MISTERI PENGANGKAPAN TAMSIL

MISTERI PENGANGKAPAN TAMSIL
Misteri penangkapan Tamsil Linrung bersama dua temannya oleh polisi Filipina
belum terkuak juga. Tuduhan yang berubah-ubah dan semua tidak terbukti, dan
pertanyaan yang aneh-aneh makin mempertebal asap misteri itu. Muncul dugaan
bahwa polisi Filipina menerima order dan sedang menjalankan order dari pihak
Indonesia sendiri, entah siapa untuk menangkap tiga orang itu diduga dengan
target agar muncul kesan dan fakta bahwa di Indonesia memang ada jaringan
teroris. Padahal pihak resmi, mulai dari kepolisian, tentara, Wakil Presiden dan
banyak pihak lainnya membantah tudingan Amerika Serikat bersama Singapura
bahwa di Indonesia ada jaringan teroiis. Yang ada adalah pejuang kebenaran dan
pejuang keadilan yang sangat nasionalis karena mencintai keutuhan Indonesia.
Mereka berjuang menyelamatkan Indonesia dari rongrongan kelompok separatis,
baik di Poso maupun di Maluku.
Penangkapan model yang dilakukan terhadap 3 WNI itu mengingatkan kita pada
berbagai perisitwa di masa lalu. Yaitu peristiwa yang diciptakan dan digerakkan
oleh apa yang disebut sebagai operasi intelijen. Operiasi intelijen ini
sesungguhnya memiliki dua makna. Pertama, ia dimaksudkan sebagai operasi atau
kegiaan untuk mengumpulkan fakta-fakta yang sangat sensitif terhadap persoalan
kemanan dan pertahanan negara. Kemudian fakta-fakta itu dikonstruksikan
menjadi rangkaian fakta untuk dimaknakan dan ditafsirkan. Pemaknaan dan
penafsiran ini bisa saja salah, oleh karena diperlukan operasi lanjutan untuk

melakukan cek ulang. Operasi dalam makna pertama ini masih berada pada status
positif. Sebab fakta-fakta yang dikumpulkan masih mengandung kebenaran.
Kedua, operasi intelijen yang dijalankan dengan cara merakayasa fakta dengan
tujuan untuk menciptakan sebuah skenario tertentu. Tujuan dari penciptaan
skenario ini adalah untuk menghasilkan mitos, kesan, propaganda, musuh bersama
semu (palsu), bukti buatan, mungkin demi kepentingan negara, atau demi
kepentingan kelompok tertentu, atau demi kepentingan order negara besar.
Operasi intelijen kedua ini memiliki status sebagai operasi fitnah, karena produk
yang dihasilkan adalah fitnah-fitnah dengan sasaran orang yang tidak disukai atau
lawan-lawan politiknya.
Pada zaman Orde Lama sungguh banyak operasi intelijen yang djalankan dalam
statusnya sebagai operasi fitnah. Operasi intelijen dilakukan untuk memfitnah
tokoh-tokoh, kelompok, pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan Orde Lama
bersama kekuatan komunisnya. Pada waktu itu Orde Lama yang bersekutu dengan
kelompok komunis memiliki musuh bersama yaitu tokoh-tokoh yang berani
bersikap kritis, berani mengkritik, dan berani mengeluarkan pemikiran alternatif,
di luar jalur yang dipaksakan oleh negara bersama pemerintah dan kelompok
komunis yang sedang membangun sebuah rezim yang otoriter dictatorial. Maka
sering terjadi konflik (pemberontakan) buatan yang kalau akan didamaikan justu
ada yang ingin menggagalkan, sering terjadi penangkapan tokoh-tokoh yang tidak

bersalah (penangapan by fitnah) dan sering muncul informasi dan berita-berita
yang menyesatkan rakyat.

Pada zaman Orde Baru kejadian yang sama berulang. Banyak sekali operasi
intelijen yang memiliki kualitas sebagai operasi fitnah, sebab operasi ini
berlangsung dengan menggunakan cara memaksakan stigma, trauma, dan cap atau
identitas sebagai makhluk yang membahayakan negara atas lawan politik atau
calin lawan politik. Misalnya cap dan stigma ekstrim kanan atau ekstrim kiri.
Dengan nama Operasi Khusus (Opsus) misalnya maka korban fitnah oleh negara
atau oleh rezim pun bergelimpangan. Banyak tokoh ditangkapi, banyak kelompok
masyarakat ditembaki (dibunuhi). Keadaan makin menjadi-jadi ketika banyak
perwira intelijen (yang selalu menggunakan nalar intelnya) menduduki jabatan
tinggi dan jabatan menentukan dalam struktur kepemimpinan tentara.
Setelah muncul reformasi keadaan berubah, sebentar. Sebab kemudian muncul
banyak kasus yang sampai hari ini masih merupakan misteri. Munculnya konflik
horizontal yang seolah menjadi mode, munculnya konflik vertikal, juga konflik
antarpartai pada tingkat elit yang hanya berujung pada deligitimasi kekuatan
politisi sipil masih selalu menyimpan misteri.
Kini muncul kasus penangkapan Tamsil bersama dua temannya, yang juga
ditengarai sebagai bagian dari kegiatan operasi intelijen dalam kategori kedua

(kategori fitnah). Lantas siapa yang bermain atau berkomplot dalam permainan
kotor yang berskala sedang (skala nasional) agak luas (skala regional) atau luas
sama sekali (skala internasional) dengsn mengorbankan bangsanya sendiri ini?
Masih merupakan misteri. Semoga aparat keamanan nasional (Polri) bersama
jajarannya, dan aparat politik internasional (Deplu) dapat dengan hati-hati
menangani kasus ini sehingga wajah Indonesia tidak akan tercoreng oleh para
pembuat misteri tersebut. Sebab untuk mensukseskan Pemilu 2004 nanti kita
semua membutuhkan stabilitas, bukan instabilitas. (Bahan dan tulisan: man)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 08 2002