MORBUS HANSEN.

LAPORAN KASUS
MORBUS HANSEN
Ida Ayu Devi Ekayanthi, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),
dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Kusta , juga dikenal sebagai Morbus Hansen , adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae di mana kerentanan terhadap mikobakteri dan manifestasi klinis
dikaitkan dengan respon imun host . Meskipun prevalensi kusta telah menurun secara dramatis ,
tingginya jumlah kasus baru menunjukkan transmisi aktif . Kusta adalah salah satu penyebab
paling umum dari neuropati perifer nontraumatic di seluruh dunia . Proporsi pasien dengan cacat
dipengaruhi oleh jenis kusta dan keterlambatan diagnosis . Dilaporkan kasus seorang lelaki
berumur 29 tahun dengan diagnosis Morbus Hansen tipe BB . Gambaran klinis dengan keluhan
bercak merah yang terasa tebal pada lengan kanan , dada , dan wajah sejak 4 bulan . Pada
eflorisensi terlihat makula eritema , bentuk oval . Punched – out lesion (+) . Pemeriksaan KOH
negatif . Pemeriksaan BTA cuping telinga kanan dan kiri negatif , lesi negatif . Pengobatan yang
diberikan MDT MB paket I , vitamin B1 , B6 , B12 , dan kontrol poliklinik setelah 1 bulan .
Prognosis pasien ini baik .
Kata kunci: morbus hansen, RSUP Sanglah, Mycobacterium leprae
ABSTRACT

Leprosy , also known as Morbus Hansen , is a chronic infectious disease caused by
Mycobacterium leprae in which susceptibility to mycobacterial and clinical manifestations
associated with the host immune response . Although the prevalence of leprosy has declined
dramatically , the high number of new cases indicate active transmission . Leprosy is one of the
most common causes of nontraumatic peripheral neuropathy worldwide . The proportion of
patients with disability is influenced by the type of leprosy and late diagnosis . Reported a case
of a 29-year -old man with a diagnosis of type BB Morbus Hansen . Clinical features with
complaints that feels thick red patches on the right arm , chest , and face since 4 months . In
eflorisensi visible macular erythema , oval shape . Punched – out lesion (+) . Negative KOH
examination . Smear examination of the right and left ear lobe negative , negative lesions . MDT
treatment given package MB I, vitamin B1 , B6 , B12 , and control clinic after 1 month . Patient's
prognosis is good .
Keywords: morbus hansen, RSUP Sanglah, Mycobacterium leprae

1

PENDAHULUAN
Morbus Hansen (kusta/ lepra) adalah
penyakit granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

leprae yang bersifat intraselular obligat. M.
leprae menyerang saraf perifer, kulit, dan
jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan
saraf pusat. Kusta masih terdapat di daerah
tropis dan sub-tropis. Di seluruh dunia
249.007 kasus baru terdaftar pada tahun
2008 dengan India mendaftarkan 134.184
kasus. Di Indonesia sendiri tercatat 33.739
orang penderita kusta. Indonesia merupakan
Negara ketiga terbanyak penderitanya
setelah India dan Brasil dengan prevalensi
1,7 per 10.000 penduduk. Cara penularan
penyakit ini belum diketahui secara pasti
namun hanya berdasarkan anggapan klasik
yaitu kontak langsung antar kulit yang lama
dan secara inhalasi. Kusta mempengaruhi
saraf perifer menyebabkan pembesaran,
kehilangan sensori dan kelemahan motorik,
dan serat saraf di kulit menyebabkan
hilangnya sensasi di area kulit yang terkena.

Infeksi M. leprae diobati dengan Multi Drug
Therapy (MDT) dan semua pasien
menerima terapi baik ganda atau tiga obat
sampai 12 bulan. MDT sangat efektif
dengan tingkat kekambuhan 1 %. Kerusakan
saraf baru diobati dengan terapi steroid,
tetapi hanya sekitar 50 % dari pasien akan
mengalami perbaikan dalam fungsi saraf
setelah
pengobatan
dengan
steroid.
Permasalahan kusta juga dipengaruhi oleh
episode lanjut dari peradangan yang
mempengaruhi kulit dan saraf. Ini mungkin
merupakan reaksi tipe 1 yang terkait dengan
jenis hipersensitivitas tertunda (delayed)
yang menyebabkan peradangan yang
mempengaruhi kulit dan saraf. Tipe 2 atau
eritema

nodosum
leprosum
(ENL)
merupakan reaksi yang berhubungan dengan
deposisi kompleks imun dan peradangan
sistemik yang terlihat dengan adanya
keterlibatan kulit, saraf, mata, tulang, dan

testis. Laporan ini mempresentasikan kasus
Morbus Hansen (kusta/ lepra).1,2
LAPORAN KASUS
Seorang lelaki berumur 29 tahun
datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah pada tanggal 22 Januari 2014
dengan no. RM 14004461. Pasien datang
dengan keluhan bercak merah pada lengan
kanan, dada, dan wajah sejak 4 bulan. Dari
hasil anamnesis didapatkan bercak yang
terasa tebal, tidak ada gatal, tidak ada nyeri,
tidak ada kesemutan pada telapak tangan

dan kaki, dan badan pasien tidak panas.
Riwayat pengobatan terdahulu pasien diberi
salep racik oleh dokter tetapi pasien lupa
nama obatnya.
Tidak ada riwayat alergi baik obat
maupun makanan. Tidak ditemukan adanya
penyakit penyerta. Riwayat operasi dan
tranfusi tidak ada. Riwayat penyakit dalam
keluarga disangkal, namun ayah penderita
pernah mengalami sakit kulit yang sekarang
sudah sembuh. Pitiriasis alba tidak ada.
Ikhtiosis tidak ada. Tidak terdapat erosi pada
mukosa. Pada rambut tidak terjadi alopesia.
Tidak terdapat kelainan pada kuku. Pada
penilaian fungsi kelenjar keringat tidak
ditemukan hiperhidrosis maupun anhidrosis.
Pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
saraf tidak ada. Pemeriksaan sensibilitas
pada lesi suhu, raba, nyeri normal. Status
internus pasien dalam batas normal.

