Artikel Hukum - Pengadilan Agama Kotabaru www.pta banjarmasin

Pe n e t a pa n H a r ga da la m I sla m : Pe r pe k t if Fik ih da n Ek on om i
ole h : D r s. H . Asm u n i M t h ., M A.

Penulis adalah Kabid Akadem ik
Magist er St udi I slam Program Pascasarj ana Universit as I slam I ndonesia

Pe n da h u lu a n
Perekonom ian m erupakan salah sat u saka guru kehidupan negara.
Perekonom ian negara yang kokoh akan m am pu m enyam in kesej aht eraan
dan kem am puan rakyat . Salah sat u penunyang perekonom ian negara
adalah kesehat an pasar, baik pasar barang j asa, pasar uang, m aupun
pasar t enaga kerj a. Kesehat an pasar, sangat t ergant ung pada m akanism e
pasar yang m am pu m encipt akan t ingkat harga yang seim bang, yakni
t ingkat harga yang dihasilkan oleh int eraksi ant ara kekuat an perm int aan
dan penawaran yang sehat . Apabila kondisi ini dalam keadaan waj ar dan
norm al –t anpa ada pelanggaran, m onopoli m isalnya?m aka harga akan
st abil, nam un apabila t erj adi persaingan yang t idak fair, m aka
keseim bangan harga akan t erganggu dan yang pada akhirnya
m engganggu hak rakyat secara um um .
Pem erint ah I slam , sej ak Rasulullah SAW di m adinah concern pada
m asalah keseim bangan harga ini, t erut am a pada bagaim ana peran

negara dalam m ewuj udkan kest abilan harga dan bagaim ana m engat asi
m asalah ket idakst abilan harga. Para ulam a berbeda pandapat m engenai
boleh t idaknya negara m enet apkan harga. Masing Masing golongan ulam a
ini m em iliki dasar hukum dan int erpret asi .
Berdasarkan perbedaan pendapat para ulam a t ersebut , t ulisan ini
m engkaj i penet apan harga oleh negara - dalam kont eks negara secara
um um , negara I slam m aupun bukan?dalam koridor fikih dengan
m em pert im bangkan realit as ekonom i secara m enyeluruh.
Kon t r ove r si Pe n da pa t Ula m a M e n ge n a i Pe n e t a pa n H a r ga
Sebagian ulam a m enolak peran negara unt uk m encam puri urusan
ekonom i, di ant aranya unt uk m enet apkan harga, sebagian ulam a yang
lain m em benarkan negara unt uk m enet apkan harga. Perbedaan pendapat
ini berdasarkan pada adanya hadis yang diriwayat kan oleh Anas
sebagaim ana berikut : “ Orang orang m engat akan, wahai Rasulullah, harga
m ulai m ahal. Pat oklah harga unt uk kam i.?Rasulullah bersabda,
“ Sesungguhnya Allah- lah yang m em at ok harga, yang m enyem pit kan dan
m elapangkan rizki, dan saya sungguh berharap unt uk bert em u Allah
dalam kondisi t idak seorang pun dari kalian yang m enunt ut kepadaku
dengan suat u kezalim anpun dalam darah dan hart a.?( HR. Abu Daud
[ 3451] dan I bnu Maj ah [ 2200] ) .

Asy- Syaukani m enyat akan, hadis ini dan hadis yang senada dij adikan
dalil bagi pengharam an pem at okan harga dan bahwa ia ( pem at okan

harga) m erupakan suat u kezalim an ( yait u penguasa m em erint ahkah para
penghuni pasar agar t idak m enj ual barang barang m ereka kecuali dengan
harga yang sekian, kem udian m elarang m ereka unt uk m enam bah
at aupun m engurangi harga t ersebut ) . Alasannya bahwa m anusia
dikuasakan at as hart a m ereka sedangkan pem at okan harga adalah
pem aksaan t erhadap m ereka. Padahal seorang im am diperint ahkan unt uk
m em elihara kem ashalat an um at I slam . Pert im bangannya kepada
kepent ingan pem beli dengan m enurunkan harga t idak lebih berhak dari
pert im bangan kepada kepent ingan penj ual dengan pem enuhan harga.
Jika kedua persoalan t ersebut saling pert ent angan, m aka waj ib
m em berikan peluang kepada keduanya unt uk berij t ihad bagi diri m ereka
sedangkan m engharuskan pem ilik barang unt uk m enj ual dengan harga
yang t idak diset uj ukan adalah pert ent angan dengan firm an Allah.
Menurut Yusuf Qordhawi, let ak kelem ahan asy–Syaukani dalam
m em akai dalil ini adalah: pert am a, perkat aan, sesungguhnya m anusia
dikuasakan at as hart a m ereka, sedangkan pem at okan harga adalah suat u
pem aksaan t erhadap m ereka dem ikian secara m ut lak, adalah m irip

