Laporan Praktik Pengadilan Agama PURWAKA

(1)

DI PENGADILAN AGAMA PURWAKARTA

Oleh:

IMAS NURUL FUADIAH NIM. 1133020096

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG


(2)

i

LAPORAN

PRAKTIKUM PERADILAN AGAMA

JURUSAN MUAMALAH

DI PENGADILAN AGAMA PURWAKARTA

Oleh:

IMAS NURUL FUADIAH NIM. 1133020096

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG


(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN

PRATIKUM PERADILAN AGAMA JURUSAN MUAMALAH

DI PENGADILAN AGAMA PURWAKARTA

Oleh:

Nama :Imas Nurul Fuadiah

NIM :1133020096

Telah diperiksa dan memenuhi syarat untuk dinilai dan dapat dikeluarkan nilai akhir (Komulatif) untuk Praktikum Peradilan Agama.

Menyetujui Ketua Jurusan,

Sofian Al Hakim, M.Ag NIP. 197407261997031001

Mengetahui Pembimbing,

Mila Badriyah, S.E., M.M NIP. 197603262009102001


(4)

iii

KETERANGAN NILAI PRAKTIK PERADILAN AGAMA

JURUSAN MUAMALAH

Kepada Yth:

Ketua/Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Setelah memperhatikan dan memeriksa kehadiran, pengamatan di pengadilan serta penulisan laporan individual peserta praktikum. Maka dengan ini diterangkan bahwa:

Nama : Imas Nurul Fuadiah

NIM : 1133020096

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Tempat praktik : Pengadilan Agama Purwakarta

Nilai Akhir : …….. / ……..

Demikian keterangan ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, Agustus 2016 Pembimbing,

Mila Badriyah, S.E., M.M NIP. 197603262009102001


(5)

iv

KATA PENGANTAR ميرحرلا نمحرلا ه مسب

Alhamdulilah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi rabbi yang telah memberi kekuatan dan kemampuan kepada setiap umat manusia yang senantiasa bersyukur memanjatkan doa kepada-Nya. Tak lupa pula shalawat serta salam kami curahkan kepada junjunan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia panutan bagi setiap umat yang mengikuti ajaran-nya sebagai jalan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Alhamdulillah dengan izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan laporan pengamatan di Pengadilan Agama Purwakarta, setelah kurang lebih tiga minggu melakukan pengamatan di Pengadilan Agama Purwakarta.

Dalam proses penulisan laporan ini, metode yang digunakan adalah metode obsevasi dan partisipasi, melakukan pengamatan secara menyeluruh dan terjun langsung dalam bidang pekerjaan yang terkait. Berbagai data dan informasi yang kami peroleh bersumber dari Pengadilan Agama Purwakarta.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bpk. Dr. Ah. Fathoni, M.Ag selaku dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

2. Bpk. Sofian Al-Hakim, M.Ag Selaku ketua Jurusan Muamalah.

3. Ibu Mila Badriyah, S.E., M.M selaku dosen pembimbing Praktikum dari fakultas yang telah membimbing kami dalam proses untuk mengikuti praktikum Peradilan Agama di Pengadilan Agama Purwakarta.


(6)

v

4. Bpk. Drs. H. Anang Permana, S.H., M.H selaku ketua Pengadilan Agama Purwakarta yang telah memberikan kami kesempatan dan fasilitas selama di Pengadilan Agama Purwakarta.

5. Drs. H. Sahidin Mustafa, S.H., M.H , Dacep Burhanudin, S.Ag., M.HI , Muhammad Ismet, M.Ag serta Hj. N. Kesih, S.Ag selaku fasilitator selama di Pengadilan Agama Purwakarta.

6. Semua pegawai Pengadilan Agama Purwakarta yang telah membantu kami dalam berlangsungnya Praktek Peradilan Agama.

7. Kepada Ibu dan Bapak selaku orangtua penulis yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan memberikan kasih sayang dengan berkorban fikiran, moral dan materil.

8. Kelompok dari jurusan Al Ahwal Al-Syaksiyah yang telah membantu dalam kelancaran praktikum ini

9. Semua pihak yang telah membantu kelancaran praktikum ini.

Demikianlah, Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat khususnya bagi saya sendiri bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi usaha saya dalam menggapai hasil yang diharapkan, Aamiin.

Bandung, Agustus 2016


(7)

vi DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENILAIAN

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Praktikum Peradilan Agama ... 1

B. Dasar Penyelenggaraan Praktikum Peradilan Agama ... 2

C. Tujuan Praktikum Peradilan Agama ... 4

D. Bentuk dan Jenis Kegiatan Praktikum Peradilan Agama ... 4

E. Tempat dan Waktu Kegiatan Praktikum Peradilan Agama ... 4

BAB II DESKRIPSI UMUM PERADILAN AGAMA... 6

A. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Purwakarta ... 6

B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Purwakarta ... 9

C. Tujuan Pengadilan Agama Purwakarta ... 9

D. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Purwakarta ... 10

E. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Purwakarta ... 11

BAB III KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG PENYELESAIAN PERKARA PENGADILAN AGAMA ... 15

A. Kedudukan PA ... 15


(8)

vii

C. Wewenang PA ... 19

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS TEMUAN LAPANGAN DI PENGADILAN AGAMA ... 26

A. Prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan Agama ... 26

B. Mekanisme Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama ... 34

C. Jumlah Penyelesaian Perkara/Kasus di Pengadilan Agama ... 36

D. Hasil Temuan Produk-Produk Putusan Hakim di Pengadilan Agama ... 37

E. Aplikasi Hasil Temuan Lapangan dalam Simulasi Persidangan . 39 BAB V PENUTUP ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran/Rekomendasi ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktikum Peradilan Agama

Dalam dunia pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi, mahasiswa diarahkan untuk menguasai dasar-dasar ilmiah dan keterampilan dalam bidang tertentu, sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan dan mermuskan cara penyelesaian masalah yang ada didalam kawasan keahliannya. Disamping itu, mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan itu, Kegiatan Praktik Peradilan Agama (PPA) di lingkungan peradilan merupakan upaya proses pembelajaran agar tidak kaku setelah kembali ke masyarakat.