Pada kasus, status venerologi
lokalisasi kelainan pada mukosa badan,
lengan kanan, wajah. Pada eflorisensi
terlihat makula eritema, bentuk oval.
Punched - out lesion (+). Diagnosis
bandingnya adalah tinea versikolor, pitiriasis
rosea, pitiriasis alba, dan psoriasis.
Pemeriksaan KOH negatif. Pemeriksaan
BTA cuping telinga kanan dan kiri negatif,
lesi negatif. Diagnosa kerja adalah MH tipe
BB. Penatalaksaan diberikan MDT MB
paket I (22/1/2014), vitamin B1, B6, B12.
KIE yang diberikan adalah kontrol
2

poliklinik setelah 1 bulan. Prognosis pasien
baik.
DISKUSI
Kusta, juga dikenal sebagai Morbus
Hansen, adalah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae di
mana kerentanan terhadap mikobakteri dan
manifestasi klinis dikaitkan dengan respon
imun host. Meskipun prevalensi kusta telah
menurun secara dramatis, tingginya jumlah
kasus baru menunjukkan transmisi aktif.
Kusta adalah salah satu penyebab paling
umum dari neuropati perifer nontraumatic di
seluruh dunia. Proporsi pasien dengan cacat
dipengaruhi
oleh jenis
kusta
dan
keterlambatan diagnosis.3
Kusta merupakan penyakit yang
utamanya menyerang kulit dan sistem saraf
perifer. Namun terkadang dapat mengenai
mata, tulang, kelenjar getah bening, struktur
hidung, dan testis juga mungkin terlibat.
Manifestasi klinis penyakit itu dibagi

menjadi dua, tuberkuloid (TT) atau
pausibasiler (PB) dan lepromatosa (LL) atau
multibasiler (MB), dengan beberapa bentuk
peralihan ( indeterminate [I] , tuberkuloid
borderline [BT] , mid borderline [BB] , dan
borderline lepromatosa [BL] ). Klasifikasi
WHO ditentukan oleh jumlah basil yang
ditemukan dari pemeriksaan slit skin smear.
Secara klinis, pasien dengan kusta
lepromatosa memiliki jumlah BTA yang
tinggi pada spesimen biopsi kulit
(multibasiler) ; beberapa lesi kulit terdiri
dari makula, papula, plak, atau nodul, dan
saraf perifer menebal dengan anestesi dan
akhirnya dapat mengembangkan keratitis,
uveitis, kehilangan rambut alis, ulserasi
hidung, kerusakan tulang, kulit menyerupai
lilin karena infiltrasi oleh makrofag,
limfosit, dan sel plasma. Pasien dengan
kusta tuberkuloid (TT dan BT) memiliki

jumlah BTA yang rendah (pausibasiler)
pada spesimen biopsi kulit, dengan lesi kulit

anestesi tunggal dengan atau tanpa saraf
perifer yang menebal.4
Pada kasus, keluhan bercak merah
pada lengan kanan, dada, dan wajah sejak 4
bulan. Dari hasil anamnesis didapatkan
bercak yang terasa tebal, tidak ada gatal,
tidak ada nyeri, tidak ada kesemutan pada
telapak tangan dan kaki, dan badan pasien
tidak panas. Riwayat pengobatan terdahulu
pasien diberi salep racik oleh dokter tetapi
pasien lupa nama obatnya. Status internus
pasien dalam batas normal. Status
venerologi lokalisasi kelainan pada mukosa
badan, lengan kanan, wajah. Pada eflorisensi
terlihat makula eritema, bentuk oval.
Punched – out lesion (+). Diagnosis
bandingnya adalah tinea versikolor, pitiriasis

rosea, pitiriasis alba, dan psoriasis.
Berdasarkan lesi yang terlihat pada wajah
dan tubuh pasien, didapatkan efloresensi
berupa makula eritema, berbentuk oval,
punched-out lesion (+). Maka dapat
disingkirkan beberapa diagnosis yaitu:
1. Pitiriasis versikolor atau tinea versikolor
adalah kelainan kulit yang umum, jinak,
infeksi jamur superfisial yang biasanya
ditandai dengan makula hipopigmentasi
atau hiperpigmentasi di dada dan
punggung. Kadang penderita dapat
merasakan
gatal
yang
ringan.
Diagnosisnya dapat dikuatkan dengan
pemeriksaan KOH.
2. Pitiriasis rosea, merupakan penyakit kulit
yang belum diketahui penyebabnya,

dimulai dengan sebulah lesi inisal (herald
patch) berbentuk eritema dan skuama
halus, yang kemudian diikuti oleh lesi
yang lebih kecil di badan, lengan dan
paha atas yang membentuk lesi sejajar
dengan kostae, hingga membentuk pohon
cemara terbalik.5 Pada pasien ini tidak
didapatkan bentuk lesi tersebut.
3. Pitiriasis alba umumnya asimptomatis,
tetapi mungkin saja sedikit gatal. Pasien
mungkin memiliki riwayat keluarga atau
pasien seperti sakit asma, demam karena
3

alergi atau eksema dalam area yang
sesuai ciri khas dermatitis atopik.
Pitiriasis
alba
ditandai
dengan
hipopigmentasi, bulat sampai oval,
bercak makula di daerah muka, lengan
bagian atas, leher, atau bahu. Kaki dan
tangan lebih sedikit terkena. Pada sekitar
setengah dari semua pasien, luka terbatas
di daerah wajah.
4. Pada
psoriasis keluhan penderita
biasanya sedikit gatal dan panas di
samping kosmetik. Lesi kulit yang
pertama kali timbul biasanya pada
tempat-tempat yang mudah terkena
trauma antara lain : siku, lutut, sakrum,
kepala dan genitalia, berupa makula
eritematus dengan batas jelas, tertutup
skuama tebal dan transparan yang lepas
pada bagian tepi dan lekat di bagian
tengah.
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan
pemeriksaan neurologis yang mendukung
untuk gejala klinis morbus hansen yaitu
pemeriksaan pembesaran saraf-saraf perifer,
kekuatan motorik dan pemeriksaan sensorik.
Dari hasil yang didapatkan, tidak terdapat
adanya pembesaran saraf-saraf perifer, dan
kelemahan kekuatan motorik pada pasien.
Dilakuan juga pemeriksaan rangsang raba,
suhu, dan nyeri. Penemuan klinis ini
mengarah pada diagnosis morbus hansen.
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan
adalah pemeriksaan slit skin smear untuk
memastikan diagnosis kerja morbus hansen
dan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
untuk dapat memastikan atau menyingkirkan
diagnosis banding. Pada pasien ini
didapatkan hasil pemeriksaan KOH negatif.
Pemeriksaan BTA cuping telinga kanan dan
kiri negatif.
Pengobatan MDT untuk multibasiler
adalah dengan diberikan 12 strip obat,
dimana setiap strip dihabiskan dalam 28
hari. Walaupun demikian, 12 strip tersebut
dapat dihabiskan dalam kurun waktu
maksimal 18 bulan. Menurut program WHO