dengan perkat aan kaum syu,aib. Yang benar adalah m anusia dikuasakan
at as hart a m ereka dengan syarat t idak m em bahayakan m ereka dan orang
lain, karena t idak boleh ada bahaya dan t idak boleh m em bahayakan
orang lain. kedua bahwa hadis t ersebut –sepert i disebut kan oleh
pengarang kit ab Subulus Salam , ash Shanani berkenan dalam m asalah
khusus at au t ent ang kasus kondisi t ert ent u dan t idak m enggunakan
lafadz yang um um . Di ant ara ket et apan dalam ilm u ushul fiqh dikat akan
bahwa kasus- kasus t ert ent u yang spesifik t idak ada keum um an hukum
padanya ( Qardhawi 1997: 466 467) .
Diriwayat kan dari I m am Malik bahwa ia berpendapat m em bolehkan
bagi seorang im am unt uk m em at ok harga, nam um hadis hadis t ent ang
hal it u m enent angkan ( Qardhawi 1997- 466. Berdasarkan hadis ini pula,
m azhab Ham bali dan Syafi’i m enyat akan bahwa negara t idak m em punyai
hak unt uk m enet apkan harga.
I bnu Qudham ah al Maqdisi, salah seorang pem ikir t erkenal dari
m azhab Ham bali m enulis, I m am ( pem im pin pem erint ah) t idak m em iliki
wewenang unt uk m engat ur harga bagi penduduk, penduduk boleh
m enj ual barang m ereka dengan harga berapapun yang m ereka sukai.
Pem ikir dari m azhab Syafi,i j uga m em iliki pendapat yang sam a ( I slahi,
1997: 111) .

I bnu Qudham ah m engut ip hadis di at as dan m em berikan dua alasan
t idak m em perkenankan m engat ur harga. Pert am a rasulullah t idak pernah
m enet apkan harga m eskipun penduduk m enginginkan. Bila it u dibolehkan
past i rosulullah akan m elaksanakannya. Kedua m enet apkan harga adalah
suat u ket idakadilan ( zulm ) yang dilarang. Hal ini karena m elibat kan hak
m ilik seorang, yang di dalam nya adalah hak unt uk m enj ual pada harga
berapapun, asal ia bersepakat dengan pem belinya ( I slahi 1997: 111) .
Dari pandangan ekonom is, I bnu Qudam ah m enganalisis bahwa
penet apan harga j uga m engindasikan pengawasan at as harga t ak
m engunt ungkan. I a berpendapat bahwa penat apan harga akan
m endorong harga m enj adi lebih m ahal. Sebab j ika pandangan dari luar
m endengar adanya kebij akan pengawasan harga, m ereka t ak akan m au

m em bawa barang dagangannya ke suat u wilayah di m ana ia dipaksa
m enj ual barang dagangannya di luar harga yang dia inginkan. Para
pedagang lokal yang m em iliki barang dagangan, akan m enyem bunyikan
barang dagangan. Para konsum en yang m em but uhkan akan m em int a
barang barang dagangan dan m em buat kan perm int aan m ereka t ak bisa
dipuaskan, karena harganya m eningkat . Harga m eningkat dan kedua
pihak m enderit a. Para penj ual akan m enderit a karena dibat asi dari

