posisi subjek menjadi predikat dan predikat menjadi subjek dan mengganti bentuknya menjadi komplemennya

A = B -- > – B = - A Semua siswa lulus ujian


(10)

5.

OPOSISI (Perlawanan)

Terdapat antara dua putusan, yang mempunyai

subjek dan predikat yang sama, tetapi berbeda dlm luas dan atau bentuknya (afirmatif/negatif).

Berpangkal dari putusan yang satu dapat diambil

kesimpulan tentang benar atau salahnya putusan-putusan lawannya.


(11)

Macam-macam perlawanan:

a). Menurut luas dan bentuknya, yaitu: Antara A – O

Antara E – I

Disebut perlawanan kontradiktoris  apabila yang satu benar, yang lain pasti salah dan sebaliknya. Contoh:

Semua mahasiswa pandai  benar


(12)

Atau kalau dibalik:

Semua mahasiswa pandai  salah

Sebagian mahasiswa tidak pandai  benar

b). Menurut bentuknya saja

1. A – E (kontraris = berlawanan)


(13)

1. Kontraris (berlawanan)  A - E

Kalau yang satu benar, yang lain tentu salah

Kalau yang satu salah, yang lain dapat benar, dapat salah.

Jadi, ada kemungkinan ketiga: Yaitu dapat kedua-duanya salah. Contoh:

Semua siswa lulus ujian  benar (B) Maka, pernyataan:


(14)

Semua siswa lulus ujian  salah (S) Maka, pernyataan:

Semua siswa tidak lulus ujian  dapat benar dapat juga salah (B/S)

2. Subkontraris (kurang berlawanan/perlawanan bawahan)  I – O

Kalau yang satu salah, yang lainnya benar

Kalau yang satu benar, yang lain dapat benar juga atau dapat salah, tetapi tidak dapat kedua-duanya salah.


(15)

Contoh:

Sebagian siswa lulus ujian  salah (S) Maka,

Sebagian siswa tidak lulus ujian  benar (B) Sebagian siswa lulus ujian  benar (B)

Maka,

Sebagian siswa tidak lulus ujian  dapat salah dapat benar (B/S), karena ada kemungkinan lain yaitu semua siswa lulus ujian.


(16)

c. Menurut luasnya  subalterna (bawahan)

Perlawanan antara dua putusan yang berbeda luasnya (antara universal dan partikular)

Antara A – I Antara E – O

Dapat kedua-duanya benar, dapat kedua-duanya salah, dapat juga yang satu benar yang lain salah.


(17)

Contoh: A – I

Semua siswa lulus ujian  B Sebagian siswa lulus ujian  B Semua siswa lulus ujian  S

Sebagian siswa tidak lulus ujian  B/S

(Ada kemungkinan lain  Semua siswa tidak lulus ujian)


(18)

Contoh: E – O

Semua siswa tidak lulus ujian  B Sebagian siswa tidak lulus ujian  B Semua siswa tidak lulus ujian  S

Sebagian siswa tidak lulus ujian  B/S


(19)

PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG Dua bentuk utama:

Induksi Deduksi

A. Induksi – suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi umum dari sejumlah proposisi khusus  S ini adalah P

Prosesnya dapat sederhana dapat pula panjang dan bertahap.


(20)

Kesimpulan induksi merupakan hasil generalisasi dari proposisi-proposisi khusus.

Generalisasi memerlukan kecermatan agar tidak terjadi generalisasi ceroboh atau generalisasi tergesa-gesa. Misal:

A mahasiswa PLB tidak lulus ujian dari dosen X B mahasiswa PLB tidak lulus ujian dari dosen X C mahasiswa PLB tidak lulus ujian dari dosen X

Jadi, dosen X itu dosen yang sulit (killer) meluluskan ujian.


(21)

Penalaran induktif tidak memberikan jaminan

kepastian bagi kebenaran kesimpulannya, meskipun premis-premisnya benar. Kesimpulan hanya bersifat probabilita (mungkin betul).

Induksi adalah dasar metode ilmiah, terutama dalam eksperimen maupun kuasi-eksperimen.

Misalnya:

Mana yang lebih baik panen padi yang menggunakan pupuk kimia atau pupuk organik?

Dilakukan percobaan di dua lahan yang berdekatan dan dicatat hasilnya  kesimpulan.


(22)

B. Deduksi:

Suatu penarikan kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu proposisi atau lebih.

Kesimpulan yang muncul merupakan konsekuen dari hubungan yang terlihat di dalam

proposisi-proposisinya.

Deduksi  sering digunakan dan hampir setiap putusan adalah deduksi.

Struktur inti deduksi  bentuk logis pikiran = syllogisme = sillogisme.


(23)

Syllogisme

Proses logis yang terdiri dari tiga bagian: Dua bagian pertama  premis

Bagian ketiga  kesimpulan yaitu perumusan hubungan antar-premis lewat bantuan term penengah (M).

Term M berperan menunjukkan alasan mengapa S dan P dipersatukan atau dipisahkan dalam kesimpulan. Suatu premis dapat berupa fakta, generalisasi, asumsi.