yaitu dilakukan pengobatan MH-MB dengan
menggunakan blister, yaitu, hari pertama
dengan dapson 100 mg, rifampisin 600 mg,
dan klofazimin 300 mg. Pada hari pertama,
pasien harus meminum obat langsung
didepan petugas kesehatan. Sedangkan pada
hari selanjutnya, diberikan klofazimin 50
mg, dan dapson 100 mg, setiap hari dari hari
ke-2 hingga hari ke-28, diminum sekali
sehari pada waktu dan jam yang sama.
Pasien harus datang untuk mengambil obat
baru setiap hari ke-29 dan mendapatkan
paket blister yang sama. Pengobatan ini
harus terus diulang hingga 12 bulan minimal
dan maksimal 18 bulan.5,6,7
Setiap hari pertama untuk tiap
bulannya,
pasien
terus
dilakukan
pemeriksaan neurologis ulang, disamping itu
juga
dilakukan
pemeriksaan
mata,
pemeriksaan efek samping obat dan
resistensi obat serta pemeriksaan reaksi
kusta. Selain itu dilakukan pemeriksaan
bakterioskopis setiap 3 bulan sampai selesai
pengobatan dengan memperhatikan indeks
bakteri dan indeks morfologis untuk
mengetahui
kemungkinan
resistensi.
Setelah selesai pengobatan dilanjutkan masa
Release From Treatment (RFT) selama 5
tahun dengan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan pengobatan setiap tahun.
Sebagai dokter umum juga harus sigap jika
menemukan indikasi rujukan. Prognosis
pasien adalah baik dengan pengobatan
sesuai dengan patogen yang menjadi kausa
secara cepat dan tepat. KIE yang diberikan
adalah kontrol poliklinik setelah 1 bulan.
KESIMPULAN
Pada pria berumur 29 tahun dengan
keluhan bercak merah pada lengan kanan,
dada, dan wajah sejak 4 bulan sesuai dengan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang dapat diagnosis
sebagai Morbus Hansen tipe Mid Borderline
(BB).
Pasien
mendapatkan
terapi

4

medikamentosa berupa MDT MB paket I,
vitamin B1, B6, B12.
DAFTAR PUSTAKA
1. Estrella Lasry-Levy, Aki Hietaharju,
Diana N. J. Lockwood. Neuropathic
Pain and Psychological Morbidity in
Patients with Treated Leprosy: A
Cross-Sectional Prevalence Study in
Mumbai. PloS Negl Trop Dis. 2011
March; 5(3): e981.
2. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et
al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Unitersitas
Indonesia: 2009. Hal. 73-88
3. Roberta Olmo Pinheiro, Jorgenilce
de Souza Salles, Elizabeth Pereira
Sampaio. Mycobacterium leprae–
host-cell interactions and genetic
determinants
in
leprosy:
an
overview. Future Microbiol. 2011
February; 6(2): 217-130.

4. Elizabeth A. Misch, William R.
Berrington, Thomas R. Hawn.
Leprosy and the Human Genome.
Microbiol Mol Biol Rev. 2010
December; 74(4): 589-620.
5. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et
al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2010. hal. 73-83
6. RSCM. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : RSCM, 2007.
Halaman 147.
7. WHO Expert
Committee
on
Leprosy. Eigth Report. [Available
from
:
http://apps.who.int/iris/bitstream/106
65/75151/1/WHO_TRS_968_eng.pd
f] cited on May 4, 2013 at 5:00 pm.

5

LAPORAN KASUS
MORBUS HANSEN
Ida Ayu Devi Ekayanthi, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),
dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Kusta , juga dikenal sebagai Morbus Hansen , adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae di mana kerentanan terhadap mikobakteri dan manifestasi klinis
dikaitkan dengan respon imun host . Meskipun prevalensi kusta telah menurun secara dramatis ,
tingginya jumlah kasus baru menunjukkan transmisi aktif . Kusta adalah salah satu penyebab
paling umum dari neuropati perifer nontraumatic di seluruh dunia . Proporsi pasien dengan cacat
dipengaruhi oleh jenis kusta dan keterlambatan diagnosis . Dilaporkan kasus seorang lelaki
berumur 29 tahun dengan diagnosis Morbus Hansen tipe BB . Gambaran klinis dengan keluhan
bercak merah yang terasa tebal pada lengan kanan , dada , dan wajah sejak 4 bulan . Pada
eflorisensi terlihat makula eritema , bentuk oval . Punched – out lesion (+) . Pemeriksaan KOH
negatif . Pemeriksaan BTA cuping telinga kanan dan kiri negatif , lesi negatif . Pengobatan yang
diberikan MDT MB paket I , vitamin B1 , B6 , B12 , dan kontrol poliklinik setelah 1 bulan .
Prognosis pasien ini baik .
Kata kunci: morbus hansen, RSUP Sanglah, Mycobacterium leprae
ABSTRACT
Leprosy , also known as Morbus Hansen , is a chronic infectious disease caused by
Mycobacterium leprae in which susceptibility to mycobacterial and clinical manifestations
associated with the host immune response . Although the prevalence of leprosy has declined
dramatically , the high number of new cases indicate active transmission . Leprosy is one of the
most common causes of nontraumatic peripheral neuropathy worldwide . The proportion of
patients with disability is influenced by the type of leprosy and late diagnosis . Reported a case
of a 29-year -old man with a diagnosis of type BB Morbus Hansen . Clinical features with
complaints that feels thick red patches on the right arm , chest , and face since 4 months . In
eflorisensi visible macular erythema , oval shape . Punched – out lesion (+) . Negative KOH
examination . Smear examination of the right and left ear lobe negative , negative lesions . MDT
treatment given package MB I, vitamin B1 , B6 , B12 , and control clinic after 1 month . Patient's
prognosis is good .
Keywords: morbus hansen, RSUP Sanglah, Mycobacterium leprae