m enj ual barang dagangan m ereka dan para pem beli m enderit a karena
keinginan m ereka t idak bisa dipenuhi. I nilah alasannya kenapa hal it u
dilarang ( I slahi 1997: 111) .
Argum ent asi it u secara sederhana dapat disim pulkan bahwa harga
yang dit et apkan akan m em bawa akibat m unculnya t uj uan yang saling
bert ent angan. Harga yang t inggi, pada um um nya berm ula dari sit uasi
m eningkat nya perm int aan at au m enurunnya suplai. Pengawasan harga
hanya akan m em perburuk sit uasi t ersebut . Harga yang lebih rendah akan
m endorong perm int aan baru at au m eningkat kan perm int aanya, dan akan
m engecilkan hat i para im port ir unt uk m engim por barang t ersebut . Pada
saat yang sam a, akan m endorang produksi dalam negeri, m encari pasar
luar negeri ( yang t ak t erawasi) at au m enahan produksinya sam pai
pengawasan harga secara lokal it u dilarang. Akibat nya akan t erj adi
kekurangan suplai. Jadi t uan rum ah akan dirugikan akibat kebij akan it u
dan perlu m em bendung berbagai usaha unt uk m em buat regulasi harga.
Argum ent asi I bnu Qudam ah m elawan penet apan harga oleh
pem erint ah, serupa dengan para ahli ekonom i m odern. Tet api, sej um lah
ahli fiqih I slam m endukung kebij akan pengat uran harga, walaupun baru
dilaksanakan dalam sit uasi pent ing dan m anekankan perlunya kebij akan
harga yang adil. Mazhab Maliki dan Hanafi, m enganut keyakinan ini.

I bnu Taim iyah m enguj i pendapat - pendapat dari keem pat m azhab it u,
j uga pendapat beberapa ahli fiqih, sebelum m em berikan pendapat nya
t ent ang m asalah it u. Menurut nya “ kont roversi ant ar para ulam a berkisar
dua poin: Pert am a, j ika t erj adi harga yang t inggi di pasaran dan
seseorang berusaha m enet apkan harga yang lebih t inggi dari pada harga
sebenarnya, perbuat an m ereka it u m enurut m azhab Maliki harus
dihent ikan. Tet api, bila para penj ual m au m enj ual di bawah harga
sem est inya, dua m acam pendapat dilaporkan dari dua pihak. Menurut
Syafi’i dan penganut Ahm ad bin Hanbal, sepert i Abu Hafzal- Akbari, Qadi
Abu ya’la dan lainnya, m ereka t et ap m enent ang berbagai cam pur t angan
t erhadap keadaan it u ( I slahi, 1997: 113) .
Kedua, dari perbedaan pendapat ant ar para ulam a adalah penet apan
harga m aksim um bagi para penyalur barang dagangan ( dalam kondisi
norm al) , ket ika m ereka t elah m em enuhi kewaj ibannya. I nilah pendapat
yang bert ent angan dengan m ayorit as para ulam a, bahkan oleh Maliki
sendiri. Tet api beberapa ahli, sepert i Sa’id bin Musayyib, Rabiah bin Abdul
Rahm an dan yahya bin sa’id, m enyet uj uinya. Para pengikut Abu Hanifah
berkat a bahwa ot orit as harus m enet apkan harga, hanya bila m asyarakat
m enderit a akibat peningkat an harga it u, di m ana hak penduduk harus
dilindungi dari kerugian yang diakibat kan olehnya ( Taim iyah, 1983: 49) .

I bnu Taim iyah m enafsirkan sabda Rasulullah SAW yang m enolak
penet apan harga, m eskipun pengikut nya m em int anya, “ I t u adalah sebuah

kasus khusus dan bukan at uran um um . I t u bukan m erupakan m erupakan
laporan bahwa seseorang t idak boleh m enj ual at au m elakukan sesuat u
yang waj ib dilakukan at au m enet apkan harga m elebihi konpensasi yang
ekuivalen ( ‘I wad al- Mit hl) .?SPAN st yle= " m so- spacerun: yes" > ( Taim iyah,
1983: 114) .
I a m em bukt ikan bahwa Rasulullah SAW sendiri m enet apkan harga
yang adil, j ika t erj adi perselisihan ant ara dua orang. Kondisi pert am a,
ket ika dalam kasus pem bebasan budaknya sendiri, I a m endekrit kan
bahwa harga yang adil ( qim ah al- adl) dari budak it u harus di
pert im bangkan t anpa ada t am bahan at au pengurangan ( lawakasa wa la
shat at a) dan set iap orang harus diberi bagian dan budak it u harus
dibebaskan ( lslahi, 1997: 114) .
Kondisi kedua, dilaporkan ket ika t erj adi perselisihan ant ara dua
orang, sat u pihak m em iliki pohon, yang sebagian t um buh di t anah orang
lain, pem ilik t anah m enem ukan adanya bagian pohon yang t um buh di
at as t anahnya, yang dirasa m engganggunya. I a m engaj ukan m asalah it u
kepada Rasulullah SAW. Beliau m em erint ahkan pem ilik pohon unt uk

