DENYUT AGAMA DI PERUMAHAN MEWAH

DENYUT AGAMA DI PERUMAHAN MEWAH
Tumbuhnya perumahan mewah merwarnai hampir semua kota-kota di Indonesia.
Tidak hanya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Makasar,
Yogyakarta dan Solo yang dikelilingi oleh perumahan mewah, tetapi banyak kota
menengah dan kecil tetapi memiliki aset wisata yang juga memiliki perumahan
mewah di dekatnya.
Perumahan mewah, perumahan elite atau perumahan yang dikenal sebagai
perumahan eksklusif ini tumbuh bagai jamur di musim hujan pada saat terjadinya
booming di dunia properti pada era Orde Baru, dan pada saat krisis sempat terseok
sebentar, tetapi sekarang pada saat transisi saat hampir seratus juta penduduk
Indonesia jatuh miskin, tetapi bisnis perumahan mewah esklusif, termasuk bisnis
hunian eksklusif dan tertutup berbentuk apartemen sepertinya sudah sehat kembali.
Dan para penghuninya sepertinya sama sekali tidak pernah tersentuh oleh krisis. Atau
barangkali mereka yang termasuk kelas atas ini justru berpesta laba ketika krissis
moneter terjadi, sebab mereka justru dapat bermain dolar karena simpanan dolarnya
memang cukup banyak
.Yang memprihatinkan, perumahan-perumahan mewah dan eksklusif itu dirancang
dengan pendekatan sekuler. Dalam arti, kebutuhan relijius penghuninya dianggap
semata-mata sebagai kebutuhan privat, bukan kebutuhan publik. Agama dipandang
hanya memiliki fungsi dan makna privat, makna individu dan pribadi, tidak
dipandang memiliki fungsi dan makna publik atau makna sosial

Dalam beberapa kasus, perumahan mewah, eksklusif, dan ruang hunian berupa
apartemen malahan mengandalkan privacy sebagai unggulan yang layak jual. Makin
terjaminnya hak privat penghuninya makin laku. Ini menyebabkan eksklusivitas
perumahan dan apartemen tersebut menjadi berlipat dua. Eksklusif terhdap
lingkungan hunian di luar perumahan dan apartemen, dan eksklusif terhadap penghuni
rumah atau apratemen lain. Mereka tidak mau dicampuri urusannya dan tidak mau
mencampri urusan orang lain. Oleh karena banyak yang cuek saja misalnya, dalam
beberapa kasus, perumahan eksklusif itu yang konon sering dipakai untuk
menyembunyikan perempuan simpanan para pejabat atau para orang kaya dari
ibukota. Tak ada yang berani mengutik-utik atau menyentuh ini sebagai masalah
moral, masalah agama (syariat) atau masalah hukum, atau sebagai masalah sosial. Apa
yang disebut pekat (penyakit masyarakat) didefinisikan tidak ada dalam hunian
mewah dan eksklusif sebab yang ada di tengah perumahan memang bukan
masyarakat atau belum masyarakat. Mereka hadir sebagai individu yang otonom. Tak
ada tegur sapa dan silaturahmi di antara mereka. Juga hampir tidak ada fasilitas
tempat ibadah di lingkungan mewah seperti ini.
Kalau sudah demikian halnya bagaiman kehidupan para penghuninya? Mereka
yang mungkin tertipu oleh pengembang yang katanya menjanjikan fasilitas tempat
ibadah di tengah perumahan, ternyata tanah yang semula disediakan untuk
tempatmibadah malahan dijual kepada penghuni, kemudian mencari alternatif lain.

Mereka banyak yang mengikuti acara keagamaan di masjid di luar perumahan, atau
mengikuti pengajian di hotel-hotel berbintang. Atau mereka suntuk memuaskan
kehausan ruhaninya dengan mengikuti kegiatan di kantor, mengikuti kursus
keagamaan, membaca buku, memutar VCD, film dan kaset. Atau, mungkin banyak
yang kemudian malahan kurang memperhatikan kebutuhan ruhaninya, sebab
kebutuhan jamsaninya sudah dimanjakan oleh kekayaaan dan fasilitas pribadi mereka.

Ini jelas merupakan tantangan dakwah di zaman modern dan di era global ini.
Bisakah gerakan-gerakan dakwah seperti Muihammadiyah menerobos eksklusivitas
perumahan mewah seperti ini? Penghuni perumahan mewah dan apartemen sangat
strategis untuk didakwahi. Sebab mereka adalah kalangan elite yang sering menjadi
pengambil keputusan.dalam berbagai skala. Termausk skala nasional dan
internasional. (Bahan dan tulisan: tof)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20-02