MORBUS HANSEN | Karya Tulis Ilmiah MORBUS HANSEN

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:30:32 2017 / +0000 GMT

MORBUS HANSEN
Batasan Morbus Hansen (Hanseniasis, Lepra, Kusta) adalah penyakit menular yang sifatnya kronis, disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang primer menyerang saraf tepid dan sekunder menyerang kulit, otot RES saluran nafas bagian atas, mata
dan testis. PATOFISIOLOGI Masuknya kuman dalam tubuh dapat melalui beberapa kemungkinan, diantaranya dapat melalui kulit
yang tidak utuh, saluran nafas atau saluran pencernakan. Setelah masuk ke dalam tubuh, kuman menuju ketempat prediksinya yaitu
sel Schewann pada saraf tepi.. Di dalam sel ini kuman berkembang biak, selnya pecah kemudian menginfeksi sel Schwann yang lain
atu ke kulit tergantung derajat imunitas penderitanya. Pada imunitas yang tinggi akan terjadi kusta tipe tuberkuloid, sedangkan pada
imunitas yang rendah akan terjadi tipe lepromatus. GEJALA KLINISKeluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi,
yang dalam hal ini dapat berupa bercak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, semutan, kelemahan otot-otot dan kulit kering akibat
gangguan pengeluaran kelenjar keringat. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa kelainan pada saraf tepi, kulit, rambut, otot, tulang,
mata dan testis. 1. Kelainan pada saraf tepi Kelainan yang terjadi dapat berupa penebalan yang nyeri tekan akibat proseskeradangan
atau reaksi fibrosis. Terjadinya terutama pada saraf tepi yang dalam perjalanannya mendekati permukaan kulit al.: nulnaris mgnus,
n. Perouneus lateralis dan n. Medianus. 2. Kelainan pada kulit Kelainan yang terjadi dapat berupa bercak mati rasa atau makula
anastetika, nodula, ulkus, ichtiosis, penebalan cuping telinga serta facies leonina. 3. Kelainan pada rambut Kerontokan rambut yang
terjadi biasanya terbatas pada mukula atau pada alis mata (madarosis) 4. Kelainan pada otot Kelainan dapat berupa disuse atrophy
dari otot-otot yang dienervasi oleh saraf tepi yang rusak al: atrofi tenar, hipotenar, M.interosei, M.lumbricalis. Kelumpuhan otot-otot
diikuti kekakuan sendi sehingga terjadi claw hand, drop foot dan drop hand. 5. Kelainan pada tulang Dapat berupa osteomyelitis
sehingga terjadi mutilasi.Dapat terjadi res orbsi pada tulang terutama pada jari-jari sehingga memendek dan ujungnya bengkok

disebut sebagai telescopic finger. 6. Kelainan pada mata. Kelainan pada mata sering diakibatkan oleh kelumpuhan dari m. orbiculris
oculi sehingga terjadi lagopthalmus atau mata tidak dapat dipejamkan sehingga mata menjadi kering dengan akibat terjadi keratitis
yang dapat berlanjut menjadi ulkus kronea, iritis, iridosi klitis dan berakhir kebutaan. 7. Kelainan pada testis Dapat terjadi orkitis
atau keradangan pada testis dan berakhir menjaadi atrofi. Atrofi testis ini yang mengakibatkan ginekomasti. CARA
PEMERIKSAAN / DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan dengan cara pemeriksaan : klinis, bekteriologis serologis dan histopalogis .
1. Pemeriksaan klinis Pemeriksaan klinis harus dilakukan ditempat yang terang. Makula anastetika : Pemeriksaan harus dilakukan
ditempat yang terang. ? Gangguan rasah suhu ; Diperiksa dengan cara membedakan suahu 2 tabung reaksi yang diisi dengan air es
dan yang lain dengan air panas (60oC). ? Gangguan rasa nyeri : Dengan menggunakan jarum pentol bagian yang runcing. ?
Gangguan rasa raba :Dengan menggunakan kapas yang dipilih. ? Gangguan rasa yang lebih dalam : Dengan cara membedakan
bagian yang runcing dan yang tumpul dari jarum pentol. Pembesaran Saraf ? Pembesaran nauricularis magnus: Dengan cara
menoleh ke arah yang berlawanan, teraba saraf menyilang m. strenocleidomastoid. ? Pembesaran n. ulnaris Posisi tangan dalam
keadaan fleksi Saraf dapat diraba pada sulkus ulnaris atau pada sulkus bisipitalis ulnaris. ? Pembesaran n. peroneus lateralis :
Penderita duduk dengan posisi kaki dalam keadaan menggantung saraf dapat diraba pada kapitum fibula. 2. Pemeriksaan
bakteriologis Untuk mencari M. leprae dilakukan pemeriksaan sediaan yang dicat dengan Zichl-Nielsen. Bahan sediaan diambil
dengan cara : a. Mengorek septum nasi dengan oease untuk mendapatkan sekret hidung. b. Kerokan yang dihasilkan setelah
mengadakan irisan dangkal dengan scalpel pada cuping telinga yang sebelumnya dijepit dengan jari sehingga pucat. c. Kerokan yang
dihasilkan setelah mengadakan irisan dangkal dengan scalpel pada lesi kulit (Mukala) yang sebelumnya dijepit dengan pincet sampai
pucat. Sediaan yang telah dicat dilihat dibawah mikroskop biasa dengan lensa objektif 100 x , yang kemudian ditentukan : Bentuk
kuman : solid (utuh), fragmented (segmented) atau granulated. Struktur kuman : Clump, globi atau soliter. Kepadatan (densitas)
kuman : I.B. (Indek Bakteri) yang dalam hal ini dinyatakan dengan + 1 - + 6. Daya tular : dinyatakan dengan I.M (Indek Morfologi)