m enj ual pohon it u kepada pem ilik t anah dan m enerim a konpensasi at au
gant i rugi yang adil kepadanya. Orang it u t ernyat a t ak m elakukan apaapa. Kem udian Rasulullah SAW m em bolehkan pem ilik t anah unt uk
m enebang pohon t ersebut dan ia m em berikan konpensasi harganya
kepada pem ilik pohon ( I slahi, 1997: 115) . I bnu Taim iyah m enj elasklan
bahwa “ j ika harga it u bisa dit et apkan unt uk m em enuhi kebut uhan sat u
orang saj a, past ilah akan lebih logis kalau hal it u dit et apkan unt uk
m em enuhi kebut uhan publik at as produk m akanan, pakaian dan
perum ahan, karena kebut uhan um um it u j auh lebih pent ing dari pada
kebut uhan seorang individu.?
Salah sat u alasan lagi m engapa Rasulullah SAW m enolak
m enet apkan harga adalah “ pada wakt u it u, di Madinah, t ak ada kelom pok
yang secara khusus hanya m enyadi pedagang. Para penj ual dan
pedagang m erupakan orang yang sam a, sat u sam a lain ( m in j ins wahid) .
Tak seorang pun bisa dipaksa unt uk m enj ual sesuat u. Karena penj ualnya
t ak bisa diident ifikasi secara khusus. Kepada siapa penet apan it u akan
dipaksakan??( Taim iyah, 1983: 51) . I t u sebabnya penet apan harga hanya
m ungkin dilakukan j ika diket ahui secara persis ada kelom pok yang
m elakukan perdagangan dan bisnis m elakukan m anipulasi sehingga
berakibat m enaikkan harga. Ket iadaan kondisi ini, t ak ada alasan yang
bisa digunakan unt uk m enet apkan harga. Sebab, it u t ak bisa dikat akan

pada seseorang yang t ak berfungsi sebagai suplaier, sebab t ak akan
berart i apa- apa at au t ak akan adil. Argum ent asi t erakhir ini t am paknya
lebih realist is unt uk dipaham i.
Menurut I bnu Taim iyah, barang barang yang dij ual di Madinah
sebagian besar berasal dari im por. Kondisi apapun yang dilakukan
t erhadap barang it u, akan bisa m enyebabkan t im bulnya kekurangan
suplai dan m em perburuk sit uasi. Jadi, Rasulullah SAW m enghargai
kegiat an im por t adi, dengan m engat akan, “ Seseorang yang m am bawa
barang yang dibut uhkan unt uk kehidupan sehari- hari, siapapun yang
m enghalanginya sangat dilarang.?Fakt anya saat it u penduduk m adinah
t idak m em erlukan penet apan harga. ( I slahi, 1997: 116) .

Dari ket erangan di at as, t am pak sekali bahwa penet apan harga
hanya dianj urkan bila para pem egang st ok barang at au para perant ara di
kawasan it u berusaha m enaikkan harga. Jika seluruh kebut uhan
m enggant ungkan dari suplai im por, dikhawat irkan penet apan harga akan
m enghent ikan kegiat an im por it u. Karena it u, lebih baik t idak
m enet apkan harga, t et api m em biarkan penduduk m eningkat kan suplai
dari barang- barang dagangan yang dibut uhkan, sehingga m engunt ungkan
kedua belah pihak.Tak m em bat asi im por, dapat diharapkan bisa