1

PENDAHULUAN
Morbus Hansen (kusta/ lepra) adalah
penyakit granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
leprae yang bersifat intraselular obligat. M.
leprae menyerang saraf perifer, kulit, dan
jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan
saraf pusat. Kusta masih terdapat di daerah
tropis dan sub-tropis. Di seluruh dunia
249.007 kasus baru terdaftar pada tahun
2008 dengan India mendaftarkan 134.184
kasus. Di Indonesia sendiri tercatat 33.739
orang penderita kusta. Indonesia merupakan
Negara ketiga terbanyak penderitanya
setelah India dan Brasil dengan prevalensi
1,7 per 10.000 penduduk. Cara penularan
penyakit ini belum diketahui secara pasti
namun hanya berdasarkan anggapan klasik
yaitu kontak langsung antar kulit yang lama
dan secara inhalasi. Kusta mempengaruhi
saraf perifer menyebabkan pembesaran,
kehilangan sensori dan kelemahan motorik,
dan serat saraf di kulit menyebabkan
hilangnya sensasi di area kulit yang terkena.
Infeksi M. leprae diobati dengan Multi Drug
Therapy (MDT) dan semua pasien
menerima terapi baik ganda atau tiga obat
sampai 12 bulan. MDT sangat efektif
dengan tingkat kekambuhan 1 %. Kerusakan
saraf baru diobati dengan terapi steroid,
tetapi hanya sekitar 50 % dari pasien akan
mengalami perbaikan dalam fungsi saraf
setelah
pengobatan
dengan
steroid.
Permasalahan kusta juga dipengaruhi oleh
episode lanjut dari peradangan yang
mempengaruhi kulit dan saraf. Ini mungkin
merupakan reaksi tipe 1 yang terkait dengan
jenis hipersensitivitas tertunda (delayed)
yang menyebabkan peradangan yang
mempengaruhi kulit dan saraf. Tipe 2 atau
eritema
nodosum
leprosum
(ENL)
merupakan reaksi yang berhubungan dengan
deposisi kompleks imun dan peradangan
sistemik yang terlihat dengan adanya
keterlibatan kulit, saraf, mata, tulang, dan

testis. Laporan ini mempresentasikan kasus
Morbus Hansen (kusta/ lepra).1,2
LAPORAN KASUS
Seorang lelaki berumur 29 tahun
datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah pada tanggal 22 Januari 2014
dengan no. RM 14004461. Pasien datang
dengan keluhan bercak merah pada lengan
kanan, dada, dan wajah sejak 4 bulan. Dari
hasil anamnesis didapatkan bercak yang
terasa tebal, tidak ada gatal, tidak ada nyeri,
tidak ada kesemutan pada telapak tangan
dan kaki, dan badan pasien tidak panas.
Riwayat pengobatan terdahulu pasien diberi
salep racik oleh dokter tetapi pasien lupa
nama obatnya.
Tidak ada riwayat alergi baik obat
maupun makanan. Tidak ditemukan adanya
penyakit penyerta. Riwayat operasi dan
tranfusi tidak ada. Riwayat penyakit dalam
keluarga disangkal, namun ayah penderita
pernah mengalami sakit kulit yang sekarang
sudah sembuh. Pitiriasis alba tidak ada.
Ikhtiosis tidak ada. Tidak terdapat erosi pada
mukosa. Pada rambut tidak terjadi alopesia.
Tidak terdapat kelainan pada kuku. Pada
penilaian fungsi kelenjar keringat tidak
ditemukan hiperhidrosis maupun anhidrosis.
Pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
saraf tidak ada. Pemeriksaan sensibilitas
pada lesi suhu, raba, nyeri normal. Status
internus pasien dalam batas normal.
Pada kasus, status venerologi
lokalisasi kelainan pada mukosa badan,
lengan kanan, wajah. Pada eflorisensi
terlihat makula eritema, bentuk oval.
Punched - out lesion (+). Diagnosis
bandingnya adalah tinea versikolor, pitiriasis
rosea, pitiriasis alba, dan psoriasis.
Pemeriksaan KOH negatif. Pemeriksaan
BTA cuping telinga kanan dan kiri negatif,
lesi negatif. Diagnosa kerja adalah MH tipe
BB. Penatalaksaan diberikan MDT MB
paket I (22/1/2014), vitamin B1, B6, B12.
KIE yang diberikan adalah kontrol
2

poliklinik setelah 1 bulan. Prognosis pasien
baik.
DISKUSI
Kusta, juga dikenal sebagai Morbus
Hansen, adalah penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae di
mana kerentanan terhadap mikobakteri dan
manifestasi klinis dikaitkan dengan respon
imun host. Meskipun prevalensi kusta telah
menurun secara dramatis, tingginya jumlah
kasus baru menunjukkan transmisi aktif.
Kusta adalah salah satu penyebab paling
umum dari neuropati perifer nontraumatic di
seluruh dunia. Proporsi pasien dengan cacat
dipengaruhi
oleh jenis
kusta
dan
keterlambatan diagnosis.3
Kusta merupakan penyakit yang
utamanya menyerang kulit dan sistem saraf
perifer. Namun terkadang dapat mengenai
mata, tulang, kelenjar getah bening, struktur
hidung, dan testis juga mungkin terlibat.
Manifestasi klinis penyakit itu dibagi
menjadi dua, tuberkuloid (TT) atau
pausibasiler (PB) dan lepromatosa (LL) atau
multibasiler (MB), dengan beberapa bentuk
peralihan ( indeterminate [I] , tuberkuloid
borderline [BT] , mid borderline [BB] , dan
borderline lepromatosa [BL] ). Klasifikasi
WHO ditentukan oleh jumlah basil yang
ditemukan dari pemeriksaan slit skin smear.
Secara klinis, pasien dengan kusta
lepromatosa memiliki jumlah BTA yang
tinggi pada spesimen biopsi kulit
(multibasiler) ; beberapa lesi kulit terdiri
dari makula, papula, plak, atau nodul, dan
saraf perifer menebal dengan anestesi dan
akhirnya dapat mengembangkan keratitis,
uveitis, kehilangan rambut alis, ulserasi
hidung, kerusakan tulang, kulit menyerupai
lilin karena infiltrasi oleh makrofag,
limfosit, dan sel plasma. Pasien dengan
kusta tuberkuloid (TT dan BT) memiliki
jumlah BTA yang rendah (pausibasiler)
pada spesimen biopsi kulit, dengan lesi kulit