Kegiatan Praktik Peradilan Agama (PPA) pada Program Pendidikan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) merupakan program pendidikan diluar kegiatan perkuliahan yang berupa Praktikum lapangan bagi mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang harus diikuti oleh Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) semester VI. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa kegiatan Praktik Peradilan Agama (PPA) ini merupakan salah satu syarat kelulusan mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah).

Di samping itu Praktik Peradilan Agama (PPA) adalah kegiatan kurikulum untuk membimbing dan melatih mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah),


(10)

2

sebagai upaya membekali mahasiswa dengan kemampuan praktis, sehingga memiliki kemampuan professional baik secara teoritis maupun praktis khususnya di bidang hukum. Hal ini karena pengetahuan teori yang telah didapatkan di bangku kuliah haruslah di selaraskan dengan praktik langsung sesuai dengan dinamika masyarakat. Sebab penerapan dan aplikasi teori membutuhkan pengalaman untuk mendapatkan hasil kerja yang profesional. Untuk Mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya suatu kegiatan yang terencana dan terarah diluar kegiatan perkuliahan berupa praktik lapangan, yang bersinggungan dan menunjang kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini praktik peradilan menjadi salah satu jenis praktik yang bisa menunjang kemampuan analisa Mahasiswa dalam memahami suatu teori dan praktik lapanganya.

B. Dasar Penyelenggaraan

Dasar penyelenggaraan Praktik Peradilan Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung adalah:

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan:

3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi:

4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahu 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan:


(11)

5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2005 tentang perubahan status IAIN Sunan Gunung Djati Bandung menjadi UIN Sunan Gunung Djati Bandung:

6. Peraturan Menteri Agama RI Nomor 07 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN Sunan Gunung Djati Bandung:

7. Peraturan Menteri Agama RI Nomor 14 Tahun 2015 tentang Statuta UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

8. Keputusan Menteru Agama RI Nomor B.11/3/06361 tanggal 06 Juli 2015 tentang pengangkatan rector UIN Sunan Gunung Djati Bandung;

9. Keputusan Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung Nomor Un.05/III.3/PP.9.00.9/1083/2015 Tentang pengangkatan Dekan fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Guung Djati Bandung;

10. Perjanjian kerjasama antara Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pendidikan, Penelitian, penyuluhan dan pengawasan kinerja hakim Pengadilan Agama Nomor: Un.05/III/PP.00.9/6172012 dan Nomor: 0995/DJA/PP.00/V/2012. 11.Perjanjian Kerjasama antara Pengadilan Tinggi Agama Bandung dengan

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung tentang penyediaan Pemberi Bantuan dan Layanan Hukum di pengadilan Agama dalam lingkung PTA Bandung Nomor : W10-A/0778/HK.05/III/2014 dan Nomor : UN.05/III.3/00.09/160/2014.


(12)

4

C. Tujuan Praktik Peradilan Agama

Tujuan praktikum peradilan agama adalah untuk:

1. Membekali mahasiswa, agar memiliki pemahaman dan apresiasi tentang administrasi peradilan;

2. Membekali mahasiswa agar memiliki pengalaman praktis dalam penyelenggaraaan administrasi peradilan;

3. Membekali mahasiswa agar memiliki pengalaman praktis dalam menyelesaikan perkara;

4. Membekali mahasiswa agar memiliki keterampilan dalam menyelesaikan perkara;

D. Bentuk dan Jenis Kegiatan Praktikum Peradilan

Kegiatan praktik peradilan agama dilakukan dalam bentuk:

1. Pengamatan lapangan, yang dilakukan di Pengadilan Agama dengan sasaran pengamatan meliputi: administrasi peradilan, dan proses menyelesaikan perkara;

2. Simulasi persidangan, yang dilakukan di Ruang Simulasi Persidangan

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

E. Tempat dan Waktu Kegiatan Praktikum Peradilan

Adapun waktu penyelenggaraan Praktik Peradilan dilaksanakan mulai 1 Juni sampai dengan 17 Juni 2016, dengan pertelaan sebagai berikut:

1. Kegiatan pembekalan dilaksanakan di kampus Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 30 Mei 2016.


(13)

2. Kegiatan pengamatan dan orientasi lapangan dilaksanakan di Pengadilan Agama Kabupaten Tasikmalaya pada tanggal 1 Juni s.d.17 Juni 2016. 3. Kegiatan simulasi persidangan dilaksanakan di Ruang Simulasi

Persidangan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 20 Juni 2016.


(14)

6 BAB II

DESKRIPSI UMUM PERADILAN AGAMA

A. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Purwakarta

Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam Liingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan

Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Dengan dicantumkannya Peradilan Agama dalam konstitusi tersebut sudah tidak dapat diragukan lagi keberadaan Pengadilan Agama di Republik Indonesia sebagai salah satu Badan Kekuasaan Kehakiman.

Sebagai pelaksanaan dari pasal 24 ayat (2) undang-undang dasar tersebut, lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam pasal 13 ayat (1) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa orgasinasi, administrasi dan finansial Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, dan sejak saat itu Peradilan Agama berada dalam satu atap dalam lingkungan kekuasaan Mahkamah Agung. Seiring dengan perkembangan kebutuhan, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, adapun untuk materi yang sama terdapat dalam pasal 21.

Perubahan besar telah terjadi pula pada lingkungan Peradilan Agama yaitu dengan lahirnya undang Nomor 3 Tahun 2006 dan


(15)

Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, didalamnya ditegaskan kembali tentang pembinaan tehnis peradilan, organisasi, administrasi dan finansial Pengadilan Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung, tetapi yang tidak kalah pentingnya yaitu ditambahnya tugas dan wewenang Pengadilan Agama yaitu dapat mengadili perkara Zakat, Infaq, dan Ekonomi Syari’ah.

Untuk pengaturan yang lebih konprehensif terhadap pengaturan pengawasan hakim dan sebagainya maka telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 telah diganti dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009.

Sedangkan untuk Pengadilan Agama, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah untuk kedua kalinya yaitu dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 yang dimaksudkan untuk memperkuat prinsip dasar dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yaitu agar prinsip kemandirian peradilan dan prinsip kebebasan hakim dapat berjalan paralel dengan prinsip integritas dan akuntabilitas hakim.