(24)

Syllogisme mempunyai dua bentuk asli: Syllogisme kategoris

Syllogisme hipotetis

Contoh Syllogisme kategoris:

Semua binatang harus makan  premis mayor Sapi adalah binatang  premis minor

Jadi, sapi harus makan  kesimpulan


(25)

Bentuk-bentuk syllogisme kategoris: a. Bentuk I  Sub-pre

M - - - - P S - - - - M

S P

Premis dan kesimpulan bersifat afirmatif. Contoh:

Setiap mahasiswa UNY harus mengisi KRS Rini adalah mahasiswa UNY


(26)

b. Bentuk II  Bis-pre P - - - - M

S - - - - M S P

Term M menjadi predikat dalam premis2-nya. Salah satu premis harus negatif

Contoh:

Semua mahasiswa UNY harus mengisi KRS Jojon tidak mengisi KRS


(27)

c. Bentuk III  Bis-sub M - - - - P

M - - - - S S P

Term M menjadi subjek di dalam premis mayor dan minor. Contoh:

Semua mahasiswa UNY harus mengisi KRS Beberapa mahasiswa adalah pegawai negeri Beberapa pegawai negeri harus mengisi KRS


(28)

Hukum-hukum syllogisme:

1. Term S, P dan M dalam satu pemikiran harus tetap sama artinya. Kata analogi dan ekuivokal tidak

boleh digunakan. Contoh salah: Yang bersinar di langit itu bulan

Bulan itu 30 hari

Jadi, 30 hari bersinar di langit

2. Kalau S dan atau P dalam premis partikular, maka kesimpulan tidak boleh universal.


(29)

3. Term M harus sekurang-kurangnya satu kali universal Semua orang jujur adalah orang bermoral

Sebagian orang jujur adalah orang kaya

Sebagian orang kaya adalah orang bermoral

Setiap warga negara yang baik harus mempunyai rasa nasionalisme

Sebagian mahasiswa mempunyai rasa nasionalisme Sebagian mahasiswa adalah warga negara yang baik


(30)

4. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah.

Jika premis2-nya ada yg universal dan partikular, maka kesimpulannya partikular

Jika premis2-nya ada yang afirmatif dan negatif, maka kesimpulannya negatif

Setiap mahasiswa S1 wajib menulis skripsi Arman bukan mahasiswa S1


(31)

Syllogisme hipotetis:

1. Syllogisme kondisional 2. Syllogisme disjungtif

Ad 1). Syllogisme kondisional

Premis mayornya berupa bagian antecedens (syarat) dan bagian konsekuens (apa yang dikondisikan) Premis minor menyatakan dipenuhinya syarat itu Kesimpulan menyatakan benarnya konsekuens


(32)

Contoh:

Jika Ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah (Premis mayor)

Nah, ternyata Ani lulus ujian (Premis minor) Jadi, Ani bersedekah (Kesimpulan)

Jika Ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah Nah, ternyata ia tidak bersedekah


(33)

Jika Ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah Nah, ternyata Ani bersedekah

Belum tentu ia lulus ujian

Jika ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah Nah,ternyata Ani tidak lulus ujian


(34)

Jadi, hanya ada dua bentuk syllogisme kondisional yang sah:

Jika A, maka B Nah, A

Jadi B

2. Jika A, maka B Nah, tidak B Jadi, tidak A


(35)

Ad 2). Syllogisme disjungtif:

Syllogisme yang hanya mengandung dua kemungkinan, tdk kurang dan tidak lebih.

Hanya satu kemungkinan yang benar. Jika ada kemungkinan dua-duanya benar berarti syllogismenya tidak sah.

Contoh:

Ani kuliah atau ke supermarket Nah, Ani kuliah


(36)

Contoh salah:

Kesebelasan PSS menang atau kalah melawan PSIM Nah, PSS tidak kalah

Jadi, PSS menang ? (belum tentu, bisa saja seri) Bunga itu berwarna merah atau putih

Nah, ternyata bunga itu tidak putih

Jadi, bunga itu merah? (belum tentu, bisa saja warna yang lain).


(1)

Syllogisme hipotetis:

1. Syllogisme kondisional 2. Syllogisme disjungtif

Ad 1). Syllogisme kondisional

Premis mayornya berupa bagian antecedens (syarat) dan bagian konsekuens (apa yang dikondisikan) Premis minor menyatakan dipenuhinya syarat itu Kesimpulan menyatakan benarnya konsekuens


(2)

Contoh:

Jika Ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah (Premis mayor)

Nah, ternyata Ani lulus ujian (Premis minor) Jadi, Ani bersedekah (Kesimpulan)

Jika Ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah Nah, ternyata ia tidak bersedekah


(3)

Jika Ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah Nah, ternyata Ani bersedekah

Belum tentu ia lulus ujian

Jika ani lulus ujian, maka ia akan bersedekah Nah,ternyata Ani tidak lulus ujian


(4)

Jadi, hanya ada dua bentuk syllogisme kondisional yang sah:

Jika A, maka B Nah, A

Jadi B

2. Jika A, maka B Nah, tidak B Jadi, tidak A


(5)

Ad 2). Syllogisme disjungtif:

Syllogisme yang hanya mengandung dua kemungkinan, tdk kurang dan tidak lebih.

Hanya satu kemungkinan yang benar. Jika ada kemungkinan dua-duanya benar berarti syllogismenya tidak sah.

Contoh:

Ani kuliah atau ke supermarket Nah, Ani kuliah


(6)

Contoh salah:

Kesebelasan PSS menang atau kalah melawan PSIM Nah, PSS tidak kalah

Jadi, PSS menang ? (belum tentu, bisa saja seri) Bunga itu berwarna merah atau putih

Nah, ternyata bunga itu tidak putih

Jadi, bunga itu merah? (belum tentu, bisa saja warna yang lain).