anestesi tunggal dengan atau tanpa saraf
perifer yang menebal.4
Pada kasus, keluhan bercak merah
pada lengan kanan, dada, dan wajah sejak 4
bulan. Dari hasil anamnesis didapatkan
bercak yang terasa tebal, tidak ada gatal,
tidak ada nyeri, tidak ada kesemutan pada
telapak tangan dan kaki, dan badan pasien
tidak panas. Riwayat pengobatan terdahulu
pasien diberi salep racik oleh dokter tetapi
pasien lupa nama obatnya. Status internus
pasien dalam batas normal. Status
venerologi lokalisasi kelainan pada mukosa
badan, lengan kanan, wajah. Pada eflorisensi
terlihat makula eritema, bentuk oval.
Punched – out lesion (+). Diagnosis
bandingnya adalah tinea versikolor, pitiriasis
rosea, pitiriasis alba, dan psoriasis.
Berdasarkan lesi yang terlihat pada wajah
dan tubuh pasien, didapatkan efloresensi
berupa makula eritema, berbentuk oval,
punched-out lesion (+). Maka dapat
disingkirkan beberapa diagnosis yaitu:
1. Pitiriasis versikolor atau tinea versikolor
adalah kelainan kulit yang umum, jinak,
infeksi jamur superfisial yang biasanya
ditandai dengan makula hipopigmentasi
atau hiperpigmentasi di dada dan
punggung. Kadang penderita dapat
merasakan
gatal
yang
ringan.
Diagnosisnya dapat dikuatkan dengan
pemeriksaan KOH.
2. Pitiriasis rosea, merupakan penyakit kulit
yang belum diketahui penyebabnya,
dimulai dengan sebulah lesi inisal (herald
patch) berbentuk eritema dan skuama
halus, yang kemudian diikuti oleh lesi
yang lebih kecil di badan, lengan dan
paha atas yang membentuk lesi sejajar
dengan kostae, hingga membentuk pohon
cemara terbalik.5 Pada pasien ini tidak
didapatkan bentuk lesi tersebut.
3. Pitiriasis alba umumnya asimptomatis,
tetapi mungkin saja sedikit gatal. Pasien
mungkin memiliki riwayat keluarga atau
pasien seperti sakit asma, demam karena
3

alergi atau eksema dalam area yang
sesuai ciri khas dermatitis atopik.
Pitiriasis
alba
ditandai
dengan
hipopigmentasi, bulat sampai oval,
bercak makula di daerah muka, lengan
bagian atas, leher, atau bahu. Kaki dan
tangan lebih sedikit terkena. Pada sekitar
setengah dari semua pasien, luka terbatas
di daerah wajah.
4. Pada
psoriasis keluhan penderita
biasanya sedikit gatal dan panas di
samping kosmetik. Lesi kulit yang
pertama kali timbul biasanya pada
tempat-tempat yang mudah terkena
trauma antara lain : siku, lutut, sakrum,
kepala dan genitalia, berupa makula
eritematus dengan batas jelas, tertutup
skuama tebal dan transparan yang lepas
pada bagian tepi dan lekat di bagian
tengah.
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan
pemeriksaan neurologis yang mendukung
untuk gejala klinis morbus hansen yaitu
pemeriksaan pembesaran saraf-saraf perifer,
kekuatan motorik dan pemeriksaan sensorik.
Dari hasil yang didapatkan, tidak terdapat
adanya pembesaran saraf-saraf perifer, dan
kelemahan kekuatan motorik pada pasien.
Dilakuan juga pemeriksaan rangsang raba,
suhu, dan nyeri. Penemuan klinis ini
mengarah pada diagnosis morbus hansen.
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan
adalah pemeriksaan slit skin smear untuk
memastikan diagnosis kerja morbus hansen
dan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
untuk dapat memastikan atau menyingkirkan
diagnosis banding. Pada pasien ini
didapatkan hasil pemeriksaan KOH negatif.
Pemeriksaan BTA cuping telinga kanan dan
kiri negatif.
Pengobatan MDT untuk multibasiler
adalah dengan diberikan 12 strip obat,
dimana setiap strip dihabiskan dalam 28
hari. Walaupun demikian, 12 strip tersebut
dapat dihabiskan dalam kurun waktu
maksimal 18 bulan. Menurut program WHO

yaitu dilakukan pengobatan MH-MB dengan
menggunakan blister, yaitu, hari pertama
dengan dapson 100 mg, rifampisin 600 mg,
dan klofazimin 300 mg. Pada hari pertama,
pasien harus meminum obat langsung
didepan petugas kesehatan. Sedangkan pada
hari selanjutnya, diberikan klofazimin 50
mg, dan dapson 100 mg, setiap hari dari hari
ke-2 hingga hari ke-28, diminum sekali
sehari pada waktu dan jam yang sama.
Pasien harus datang untuk mengambil obat
baru setiap hari ke-29 dan mendapatkan
paket blister yang sama. Pengobatan ini
harus terus diulang hingga 12 bulan minimal
dan maksimal 18 bulan.5,6,7
Setiap hari pertama untuk tiap
bulannya,
pasien
terus
dilakukan
pemeriksaan neurologis ulang, disamping itu
juga
dilakukan
pemeriksaan
mata,
pemeriksaan efek samping obat dan
resistensi obat serta pemeriksaan reaksi
kusta. Selain itu dilakukan pemeriksaan
bakterioskopis setiap 3 bulan sampai selesai
pengobatan dengan memperhatikan indeks
bakteri dan indeks morfologis untuk
mengetahui
kemungkinan
resistensi.
Setelah selesai pengobatan dilanjutkan masa
Release From Treatment (RFT) selama 5
tahun dengan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan pengobatan setiap tahun.
Sebagai dokter umum juga harus sigap jika
menemukan indikasi rujukan. Prognosis
pasien adalah baik dengan pengobatan
sesuai dengan patogen yang menjadi kausa
secara cepat dan tepat. KIE yang diberikan
adalah kontrol poliklinik setelah 1 bulan.
KESIMPULAN
Pada pria berumur 29 tahun dengan
keluhan bercak merah pada lengan kanan,
dada, dan wajah sejak 4 bulan sesuai dengan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang dapat diagnosis
sebagai Morbus Hansen tipe Mid Borderline
(BB).
Pasien
mendapatkan
terapi