Prinsip pengadilan yang terbuka (transparan) merupakan salah satu prinsip pokok dalam sistem peradilan di dunia. Keterbukaan merupakan kunci lahirnya akuntabilitas (pertanggungjawaban). Melalui keterbukaan (transparansi), hakim dan pegawai pengadilan akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Secara umum prinsip yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Purwakarta dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan


(16)

8

Peradilan Tingkat Pertama, baik yang bersifat administratif, keuangan dan organisasi mengacu kepada :

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah.

3. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

4. Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor : MA/SEK/07/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Mahkamah Agung RI.

5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : PER/09/PAN/05/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama.

6. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Atas dasar peraturan perundang-undangan tersebut, Pengadilan Agama Purwakarta berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas, fungsi dan peranannya dalam pengelolaan sumberdaya, dan sumber dana serta kewenangan yang ada yang dipercayakan kepada publik.


(17)

Untuk itu sudah merupakan suatu keharusan adanya akuntabilitas kinerja pada setiap instansi pemerintah, sebagaimana maksud Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Purwakarta

Visi Pengadilan Agama Purwakarta mengacu pada visi Mahkamah Agung RI sebagai puncak kekuasaan kehakiman di negara Indonesia, yaitu

Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung, Bersih dan Berwibawa” Untuk mencapai visi tersebut di atas, maka Pengadilan Agama Purwakarta menetapkan misi-misi sebagai berikut :

1. Menjaga kemandirian badan peradilan.

2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan. 3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan.

4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

C. Tujuan Pengadilan Agama Purwakarta

Berdasarkan visi dan missi yang ditetapkan tersebut di atas maka Pengadilan Agama Purwakarta menetapkan tujuan organisasi yang akan dicapai hingga tahun 2019 adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya pelayanan hukum yang berkeadilan kepada masyarakat pencari keadilan.


(18)

10

2. Terwujudnya aparat Pengadilan Agama Purwakarta yang profesional, efektif, efisien, dan akuntabel.

3. Meningkatnya sarana dan prasarana Pengadilan Agama Purwakarta . 4. Meningkatnya pengawasan ekstern dan intern dalam rangka peningkatan

pelayanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan.

D. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Purwakarta


(19)

E. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Purwakarta

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah, sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan wewenang tersebut, Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;

b. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan paninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;

c. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara);

d. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

e. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 ayat (2) Undang-undang Undang-undang Nomor 7 tahun 1989


(20)

12

tentang Peradilan Agama;

f. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti memberikan pertimbangan hukum agama, pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap advokat/penasehat hukum dan pelayanan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu dan terpinggirkan;

g. Memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah.

Disamping itu dalam rangka terwujudnya pelayanan yang prima kepada para pencari keadilan, di Pengadilan Agama Purwakarta, maka dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada Standart Operasional Prosedur

(SOP), yang telah didiskusikan oleh bagian yang terkait dengan analisa beban kerja yang tertuang dalam Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama Purwakarta Nomor: W10-A9/ 736 /HK.05/I2/2011, tanggal April 2011, sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No.:1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, yang muatannya antara lain sebagai berikut :

1. Kejelasan proses kerja untuk setiap pekerjaan ;

2. Kejelasan tugas, tanggung jawab, target dan pengukuran terhadap hasil kerja dari setiap posisi ;

3. Kejelasan wewenang yang diberikan atau yang dimiliki oleh setiap posisi untuk mengambil keputusan ;


(21)

jawab tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya ; 5. Tersedianya sistem pengelolaan organisasi ;

6. Profesionalisme personel peradilan dalam melaksanakan tugas dan tangung jawab utama harus memiliki keterampilan menggunakan sistem-sistem yang dibangun .

Kondisi-kondisi tersebut diatas secara bertahap akan membawa organisasi menjadi organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing)

yang menjadi salah satu tujuan Reformasi Birokrasi, sebagaimana yang telah terimplementasikan dari Perencanaan Strategis 25 tahunan Mahkamah Agung RI yang mengelompokkan dalam 3 kendali manajemen kinerja (cetak biru Pembaruan Peradilan 2010-2035) yang terdiri dari Driver

(pengarah/pengendali), System and Enabler (sistim dan penggerak) dan Result

(hasil). Oleh karena itu dalam pelaksanaannya sistim kinerja di Pengadilan Agama Purwakarta telah terfokus dalam Standar Operasional (SOP) seperti :

1. Penerimaan Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama ; 2. Pencatatan/Registrasi perkara masuk, PMH dan PHS ;

3. Pendaftaran perkara dengan pembayaran cuma-cuma (Prodeo) ;

4. Pelaksanaan Pelayanan Bantuan Hukum bagi masyarakat yang tidak mampu dan terpinggirkan;

5. Pemanggilan para pihak berperkara, saksi/saksi ahli ;

6. Pemanggilan para pihak berperkara, saksi/saksi ahli, melalui Kementerian Luar Negeri, Media Massa dan Delegasi ;


(22)

14

8. Penyelesaian perkara melalui mediasi ; 9. Penyelesaian perkara oleh Majelis Hakim ; 10.Pelaksanaan sidang keliling

11.Penyampaian Salinan Putusan ;

12.Pengambilan Salinan Putusan, Penetapan dan atau Akta Cerai oleh pihak berperkara;

13.Pengembalian Sisa Panjar Biaya Perkara ; 14.Proses pemberkasan perkara dan minutasi ; 15.Publikasi putusan ;

16.Pengarsipan berkas perkara ;

17.Sita Jaminan, Sita Eksekusi, Eksekusi Riil dan Eksekusi Lelang ; 18.Permohonan Banding ;

19.Permohonan Perkara Kasasi ;

20.Permohonan Perkara Peninjauan Kembali ; 21.Penanganan Pengaduan Masyarakat ;

22.Pelayanan Kosignasi (Titipan Pihak Ketiga); 23.Pelayanan Informasi;

24.Pelayanan Legalisasi Produk Pengadilan; 25.Laporan Perkara.