m eningkat kan suplai dan m enurunkan harga.
Ur ge n si Pe n e t a pa n H a r ga
I bnu Taim iyah m em bedakan dua t ipe penet apan harga: t ak adil dan
t ak sah, sert a adil dan sah. Penet apan harga yang “ t ak adil dan t ak
sah?berlaku at as naiknya harga akibat kom pet isi kekuat an pasar yang
bebas, yang m engakibat kan t erj adinya kekurangan suplai at au
m enaikkan perm int aan. I bnu Taim iyah sering m enyebut beberapa syarat
dari kom pet isi yang sem purna. Misalnya, ia m enyat akan, “ Mem aksa
penduduk m enj ual barang- barang dagangan t anpa ada dasar kewaj iban
unt uk m enj ual, m erupakan t indakan yang t idak adil dan ket idakadilan it u
dilarang.?I ni berart i, penduduk m em iliki kebebasan sepenuhnya unt uk
m em asuki at au keluar dari pasar. I bnu Taim iyah m endukung
pengesam pingan elem en m onopolist ik dari pasar dan karena it u ia
m enent ang kolusi apapun ant ara orang- orang profesional at au kelom pok
para penj ual dan pem beli. I a m enekankan penget ahuan t ent ang pasar
dan barang dagangan sert a t ransaksi penj ualan dan pem belian berdasar
perset uj uan bersam a dan perset uj uan it u m em erlukan penget ahuan dan
saling pengert ian ( I slahi, 1997: 117) .
Kebersam an ( hom ogenit as)
dan st andarisasi produk sangat

dianj urkan, ket ika ia m em bahas pem alsuan produk it u, penipuan dan
kecurangan dalam m em present asikan penj ualan it u. I a m em iliki konsepsi
sangat j elas t ent ang kelakuan baik, pasar yang t ert at a, di m ana
penget ahuan kej uj uran dan cara perm ainan yang j uj ur sert a kebebasan
m em ilih m erupakan elem en yang sangat esensial. Tet api, di saat darurat ,
m isalnya sepert i t erj adi bencana kelaparan, ia m erekom endasikan
penet apan harga oleh pem erint ah dan m em aksa penj ualan bahan- bahan
dagang pokok sepert i m akanan sehari- hari. I a m enulis, “ I nilah saat nya
pem egang ot orit as unt uk m em aksa seseorang unt uk m enj ual barangbarangnya
pada
harga
yang
j uj ur,
j ika
penduduk
sangat
m em but uhkannya. Misalnya, ket ika ia m em iliki kelebihan bahan m akanan
dan penduduk m enderit a kelaparan, pedagang it u akan dipaksa
m enj ualnya pada t ingkat harga yang adil. Menurut nya, pem aksaan unt uk
m enj ual sepert i it u t ak dibolehkan t anpa alasan yang cukup, t et api karena
alasan sepert i di at as, dibolehkan.?o: p>
Dalam penet apan harga, pem bedaan harus dibuat ant ara pedagang
lokal yang m em iliki st ok barang dengan pem asok luar yang m em asukkan
barang it u. Tidak boleh ada penet apan harga at as barang dagangan m ilik
pem asok luar. Tet api, m ereka bisa dim int a unt uk m enj ual, sepert i
rekanan im port ir m ereka m enj ual. Pengawasan at as harga akan berakibat
m erugikan t erhadap pasokan barang- barang im por, di m ana sebenarnya
secara lokal t ak m em but uhkan kont rol at as harga barang karena akan
m erugikan para pem beli. Dalam kasus harga barang di m asa darurat

( bahaya kelaparan, perang, dan sebagainya) , bahkan ahli ekonom i
m odern pun m enerim a kebij akan regulasi harga akan berhasil efekt if dan
sukses dalam kondisi sepert i it u ( I slahi, 1997: 118) .