yang dalam hal ini dinyatakan dengan persentase. 3. Pemeriksaan serologis Lepromin tes : Untuk membantu menentukan tipe kusta
yang dalam hal ini tidak dilakukan secara rutin 4. Pemeriksaan histopatologis Dilakukan terutama untuk membantu menentukan tipe
pada kasus-kasus yang meragukan dan untuk penelitian. Penentuan tipe kusta Pembagian menurut Ridley-Jopling: TT, BT, BB, BL
dan LL Tipe TT dan BT disebut sebagai tipe pausibasilerTipe BB, BL dan LL disebut sebagai tipe multibasiler Perbedaan
Pausibasiler
MultibasilerKlinis
asimetris
simetris
Batas jelas
tidak jelas
Hipopigmentasi eritematus
Kering
mengkilat
Anastesi
hipoestesi Syaraf
gangguan lebih dini pada stadium
Dan lebih menonjol
akir gambaran
Anestesi pada
Sarung tangan

Dan kaos kaki DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS Untuk M.H.tipe Tuberkloid yang makuler dapat di DD/ dengan penyakit penyakit golongan eritro-papua-suamus
dermatose, sedangkan untuk M.H. tipe Lepromatus yang noduler dapat kita DD/ dengan pengecatan bersifat tahan asam.
PENYULIT Penyulit paling sering dijumpi berupa sekunder infeksi sebagi akibat tidak langsung oleh Karena adanya anastesi.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/2 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:30:32 2017 / +0000 GMT

Sekunder infeksi ini dapat mulai dari ulkus sampai osteomylitis, multilasi yang berakhir dengan deformitas atau kecacatan yang
menetap. Penyulit lain dapat berupa Lepra Reaksi yang dalam hal ini sering dijumpai terutama pada penderita yang sedang
mendapat pengobatan. PENATALAKSANAAN Pengobatan M.H, diberikan secara kombinasi (MDT) menurut regimen dari WHO
Tipe Paucibasiler Rifampicin 600 mg/ bulan, diminum dimuka petugas DDS 100 mg/ hariPengobatan diberikan secara teratur
selama 6 bulan dan paling lama selesai dalam 9 bulan. Tipe Multibasiler Rifampicin 600 mg/ bulan Diminum dimuka petugas
Lamperene 300 mg/ hari Lamprence 50 mg/ hariPengobatan diberikan selama 2 tahun secara teratur dan paling lama selesai dalam
36 bulan. Disamping obat-obat diatas, perlu diberikan vitamin-vitamin yang bersifat neurotropik dan penambah darah. Untuk tipe
Paucibasiler setelah selesai pengobatan kita nyatakan penderita dalam status RFT (Release From Tretment) yang dalam hal ini tetapi

tetap kita observasi Selama 2 tahun. Apabila selam jangka waktu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda aktif, pnderita dinyatakan
RFC (Release From Control). Untuk tipe Multibasiler jangka waktu observasi ini lama yaitu 5 tahun sebelum dinyatakan RFC.
DAFTAR PUSTAKA 1. Andrews G.C., Diseaseof the Skin 7 the ed. W.B. Saunders Company, Philadelphia, London. 1982 : 421 ?
440. 2. Jopling W.H. Handbook of leprosy 3 rd ed. William Heineman Medical Book Ltd. London. 198: 1 ? 50. 3. Thangaraj R.H.
Yawalkar S.J. Leprosy for Medical Practitioners and Paramedical worker Ciba-Geighy Ltd. Basel Sweitzerland 1986 : 1 ? 75

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/2 |