(23)

15 BAB III

KEDUDUKAN, TUGAS, DAN WEWENANG PENYELESAIAN PERKARA PENGADILAN AGAMA PURWAKARTA

A. Kedudukan Pengadilan Agama Purwakarta

Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

Pengadilan Agama Purwakarta merupakan pengadilan tingkat pertama dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Agama Bandung dan berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama Purwakarta berkedudukan di ibukota kabupaten, yakni di Purwakarta , dengan alamat semula di Jalan Gandanegara No. 25 Purwakarta. 41152, Telp/ Fax (0264) 200986, Website : www.pa-purwakarta.go.id, Email : pengadilanagamapurwakarta @yahoo.co.id, dengan kondisi obyektif Kabupaten Purwakarta yang juga menjadi wilayah hukum atau yurisdiksi Pengadilan Agama Purwakarta adalah sebagai berikut:

a. Letak geografis

Bujur Timur : 107º 31' sampai dengan 107º 54' Lintang Selatan : 6º 11' sampai dengan 6º 49'


(24)

16

b. Luas dan batas-batas wilayah

Gambar 1 Luas Wilayah Kabupaten Purwakarta

Secara administratif Kabupaten Purwakarta luas wilayahnya mencapai 205.176,95 ha atau 6,34 % dari luas Provinsi Jawa Barat. Terbagi atas 184 desa dan 9 kelurahan yang tergabung dalam 17 kecamatan, dengan batas-batas:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Subang dan Laut Jawa


(25)

2) Sebelah Barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Karawang 3) Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung Barat 4) Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Cianjur

(Pengadilan Agama Purwakarta menetapkan rincian jarak radius dari tempat kedudukan dengan daerah yang ada menjadi 4 bagian radius sebagaimana ditetapkan berdasarkan perubahan terakhir Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama Purwakarta Nomor : W10-A9/2661/HK.05/XII/2011 tanggal 20 Desember 2015)

c. Jumlah penduduk

Berdasarkan data statistik tahun 2014 dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta, jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta sebanyak 910.007 jiwa dan sebanyak 98,65 % jiwa beragama Islam.

Dengan melihat kondisi obyektif Kabupaten Purwakarta yang secara geografis begitu luas wilayah hukumnya, mayoritas penduduknya beragama Islam serta banyaknya perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Purwakarta, maka di tetapkanlah kebijakan-kebijakan umum dalam rangka mencapai tujuan, visi dan misi yang telah dicanangkan adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan lembaga peradilan yang mandiri dan independen, bersih dan berwibawa sebagai syarat utama bagi tegaknya negara hukum. 2. Mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat sebagai wujud


(26)

18

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia peradilan secara berkelanjutan. Peningkatan kualitas ini akan memberikan dampak positif dalam menciptakan profesionalisme, etos kerja serta mutu produktifitasnya.

4. Mewujudkan serta meningkatkan sarana dan prasarana yang representatif, aplikabel dan aksep-tabel terhadap perkembangan zaman yang semakin pesat. Sarana prasarana merupakan instrumen kedua yang dirasakan sangat penting untuk dioptimalkan untuk mencapai tujuan, visi dan misi organisasi.

5. Mewujudkan serta mengembangkan keterbukaan informasi secara bermartabat dan bertanggungjawab. Hal ini merupakan jawaban atas panggilan pelayanan publik serta bentuk akselerasi yang memang harus dilakukan dalam rangka menghadapi tantangan perkembangan zaman.

6. Mendukung serta melaksanakan keputusan-keputusan dan atau instruksi-instruksi organisasi vertikal maupun horisontal. Pengadilan Agama Purwakarta merupakan salah satu lembaga peradilan dari sekian lembaga peradilan lainnya yang bertugas melaksanakan kekuasaan kehakiman.

Oleh karenanya, Pengadilan Agama Purwakarta harus turut serta melakukan langkah-langkah untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam mewujudkan negara demokrasi yang berdasarkan hukum


(27)

B. Tugas Pengadilan Agama Purwakarta

Tugas dari Pengadilan Agama adalah mengadili perkara yang menjadi kewenangannya dalam tingkat pertama. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkara-perkara:

1. Perkawinan; 2. Waris; 3. Wasiat; 4. Hibah; 5. Wakaf; 6. Zakat; 7. Infaq;

8. Shadaqah; dan

9. Ekonomi Syari’ah.

C. Kewenangan Pengadilan Agama Purwakarta

Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam dalam perkara-perkara:


(28)

20

Dalam perkawinan, Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara-perkara perkawinan sebagai berikut:

a. Izin beristri lebih dari seorang (Izin Poligami);

b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang Islam yang belum berusia 21 tahun (Izin Kawin);

c. Dispensasi kawin; d. Pencegahan perkawinan;

e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; f. Pembatalan perkawinan;

g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; h. Perceraian karena Talak (Cerai Talak);

i. Gugatan perceraian (Cerai Gugat); j. Penyelesaian Harta Bersama (gono-gini); k. Penguasaan anak-anak;

l. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;

m.Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada mantan istri atau penentuan suatu kewajiban bagi mantan istri;

n. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; p. Pencabutan kekuasaan wali;

q. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;


(29)

r. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang ada di bawah 18 tahun yang ditinggal kedua orangtuanya;

s. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;

t. Penetapan asal-usul seorang anak;

u. Putusan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;

v. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;

w.Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain (Pengesahan Nikah/Itsbat Nikah); dan x. Wali adhall (berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun

2005 tantang Wali Hakim). 2. Waris

Perkara waris yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama disebutkan dalam penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut:

a. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris; b. Penentuan mengenai harta peninggalan;

c. Penentuan bagian masing-masing ahli waris;


(30)

22

e. Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya.

3. Wasiat

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan Agama, wasiat adalah: “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.” Dalam KHI, wasiat dijabarkan dalam bab V, dan diatur melalui 16 pasal. Ketentuan mendasar yang diatur di dalamnya adalah tentang: syarat orang membuat wasiat, harta benda yang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, di mana wasiat dilakukan, seberapa banyak maksimal wasiat dapat diberikan, bagaimana kedudukan wasiat kepada ahli waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan menerima harta benda wasiat, kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi, pencabutan wasiat, bagaimana jika harta wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga sedang ahli waris tidak setuju, di mana surat wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat dicabut, bagaimana jika pewasiat meninggal dunia, wasiat dalam kondisi perang, wasiat dalam perjalanan, kepada siapa tidak diperbolehkan wasiat, bagi siapa wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya, dan wasiat wajibah bagi anak angkat serta besarnya.