Pe n e t a pa n H a r ga Pa da Ke t ida k se m pu r n a a n Pa sa r
Berbeda dengan kondisi m usim kekeringan dan perang, I bnu
Taim iyah m erekom endasikan penet apan harga oleh pem erint ah ket ika
t erj adi ket idaksem purnaan m em asuki pasar. Misalnya, j ika para penj ual
( arbab al- sila) m enolak unt uk m enj ual barang dagangan m ereka kecuali
j ika harganya m ahal dari pada harga norm al ( al- qim ah al- m a’rifah) dan
pada saat yang sam a penduduk sangat m em but uhkan barang- barang
t ersebut , m erekadiharuskan m enj ualnya pada t ingkat harga yang set ara,
cont oh sangat nyat a dari ket idaksem purnaan pasar adalah adanya
m onopoli dalam perdagangan m akanan dan barang- barang serupa.
Dalam kasus sepert i it u, ot orit as harus m enet apkan harganya ( qim ah alm it hl) unt uk penj ualan dan pem belian m ereka. Pem egang m onopoli t ak
boleh dibiarkan bebas m elaksanakan kekuasaannya, sebaliknya ot orit as
harus m enet apkan harga yang disukainya,
sehingga m elawan
ket idakadilan t erhadap penduduk ( I slahi, 1997: 119) .
Dalam poin ini, I bnu Taim iyah m enggam barkan prinsip dasar unt uk
m em bongkar ket idakadilan: “ Jika penghapusan seluruh ket idakadilan t ak
m ungkin dilakukan, seseorang waj ib m engelim inasinya sej auh ia bisa
m elakukannya. I t u sebabnya, j ika m onopoli t idak dapat di cegah, t ak bisa
dibiarkan begit u saj a m erugikan orang lain, sebab it u regulasi harga t ak
lagi dianggap cukup.
Di abad pert engahan, um at I slam sangat m enent ang prakt ek
m enim bun barang dan m onopoli, dan m em pert im bangkan pelaku
m onopoli it u sebagai perbuat an dosa. Meskipun m enent ang prakt ek
m onopoli, I bnu Taim iyah j uga m em bolehkan pem beli unt uk beli barang
dari pelaku m onopoli, sebab j ika it u dilarang, penduduk akan sem akin
m enderit a, karna it u, ia m enasihat i pem erint ah unt uk m enet apkan harga.
I a t ak m em bolehkan para penj ual m em buat perj anj ian unt uk m enj ual
barang pada t ingkat harga yang dit et apkan lebih dulu, t idak j uga oleh
para
pem beli,
sehingga
m ereka
m em bent uk
kekuat an
unt uk
m enghasilkan harga barang dagangan pada t ingkat yang lebih rendah,
kasus serupa disebut m onopoli.
I bnu Taim iyah j uga sangat m enent ang diskrim inasi harga unt uk
m elawan pem beli at au penj ual yang t idak t ahu harga sebenarnya yang
berlaku di pasar. I a m enyat akan, “ Seorang penj ual t idak dibolehkan
m enet apkan harga di at as harga biasanya, harga yang t idak um um di
dalam m asyarakat , dari individu yang t idak sadar ( m ust arsil) t et api harus
m enj ualnya pada t ingkat harga yang um um ( al- qim ah al- m u’t adah) at au
m endekat inya. Jika seorang pem beli harus m em bayar pada t ingkat harga
yang berlebihan, ia m em iliki hak unt uk m em perbaiki t ransaksi bisnisnya.
Seseorang t ahu, diskrim inasi dengan cara it u bisa dihukum dan dikucilkan
haknya m em asuki pasar t ersebut . Pendapat nya it u m eruj uk pada sabda
Rasulullah SAW, ” m enet apkan harga t erlalu t inggi t erhadap orang yang
t ak sadar ( t idak t ahu, pen.) adalah riba ( ghaban al- m ust arsil riba) ( I slahi,
1997: 120) .