4

medikamentosa berupa MDT MB paket I,
vitamin B1, B6, B12.
DAFTAR PUSTAKA
1. Estrella Lasry-Levy, Aki Hietaharju,
Diana N. J. Lockwood. Neuropathic
Pain and Psychological Morbidity in
Patients with Treated Leprosy: A
Cross-Sectional Prevalence Study in
Mumbai. PloS Negl Trop Dis. 2011
March; 5(3): e981.
2. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et
al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Unitersitas
Indonesia: 2009. Hal. 73-88
3. Roberta Olmo Pinheiro, Jorgenilce
de Souza Salles, Elizabeth Pereira
Sampaio. Mycobacterium leprae–
host-cell interactions and genetic
determinants
in
leprosy:
an
overview. Future Microbiol. 2011
February; 6(2): 217-130.

4. Elizabeth A. Misch, William R.
Berrington, Thomas R. Hawn.
Leprosy and the Human Genome.
Microbiol Mol Biol Rev. 2010
December; 74(4): 589-620.
5. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et
al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2010. hal. 73-83
6. RSCM. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : RSCM, 2007.
Halaman 147.
7. WHO Expert
Committee
on
Leprosy. Eigth Report. [Available
from
:
http://apps.who.int/iris/bitstream/106
65/75151/1/WHO_TRS_968_eng.pd
f] cited on May 4, 2013 at 5:00 pm.

5

LAPORAN KASUS
MORBUS HANSEN
Ida Ayu Devi Ekayanthi, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),
dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Kusta , juga dikenal sebagai Morbus Hansen , adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae di mana kerentanan terhadap mikobakteri dan manifestasi klinis
dikaitkan dengan respon imun host . Meskipun prevalensi kusta telah menurun secara dramatis ,
tingginya jumlah kasus baru menunjukkan transmisi aktif . Kusta adalah salah satu penyebab
paling umum dari neuropati perifer nontraumatic di seluruh dunia . Proporsi pasien dengan cacat
dipengaruhi oleh jenis kusta dan keterlambatan diagnosis . Dilaporkan kasus seorang lelaki
berumur 29 tahun dengan diagnosis Morbus Hansen tipe BB . Gambaran klinis dengan keluhan
bercak merah yang terasa tebal pada lengan kanan , dada , dan wajah sejak 4 bulan . Pada
eflorisensi terlihat makula eritema , bentuk oval . Punched – out lesion (+) . Pemeriksaan KOH
negatif . Pemeriksaan BTA cuping telinga kanan dan kiri negatif , lesi negatif . Pengobatan yang
diberikan MDT MB paket I , vitamin B1 , B6 , B12 , dan kontrol poliklinik setelah 1 bulan .
Prognosis pasien ini baik .
Kata kunci: morbus hansen, RSUP Sanglah, Mycobacterium leprae
ABSTRACT
Leprosy , also known as Morbus Hansen , is a chronic infectious disease caused by
Mycobacterium leprae in which susceptibility to mycobacterial and clinical manifestations
associated with the host immune response . Although the prevalence of leprosy has declined
dramatically , the high number of new cases indicate active transmission . Leprosy is one of the
most common causes of nontraumatic peripheral neuropathy worldwide . The proportion of
patients with disability is influenced by the type of leprosy and late diagnosis . Reported a case
of a 29-year -old man with a diagnosis of type BB Morbus Hansen . Clinical features with
complaints that feels thick red patches on the right arm , chest , and face since 4 months . In
eflorisensi visible macular erythema , oval shape . Punched – out lesion (+) . Negative KOH
examination . Smear examination of the right and left ear lobe negative , negative lesions . MDT
treatment given package MB I, vitamin B1 , B6 , B12 , and control clinic after 1 month . Patient's
prognosis is good .
Keywords: morbus hansen, RSUP Sanglah, Mycobacterium leprae

1

PENDAHULUAN
Morbus Hansen (kusta/ lepra) adalah
penyakit granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
leprae yang bersifat intraselular obligat. M.
leprae menyerang saraf perifer, kulit, dan
jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan
saraf pusat. Kusta masih terdapat di daerah
tropis dan sub-tropis. Di seluruh dunia
249.007 kasus baru terdaftar pada tahun
2008 dengan India mendaftarkan 134.184
kasus. Di Indonesia sendiri tercatat 33.739
orang penderita kusta. Indonesia merupakan
Negara ketiga terbanyak penderitanya
setelah India dan Brasil dengan prevalensi
1,7 per 10.000 penduduk. Cara penularan
penyakit ini belum diketahui secara pasti
namun hanya berdasarkan anggapan klasik
yaitu kontak langsung antar kulit yang lama
dan secara inhalasi. Kusta mempengaruhi
saraf perifer menyebabkan pembesaran,
kehilangan sensori dan kelemahan motorik,
dan serat saraf di kulit menyebabkan
hilangnya sensasi di area kulit yang terkena.
Infeksi M. leprae diobati dengan Multi Drug
Therapy (MDT) dan semua pasien
menerima terapi baik ganda atau tiga obat
sampai 12 bulan. MDT sangat efektif
dengan tingkat kekambuhan 1 %. Kerusakan
saraf baru diobati dengan terapi steroid,
tetapi hanya sekitar 50 % dari pasien akan
mengalami perbaikan dalam fungsi saraf
setelah
pengobatan
dengan
steroid.
Permasalahan kusta juga dipengaruhi oleh
episode lanjut dari peradangan yang
mempengaruhi kulit dan saraf. Ini mungkin
merupakan reaksi tipe 1 yang terkait dengan
jenis hipersensitivitas tertunda (delayed)
yang menyebabkan peradangan yang
mempengaruhi kulit dan saraf. Tipe 2 atau
eritema
nodosum
leprosum
(ENL)
merupakan reaksi yang berhubungan dengan
deposisi kompleks imun dan peradangan
sistemik yang terlihat dengan adanya
keterlibatan kulit, saraf, mata, tulang, dan