(31)

4. Hibah

Hibah adalah “pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.” Hibah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam bab VI, dan hanya diatur dalam lima pasal. Secara garis besar pasal-pasal ini berisi: Subjek hukum hibah, besarnya hibah, di mana hibah dilakukan, harta benda yang dihibahkan, hibah orang tua kepada anak, kapan hibah harus mendapat persetujuan ahli waris, dan hibah yang dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia.

5. Wakaf

Wakaf adalah “perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.” Wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), terdapat pada Buku III, Bab I hingga Bab V, yang mencakup 14 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur: Ketentuan umum, yaitu definisi wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf, nadzir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf; fungsi wakaf; subjek hukum yang dapat mewakafkan harta bendanya; syarat benda wakaf; prosedur mewakafkan; syarat-syarat nadzir; kewajiban dan hak-hak nadzir; pendaftaran benda wakaf; perubahan, penyelesaian dan pengawasan benda wakaf.


(32)

24

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang Muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Regulasi zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Lembaran Negara Nomor 164 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Menurut Undang-undang ini, Pemerintah memandang perlu untuk campur tangan dalam bidang zakat, yang mencakup: perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat; tujuan pengelolaan zakat; organisasi pengelolaan zakat; pengumpulan zakat; pendayagunaan zakat; pengawasan pengelolaan zakat; dan sanksi terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan zakat.

7. Infaq

Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan: “perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu

Wata’ala.” 8. Shadaqah

Shadaqah adalah “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah dan pahala semata.”


(33)

9. Ekonomi Syari’ah

Ekonomi syari’ah adalah “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah.” Kewenangan itu antara lain: a. Bank Syariah

b. Lembaga keuangan mikro syariah c. Asuransi syariah

d. Reasuransi syariah e. Reksadana syariah

f. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah g. Sekuritas syariah

h. Pembiayaan syariah i. Pegadaian syariah

j. Dana pensiun lembaga keuangan syariah k. Bisnis syariah

10.Hisab Rukyat

Penetapan (itsbat) kesaksian rukyat hilal yaitu memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan arah kiblat, waktu shalat, dan penetapan tanggal untuk memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan. 11.Nasihat Hukum Islam

Nasihat Hukum Islam adalah memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.


(34)

26 BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS TEMUAN LAPANGAN DI PENGADILAN AGAMA PURWAKARTA

A. Prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan Agama Purwakarta 1. Pembuatan Gugatan atau Permohonan

Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis (Pasal 18 HIR), namun para pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf) permohonan atau gugatan dapat dilimpahkan kepada hakim untuk disusun permohonan gugatan keudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak, kemudian ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 120 HIR.1

Mengenai isi gugatan atau permohonan UU. NO 7 Tahun 1989 maupun dalam HIR atau Rbg tidak mengatur, karena itu diambil dari ketentuan Pasal 8 No. 3 RV yang mengatakan bahwa isi gugatan pada pokoknya memuat tiga hal yaitu:

a. Identitas para pihak

Identitas para pihak meliputi nama, umur, pekerjaan, agama, dan kewarganegaraan.

b. Posita

Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang terjadi dan hubungan hokum yang menjadi dasar gugatan.

1


(35)

c. Petitium

Petitium atau tuntutan berisi rincian apa saja yag diminta dan diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan para kepada para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara.

2. Pendaftaran Perkara

Pendaftaran Perkara diajukan kepada Pengadilan Agama melalui petugas kepaniteraan di Meja I. Aktifitas yang dilakukan Meja I dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan Agama adalah sebagai berikut: a. Menerima gugatan, permohonan, perlawanan (verzet), pernyataan

banding,kasasi, permohonan peninjauan kembali, eksekusi, penjelasan dan penaksiran biaya perkara dan biaya eksekusi.

b. Membuat Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap tiga dan menyerahkan SKUM tersebut kepada calon penggugat atau pemohon.

c. Menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada calon penggugat/pemohon.

d. Menaksir biaya perkara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 121 HIR atau Pasal 145 RBg yang kemudian dinyatakan dalam SKUM.

e. Memberikan penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan sesuai dengan Surat Kuasa Muda


(36)

28

Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Agama tanggal 11 Januari 1994 Nomor: MA/Kumdil/012/I/K/1994.2

3. Penaksiran Biaya Panjar Perkara

Patokan menentukan besarnya panjar biaya perkara menurut Pasal 121 ayat (4) HIR, didasarkan pada taksiran menurut keadaan, meliputi komponen:

a. Biaya kantor kepaniteraan dan biaya materai;

b. Biaya melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah; c. Biaya pemeriksaan setempat;

d. Biaya juru sita melakukan pemanggilan dan pemberitahuan; e. Biaya eksekusi.

Taksiran yang paling penting diperhitungkan adalah biaya pemanggilan dan pemberitahuan sehubungan dengan besarnya biaya transportasi juru sita ke tempat penggugat dan tergugat. Semakin jauh tempat mereka, semakin besar biaya panggilan dan pemberitahuan yang ditetapkan. Sewajarnya, biaya transportasi yang ditaksir, bukan kendaraan yang paling mahal dan yang khusus tetapi biaya transportasi yang berlaku bagi masyarakat umum.3

4. Pembayaran Panjar

Pembayaran panjar perkara dilakukan dibagian pemegang kas. Kas merupakan bagian dari Meja I. Seluruh kegiatan pengeluaran perkara

2 Jaih Mubarok, Peradilan Agama di Indonesia, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004, Hlm. 3


(37)

harus melalui pemegang Kas dan dicatat secara tertib dalam Buku Induk yang bersangkutan. Tugas-tugas pemegang kas adalah:

a. Pemegang Kas menerima pembayaran uang panjar perkara sebagaimana tersebut dalam SKUM.

b. Pemegang Kas menandatangani SKUM, membubuhi nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam SKUM dan dalam gugatan/permohonan sebagaimana tersebut dalam buku jurnal yang berkaitan dengan perkara yang diajukan.

c. Mengembalikan asli serta tindakan pertama SKUM beserta surat gugatan/permohonan kepada calon penggugat/pemohon.