M u sya w a r a h u n t u k M e n e t a pk a n H a r ga
Pat ut dicat at , m eskipun dalam berbagai kasus dibolehkan
m engawasi harga, t api dalam seluruh kasus t ak disukai ket erlibat an
pem erint ah dalam m enet apkan harga. Mereka boleh m elakukannya
set elah m elalui perundingan, diskusi dan konsult asi dengan penduduk
yang berkepent ingan. Dalam hubungannya dengan m asalah ini, I bnu
Taim iyah m enj elaskan sebuah m et ode yang diaj ukan pendahulunya, I bnu
Habib, m enurut nya, I m am ( kepala pem erint ahan) , harus m enj alankan
m usyawarah dengan para t okoh perwakilan dari pasar ( wuj uh ahl al- suq) .
Pihak lain j uga dit erim a hadir dalam m usyawarah ini, karena m ereka
harus j uga dim int ai ket erangannya. Set elah m elakukan perundingan dan
penyelidikan t ent ang pelaksanaan j ual beli, pem erint ah harus secara
persuasif m enawarkan ket et apan harga yang didukung oleh pesert a
m usyawarah, j uga seluruh penduduk. Jadi, keseluruhannya harus
bersepakat t ent ang hal it u, harga it u t ak boleh dit et apkan t anpa
perset uj uan dan izin m ereka.
Unt uk m enj elaskan t uj uan gagasan m em bent uk kom isi unt uk
berkonsult asi, ia m engut ip pendapat ahli fikih lainnya, Abu al- Walid, yang
m enyat akan, “ Logika di balik ket ent uan ini adalah unt uk m encari –dengan
cara it u- kepent ingan para penj ual dan para pem beli, dan m enet apkan
harga harus m em bawa keunt ungan dan kepuasan orang yang
m em but uhkan penet apan harga ( penj ual) dan t idak m engecewakan
penduduk ( selaku pem beli) . Jika harga it u dipaksakan t anpa perset uj uan
m ereka ( penj ual) dan m em buat m ereka t idak m em peroleh keunt ungan,
penet apan harga sepert i it u berart i korup, m engakibat kan st ok bahan
kebut uhan sehari- hari akan m enghilang dan barang- barang penduduk
m enyadi hancur ( I slahi, 1997: 121) .
I a m enegaskan secara j elas kerugian dan bahaya dari penet apan
harga yang sewenang- wenang, t ak akan m em peroleh dukungan secara
populer. Misalnya, akan m uncul pasar gelap at au pasar abu- abu at au
m anipulasi kualit as barang yang dij ual pada t ingkat harga yang
dit et apkan it u. Ket akut an sepert i it u dinyat akan j uga oleh I bnu Qudam ah.
Bahaya yang sam a, j uga banyak dibahas oleh ahli- ahli ekonom i m odern,
karena it u disangsikan lagi, bahaya ini harus dit ekan, kalau bisa
dihilangkan sam a sekali. Harga it u perlu dit et apkan m elalui m usyawarah
bersam a dan dicipt akan oleh rasa kew aj iban m oral sert a pengabdian
unt uk kepent ingan um um .

Pe n e t a pa n H a r ga da la m Fa k t or Pa sa r
Ket ika para labourers dan owners m enolak m em belanj akan t enaga,
m at erial, m odal dan j asa unt uk produksi kecuali dengan harga yang lebih
t inggi dari pada harga pasar waj ar, pem erint ah boleh m enet apkan harga
pada t ingkat harga yang adil dan m em aksa m ereka unt uk m enj ual fakt orfakt or produksinya pada harga waj ar ( Jalaluddin, 1991: 103) . I bnu
Taim iyah m enyat akan, “ Jika penduduk m em but uhkan j asa dari pekerj a
t angan yang ahli dan pengukir, dan m ereka m enolak t awaran m ereka,
at au m elakukan sesuat u yang m enyebabkan ket idaksem purnaan pasar,
pem erint ah harus m engeluarkan kebij akan penet apan harga it u unt uk
m elindungi para pem beri kerj a dan pekerj a dari saling m engeksploit asi