testis. Laporan ini mempresentasikan kasus
Morbus Hansen (kusta/ lepra).1,2
LAPORAN KASUS
Seorang lelaki berumur 29 tahun
datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah pada tanggal 22 Januari 2014
dengan no. RM 14004461. Pasien datang
dengan keluhan bercak merah pada lengan
kanan, dada, dan wajah sejak 4 bulan. Dari
hasil anamnesis didapatkan bercak yang
terasa tebal, tidak ada gatal, tidak ada nyeri,
tidak ada kesemutan pada telapak tangan
dan kaki, dan badan pasien tidak panas.
Riwayat pengobatan terdahulu pasien diberi
salep racik oleh dokter tetapi pasien lupa
nama obatnya.
Tidak ada riwayat alergi baik obat
maupun makanan. Tidak ditemukan adanya
penyakit penyerta. Riwayat operasi dan
tranfusi tidak ada. Riwayat penyakit dalam
keluarga disangkal, namun ayah penderita
pernah mengalami sakit kulit yang sekarang
sudah sembuh. Pitiriasis alba tidak ada.
Ikhtiosis tidak ada. Tidak terdapat erosi pada
mukosa. Pada rambut tidak terjadi alopesia.
Tidak terdapat kelainan pada kuku. Pada
penilaian fungsi kelenjar keringat tidak
ditemukan hiperhidrosis maupun anhidrosis.
Pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
saraf tidak ada. Pemeriksaan sensibilitas
pada lesi suhu, raba, nyeri normal. Status
internus pasien dalam batas normal.
Pada kasus, status venerologi
lokalisasi kelainan pada mukosa badan,
lengan kanan, wajah. Pada eflorisensi
terlihat makula eritema, bentuk oval.
Punched - out lesion (+). Diagnosis
bandingnya adalah tinea versikolor, pitiriasis
rosea, pitiriasis alba, dan psoriasis.
Pemeriksaan KOH negatif. Pemeriksaan
BTA cuping telinga kanan dan kiri negatif,
lesi negatif. Diagnosa kerja adalah MH tipe
BB. Penatalaksaan diberikan MDT MB
paket I (22/1/2014), vitamin B1, B6, B12.
KIE yang diberikan adalah kontrol
2

poliklinik setelah 1 bulan. Prognosis pasien
baik.
DISKUSI
Kusta, juga dikenal sebagai Morbus
Hansen, adalah penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae di
mana kerentanan terhadap mikobakteri dan
manifestasi klinis dikaitkan dengan respon
imun host. Meskipun prevalensi kusta telah
menurun secara dramatis, tingginya jumlah
kasus baru menunjukkan transmisi aktif.
Kusta adalah salah satu penyebab paling
umum dari neuropati perifer nontraumatic di
seluruh dunia. Proporsi pasien dengan cacat
dipengaruhi
oleh jenis
kusta
dan
keterlambatan diagnosis.3
Kusta merupakan penyakit yang
utamanya menyerang kulit dan sistem saraf
perifer. Namun terkadang dapat mengenai
mata, tulang, kelenjar getah bening, struktur
hidung, dan testis juga mungkin terlibat.
Manifestasi klinis penyakit itu dibagi
menjadi dua, tuberkuloid (TT) atau
pausibasiler (PB) dan lepromatosa (LL) atau
multibasiler (MB), dengan beberapa bentuk
peralihan ( indeterminate [I] , tuberkuloid
borderline [BT] , mid borderline [BB] , dan
borderline lepromatosa [BL] ). Klasifikasi
WHO ditentukan oleh jumlah basil yang
ditemukan dari pemeriksaan slit skin smear.
Secara klinis, pasien dengan kusta
lepromatosa memiliki jumlah BTA yang
tinggi pada spesimen biopsi kulit
(multibasiler) ; beberapa lesi kulit terdiri
dari makula, papula, plak, atau nodul, dan
saraf perifer menebal dengan anestesi dan
akhirnya dapat mengembangkan keratitis,
uveitis, kehilangan rambut alis, ulserasi
hidung, kerusakan tulang, kulit menyerupai
lilin karena infiltrasi oleh makrofag,
limfosit, dan sel plasma. Pasien dengan
kusta tuberkuloid (TT dan BT) memiliki
jumlah BTA yang rendah (pausibasiler)
pada spesimen biopsi kulit, dengan lesi kulit

anestesi tunggal dengan atau tanpa saraf
perifer yang menebal.4
Pada kasus, keluhan bercak merah
pada lengan kanan, dada, dan wajah sejak 4
bulan. Dari hasil anamnesis didapatkan
bercak yang terasa tebal, tidak ada gatal,
tidak ada nyeri, tidak ada kesemutan pada
telapak tangan dan kaki, dan badan pasien
tidak panas. Riwayat pengobatan terdahulu
pasien diberi salep racik oleh dokter tetapi
pasien lupa nama obatnya. Status internus
pasien dalam batas normal. Status
venerologi lokalisasi kelainan pada mukosa
badan, lengan kanan, wajah. Pada eflorisensi
terlihat makula eritema, bentuk oval.
Punched – out lesion (+). Diagnosis
bandingnya adalah tinea versikolor, pitiriasis
rosea, pitiriasis alba, dan psoriasis.
Berdasarkan lesi yang terlihat pada wajah
dan tubuh pasien, didapatkan efloresensi
berupa makula eritema, berbentuk oval,
punched-out lesion (+). Maka dapat
disingkirkan beberapa diagnosis yaitu:
1. Pitiriasis versikolor atau tinea versikolor
adalah kelainan kulit yang umum, jinak,
infeksi jamur superfisial yang biasanya
ditandai dengan makula hipopigmentasi
atau hiperpigmentasi di dada dan
punggung. Kadang penderita dapat
merasakan
gatal
yang
ringan.
Diagnosisnya dapat dikuatkan dengan
pemeriksaan KOH.
2. Pitiriasis rosea, merupakan penyakit kulit
yang belum diketahui penyebabnya,
dimulai dengan sebulah lesi inisal (herald
patch) berbentuk eritema dan skuama
halus, yang kemudian diikuti oleh lesi
yang lebih kecil di badan, lengan dan
paha atas yang membentuk lesi sejajar
dengan kostae, hingga membentuk pohon
cemara terbalik.5 Pada pasien ini tidak
didapatkan bentuk lesi tersebut.
3. Pitiriasis alba umumnya asimptomatis,
tetapi mungkin saja sedikit gatal. Pasien
mungkin memiliki riwayat keluarga atau
pasien seperti sakit asma, demam karena
3