Setelah perkara didaftar dan biaya panjarnya dibayar, pihak yang berperkara kemudian melengkapi berkas perkara sesuai ketentuan dan menyerahkannya kepada petugas Meja II. Proses penyelesaian perkara yang berlangsung di Meja II adalah sebagai berikut:

1) Menerima surat gugat/perlawanan dari calon penggugat atau pelawan dalam rangkap sebanyak jumlah tergugat/terlawan ditambah dua rangkap.

2) Menerima surat permohonan dari calon pemohon sekurang-kurangnya sebanyak dua rangkap.

3) Menerima tindakan pertama SKUM dari calon penggugat/pelawan/pemohon.


(38)

30

4) Mendaftar/mencatat surat gugatan/permohonan dalam register yang bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan/permohonan tersebut.

5) Menyerahkan kembali satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah diberi nomor register kepada penggugat atau pemohon.

6) Asli surat gugatan/permohonan dimasukan dalam sebuat map khusus dengan melampirkan tindasan pertama SKUM dan surat-surat yang berhungan dengan gugatan/permohonan untuk disampaikan kepada Wakil Panitera. Selanjutnya, berkas-berkas permohonan/gugatan tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera.

7) Mendaftar atau mencatat putusan Pengadilan Agama/Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Agung dalam buku register yang bersangkutan.4

5. Penetapan Majelis Hakim

Setelah Ketua Pengadilan Agama menerima berkas perkara dari panitera, segera menetapkan majelis yang akan memeriksa dan memutusnya. Apabila ketua berhalangan, penetapan majelis dilakukan oleh wakil ketua. Adapun jangka waktu penetapan secepat mungkin dan berdasarkan jangka waktu yang digariskan MA paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal penerimaan. Kemudian setelah majelis ditetapkan, maka

4


(39)

perkara harus segera diserahkan kepada majelis, paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal surat penetapan majelis.

Majelis paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang, menurut Pasal 15 UU No. 14 Tahun 1970 (sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999) dan sekarang digariskan dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 yang menentukan:

a. Semua pengadilan memeriksa dan memutus perkara, sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain;

b. Seorang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim, dan yang lain sebagai anggota.

Namun dalam angka 9 penjelasan umum UU No. 14 tahun 1970, dimungkinkan hakim tunggal, berdasarkan faktor keadaan setempat, karena:

1) Di daerah terpencil; 2) Tenaga hakim kurang; 3) Biaya transportasi mahal.

Akan tetapi, alasan ini pada saat sekarang selain tidak disebut dalam UU No. 4 Tahun 2004, juga tidak sesuai lagi. Tenaga hakim sudah cukup memadai di seluruh daerah, serta semua wilayah sudah terjangkau oleh prasarana lalu lintas yang dibutuhkan.5

5


(40)

32

6. Penentuan Hari Sidang

Yang menetapkan hari sidang adalah majelis yang menerima pembagian distribusi perkara. Penetapan hari sidang dituangkan dalam bentuk surat penetapan. Adapun ketentuannya sebagai berikut:

a. Menurut Pasal 121 ayat (1) HIR, penetapan hari sidang harus dilakukan segera setelah majelis menerima berkas perkara;

b. Menurut penggarisan MA, paling lambat 7 (tujuah) hari dari tanggal penerimaan berkas perkara, mejelis harus menerbitkan penetapan hari sidang;

c. Berdasarkan Pasal 121 ayat (3) HIR, penetapan hari sidang dimasukkan atau dilampirkan dalam berkas perkara, dan menjadi bagian yang tidak terpisah dari berkas perkara yang bersangkutan. 7. Pemanggilan Para Pihak

Setelah dilampaui tahap pengajuan gugatan, pembayaran biaya, registrasi, penetapan majelis tentang hari sidang, tahap selanjutnya adalah tindakan pemanggilan pihak penggugat dan tergugat untuk hadir di depan persidangan pengadilan (hearing) pada hari dan jam yang ditentukan.

Berdasarkan perintah ketua majelis di dalam PHS (Penetapan Hari Sidang), juru sita /juru sita pengganti melaksanakan pemanggilan kepada para pihak supaya hadir untuk mengikuti persidangan pada hari, tanggal dan jam sebagaimana tersebut dalam PHS di tempat persidangan yang telah ditetapkan. (Pasal 65, 66, 67, dan 68 UU No. 13 Tahun 1965).


(41)

Mekanisme pemanggilan para pihak harus dilakukan secara resmi dan patut dengan memperhatikan beberapa hal adalah:

a. Dilaksanakan oleh juru sita/juru sita pengganti yang sah. Dengan catatan juru sita/juru sita pengganti hanya berwenang untuk melaksanakan tugasnya di dalam wilayah hukum Pengadilan Agama yang bersangkutan.

b. Dilaksanakan langsung kepada pribadi yang dipanggil di tempat tinggalnya, maka panggilan disamping lewat kepala desa/lurah setempat. Apabila yang dipanggil telah meninggal dunia, maka panggilan disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila yang dipanggil tidak diketahui tempat diam atau tinggalnya atau tak dikenal maka panggilan disampaikan lewat bupati/wali kota Setempat yang akan mengumumkannya pada papan pengumuman persidangan tersebut. Apabila yang dipanggil berada diluar Negeri RI. di Jakarta. Dan untuk panggilan tergugat dilampirkan satu berkas surat gugatan yang diajukan oleh penggugat.

c. Jarak antara hari pemanggilan dengan hari persidangan harus memenuhi tenggang dengan hari persidangan harus memenuhi tenggang waktu yang patut, yaitu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja (logikanya tidak termasuk hari libur, sebab hari libur bukan hari kerja).