sat u sam a lain.?Apa yang dinyat akan it u berkait an dengan t enaga kerj a,
yang dalam kasus yang sam a bisa dikat akan sebagai salah sat u fakt or
pasar ( I slahi, 1997: 122) .
I slahi ( 1997: 114) akhirnya m enyim pulkan bahwa:
1. Tak seorangpun diperbolehkan m enet apkan harga lebih t inggi at au
lebih rendah daripada harga yang ada. Penet apan harga yang lebih
t inggi akan m enghasilkan eksploit asi at as kebut uhan penduduk dan
penet apan harga yang lebih rendah akan m erugikan penj ual.
2. Dalam segala kasus, pengawasan at as harga adalah t idak j uj ur.
3. Pengat uran harga selalu diperbolehkan.
4. Penet apan harga hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat .
Pe n e t a pa n H a r ga D a la m Sist e m Pe r e k on om ia n M ode r n
Secara t eorit is, t idak ada perbedaan signifikan ant ara perekonom ian
klasik dengan m odern. Teori harga secara m endasar sam a, yakni bahwa
harga waj ar at au harga keseim bangan diperoleh dari int eraksi ant ara
kekuat an perm int aan dan penawaran ( suplai) dalam suat u persaingan
sem purna, hanya saj a dalam perekonom ian m odern t eori dasar ini
berkem bang m enyadi kom pleks karena adanya diversifikasi pelaku pasar,
produk, m ekanism e perdagangan, inst rum en, m aupun perilakunya,yang
m engakibat kan t erj adinya dist orsi pasar.
Dist orsi pasar yang kom pleks dalam sist em perekonom ian m odern
m elahirkan persaingan t idak sem purna dalam pasar. Secara sunnat ullah
m em ang, apabila persaingan sem purna berj alan, keseim bangan harga di
pasar akan t erwuj ud dengan sendirinya. Nam un sunnat ullah pula, bahwa
m anusia ?dalam hal ini sebagai pelaku pasar ?t idaklah sem purna. Maka
dalam prakt ek, banyak dij um pai penyim pangan perilaku yang m erusak
keseim bangan pasar ( m oral hazard) . Di I ndonesia m isalnya, secara
rasional, keseim bangan pasar dirusak oleh konlom erasi dan m onopoli
yang m erugikan m asyarakat konsum en, penim bunan BBM m aupun beras,
dan kasus t erakhir bebas m asuknya gula dan beras im por yang
dim asukkan oleh pelaku berm odal besar, sehingga suplai gula di pasar
m enj adi t inggi dan akhirnya t urunlah harga j ualnya di bawah biaya
produksinya. Kasus ini j elas m erugikan pet ani t ebu dan pabrik gula lokal.
Dalam ekonom i liberal at au bebas, kasus ini sah dan dibenarkan at as
prinsip bahwa barang bebas keluar m asuk pasar dan kebebesan bagi para
pelaku pasar unt uk m enggunakan m odalnya. Kasus George Soros
m isalnya, adalah sah dalam m ekanism e pasar bebas, di m ana pem erint ah
at au negara t idak berhak m elakukan int ervensi t erhadap pasar.
Kasus- kasus di at as, hanya bisa diselesaikan secara adil apabila
negara m elakukan int ervensi pasar, m isalnya dengan m em aksa penim bun
unt uk m enj ual barangnya ke pasar dengan harga waj ar, m enet apkan
harga yang adil sehingga pelaku m onopoli t idak bisa m enaikkan harga
seenaknya. Para ahli ekonom i m odern pun m enganj urkan negara unt uk
m enet apkan harga dalam kasus- kasus t ert ent u sepert i di at as.
Kenaikan harga yang disebabkan oleh ket idaksem purnaan pasar
dalam suat u perekonom ian m odern, t erdiri at as beberapa m acam
berdasarkan pada penyebabnya, yakni harga m onopoli, kenaikan harga
sebenarnya, dan kenaikan harga yang disebabkan oleh kebut uhankebut uhan pokok. Unt uk it u, adalah peran pem erint ah unt uk m elakukan
int ervensi pasar dalam rangka m engem balikan kesem purnaan pasar,

salah sat unya adalah dengan m enet apkan harga pada keem pat kondisi di
at as ( Mannan, 1997: 153 ?158) .
Dalam rangka m elindungi hak pem beli dan penj ual, I slam
m em bolehkan bahkan m ewaj ibkan m elakukan int ervensi harga. Ada
beberapa fakt or yang m em bolehkan int ervensi harga ant ara lain
( Jalaludin, 1991: 99?00) :
a.
I nt ervensi harga m enyangkut kepent ingan m asyarakat yait u
m elindungi penj ual dalam hal profit m argin sekaligus pem beli dalam
hal purchasing power.
b. Jika harga t idak dit et apkan ket ikapenj ual m enj ual dengan harga
t inggi sehingga m erugikan pem beli. I nt ervensi harga m encegah
t erj adinya ikht ikar at au ghaban faa- hisy.
c. I nt ervensi harga m elindungi kepent ingan m asyarakat yang lebih luas
karena pem beli biasanya m ewakili m asyarakat yang lebih luas,
sedangkan penj ual m ewakili kelom pok yang lebih kecil.
Suat u int ervensi harga dianggap zalim apabila harga m aksim um
( ceiling price) dit et apkan di bawah harga keseim bangan yang t erj adi
m elalui m akanism e pasar yait u at as dasar rela sam a rela. Secara paralel
dapat dikat akan bahwa harga m inim um yang dit et apkan di at as harga
keseim bangan kom pet it if adalah zalim ( Karim , 2002: 143) .