alergi atau eksema dalam area yang
sesuai ciri khas dermatitis atopik.
Pitiriasis
alba
ditandai
dengan
hipopigmentasi, bulat sampai oval,
bercak makula di daerah muka, lengan
bagian atas, leher, atau bahu. Kaki dan
tangan lebih sedikit terkena. Pada sekitar
setengah dari semua pasien, luka terbatas
di daerah wajah.
4. Pada
psoriasis keluhan penderita
biasanya sedikit gatal dan panas di
samping kosmetik. Lesi kulit yang
pertama kali timbul biasanya pada
tempat-tempat yang mudah terkena
trauma antara lain : siku, lutut, sakrum,
kepala dan genitalia, berupa makula
eritematus dengan batas jelas, tertutup
skuama tebal dan transparan yang lepas
pada bagian tepi dan lekat di bagian
tengah.
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan
pemeriksaan neurologis yang mendukung
untuk gejala klinis morbus hansen yaitu
pemeriksaan pembesaran saraf-saraf perifer,
kekuatan motorik dan pemeriksaan sensorik.
Dari hasil yang didapatkan, tidak terdapat
adanya pembesaran saraf-saraf perifer, dan
kelemahan kekuatan motorik pada pasien.
Dilakuan juga pemeriksaan rangsang raba,
suhu, dan nyeri. Penemuan klinis ini
mengarah pada diagnosis morbus hansen.
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan
adalah pemeriksaan slit skin smear untuk
memastikan diagnosis kerja morbus hansen
dan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
untuk dapat memastikan atau menyingkirkan
diagnosis banding. Pada pasien ini
didapatkan hasil pemeriksaan KOH negatif.
Pemeriksaan BTA cuping telinga kanan dan
kiri negatif.
Pengobatan MDT untuk multibasiler
adalah dengan diberikan 12 strip obat,
dimana setiap strip dihabiskan dalam 28
hari. Walaupun demikian, 12 strip tersebut
dapat dihabiskan dalam kurun waktu
maksimal 18 bulan. Menurut program WHO

yaitu dilakukan pengobatan MH-MB dengan
menggunakan blister, yaitu, hari pertama
dengan dapson 100 mg, rifampisin 600 mg,
dan klofazimin 300 mg. Pada hari pertama,
pasien harus meminum obat langsung
didepan petugas kesehatan. Sedangkan pada
hari selanjutnya, diberikan klofazimin 50
mg, dan dapson 100 mg, setiap hari dari hari
ke-2 hingga hari ke-28, diminum sekali
sehari pada waktu dan jam yang sama.
Pasien harus datang untuk mengambil obat
baru setiap hari ke-29 dan mendapatkan
paket blister yang sama. Pengobatan ini
harus terus diulang hingga 12 bulan minimal
dan maksimal 18 bulan.5,6,7
Setiap hari pertama untuk tiap
bulannya,
pasien
terus
dilakukan
pemeriksaan neurologis ulang, disamping itu
juga
dilakukan
pemeriksaan
mata,
pemeriksaan efek samping obat dan
resistensi obat serta pemeriksaan reaksi
kusta. Selain itu dilakukan pemeriksaan
bakterioskopis setiap 3 bulan sampai selesai
pengobatan dengan memperhatikan indeks
bakteri dan indeks morfologis untuk
mengetahui
kemungkinan
resistensi.
Setelah selesai pengobatan dilanjutkan masa
Release From Treatment (RFT) selama 5
tahun dengan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan pengobatan setiap tahun.
Sebagai dokter umum juga harus sigap jika
menemukan indikasi rujukan. Prognosis
pasien adalah baik dengan pengobatan
sesuai dengan patogen yang menjadi kausa
secara cepat dan tepat. KIE yang diberikan
adalah kontrol poliklinik setelah 1 bulan.
KESIMPULAN
Pada pria berumur 29 tahun dengan
keluhan bercak merah pada lengan kanan,
dada, dan wajah sejak 4 bulan sesuai dengan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang dapat diagnosis
sebagai Morbus Hansen tipe Mid Borderline
(BB).
Pasien
mendapatkan
terapi

4

medikamentosa berupa MDT MB paket I,
vitamin B1, B6, B12.
DAFTAR PUSTAKA
1. Estrella Lasry-Levy, Aki Hietaharju,
Diana N. J. Lockwood. Neuropathic
Pain and Psychological Morbidity in
Patients with Treated Leprosy: A
Cross-Sectional Prevalence Study in
Mumbai. PloS Negl Trop Dis. 2011
March; 5(3): e981.
2. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et
al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Unitersitas
Indonesia: 2009. Hal. 73-88
3. Roberta Olmo Pinheiro, Jorgenilce
de Souza Salles, Elizabeth Pereira
Sampaio. Mycobacterium leprae–
host-cell interactions and genetic
determinants
in
leprosy:
an
overview. Future Microbiol. 2011
February; 6(2): 217-130.

4. Elizabeth A. Misch, William R.
Berrington, Thomas R. Hawn.
Leprosy and the Human Genome.
Microbiol Mol Biol Rev. 2010
December; 74(4): 589-620.
5. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et
al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2010. hal. 73-83
6. RSCM. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : RSCM, 2007.
Halaman 147.
7. WHO Expert
Committee
on
Leprosy. Eigth Report. [Available
from
:
http://apps.who.int/iris/bitstream/106
65/75151/1/WHO_TRS_968_eng.pd
f] cited on May 4, 2013 at 5:00 pm.

5