(42)

34

B. Mekanisme Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Purwakarta Mekanisme penyelesaian perkara di Pengadilan Purwakarta merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh pengadilan dalam menyelesaikan perkara yang masuk ke pengadilan agama. Tahapan tersebut dimulai dari gugatan atau permohonan didaftarkan ke pengadilan, hingga masuk tahap persidangan pemeriksaan perkara, sidang pembacaan putusan, hingga eksekusi putusan. Berikut adalah salah satu contoh mekanisme penyelesaian perkara dalam hal cerai talak:

1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;

2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri persidangan;

3. Tahapan persidangan:

4. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami isteri harus datang secara pribadi (Pasal 82 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989);

5. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 2 ayat (2) PERMA No. 1 Tahun 2016);

6. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum


(43)

pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg.);

7. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah atas permohonan cerai talak sebagai berikut:

8. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;

9. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;

10.Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru;

11.Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka:

12. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;

13. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;

14.Jika dalam tenggang waktu enam bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989); dan


(44)

36

15.Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya tujuh hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989).

C. Jumlah Penyelesaian Perkara/Kasus di Pengadilan Agama Purwakarta Menurut hasil survey yang telah dilakukan, pegadilan agama Purwakarta sejak bulan Januari 2016 s.d Mei 2016 berhasil memutuskan perkara sebanyak 627 perkara, dengan jumlah rata-rata hampir 126 perkara perbulan. Dengan statistik perbulanya sebagai berikut:

Tabel 2 Jmlah Perkara yang di Putus Mulai Bulan Januari – Mei 2016 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Januari Februari Maret April mei 125 117 141 126 118 J um la h P er k a ra Bulan

Perkara yang Diputus


(45)

D. Hasil Temuan Produk-Produk Putusan Hakim di Pengadilan Agama Purwakarta

Hasil temuan produk-produk putusan hakim di Pengadilan Agama Purwakarta sangat banyak, namun disini akan diambil berberapa putusan yang sering terjadi dikalangan masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Putusan Cerai Talak Verstek (Tergugat Tidak Hadir)

NOMOR PERKARA : Nomor 0019/Pdt.G/2016/PA.Pwk. TANGGAL PENETAPAN : 27-01-2016

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan Termohon yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;

2. Mengabulkan permohonan Pemohon dengan verstek;

3. Memberi izin kepada Pemohon (Pemohon) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Termohon) di depan sidang Pengadilan Agama Purwakarta;

4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Purwakarta untuk mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Xxx, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;

5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp 346.000,- (tiga ratus empat puluh enam ribu rupiah); 2. Putusan Cerai Gugat Verstek (Tergugat Tidak Hadir)

NOMOR PERKARA : Nomor 0382/Pdt.G/2016/PA.Pwk TANGGAL PENETAPAN : 04-05-2016

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;


(46)

38

3. Menjatuhkan talak satu khul’i Tergugat (tergugat) terhadap Penggugat (penggugat) dengan iwadh Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah);

4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Purwakarta untuk mengirimkan salinan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ini kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Xxx, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu; 5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara

sejumlah Rp 271.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu ribu rupiah);

3. Putusan Isbat Nikah Kontensius

NOMOR PERKARA : NOMOR 0259/Pdt.G/2016/PA.Pwk TANGGAL PENETAPAN : 24-02-2016

M E N G A D I L I : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

2. Menyatakan sah perkawinan antara Pemohon (Pemohon) dengan Istri Pemohon yang dilaksanakan pada tanggal 05 Januari 1980 di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan xxx;

3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 431.000,- (empat ratus tiga puluh satu ribu rupiah); 4. Putusan Isbat Nikah NO (Tidak Diterima)

NOMOR PERKARA : NOMOR 0259/Pdt.G/2016/PA.Pwk TANGGAL PENETAPAN : 13-05-2016

M E N E T A P K A N :

1. Menyatakan perkara Nomor 0259/Pdt.G/2016/PA.Pwk. tidak dapat diterima;

2. Membebankan biaya perkara sejumlah Rp 131.000,- (seratus tiga puluh satu ribu rupiah) kepada DIPA Pengadilan Agama Purwakarta Tahun Anggaran 2016;


(47)

E. Aplikasi Hasil Temuan Lapangan dalam Simulasi Persidangan

Dalam simulasi persidangan penulis mengamati bahwa dalam hal pelaksanaan proses mediasi yang gagal dilakukan, para pihak tidak serta merta harus membacakan surat-surat yang dikemukakannya. Penyusun mengamati bahwa dalam tahapan pembacaan surat-surat yang dikemukakan oleh para pihak (gugatan-jawaban), hakim cukup bertanya kepada para pihak apakah para pihak sudah menerima dan mengetahui isi surat-surat yang dikemukakan secara pribadi ataukah belum. Jika para pihak sudah mengetahuinya, maka proses persidangan kembali dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya. Namun jika para pihak belum mengetahuinya, maka jarang sekali para pihak yang lain akan membacakannya di depan persidangan, namun cukup dengan hakim menyerahkan surat-surat tersebut kepada pihak yang belum mengetahui agar dibacanya secara pribadi.

Sedangkan dalam Pasal 155 ayat (1) R.Bg. tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai

penyelesaian secara damai (hal ini dicatat dalam berita acara persidangan), maka surat-surat yang dikemukakan oleh para pihak dibacakan, dan bila salah satu pihak tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh seorang juru bahasa yang telah

ditunjuk oleh ketua sidang”.

Pada praktiknya tidak selalu menjadi standar yang harus dipatuhi dalam suatu persidangan Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 155 ayat (1) R.Bg. sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, hal mana pasal tersebut menjelaskan bahwa surat-surat yang dikemukakan dibacakan.


(48)

40 BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum dan berasaskan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Pengadilan Agama merupakan salah satu alat negara untuk menegakan hukum khususnya di bidang nikah, cerai, talak dan rujuk (NTCR) termasuk juga mengenai masalah sengketa ekonomi islam hal ini bertujuan untuk tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, tertib, sejahtera adil dan makmur.

Dengan dicantumkannya Peradilan Agama dalam Makhkamah Agung sudah tidak dapat diragukan lagi keberadaan Pengadilan Agama di Republik Indonesia sebagai salah satu Badan Kekuasaan Kehakiman.

Dari uraian di atas penulis beranggapan bahwa praktek profesi Peradilan Agama telah memberikan gambaran dan wawasan tentang cara dan bagaimana persidangan di Pengadilan Agama, walaupun dengan waktu yang sangat singkat namun menjadi bekal yang sangat berharga bagi penulis khususnya di masa yang akan datang.

Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan penulis di Pengadilan Agama Purwakarta, penulis tidak menemukan adanya penyimpangan dalam administrasi perkara serta proses persidangan. Akan tetapi demi mepercepat suatu persidangan sehingga beberapa realita dilapangan kurang sesuai dengan teori yang dipelajari, seperti peringkasan


(49)

dalam hukum acara persidangan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepuasan dari masyarakat tanpa mengurangi rasa keadilan.

Dengan demikian peran aktif mahasiswa sangat diperlukan dan hal itu menentukan kesuksesan peserta selama praktek akan membantu mahasiswa memahami dan menyiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja berdasarkan kompetisi yang dimiliki karena telah memahami dunia kerja yang sebenarnya.

B. Saran

Kegiatan praktik peradilan yang dilaksanakan selama kurang lebih 3 minggu ini cukup membantu mahasiswa dalam mengenal kinerja Pengadilan Agama. Namun ada beberapa hal sebagai bahan saran untuk pelaksaan praktek selanjutnya, antara lain:

1. Dalam pembagian kelompok sebaiknya tidak per jurusan, melainkan semua jurusan yang berada di lingkungan fakultas syariah dan hukum sehingga kita bisa Sharing khususnya dalam bidang Peradilan Agama ketika dihadapi masalah mengenai ruang lingkup di pengadilan agama tidak merasa kebingungan karena disini kita saling melengkapi terhadap ketidak tahuan, bukan hanya itu, kita menemukan teman baru dan lingkungan baru, juga memberikan pelajaran bagi kita agar mengetahui bagaimana cara berbaur.

2. Singkatnya waktu yang diberikan fakultas kepada mahasiswa untuk praktek profesi menyebabkan kurang maksimalnya pengamatan yang dilakukan mahasiswa;


(50)

42

3. Mendadaknya pemberitahuan yang diberikan sehingga untuk survey tempat tinggal sementara dilakukan mendadak jadi, Jauhnya lokasi dari tempat tinggal ke lokasi praktek sehingga perlu persiapan moril dan

materil yang cukup, saran penulis untuk ke depannya praktek peradilan diumumkan dari jauh-jauh hari sehingga ada waktu untuk mempersiapkan moril serta materil;

4. Pembekalan sebelum praktek khususnya pembekalan materi perkuliahan harus lebih ditingkatkan lagi, karena penulis banyak menemukan hal-hal yang asing di lapangan, yang sama sekali tidak didapatkan diperkuliahan


(51)

43

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika

Mubarok, Jaih. 2004. Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy


(52)

(53)

(1)

40 BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum dan berasaskan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Pengadilan Agama merupakan salah satu alat negara untuk menegakan hukum khususnya di bidang nikah, cerai, talak dan rujuk (NTCR) termasuk juga mengenai masalah sengketa ekonomi islam hal ini bertujuan untuk tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, tertib, sejahtera adil dan makmur.

Dengan dicantumkannya Peradilan Agama dalam Makhkamah Agung sudah tidak dapat diragukan lagi keberadaan Pengadilan Agama di Republik Indonesia sebagai salah satu Badan Kekuasaan Kehakiman.

Dari uraian di atas penulis beranggapan bahwa praktek profesi Peradilan Agama telah memberikan gambaran dan wawasan tentang cara dan bagaimana persidangan di Pengadilan Agama, walaupun dengan waktu yang sangat singkat namun menjadi bekal yang sangat berharga bagi penulis khususnya di masa yang akan datang.

Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan penulis di Pengadilan Agama Purwakarta, penulis tidak menemukan adanya penyimpangan dalam administrasi perkara serta proses persidangan. Akan tetapi demi mepercepat suatu persidangan sehingga beberapa realita dilapangan kurang sesuai dengan teori yang dipelajari, seperti peringkasan


(2)

41

dalam hukum acara persidangan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepuasan dari masyarakat tanpa mengurangi rasa keadilan.

Dengan demikian peran aktif mahasiswa sangat diperlukan dan hal itu menentukan kesuksesan peserta selama praktek akan membantu mahasiswa memahami dan menyiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja berdasarkan kompetisi yang dimiliki karena telah memahami dunia kerja yang sebenarnya.

B. Saran

Kegiatan praktik peradilan yang dilaksanakan selama kurang lebih 3 minggu ini cukup membantu mahasiswa dalam mengenal kinerja Pengadilan Agama. Namun ada beberapa hal sebagai bahan saran untuk pelaksaan praktek selanjutnya, antara lain:

1. Dalam pembagian kelompok sebaiknya tidak per jurusan, melainkan semua jurusan yang berada di lingkungan fakultas syariah dan hukum sehingga kita bisa Sharing khususnya dalam bidang Peradilan Agama ketika dihadapi masalah mengenai ruang lingkup di pengadilan agama tidak merasa kebingungan karena disini kita saling melengkapi terhadap ketidak tahuan, bukan hanya itu, kita menemukan teman baru dan lingkungan baru, juga memberikan pelajaran bagi kita agar mengetahui bagaimana cara berbaur.

2. Singkatnya waktu yang diberikan fakultas kepada mahasiswa untuk praktek profesi menyebabkan kurang maksimalnya pengamatan yang dilakukan mahasiswa;


(3)

42

3. Mendadaknya pemberitahuan yang diberikan sehingga untuk survey tempat tinggal sementara dilakukan mendadak jadi, Jauhnya lokasi dari tempat tinggal ke lokasi praktek sehingga perlu persiapan moril dan materil yang cukup, saran penulis untuk ke depannya praktek peradilan diumumkan dari jauh-jauh hari sehingga ada waktu untuk mempersiapkan moril serta materil;

4. Pembekalan sebelum praktek khususnya pembekalan materi perkuliahan harus lebih ditingkatkan lagi, karena penulis banyak menemukan hal-hal yang asing di lapangan, yang sama sekali tidak didapatkan diperkuliahan


(4)

43

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika

Mubarok, Jaih. 2004. Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy


(5)

(6)